Anda di halaman 1dari 11

AKAR NASIONALISME DAN DEMOKRASI DI

INDONESIA

Oleh
Nama : Naura Ellsya Saufika
Kelas : XI IPS 2

MADRASAH ALIYAH NEGERI (MAN) 3 KOTA


BANJARMASIN
BAB 1
Pendahuluan
A. Latar Belakang

Secara umum, nasionalisme dapat digambarkan sebagai sikap, gagasan atau gerakan yang mengutamakan
kepentingan bangsa tertentu. Gagasan atau gerakan tersebut dilakukan untuk memperoleh dan
memelihara kedaulatan bangsa atas tanah airnya.

Maka dari itu, pada sikap nasionalisme, bangsa menjadi elemen utama yang menjadi dasar alami untuk
menjalankan pemerintahan karena memiliki sumber kekuatan politik yang sah berdasarkan kedaulatan
rakyat.

Oleh karena itulah, nasionalisme menganggap bahwa suatu bangsa harus dapat mengatur dan
menentukan nasib dirinya sendiri, tanpa campur tangan dari pihak asing atau luar (bangsa lain).
Nasionalisme dibangun melalui ikatan berdasarkan karakteristik sosial suatu bangsa, seperti lokasi
geografis, etnis, budaya, bahasa, tradisi, agama, dan kepercayaan dalam sejarah tunggal bersama demi
membangun dan mempertahankan identitas nasional yang tunggal.

Pengertian Nasionalisme Menurut Para Ahli

Agar lebih mudah memahami tentang apa yang dimaksud dengan nasionalisme, berikut merupakan
pengertian nasionalisme menurut para ahli yang bisa kamu jadikan referensi, antara lain:

Pergerakan Nasional menjadi faktor pemicu nasionalisme dan demokrasi di Indonesia.

Louis Sneyder mendefinisikan nasionalisme sebagai hasil dari perpaduan faktor-faktor politik, ekonomi,
sosial, dan intelektual.

Otto Bauar mendefinisikan nasionalisme sebagai suatu persatuan peringai atau karakter yang timbul
karena perasaan senasib.

Theodore Lothrop Stoddard mendefinisikan nasionalisme sebagai suatu kepercayaan yang dimiliki oleh
sebagian terbesar individu dengan menyatakan rasa kebangsaan sebagai persaaan memiliki secara
bersama di dalam suatu bangsa.

Smith mendefinisikan nasionalisme sebagai suatu gerakan idologis yang digunakan untuk meraih dan
memelihara otonomi, kohesi, dan individualitas. Gerakan ideologis ini dilakukan suatu kelompok sosial
tertentu yang diakui oleh beberapa anggotanya untuk membentuk dan menentukan suatu bangsa atau
yang berupa potensi saja.

Ernest Renan mendefinisikan nasionalisme sebagai kehendak untuk bersatu dan bernegara.

Benedict Anderson mendefinisikan nasionalisme sebagai suatu komunitas politik yang dibayangkan dan
diimajinasikan sebagai sesuatu yang inheren yang terbatas dan berdaulat.

Apa yang Dimaksud dengan Demokrasi

Nah, itulah ulasan singkat mengenai nasionalisme yang bisa kamu pelajari. Selanjutnya, mari kita bahas
tentang apa itu demokrasi, dan bagaimana sejarah demokrasi di Indonesia, sebagai berikut:

Berdasarkan etimologinya, demokrasi berasal dari kata “Demos” dan “kratos” dalam bahasa Yunani. Dua
kata tersebut memiliki makna rakyat dan pemerintahan. Sehingga, demokrasi dapat didefinisikan sebagai
suatu bentuk pemerintahan yang memberikan rakyat kewenangan penuh untuk memilih legislator yang
kemudian mengatur negara mereka.

Inilah mengapa, landasan utama demokrasi biasanya meliputi kebebasan berkumpul dan berbicara,
keanggotaan, persetujuan, hak memberikan suara, inklusifitas dan kesetaraan bagi seluruh rakyat, dan
hak untuk hidup dan hak minoritas.

Istilah demokrasi pertama kali muncul pada abad 508–507 SM di dalam pemikiran politik dan filsafat
Yunani kuno di negara–kota Athena. Pada masa itu, negara–kota (polis) Athena dipimpin oleh Cleisthenes,
seorang Athena yang mendirikan apa yang umumnya dianggap sebagai demokrasi pertama di dunia. Oleh
karena itulah Cleisthenes dianggap sebagai bapak demokrasi Athena. Demokrasi Athena pada masa itu
mengambil bentuk demokrasi langsung dengan dua ciri yang membedakannya, yaitu:

Pemilihan acak warga negara biasa untuk mengisi beberapa kantor administrasi dan peradilan
pemerintahan yang ada.

