Anda di halaman 1dari 11

“ AKAR AKAR NASIONALISME DAN DEMOKRASI“

Diajukan Kepada Guru Mata Pelajaran Sejarah IPS Untuk Memenuhi


Sebagai Persyaratan Nilai

TUGAS KELOMPOK SEJARAH IPS KELAS


XI IPS T.A 2023 (SMA YPKARYA)

Tugas ini disusun oleh kelompok 4, yang beranggotakan :


> Muhammad Ridwan Latief
> Mutia Ramadhani
> M Ragil
> Nazwatun Hasanah
> Muhammad Saepul
> M Fathurrahman
> M Afrizal
KATA PENGANTAR.

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan rahmat, taufik,
dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dalam bentuk maupun isinya dengan sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat
dipergunakan sebagai satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam
memahami perjuangan dan sejarah bagi pembaca.

Penulis merasa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, baik secara
teknis maupun materi mengingat minimnya kemampuan yang dimiliki. Maka dari
itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak dibutuhkan demi
penyempurnaan makalah ini.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhindda kepada pihak-pihak
yang turut membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT memberikan imbalan setimpal
kepada mereka yang memberikan bantuan dan dapat menjadikan semua bantuan
itu sebagai ibadah. Amin Ya Rabbal Alamin.

Tangerang, 9 Januari 2023


Apa yang Dimaksud dengan Nasionalisme?

Secara umum, nasionalisme dapat digambarkan sebagai sikap, gagasan atau


gerakan yang mengutamakan kepentingan bangsa tertentu. Gagasan atau gerakan
tersebut dilakukan untuk memperoleh dan memelihara kedaulatan bangsa atas
tanah airnya. Apa yang Dimaksud dengan Nasionalisme?

Secara umum, nasionalisme dapat digambarkan sebagai sikap, gagasan atau


gerakan yang mengutamakan kepentingan bangsa tertentu. Gagasan atau gerakan
tersebut dilakukan untuk memperoleh dan memelihara kedaulatan bangsa atas
tanah airnya.

Maka dari itu, pada sikap nasionalisme, bangsa menjadi elemen utama yang
menjadi dasar alami untuk menjalankan pemerintahan karena memiliki sumber
kekuatan politik yang sah berdasarkan kedaulatan rakyat.

Oleh karena itulah, nasionalisme menganggap bahwa suatu bangsa harus dapat
mengatur dan menentukan nasib dirinya sendiri, tanpa campur tangan dari pihak
asing atau luar (bangsa lain). Nasionalisme dibangun melalui ikatan berdasarkan
karakteristik sosial suatu bangsa, seperti lokasi geografis, etnis, budaya, bahasa,
tradisi, agama, dan kepercayaan dalam sejarah tunggal bersama demi membangun
dan mempertahankan identitas nasional yang tunggal.

Pengertian Nasionalisme Menurut Para Ahli

Agar lebih mudah memahami tentang apa yang dimaksud dengan nasionalisme,
berikut merupakan pengertian nasionalisme menurut para ahli yang bisa kamu
jadikan referensi, antara lain:

 Louis Sneyder mendefinisikan nasionalisme sebagai hasil dari perpaduan faktor-


faktor politik, ekonomi, sosial, dan intelektual.
 Otto Bauar mendefinisikan nasionalisme sebagai suatu persatuan peringai atau
karakter yang timbul karena perasaan senasib.
 Theodore Lothrop Stoddard mendefinisikan nasionalisme sebagai suatu
kepercayaan yang dimiliki oleh sebagian terbesar individu dengan menyatakan
rasa kebangsaan sebagai persaaan memiliki secara bersama di dalam suatu
bangsa.
 Smith mendefinisikan nasionalisme sebagai suatu gerakan idologis yang
digunakan untuk meraih dan memelihara otonomi, kohesi, dan individualitas.
Gerakan ideologis ini dilakukan suatu kelompok sosial tertentu yang diakui oleh
beberapa anggotanya untuk membentuk dan menentukan suatu bangsa atau yang
berupa potensi saja.
 Ernest Renan mendefinisikan nasionalisme sebagai kehendak untuk bersatu dan
bernegara.
 Benedict Anderson mendefinisikan nasionalisme sebagai suatu komunitas
politik yang dibayangkan dan diimajinasikan sebagai sesuatu yang inheren yang
terbatas dan berdaulat.

