NIM 220205418
1. IRTP (Industri Rumah Tangga Pangan ) merupakan aset pemerintah yang memberikan
arti sinergis dalam perekonomian di Indonesia, dalam hal ini adanya khusus produk
pangan yang di izinkan diproduksi dikabupaten/kota, pangan izin kota medan yaitu:
a. Dasar hukumnya :
Untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat tentang dasar hukum yang
berlaku di kabupaten/kota tertentu terkait dengan IRTP, disarankan untuk mengacu pada
peraturan daerah setempat dan menghubungi instansi terkait, seperti Dinas Kesehatan
atau Dinas Perindustrian di kabupaten/kota tersebut. Mereka akan dapat memberikan
informasi yang lebih terperinci mengenai persyaratan izin produksi pangan dan dasar
hukumnya di wilayah tersebut.
Contoh produk pangan yang diizinkan diproduksi dalam Industri Rumah Tangga
Pangan (IRTP) di kabupaten/kota di Indonesia dapat mencakup berbagai jenis makanan dan
minuman. Beberapa contoh produk pangan yang umum diproduksi dalam skala IRTP antara
lain:
Perlu diingat bahwa contoh-contoh ini hanya sebagian kecil dari berbagai jenis
produk pangan yang dapat diproduksi dalam skala IRTP. Setiap kabupaten/kota di Indonesia
dapat memiliki persyaratan dan ketentuan yang berbeda terkait dengan jenis produk pangan
yang diizinkan diproduksi dalam IRTP. Oleh karena itu, disarankan untuk mengacu pada
peraturan daerah setempat dan berkoordinasi dengan instansi terkait di kabupaten/kota
tersebut untuk mendapatkan informasi lebih rinci mengenai jenis produk pangan yang
diizinkan dalam IRTP.
Dalam sistem keamanan pangan terpadu di Indonesia, dasar hukum terkait Industri
Rumah Tangga Pangan (IRTP) dapat mencakup beberapa peraturan dan kebijakan yang
dikeluarkan oleh pemerintah. Berikut ini adalah beberapa dasar hukum yang relevan:
Selain dasar hukum di atas, terdapat juga regulasi lain yang relevan dalam sistem
keamanan pangan terpadu di Indonesia, seperti peraturan terkait dengan sertifikasi pangan,
pelabelan pangan, pengawasan laboratorium, dan pengendalian mutu pangan.
2. A. Pangan fungsional dibedakan dengan suplemen makanan dan obat. stimuno dapat
digunakan bersamaan pangan fungsional, suplemen makanan dan obat. Jelaskan boleh
digunakan bersamaan atau tidak, dan dasar hukumnya:
Pangan fungsional, suplemen makanan, dan obat adalah tiga kategori yang berbeda
dalam industri makanan dan farmasi. Stimuno, yang merupakan produk tertentu, harus
diklasifikasikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam masing-masing kategori
tersebut.
1. Pangan Fungsional: Pangan fungsional mengacu pada makanan yang memiliki manfaat
kesehatan tambahan selain fungsi gizi dasar. Contoh pangan fungsional termasuk makanan
yang mengandung probiotik, serat tambahan, atau zat-zat bioaktif lainnya yang dapat
memberikan manfaat kesehatan tertentu. Dasar hukum terkait pangan fungsional dapat
bervariasi tergantung pada regulasi negara tertentu. Dalam beberapa negara, peraturan dan
pedoman khusus dikeluarkan untuk mengatur penggunaan, pemasaran, dan klaim kesehatan
terkait pangan fungsional.
2. Suplemen Makanan: Suplemen makanan adalah produk yang dirancang untuk menyediakan
nutrisi tambahan yang mungkin tidak mencukupi dari diet sehari-hari. Mereka dianggap
sebagai suplemen dan bukan sebagai pengganti makanan. Dasar hukum terkait suplemen
makanan dapat bervariasi di setiap negara. Di beberapa negara, ada regulasi khusus yang
mengatur pendaftaran, produksi, dan label suplemen makanan, termasuk klaim kesehatan
yang dibuat terkait produk tersebut.
3. Obat: Obat adalah produk yang digunakan untuk diagnosis, pengobatan, atau pencegahan
penyakit atau gangguan medis. Obat harus melewati proses regulasi dan persetujuan yang
ketat sebelum dapat dipasarkan dan dijual untuk keperluan medis. Dasar hukum yang
mengatur obat meliputi registrasi, uji klinis, produksi, dan distribusi yang diatur oleh otoritas
farmasi atau badan pengawas obat di setiap negara.