Majelis legislatif yang terdiri dari seluruh warga negara Athena pada masa tersebut.

Pada sistem demokrasi Athena ini, rakyat terlibat secara langsung dalam majelis yang disebut boule, atau
dewan yang terdiri dari 500 warga yang ditunjuk untuk melaksanakan urusan sehari-hari negara–kota,
dan pengadilan. Sebagian besar warga terlibat secara konstan dalam urusan publik negara–kota.
B. RUMUSAN MASALAH

Sejarah Demokrasi Indonesia dan bagaimana akar nasionalisme dan demokrasi terbentuk.

Semua warga negara yang memenuhi syarat memiliki hak untuk berbicara dan memberikan suara dalam
majelis yang mengatur undang-undang negara–kota Athena. Namun, demokrasi Athena ini memberikan
pengecualian hak berbicara dan bersuara tersebut pada perempuan, budak, orang asing, dan laki-laki di
bawah usia 20 tahun. Pengecualian ini didasarkan pada pemahaman kuno Yunani mengenai
kewarganegaraan yang berkaitan dengan kewajiban ikut perang dalam kampanye perang.

Demokrasi ala negara–kota Athena ini perlahan menghilang, kemudian muncul kembali dalam sejarah
dunia secara perlahan. Umumnya, ketidakpuasan rakyat pada sistem pemerintahan feodalisme dan
monarki membuat mereka menggulingkan kekuasaan para feodal dan para raja, kemudian negara
tersebut menggunakan sistem politik demokrasi.

Montesquieu, seorang filsuf berkebangsaan Perancis, mencetuskan teori pembagian kekuasaan yang
diberi nama Trias Politika. Dalam Trias Politika ini, kekuasaan sebuah pemerintahan dibagi menjadi tiga
lembaga untuk mencegah terjadinya penyelewengan kekuasaan. Ketiga lembaga tersebut adalah:

Lembaga Eksekutif, lembaga yang melaksanakan undang-undang.

Lembaga Legislatif, lembaga yang berwenang membuat undang-undang.

Lembaga Yudikatif, lembaga yang mengawasi jalannya pemerintahan, menafsirkan undang-undang bila
terjadi sengketa, dan menjatuhkan sanksi bagi lembaga atau indovidu yang melanggar undang-undang.

Dalam konferensi International Commission of Juris yang diadakan di Bangkok pada tahun 1965, para ahli
hukum internasional menyatakan beberapa syarat supremasi hukum sebuah negara dan pemerintahan
dinyatakan demokratis, yaitu:

Perlindungan konstitusional atas hak-hak warga negara.

Badan peradilan yang bebas dan tidak memihak.

Pemilihan umum yang bebas.

Kebebasan untuk menyatakan pendapat.

Kebebasan untuk berorganisasi dan beroposisi.

Pendidikan kewarganegaraan.
Pengertian Demokrasi Menurut Para Ahli

Agar lebih mudah memahami pengertian demokrasi, berikut adalah pendapat para ahli tentang
demokrasi:

Hans Kellen menyatakan kalau demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat dan untuk rakyat.

Abraham Lincoln menyebutkan bahwa demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang diselenggarakan
dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

C.F. Strong menyatakan kalau demokrasi merupakan sebuah sistem pemerintahan yang mayoritas
anggota dewannya berasal dari masyarakat yang ikut serta dalam politik, atas dasar sistem perwakilan
yang menjamin pemerintah akhirnya mempertanggungjawabkan semua tindakannya pada mayoritas
tersebut.

Samuel Huntington menyebut demokrasi ada apabla para pembuat keputusan kolektif paling kuat dalam
sebuah sistem dipilih melalui suatu pemilihan umum yang adil, jujur, dan berkala, serta dalam sistem
tersebut para calon bebas bersaing untuk memperoleh suara dan hampir seluruh penduduk dewasa dapat
memberikan suara.

Charles Costello menyebut demokrasi sebagai sistem sosial dan politik pemerintahan diri dengan
kekuasaan-kekuasaan pemerintah yang dibatasi hukum dan kebiasaan untuk melindungi hak-hak
perseorangan warga negara tersebut.

