Pengaruh Perlakuan Blansing Dan Tingkat Kematangan Buah Terhadap Mutu Tepung Pisang Dewaka
Pengaruh Perlakuan Blansing Dan Tingkat Kematangan Buah Terhadap Mutu Tepung Pisang Dewaka
ABSTRACT
PENDAHULUAN
Pisang dewaka merupakan salah satu jenis pisang yang banyak tumbuh di
disebabkan karena pisang dewaka memiliki rasa yang asam sehingga kurang
disukai untuk dikonsumsi dalam bentuk segar. Suryaningsih dan Pasaribu (2015)
pisang sangat terbatas. Oleh karena itu, pisang dewaka perlu diolah menjadi
produk pangan lain. Salah satu produk olahan pisang yang dapat menjadi pilihan
keunggulan dibandingkan dengan pisang segar dan olahan pisang lainnya, yaitu
pemasarannya cukup luas, serta dapat meningkatkan nilai ekonomis pisang. Pada
dasarnya semua jenis pisang mentah dapat diolah menjadi tepung, tapi warna
Masalah yang sering dihadapi saat pembuatan tepung pisang adalah adanya
kontak dengan udara. Oleh karena itu, diperlukan suatu perlakuan untuk
mencegah terjadinya pencoklatan. Salah satu metode yang biasa digunakan untuk
tergantung kebutuhan. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah
mutu tepung pisang dewaka. Adapun metode blansing yang digunakan adalah
blansing dengan air panas pada suhu 75°C, 80°C, 85°C, 90°C dan 95°C. Tingkat
METODOLOGI PENELITIAN
desikator, ayakan dengan ukuran 60 mesh, kamera digital dan laptop untuk
pengukuran warna. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisang
sinar matahari hingga kering. Tanda irisan pisang telah kering yaitu
apabila irisan pisang telah mengeras, tapi mudah dipatahkan (rapuh).
7. Irisan pisang yang telah kering kemudian digiling menggunakan blender
hingga menjadi tepung. Sebanyak 50 gr irisan pisang kering digiling dengan
kecepatan 3 pada blender selama 2 menit hingga menjadi tepung.
8. Hasil penggilingan kemudian diayak dengan ayakan 60 mesh selama 5
menit dan dilakukan pengamatan selanjutnya.
1. Rendemen
dihasilkan dengan bobot pisang setelah di buka kulitnya. Dari data rendemen
dapat diketahui berapa persentase produk yang dihasilkan per bobot bahan
............................... (1)
2. Kehalusan Tepung
Kehalusan tepung diuji dengan menggunakan ayakan dengan ukuran 60
dihasilkan, kemudian diayak selama 5 menit sampai hanya bagian kasar yang
.................................................. (2)
Dimana :
W1 = Bobot bagian yang tersisa di ayakan (g)
W = Bobot sampel awal (g)
3. Kadar Air
Analisis kadar air dilakukan dengan metode oven. Pertama-tama cawan kosong
kemudian ditimbang. Sebanyak 3-4 gram sampel dimasukkan dalam cawan yang
selama 6 jam. Cawan dan sampel didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
.......................... (3)
Presentase kadar air yang dihasilkan dibandingkan berdasarkan kadar air tepung
4. Warna
Pengukuran warna tepung pisang dewaka dilakukan melalui pemotretan dengan
.................... (4)
Kadar air suatu bahan menunjukkan jumlah air yang dikandung dalam bahan
tersebut. Gambar 1 menunjukkan bahwa rata-rata kadar air tepung pisang dewaka
yang dihasilkan pada semua perlakuan berkisar antara 8 – 11,33%. Kadar air
dengan perlakuan tanpa blansing dan perlakuan suhu blansing 90°C. Sedangkan
kadar air terendah diperoleh pada kombinasi tingkat kematangan indeks warna 2
dengan perlakuan suhu blansing 75°C, yaitu sebesar 8%. Berdasarkan SNI
Tepung Pisang kadar air tepung pisang maksimal adalah 12%. Hal ini berarti
kualitas kadar air tepung pisang dewaka telah memenuhi standar karena
Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa rata-rata kadar air tepung pisang dewaka
dengan indeks warna 1 cukup tinggi. Hal ini dikarenakan pada saat pengeringan
menyebabkan perbedaan tekanan uap air di dalam bahan dan di udara menjadi
kecil sehingga menghambat aliran uap air dari dalam bahan ke luar. Hal inilah