Apa yang Dimaksud dengan Demokrasi

Nah, itulah ulasan singkat mengenai nasionalisme yang bisa kamu pelajari.
Selanjutnya, mari kita bahas tentang apa itu demokrasi, dan bagaimana sejarah
demokrasi di Indonesia, sebagai berikut:

Berdasarkan etimologinya, demokrasi berasal dari kata “Demos” dan “kratos”


dalam bahasa Yunani. Dua kata tersebut memiliki makna rakyat dan pemerintahan.
Sehingga, demokrasi dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk pemerintahan yang
memberikan rakyat kewenangan penuh untuk memilih legislator yang kemudian
mengatur negara mereka.

Inilah mengapa, landasan utama demokrasi biasanya meliputi kebebasan


berkumpul dan berbicara, keanggotaan, persetujuan, hak memberikan suara,
inklusifitas dan kesetaraan bagi seluruh rakyat, dan hak untuk hidup dan hak
minoritas.

Istilah demokrasi pertama kali muncul pada abad 508–507 SM di dalam pemikiran
politik dan filsafat Yunani kuno di negara–kota Athena. Pada masa itu, negara–
kota (polis) Athena dipimpin oleh Cleisthenes, seorang Athena yang mendirikan
apa yang umumnya dianggap sebagai demokrasi pertama di dunia. Oleh karena
itulah Cleisthenes dianggap sebagai bapak demokrasi Athena. Demokrasi Athena
pada masa itu mengambil bentuk demokrasi langsung dengan dua ciri yang
membedakannya, yaitu:

 Pemilihan acak warga negara biasa untuk mengisi beberapa kantor administrasi
dan peradilan pemerintahan yang ada.
 Majelis legislatif yang terdiri dari seluruh warga negara Athena pada masa
tersebut.
Pada sistem demokrasi Athena ini, rakyat terlibat secara langsung dalam majelis
yang disebut boule, atau dewan yang terdiri dari 500 warga yang ditunjuk untuk
melaksanakan urusan sehari-hari negara–kota, dan pengadilan. Sebagian besar
warga terlibat secara konstan dalam urusan publik negara–kota.

Semua warga negara yang memenuhi syarat memiliki hak untuk berbicara dan
memberikan suara dalam majelis yang mengatur undang-undang negara–kota
Athena. Namun, demokrasi Athena ini memberikan pengecualian hak berbicara
dan bersuara tersebut pada perempuan, budak, orang asing, dan laki-laki di bawah
usia 20 tahun. Pengecualian ini didasarkan pada pemahaman kuno Yunani
mengenai kewarganegaraan yang berkaitan dengan kewajiban ikut perang dalam
kampanye perang.

Demokrasi ala negara–kota Athena ini perlahan menghilang, kemudian muncul


kembali dalam sejarah dunia secara perlahan. Umumnya, ketidakpuasan rakyat
pada sistem pemerintahan feodalisme dan monarki membuat mereka
menggulingkan kekuasaan para feodal dan para raja, kemudian negara tersebut
menggunakan sistem politik demokrasi.

Montesquieu, seorang filsuf berkebangsaan Perancis, mencetuskan teori


pembagian kekuasaan yang diberi nama Trias Politika. Dalam Trias Politika ini,
kekuasaan sebuah pemerintahan dibagi menjadi tiga lembaga untuk mencegah
terjadinya penyelewengan kekuasaan. Ketiga lembaga tersebut adalah:

 Lembaga Eksekutif, lembaga yang melaksanakan undang-undang.