Sehubungan dengan Stimuno, sebagai produk spesifik, penting untuk merujuk pada
regulasi dan persyaratan yang berlaku di negara tertentu untuk menentukan statusnya
sebagai pangan fungsional, suplemen makanan, atau obat. Dasar hukum yang mengatur
penggunaan Stimuno bersamaan dengan pangan fungsional, suplemen makanan, atau obat
juga dapat bervariasi tergantung pada regulasi negara tersebut. Oleh karena itu, disarankan
untuk mengacu pada otoritas terkait, seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
atau lembaga farmasi setempat, untuk memperoleh informasi yang akurat dan terkini
mengenai status dan penggunaan Stimuno serta dasar hukumnya.
B. Pangan produk rekayasa genetika, jagung manis dan pepaya California merupakan
produk pangan rekayasa genetika
Benar/tidak :
Benar, jagung manis dan pepaya California merupakan contoh produk pangan
rekayasa genetika. Jagung manis rekayasa genetika sering disebut jagung Bt
(Bacillus thuringiensis) yang telah dimodifikasi genetiknya untuk menghasilkan
protein yang efektif dalam melawan serangga pengganggu seperti ulat jagung.
Pepaya California juga telah mengalami rekayasa genetika dengan memasukkan
gen virus ringan pepaya untuk melawan penyakit yang disebabkan oleh virus
tersebut. Dalam kedua kasus ini, perubahan genetik dilakukan untuk memperoleh
sifat-sifat yang diinginkan, seperti ketahanan terhadap serangga atau penyakit,
yang dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas tanaman tersebut.
Dasar hukumnya :
Dasar hukum terkait dengan produk pangan rekayasa genetika dapat bervariasi di
setiap negara. Namun, dalam konteks Indonesia, dasar hukum yang mengatur produk
pangan rekayasa genetika termasuk:
Selain itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di Indonesia juga memiliki peran
dalam mengawasi dan mengatur produk pangan rekayasa genetika sesuai dengan peraturan
dan ketentuan yang berlaku.
Penting untuk dicatat bahwa regulasi terkait pangan rekayasa genetika dapat mengalami
perubahan dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, penting untuk selalu mengacu pada
peraturan dan ketentuan hukum yang terkini serta berkoordinasi dengan otoritas terkait,
seperti BPOM, untuk informasi yang akurat dan terbaru mengenai dasar hukum yang berlaku
untuk produk pangan rekayasa genetika di Indonesia.
3. Pada dasarnya penanggulangan keracunan pangan / KLB (Kejadian Luar Biasa) terjadi
masalah kercunan pangan, pemeriksan zat racun, uji nyala, uji kertas kunyit/tumerik,
reaksi warna dan filtrasi ubi ungu dan spektrometri infra merah, FTIR-ATR.
a. Dasar hukumnya :
Dasar hukum penanggulangan keracunan pangan atau KLB (Kejadian Luar Biasa)
dapat berbeda-beda di setiap negara. Namun, di Indonesia, penanggulangan keracunan
pangan didasarkan pada beberapa peraturan hukum yang relevan. Berikut adalah
beberapa dasar hukum yang terkait:
Selain itu, terdapat juga regulasi-regulasi lain yang berhubungan dengan keamanan pangan dan
penanggulangan keracunan pangan, seperti peraturan-peraturan terkait dengan pengawasan
laboratorium, standar mutu pangan, dan tindakan pengawasan serta sanksi terhadap pelanggaran
terkait keracunan pangan.
Penting untuk menyadari bahwa dasar hukum dapat berubah dari waktu ke waktu, jadi selalu
disarankan untuk merujuk pada peraturan hukum terkini yang berlaku di negara masing-masing.
Dalam penanggulangan keracunan pangan atau KLB, terdapat berbagai jenis zat yang
dapat diuji untuk mengidentifikasi penyebab keracunan. Berikut adalah beberapa zat yang
umumnya diuji:
1. Zat racun: Dalam kasus keracunan pangan, pemeriksaan zat racun spesifik dilakukan
untuk mengidentifikasi adanya kontaminan atau zat beracun yang dapat menyebabkan
keracunan. Contohnya, dalam kasus keracunan makanan laut, zat seperti histamin dan
ciguatoxin dapat diuji.
2. Uji nyala: Uji nyala digunakan untuk mendeteksi keberadaan senyawa kimia tertentu
berdasarkan warna api yang dihasilkan saat senyawa tersebut terbakar. Uji nyala dapat
membantu mengidentifikasi adanya logam berat seperti timbal atau arsenik.
3. Uji kertas kunyit/turmeric: Uji kertas kunyit atau turmeric dilakukan dengan
menempatkan zat atau makanan yang dicurigai di atas kertas kunyit yang telah direndam.