Akar Nasionalisme dan Demokrasi di Indonesia

Bagaimana Pahamifren, sampai di sini sudah paham kan tentang pengertian nasionalisme dan demokrasi?
Jika sudah, mari kita lanjutkan dengan pembahasan mengenai akar nasionalisme dan demokrasi yang ada
di Indonesia, sebagai berikut:

C. TUJUAN PENULISAN
Untuk mempelajari Akar Nasionalisme dan Demokrasi di Indonesia
BAB 2
PEMBAHASAN

Organisasi Awal
Akar nasionalisme dan demokrasi di Indonesia, tak bisa lepas dari munculnya Politik Etis yang dilakukan
oleh pemerintah kolonial Belanda pada awal abad ke-20. Kamu bisa membaca sejarah mengenai Politik
Etis di sini.

Sekalipun tiga program dalam Politik Etis yang mencakup irigasi, imigrasi, dan edukasi mengalami
penyimpangan dalam pelaksanaannya, penyelenggaraan pendidikan bergaya Barat di Hindia Belanda
pada masa itu menghasilkan golongan elit baru yang juga disebut sebagai golongan priyayi baru.

Berkat pendidikan bergaya Barat yang mereka terima di sekolah, para priyayi baru ini memiliki kesadaran
bahwa masyarakat Bumiputra harus mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain dalam mencapai
kemajuan modernitas.

Golongan priyayi baru ini banyak yang berprofesi sebagai guru, jurnalis, dokter, dan aparatur
pemerintahan. Melalui bidang pendidikan, pers, dan parlemen, para priyayi baru ini menyebarkan ide-ide
dan pemikiran mereka yang ingin membawa kemajuan dan pembebasan Bumiputra dari segala bentuk
penindasan kolonialisme Belanda.

Menggunakan produk lokal menjadi tren menumbuhkan sikap nasionalisme dan demokrasi di Indonesia.

Berkat ide-ide dan pemikiran mereka mengenai kesadaran kebangsaan yang disebarkan melalui surat-
surat kabar dan majalah-majalah Bumiputra akhirnya muncul perjuangan kemerdekaan yang bersifat
nasional. Mereka mengubah strategi perlawanan fisik menjadi perlawanan berwadah organisasi.

Kemunculan organisasi-organisasi ini menjadi bagian penting dari sejarah nasionalisme demokrasi di
Indonesia, karena para anggota organisasi mulai terbiasa dengan kebebasan berpendapat dan bersuara,
serta bermusyawarah dalam mengambil keputusan-keputusan penting organisasi mereka.
Beberapa organisasi awal pergerakan nasionalisme ini adalah Budi Utomo, Sarekat Islam (sebelumnya
bernama Sarekat Dagang Islam), dan Indische Partij. Pada tahun 1913, para pemimpin Sarekat Islam dan
Indische Partij juga mengajukan tuntutan kebebasan menyelenggarakan pertemuan-pertemuan politik
dan kebebasan menyatakan pendapat kepada pemerintah kolonial Hindia Belanda. Pemerintah kolonial
Hindia Belanda memenuhi tuntutan mereka dengan membentuk Dewan Rakyat (Volksraad).

Organisasi Keagamaan
Pada masa itu juga ada organisasi-organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU),
Al-Irsyad, Persatuan Muslim Indonesia (sebelumnya bernama Sumatera Thawalib), Persatuan Tarbiyah
Islamiyah, Persatuan Islam (PERSIS), Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA), Majelis Islam Ala Indonesia
(MIAI) yang juga turut andil dalam bidang pendidikan dan membangkitkan kesadaran nasionalisme
masyarakat Bumiputra.

Organisasi Pemuda
Selain organisasi keagamaan, ada pula organisasi pemuda dan partai politik yang muncul
memperjuangkan kemerdekaan masyarakat Bumiputra. Sekalipun organisasi-organisasi pemuda ini masih
bersifat kedaerahan dalam menentang kolonialisme Belanda, organisasi-orgasniasai ini memuliki tujuan
kemerdekaan untuk kebangsaan dan cinta tanah air.

Organisasi pemuda pertama adalah Tri Koro Dharmo, yang beranggotakan pemuda-pemuda Jawa.
Organisasi ini didirikan pada tanggal 7 Maret 1915 di Gedung Kebangkitan Nasional. Tri Koro Dhormo
kemudian berubah nama menjadi Jong Java setelah mengadakan kongres di Solo. Baru pada tahun 1920-
an Jong Java melakukan perubahan dari perjuangan kedaerahan menjadi nasional.

Selain Jong Java, ada juga persatuan pemuda Sumatera yang dikenal dengan nama Jong Sumatera Bond.
Jong Sumatera Bond ini didirikan pada tahun 1917 di Jakarta. Dua tokoh terkenal dari persatuan pemuda
Sumatera ini adalah Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin.