 Lembaga Legislatif, lembaga yang berwenang membuat undang-undang.
 Lembaga Yudikatif, lembaga yang mengawasi jalannya pemerintahan,
menafsirkan undang-undang bila terjadi sengketa, dan menjatuhkan sanksi bagi
lembaga atau indovidu yang melanggar undang-undang.

Dalam konferensi International Commission of Juris yang diadakan di Bangkok


pada tahun 1965, para ahli hukum internasional menyatakan beberapa syarat
supremasi hukum sebuah negara dan pemerintahan dinyatakan demokratis, yaitu:

 Perlindungan konstitusional atas hak-hak warga negara.


 Badan peradilan yang bebas dan tidak memihak.
 Pemilihan umum yang bebas.
 Kebebasan untuk menyatakan pendapat.
 Kebebasan untuk berorganisasi dan beroposisi.
 Pendidikan kewarganegaraan.

Pengertian Demokrasi Menurut Para Ahli

Agar lebih mudah memahami pengertian demokrasi, berikut adalah pendapat para
ahli tentang demokrasi:

 Hans Kellen menyatakan kalau demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat dan
untuk rakyat.
 Abraham Lincoln menyebutkan bahwa demokrasi merupakan sistem
pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
 C.F. Strong menyatakan kalau demokrasi merupakan sebuah sistem
pemerintahan yang mayoritas anggota dewannya berasal dari masyarakat yang
ikut serta dalam politik, atas dasar sistem perwakilan yang menjamin pemerintah
akhirnya mempertanggungjawabkan semua tindakannya pada mayoritas
tersebut.
 Samuel Huntington menyebut demokrasi ada apabla para pembuat keputusan
kolektif paling kuat dalam sebuah sistem dipilih melalui suatu pemilihan umum
yang adil, jujur, dan berkala, serta dalam sistem tersebut para calon bebas
bersaing untuk memperoleh suara dan hampir seluruh penduduk dewasa dapat
memberikan suara.
 Charles Costello menyebut demokrasi sebagai sistem sosial dan politik
pemerintahan diri dengan kekuasaan-kekuasaan pemerintah yang dibatasi
hukum dan kebiasaan untuk melindungi hak-hak perseorangan warga negara
tersebut.

Akar Nasionalisme dan Demokrasi di Indonesia

Bagaimana Pahamifren, sampai di sini sudah paham kan tentang pengertian


nasionalisme dan demokrasi? Jika sudah, mari kita lanjutkan dengan pembahasan
mengenai akar nasionalisme dan demokrasi yang ada di Indonesia, sebagai berikut:
Organisasi Awal
Akar nasionalisme dan demokrasi di Indonesia, tak bisa lepas dari munculnya
Politik Etis yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda pada awal abad ke-
20. Kamu bisa membaca sejarah mengenai Politik Etis di sini.

Sekalipun tiga program dalam Politik Etis yang mencakup irigasi, imigrasi, dan
edukasi mengalami penyimpangan dalam pelaksanaannya, penyelenggaraan
pendidikan bergaya Barat di Hindia Belanda pada masa itu menghasilkan golongan
elit baru yang juga disebut sebagai golongan priyayi baru.

Berkat pendidikan bergaya Barat yang mereka terima di sekolah, para priyayi baru
ini memiliki kesadaran bahwa masyarakat Bumiputra harus mampu bersaing
dengan bangsa-bangsa lain dalam mencapai kemajuan modernitas.

Golongan priyayi baru ini banyak yang berprofesi sebagai guru, jurnalis, dokter,
dan aparatur pemerintahan. Melalui bidang pendidikan, pers, dan parlemen, para
priyayi baru ini menyebarkan ide-ide dan pemikiran mereka yang ingin membawa
kemajuan dan pembebasan Bumiputra dari segala bentuk penindasan kolonialisme
Belanda.