Jika zat atau makanan mengandung senyawa asam, kertas kunyit akan berubah warna
menjadi merah.
4. Reaksi warna: Metode ini melibatkan penggunaan reagen kimia yang dapat menghasilkan
perubahan warna khusus ketika bereaksi dengan senyawa tertentu. Contohnya, uji dengan
menggunakan reagen Dinitrofenilhidrazin (DNPH) dapat mengidentifikasi keberadaan
aldehida atau keton dalam makanan.
5. Filtrasi ubi ungu: Metode ini melibatkan penggunaan air ekstraksi dari ubi ungu yang
mengandung senyawa antosianin sebagai indikator. Jika senyawa racun atau zat
berbahaya hadir dalam sampel, warna air ekstraksi dapat berubah.
6. Spektrometri inframerah, FTIR-ATR: Metode ini menggunakan instrumen spektrometri
inframerah untuk menganalisis pola getaran molekul dalam sampel. Dengan menganalisis
pola spektrum inframerah, dapat diidentifikasi senyawa kimia dalam sampel.
Penting untuk dicatat bahwa metode di atas hanyalah beberapa contoh metode yang
digunakan dalam penanggulangan keracunan pangan. Pemeriksaan dan uji lainnya juga dapat
dilakukan tergantung pada jenis keracunan dan kebutuhan spesifik dalam situasi yang terjadi.
Dasar hukum terkait dengan zat/obat yang berasal dari tumbuhan atau tidak dari
tumbuhan sintesis/semi sintesis, yang memiliki efek penurunan kesadaran, penghilangan
rasa nyeri, potensi ketergantungan, dan digunakan dalam pembuatan narkotika dapat
bervariasi di setiap negara. Namun, dalam banyak yurisdiksi, termasuk Indonesia, dasar
hukum yang relevan termasuk:
Selain itu, banyak negara memiliki peraturan dan konvensi internasional yang diadopsi
untuk mengendalikan penyalahgunaan narkotika, seperti Konvensi Tunggal tentang
Narkotika tahun 1961 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Zat
Psikotropika tahun 1971.
Penting untuk memperhatikan bahwa regulasi terkait narkotika dan bahan kimia terkait
dapat bervariasi dari negara ke negara. Oleh karena itu, disarankan untuk selalu mengacu
pada peraturan hukum yang berlaku di negara yang relevan dan berkoordinasi dengan
otoritas terkait, seperti Badan Narkotika Nasional atau Badan Pengawas Obat dan
Makanan (BPOM), untuk informasi yang akurat dan terbaru mengenai dasar hukum yang
berlaku.
5. Zat/baik obat alamiah maupun sintesis bukan narkotika, berkhasiat psiko aktif melalui
pengaruh selektif pada SSP yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan
prilaku.
a. Dasar hukumnya :
Dasar hukum terkait dengan zat atau obat, baik alami maupun sintetis, yang
memiliki efek psikoaktif namun bukan narkotika dapat bervariasi di setiap negara. Dalam
konteks Indonesia, dasar hukum yang relevan termasuk:
Beberapa contoh sediaan obat yang mengandung zat atau bahan, baik alamiah
maupun sintetis, yang memiliki efek psikoaktif namun bukan narkotika dan dapat
menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan perilaku adalah sebagai berikut:
obat yang merupakan prekursor atau prekursor farmakologis, yang berarti obat
tersebut diubah menjadi senyawa aktif dalam tubuh, berikut adalah contoh-
contohnya:
1. Prodrug: Prodrug adalah bentuk obat yang tidak aktif secara farmakologis dan harus
diubah menjadi bentuk aktif oleh metabolisme dalam tubuh. Contoh prodrug termasuk
codeine, yang diubah menjadi morfin oleh enzim dalam tubuh, dan enalapril, yang diubah
menjadi enalaprilat untuk pengobatan hipertensi.
2. Prekursor neurotransmitter: Beberapa obat dapat bertindak sebagai prekursor
neurotransmitter dalam tubuh, yang berarti mereka diubah menjadi neurotransmitter
dalam sistem saraf pusat. Contoh termasuk L-dopa, yang merupakan prekursor dopamin
dan digunakan dalam pengobatan penyakit Parkinson.
3. Prekursor metabolit aktif: Beberapa obat diubah menjadi metabolit aktif dalam tubuh
yang memiliki efek farmakologis. Contoh termasuk clopidogrel, yang diubah menjadi
metabolit aktif yang menghambat agregasi trombosit dan digunakan dalam pengobatan
penyakit kardiovaskular.