yang mungkin terjadi pada saat pengeringan irisan pisang dewaka dengan indeks
B. Kehalusan Tepung
yang baik yaitu minimal 95% lolos ayakan 60 mesh. Pada Gambar 2 dapat
dilihat bahwa tepung pisang dewaka yang telah memenuhi standar kehalusan
adalah tepung pisang dewaka yang dihasilkan dari kombinasi indeks warna 1
dengan perlakuan tanpa blansing dan suhu blansing 75°C dengan presentase
yaitu sebesar 97,4% dan indeks warna 2 dengan perlakuan tanpa blansing
Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat kematangan buah dan suhu
kandungan pati yang terdapat di dalam buah pisang. Menurut Ulyarti (1997)
dalam Honestin (2007), pati akan cepat tergelatinisasi jika terjadi penurunan
pemanasan maka akan meningkatkan derajat gelatinisasi (Lin dkk., 1997 dalam
Pada suhu blansing 85°C dan 95°C terjadi kenaikan nilai kehalusan tepung pisang
dewaka indeks warna 2, demikian juga dengan pisang dewaka indeks warna 3
pada suhu blansing 95°C. Kenaikan nilai kehalusan ini dikarenakan pada bobot
yang sama jumlah irisan pisang yang telah kering lebih sedikit, sehingga pada
saat dihaluskan dengan kecepatan dan waktu yang sama menghasilkan tepung
C. Rendemen
berat awal bahan dengan berat akhir bahan yang terolah. Rendemen tepung
indeks warna 1 berkisar antara 27,99 – 32,51%; indeks warna 2 berkisar antara
34,14 – 38,29% dan indeks warna 3 berkisar antara 31,01 – 34,99%. Rendemen
semua perlakuan suhu blansing, karena pada tingkat kematangan indeks warna 2
kandungan pati di dalam buah pisang masih tinggi yaitu sebesar 18%. Hal ini
terendah, disebabkan oleh bahan baku pisang dewaka yang digunakan terdapat
banyak pisang yang berukuran kecil. Pada umumnya dalam satu tandan
pisang, buah yang memiliki tingkat kematangan terendah atau tingkat kematangan
indeks warna 1 biasanya berukuran lebih kecil. Menurut Hidayat (2010), apabila
pisang dalam suatu bobot tertentu, semakin banyak ukuran pisang yang kecil-
kecil maka akan semakin rendah rendemen daging pisang yang dihasilkan.
Begitu juga sebaliknya, semakin sedikit jumlah pisang ukuran kecil maka
permukaan kulit pisang. Pisang dalam suatu bobot tertentu, apabila banyak
terdapat pisang dengan ukuran kecil maka luas permukaan kulit pisangnya
makin besar sehingga bobot kulit pisangnya makin besar. Dan begitu juga
sebaliknya, apabila sedikit terdapat pisang ukuran kecil maka luas permukaannya
makin kecil sehingga bobot kulit pisangnya makin kecil (Hidayat, 2010).
dipengaruhi oleh suhu blansing. Menurut Widya (2003), nilai rendemen yang
permeabel, sehingga pergerakan air tidak terhambat dan air lebih mudah
dikeluarkan saat pengeringan, dimana dalam penelitian ini proses pemanasan yang
D. Derajat Putih
Warna merupakan salah satu atribut mutu yang sangat penting pada bahan
dan produk pangan. Peranan warna sangat nyata karena umumnya konsumen
akan mendapat kesan pertama baik suka ataupun tidak suka terhadap suatu produk
pangan dari warnanya. Derajat putih tepung pisang dewaka diperoleh dari
konversi nilai L*a*b* ke rumus derajat putih. Semakin tinggi derajat putih suatu
dari tepung pisang dewaka indeks warna 1 dengan suhu blansing 85°C yaitu
Dari hasil penelitian, secara umum derajat putih tepung pisang dewaka pada
tiga tingkat kematangan yang diberi perlakuan blansing memiliki derajat putih
yang cukup baik. Tetapi, terjadi penurunan derajat putih pada tepung pisang
gula yang cukup tinggi dibandingkan dengan indeks warna 1 dan 2. Adanya
gula. Karamelisasi adalah salah satu reaksi pencoklatan non- enzimatis yang
terjadi karena proses pemanasan karbohidrat dalam hal ini sukrosa dan gula
ini menyebabkan dehidrasi gula yang akan menghasilkan senyawa furan yang
berwarna coklat (Vania, 2010). Hal inilah yang menyebabkan pisang dewaka
indeks warna 3 dengan blansing pada suhu 95°C memiliki derajat putih terendah
(52,55%).
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian yang telah dilakukan
ini adalah sebagai berikut:
1. Rata-rata kadar air tepung pisang dewaka yang dihasilkan berkisar antara
8 - 11,33%. Kadar air terbaik diperoleh pada tepung pisang dewaka
indeks warna 2 dengan perlakuan suhu blansing 75°C, yaitu sebesar 8%.
2. Tingkat kematangan pisang dewaka pada indeks warna 1 yang diberi
perlakuan blansing pada suhu 75°C menghasilkan tepung dengan
presentase kehalusan yang terbaik dan telah memenuhi standar, yaitu
97,4%.
3. Rendemen tepung pisang dewaka terbaik dihasilkan pada tingkat
kematangan indeks warna 2 dengan suhu blansing 80°C, yaitu sebesar
36,51%.
4. Derajat putih terbaik sebesar 69,23% diperoleh pada tingkat kematangan
indeks warna 1 dengan perlakuan suhu blansing 85°C.
5. Kombinasi perlakuan blansing pada suhu 75°C dan tingkat kematangan
indeks warna 1 memberikan hasil tepung pisang yang paling optimal
berdasarkan kadar air, kehalusan tepung, rendemen dan derajat putih
yang dimilikinya. Hasil analisis perlakuan tersebut memiliki kadar air
10,67%, kehalusan tepung 97,4%, rendemen 32,51% dan derajat putih
68,28%.
B. Saran
Beberapa hal yang dapat disarankan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
antara lain :
1. Sebaiknya pisang dewaka yang digunakan memiliki ukuran seragam
agar mendapatkan hasil tepung pisang dewaka yang seragam.
2. Sebaiknya pengeringan dilakukan hingga diperoleh kadar air irisan
pisang dewaka yang seragam.
3. Perlu dipelajari lebih lanjut mengenai pengaruh tingkat kematangan di
atas indeks warna 3 terhadap mutu tepung pisang dewaka.
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh penggunaan
pisang yang telah dipasarkan terhadap mutu tepung pisang dewaka.
5. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai analisis untuk
mengetahui umur simpan tepung pisang dewaka yang dihasilkan.
6. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai aplikasi tepung
pisang dewaka pada pembuatan produk pangan.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, R. 2010. Mempelajari Pembuatan Tepung Pisang Raja Bulu Kaya β -
Karoten dan Karakterisasi Mutunya. Skripsi Sarjana, Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Insititut Pertanian Bogor.
Bogor.
Histifarina, D., A. Rachman, D. Rahadian dan Sukmaya. 2012. Teknologi
Pengolahan Tepung Dari Berbagai Jenis Pisang Menggunakan Cara
Pengeringan Matahari dan Mesin Pengering. Agrin Vol. 16, No. 2,
Oktober 2012.
Honestin, T. 2007. Karakteristik Sifat Fisikokimia Tepung Ubi Jalar (Ipomoea
batatas). Skripsi Sarjana, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas
Teknologi Pertanian, Insititut Pertanian Bogor. Bogor.
Prabawati, S., Suyanti dan D. A. Setyabudi. 2008. Teknologi Pascapanen dan
Teknik Pengolahan Buah Pisang. Balai Penelitian dan Pengembangan
Penelitian: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.
Soeseno, A. 2007. Kajian Karakteristik Gelombang Ultrasonik Untuk Deteksi
Tingkat Kematangan Buah Pisang Raja Bulu (Musa paradisiaca sp). Skripsi
Sarjana, Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,
Insititut Pertanian Bogor. Bogor.
Standar Nasional Indonesia. 1995. SNI 01-3841-1995 Tepung Pisang. Badan