Organisasi pemuda lainnya yang berkumpul berdasarkan kedaerahan adalah Jong Minahasa, Jong Ambon,
dan Jong Celebes, yang kemudian berfusi dalam Indonesia Muda. Pada tahun 1925 juga muncul
Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) yang terdiri dari mahasiswa Jakarta dan Bandung.

PPPI bersifat anti-imperialisme dan bertujuan memperjuangkan kemerdekaan tanah air Indonesia raya.
Di Bandung, pada tahun 1927, juga muncul Jong Indonesia. Sesuai dengan namanya, Jong Indonesia ini
berbeda dengan organisasi-organisasi pemuda sebelumnya karena sudah bersifat nasional. Jong
Indonesia kemudian berganti nama menjadi Pemuda Indonesia dan organisasi perempuannya berganti
nama Putri Indonesia.

Organisasi-organisasi pemuda ini kemudian mengadakan Kongres Pemuda Indonesia I di Jakarta, pada
tanggal 30 April–2 Mei 1926. Kongres yang diketuai oleh M. Tabrani ini bertujuan untuk mencapai sebuah
perkumpulan tunggal yang mengedepankan paham persatuan kebangsaan dan mempererat hubungan
semua perkumpulan yang mengikuti kongres ini. Jadi, sekalipun kongres ini belum menghasilkan
keputusan penting, tapi benih-benih kebangsaan dan nasionalisme sudah mulai terlihat dan ditanamkan
pada masa itu.

Organisasi Perempuan
Organisasi-organisasi perempuan juga turut muncul pada masa tersebut, loh, Pahamifren. Mulanya
organisasi-organisasi perempuan yang berkembang pada tahun 1912–1915, terutama di Jawa dan
Minangkabau, memiliki corak meningkatkan kedudukan perempuan dalam kehidupan berumah tangga
melalui pendidikan yang meningkatkan kecakapan perempuan. Selain itu mereka juga menuntut
kebebasan perempuan berpendapat di muka umum. Dua di antara organisasi perempuan ini adalah Putri
Mardika dan Kartini Fonds.

Pada masa itu juga muncul banyak sekolah perempuan seperti Kautaman Istri, sekolah-sekolah anak
remaja putri, sekolah-sekolah Kartini, dan Kerajinan Amai Setia (KAS). Beberapa organisasi perempuan
lainnya juga turut muncul, seperti Pawiyatan Wanito (1915), Wanita Susilo (1918), Sarekat Siti Fatimah
(1918), Wanito Rukun Santoso (1919), dan Putri Budi Sejati (1919).

Seiring dengan semakin banyaknya perempuan yang terdidik pada masa itu, organisasi-organisasi
perempuan pun semakin banyak. Mereka tidak hanya bergerak di bidang pendidikan, tetapi juga di bidang
sosial.

Beberapa organisasi perempuan tersebut adalah Aisyah (1914), Gorontalosche Muhammedaansche


Vrouwen Vereninging (1920), Nahdatul Fa’at (1920), Wanita Utama (1921), Wanita Taman Siswa (1922),
Wanita Khatolik (1924), Sarekat Ambon (1927), Jong Islamieten Bond Dames Afdeeling (1925), Putri
Indonesia (1927), dan Organisasi Puteri Setia (1928).
Pemuda Indonesia
Perjuangan para priyayi baru ini tidak hanya terjadi di Hindia Belanda, tetapi juga di Belanda, loh,
Pahamifren. Pada tahun 1908, para pelajar Hindia Belanda yang ada di Belanda mendirikan organisasi
yang bernama Indische Vereniging. Tiga tokoh pendiri Indische Vereniging ini adalah R. Panji
Sostrokartono, R.M Notosuroto, dan R. Husein Jajadiningrat.

Mulanya organisasi yang bergerak di bidang sosial dan kebudayaan ini didirikan sebagai wadah para
anggotanya untuk bertukar pikiran mengenai situasi Hindia Belanda. Namun, seiring dengan semakin
banyaknya pemuda yang diasingkan ke Belanda, aktivitas perkumpulan ini pun akhirnya membahas
masalah-masalah politik.

Rasa kebangsaan para pemuda tersebut juga semakin kuat, sehingga mereka memutuskan mengganti
nama organisasi mereka dengan nama Indonesische Vereeniging pada tahun 1925. Indonesische
Vereeniging dipimpin oleh Iwa Kusuma Sumantri, Mohammad Hatta, JB. Sitanala, D. Mangunkusumo, dan
Sastramulyono. Nama ini pun kemudian berubah lagi menjadi Perhimpunan Indonesia (PI).