Berkat ide-ide dan pemikiran mereka mengenai kesadaran kebangsaan yang


disebarkan melalui surat-surat kabar dan majalah-majalah Bumiputra akhirnya
muncul perjuangan kemerdekaan yang bersifat nasional. Mereka mengubah
strategi perlawanan fisik menjadi perlawanan berwadah organisasi.

Kemunculan organisasi-organisasi ini menjadi bagian penting dari sejarah


nasionalisme demokrasi di Indonesia, karena para anggota organisasi mulai
terbiasa dengan kebebasan berpendapat dan bersuara, serta bermusyawarah dalam
mengambil keputusan-keputusan penting organisasi mereka.

Beberapa organisasi awal pergerakan nasionalisme ini adalah Budi Utomo, Sarekat
Islam (sebelumnya bernama Sarekat Dagang Islam), dan Indische Partij. Pada
tahun 1913, para pemimpin Sarekat Islam dan Indische Partij juga mengajukan
tuntutan kebebasan menyelenggarakan pertemuan-pertemuan politik dan
kebebasan menyatakan pendapat kepada pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Pemerintah kolonial Hindia Belanda memenuhi tuntutan mereka dengan
membentuk Dewan Rakyat (Volksraad).
Organisasi Keagamaan

Pada masa itu juga ada organisasi-organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah,


Nahdlatul Ulama (NU), Al-Irsyad, Persatuan Muslim Indonesia (sebelumnya
bernama Sumatera Thawalib), Persatuan Tarbiyah Islamiyah, Persatuan Islam
(PERSIS), Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA), Majelis Islam Ala Indonesia
(MIAI) yang juga turut andil dalam bidang pendidikan dan membangkitkan
kesadaran nasionalisme masyarakat Bumiputra.
Organisasi Pemuda

Selain organisasi keagamaan, ada pula organisasi pemuda dan partai politik yang
muncul memperjuangkan kemerdekaan masyarakat Bumiputra. Sekalipun
organisasi-organisasi pemuda ini masih bersifat kedaerahan dalam menentang
kolonialisme Belanda, organisasi-orgasniasai ini memuliki tujuan kemerdekaan
untuk kebangsaan dan cinta tanah air.

Organisasi pemuda pertama adalah Tri Koro Dharmo, yang beranggotakan


pemuda-pemuda Jawa. Organisasi ini didirikan pada tanggal 7 Maret 1915 di
Gedung Kebangkitan Nasional. Tri Koro Dhormo kemudian berubah nama
menjadi Jong Java setelah mengadakan kongres di Solo. Baru pada tahun 1920-an
Jong Java melakukan perubahan dari perjuangan kedaerahan menjadi nasional.

Selain Jong Java, ada juga persatuan pemuda Sumatera yang dikenal dengan nama
Jong Sumatera Bond. Jong Sumatera Bond ini didirikan pada tahun 1917 di
Jakarta. Dua tokoh terkenal dari persatuan pemuda Sumatera ini adalah
Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin.

Organisasi pemuda lainnya yang berkumpul berdasarkan kedaerahan adalah Jong


Minahasa, Jong Ambon, dan Jong Celebes, yang kemudian berfusi dalam
Indonesia Muda. Pada tahun 1925 juga muncul Perhimpunan Pelajar-Pelajar
Indonesia (PPPI) yang terdiri dari mahasiswa Jakarta dan Bandung.

PPPI bersifat anti-imperialisme dan bertujuan memperjuangkan kemerdekaan


tanah air Indonesia raya. Di Bandung, pada tahun 1927, juga muncul Jong
Indonesia. Sesuai dengan namanya, Jong Indonesia ini berbeda dengan organisasi-
organisasi pemuda sebelumnya karena sudah bersifat nasional. Jong Indonesia
kemudian berganti nama menjadi Pemuda Indonesia dan organisasi perempuannya
berganti nama Putri Indonesia.

Organisasi-organisasi pemuda ini kemudian mengadakan Kongres Pemuda


Indonesia I di Jakarta, pada tanggal 30 April–2 Mei 1926. Kongres yang diketuai
oleh M. Tabrani ini bertujuan untuk mencapai sebuah perkumpulan tunggal yang
mengedepankan paham persatuan kebangsaan dan mempererat hubungan semua
perkumpulan yang mengikuti kongres ini. Jadi, sekalipun kongres ini belum
menghasilkan keputusan penting, tapi benih-benih kebangsaan dan nasionalisme
sudah mulai terlihat dan ditanamkan pada masa itu.
Organisasi Perempuan
Organisasi-organisasi perempuan juga turut muncul pada masa tersebut, loh,
Pahamifren. Mulanya organisasi-organisasi perempuan yang berkembang pada
tahun 1912–1915, terutama di Jawa dan Minangkabau, memiliki corak
meningkatkan kedudukan perempuan dalam kehidupan berumah tangga melalui
pendidikan yang meningkatkan kecakapan perempuan. Selain itu mereka juga
menuntut kebebasan perempuan berpendapat di muka umum. Dua di antara
organisasi perempuan ini adalah Putri Mardika dan Kartini Fonds.

Pada masa itu juga muncul banyak sekolah perempuan seperti Kautaman Istri,
sekolah-sekolah anak remaja putri, sekolah-sekolah Kartini, dan Kerajinan Amai
Setia (KAS). Beberapa organisasi perempuan lainnya juga turut muncul, seperti
Pawiyatan Wanito (1915), Wanita Susilo (1918), Sarekat Siti Fatimah (1918),
Wanito Rukun Santoso (1919), dan Putri Budi Sejati (1919).

Seiring dengan semakin banyaknya perempuan yang terdidik pada masa itu,
organisasi-organisasi perempuan pun semakin banyak. Mereka tidak hanya
bergerak di bidang pendidikan, tetapi juga di bidang sosial.
Beberapa organisasi perempuan tersebut adalah Aisyah (1914), Gorontalosche
Muhammedaansche Vrouwen Vereninging (1920), Nahdatul Fa’at (1920), Wanita
Utama (1921), Wanita Taman Siswa (1922), Wanita Khatolik (1924), Sarekat
Ambon (1927), Jong Islamieten Bond Dames Afdeeling (1925), Putri Indonesia
(1927), dan Organisasi Puteri Setia (1928).
Pemuda Indonesia
Perjuangan para priyayi baru ini tidak hanya terjadi di Hindia Belanda, tetapi juga
di Belanda, loh, Pahamifren. Pada tahun 1908, para pelajar Hindia Belanda yang
ada di Belanda mendirikan organisasi yang bernama Indische Vereniging. Tiga
tokoh pendiri Indische Vereniging ini adalah R. Panji Sostrokartono, R.M
Notosuroto, dan R. Husein Jajadiningrat.

Mulanya organisasi yang bergerak di bidang sosial dan kebudayaan ini didirikan
sebagai wadah para anggotanya untuk bertukar pikiran mengenai situasi Hindia
Belanda. Namun, seiring dengan semakin banyaknya pemuda yang diasingkan ke
Belanda, aktivitas perkumpulan ini pun akhirnya membahas masalah-masalah
politik.
Rasa kebangsaan para pemuda tersebut juga semakin kuat, sehingga mereka
memutuskan mengganti nama organisasi mereka dengan nama Indonesische
Vereeniging pada tahun 1925. Indonesische Vereeniging dipimpin oleh Iwa
Kusuma Sumantri, Mohammad Hatta, JB. Sitanala, D. Mangunkusumo, dan
Sastramulyono. Nama ini pun kemudian berubah lagi menjadi Perhimpunan
Indonesia (PI).

Nama majalah mereka yang awalnya bernama Hindia Putra juga berganti nama
menjadi Indonesia Merdeka untuk menunjukkan semangat kebangsaan mereka dan
keinginan mereka agar Indonesia bisa merdeka. Para pemuda ini juga menjadikan
merah putih sebagai lambang mereka serta Pangeran Diponegoro sebagai tokoh
perjuangan.
PI kemudian juga sering menyerukan pada semua pemuda di Hindia Belanda untuk
bersatu dalam pergerakan mereka. PI memiliki semboyan “self reliance, not
mediancy” (tidak meminta-minta dan tidak menuntut-nuntut). Mereka berpendapat
bahwa kemerdekaan Indonesia hanya dapat diperoleh dengan kekuatan bangsa
Indonesia sendiri, tanpa adanya kerja sama dengan bangsa Belanda. Bangsa
Indonesia harus mampu berdiri di atas kakinya sendiri dan tidak bergantung pada
bangsa lain.

PI menjadi organisasi politik yang disegani karena pengaruh Mohammad Hatta.


Aktivitas PI ini tidak hanya dilakukan di Belanda dan Indonesia, tetapi juga secara
internasional. PI kemudian menjadi manifesto politik pergerakan kemerdekaan
Indonesia karena menuntut kemerdekaan Indonesia diadakan dengan segera.
Taman Siswa

Taman Siswa yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara pada tanggal 3 Juli 1922
turut membangun akar nasionalisme bangsa Indonesia. Taman Siswa pada masa itu
mendobrak sistem pendidikan Barat dan pondok pesantren dengan mengadakan
sistem pendidikan nasional, yang bercirikan kebudayaan asli Indonesia.

Karena sistem pendidikan nasional inilah, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda


akhirnya mengeluarkan berbagai aturan demi membatasi pergerakan Taman Siswa.

Salah satunya adalah Undang-Undang Ordonasi Sekolah Liar Tahun 1932 yang
melarang para guru yang terlibat politik mengajar di sekolah-sekolah. Kontribusi
Taman Siswa pada masa menjelang kemerdekaan sangat besar karena sudah
menyediakan pendidikan bagi rakyat Indonesia yang tidak disediakan oleh
Pemerintah Kolonial Hindia Belanda.
Sumpah Pemuda
Sejak tahun 1926 sampai 1928, perjuangan para pemuda berlangsung dengan
cepat. Mereka mengadakan beberapa pertemuan yang bertujuan untuk menyatukan
organisasi-organisasi yang ada. Namun, upaya tersebut masih belum maksimal
karena masih ada persoalan kedaerahan yang muncul.
Hingga akhirnya kalangan muda dan kalangan tua menyadari kalau kebutuhan
untuk bersatu sudah sangat mendesak. Bahkan para pelajar yang tergabung dalam
PI kembali ke tanah air demi merapatkan barisan di Hindia Belanda. Selama dua
tahun, para pemuda mengadakan pertemuan di Indonesische Clubgebouw secara
intensif untuk meningkatkan rasa nasionalisme.

PPPI kemudian membentuk panitia untuk mengadakan rapat pemuda yang diisi
dengan ceramah yang dimaksudkan untuk memperkuat rasa persatuan di antara
organisasi-organisasi pemuda yang ada di Indonesia.
Pada bulan Juni 1928 terbentuklah panitia yang dipimpin oleh Soegoendo
Djojopoespoto dari PPPI dengan wakil Djoko Marsaid dari Jong Java dan
Mohammad Yamin dari Sumatranen Bond yang bertindak sebagai sekretaris.
Hingga akhirnya pada tanggal 28 Oktober 1928, Kongres Pemuda II dilaksanakan
di gedung Indonesische Clubgebouw. Kongres tersebut dihadiri sekitar 1.000
orang.

Kongres ini kemudian menghasilkan isi keputusan demokratis yang sangat penting
bagi masa depan Indonesia, yaitu Sumpah Pemuda yang mengedepankan
nasionalisme Indonesia. Di kongres ini pulalah bendera merah putih dugunakan
sebagai bendera pusaka bangsa Indonesia dan lagu Indonesia Raya karya Wage
Rudolf Suparman dikumandangkan.

Anda mungkin juga menyukai