Nama majalah mereka yang awalnya bernama Hindia Putra juga berganti nama menjadi Indonesia
Merdeka untuk menunjukkan semangat kebangsaan mereka dan keinginan mereka agar Indonesia bisa
merdeka. Para pemuda ini juga menjadikan merah putih sebagai lambang mereka serta Pangeran
Diponegoro sebagai tokoh perjuangan.

PI kemudian juga sering menyerukan pada semua pemuda di Hindia Belanda untuk bersatu dalam
pergerakan mereka. PI memiliki semboyan “self reliance, not mediancy” (tidak meminta-minta dan tidak
menuntut-nuntut). Mereka berpendapat bahwa kemerdekaan Indonesia hanya dapat diperoleh dengan
kekuatan bangsa Indonesia sendiri, tanpa adanya kerja sama dengan bangsa Belanda. Bangsa Indonesia
harus mampu berdiri di atas kakinya sendiri dan tidak bergantung pada bangsa lain.

PI menjadi organisasi politik yang disegani karena pengaruh Mohammad Hatta. Aktivitas PI ini tidak hanya
dilakukan di Belanda dan Indonesia, tetapi juga secara internasional. PI kemudian menjadi manifesto
politik pergerakan kemerdekaan Indonesia karena menuntut kemerdekaan Indonesia diadakan dengan
segera.

Taman Siswa
Taman Siswa yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara pada tanggal 3 Juli 1922 turut membangun akar
nasionalisme bangsa Indonesia. Taman Siswa pada masa itu mendobrak sistem pendidikan Barat dan
pondok pesantren dengan mengadakan sistem pendidikan nasional, yang bercirikan kebudayaan asli
Indonesia.

Karena sistem pendidikan nasional inilah, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda akhirnya mengeluarkan
berbagai aturan demi membatasi pergerakan Taman Siswa.

Salah satunya adalah Undang-Undang Ordonasi Sekolah Liar Tahun 1932 yang melarang para guru yang
terlibat politik mengajar di sekolah-sekolah. Kontribusi Taman Siswa pada masa menjelang kemerdekaan
sangat besar karena sudah menyediakan pendidikan bagi rakyat Indonesia yang tidak disediakan oleh
Pemerintah Kolonial Hindia Belanda.

Sumpah Pemuda

Sejak tahun 1926 sampai 1928, perjuangan para pemuda berlangsung dengan cepat. Mereka mengadakan
beberapa pertemuan yang bertujuan untuk menyatukan organisasi-organisasi yang ada. Namun, upaya
tersebut masih belum maksimal karena masih ada persoalan kedaerahan yang muncul.

Hingga akhirnya kalangan muda dan kalangan tua menyadari kalau kebutuhan untuk bersatu sudah sangat
mendesak. Bahkan para pelajar yang tergabung dalam PI kembali ke tanah air demi merapatkan barisan
di Hindia Belanda. Selama dua tahun, para pemuda mengadakan pertemuan di Indonesische Clubgebouw
secara intensif untuk meningkatkan rasa nasionalisme.

PPPI kemudian membentuk panitia untuk mengadakan rapat pemuda yang diisi dengan ceramah yang
dimaksudkan untuk memperkuat rasa persatuan di antara organisasi-organisasi pemuda yang ada di
Indonesia.

Pada bulan Juni 1928 terbentuklah panitia yang dipimpin oleh Soegoendo Djojopoespoto dari PPPI dengan
wakil Djoko Marsaid dari Jong Java dan Mohammad Yamin dari Sumatranen Bond yang bertindak sebagai
sekretaris. Hingga akhirnya pada tanggal 28 Oktober 1928, Kongres Pemuda II dilaksanakan di gedung
Indonesische Clubgebouw. Kongres tersebut dihadiri sekitar 1.000 orang.

Kongres ini kemudian menghasilkan isi keputusan demokratis yang sangat penting bagi masa depan
Indonesia, yaitu Sumpah Pemuda yang mengedepankan nasionalisme Indonesia. Di kongres ini pulalah
bendera merah putih dugunakan sebagai bendera pusaka bangsa Indonesia dan lagu Indonesia Raya karya
Wage Rudolf Suparman dikumandangkan.

BAB 3
PENUTUP

Nah, Itulah pembahasan Materi Sejarah Peminatan Kelas 11 mengenai Akar


Nasionalisme dan Demokrasi Indonesia.

Daftar Pustaka
https://pahamify.com/blog/pahami-materi/materi-ips/sejarah-peminatan-kelas-
11-nasionalisme-dan-demokrasi-di-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai