Anda di halaman 1dari 4

BAB V

PEMBAHASAN

A. Keluhan ISPA

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 15 responden, terdapat 10 atau 66,7%

balita mengalami keluhan ISPA dan 5 atau 33,3% balita tidak mengalami keluhan

ISPA. Dilihat dari proporsi tersebut dapat dikatakan bahwa sebagian besar balita

mengalami keluhan ISPA. Penyakit ISPA sering terjadi pada anak-anak, terutama

balita. Dengan gejala demam, pilek, sakit tenggorokan, dan batuk kering atau

berdahak yang merupakan gejala awal dari terjadinya infeksi (Wahyuni & Kurniawati,

2021).

Kelurahan Bodaskarangjati terdapat beberapa industri salah satunya adalah

pertukangan kayu, serta jalan raya utama sehingga aktivitas kendaraan sangat

besar. Dari hasil pengukuran kadar debu luar ruangan di sekitar pertukangan kayu

mendaptakan hasil rata-rata debu yaitu 110 µg/ m³ artinya tidak memenuhi syarat

atau melebihi nilai ambang batas. Salah satu studi yang dilakukan di kawasan

industri bahwa lingkungan sekitar berisiko menyebabkan terjadinya gangguan

pernafasan seperti ISPA. Studi yang dilakukan oleh Hayati (2017) di sekitar industri

Pulogadung menunjukan bahwa masyarakat sekitar industri berisiko tinggi terkena

ISPA. Pengukuran debu PM2,5, suhu dan kelembapan dilakukan pada pukul 11.00-

15.00 WIB. Pada rentang cuaca, intensitas matahari, dan aktivitas industri dan jalan

raya dapat berubah sewaktu-waktu sehingga hasil pengukuran antar satu rumah

dengan rumah lainnya berbeda. Hasil pengukuranpun dapat berbeda tergantung

dengan kondisi dalam rumah.

30
31

B. Hasil Analisis

1. Analisis Hubungan Debu PM2,5 Dengan Keluhan ISPA Di Sekitar

Pertukangan Kayu

Berdasarkan hasil analisis univariat kadar debu PM2,5 dalam rumah di

lokasi penelitian, yang tidak memenuhi syarat sebanyak 8 rumah atau 53,3 %.

Sedangkan yang memenuhi syarat sebanyak 7 rumah atau 46,7%. Hasil analisis

bivariat menghasilkan sig 0,007 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan

yang signifikan antara kadar debu PM2,5 dengan keluhan ISPA di Desa

Bodaskarangjati Sekitar Pertukangan Kayu, karena tempat produksi

pertukangan kayu tersebut sangat terbuka, sehingga sangat memungkinkan

debu dalam rumah berasal dari debu kayu tersebut. Penelitian ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Hayati (2017) di Kecamatan Cakung yang

menyatakan bahwa ada hubungan antara kadar debu PM2,5 dengan keluhan

ISPA, yang secara umum PM2,5 dapat bersumber dari pengaruh udara luar

salah satunya kegiatan industri (Hayati, 2017).

Peneliti juga melakukan pengukuran udara ambien dibeberapa titik

outdoor sekitar pertukangan kayu yang didapatkan hasil rata-rata 110 µg/ m³

artinya tidak memenuhi syarat atau melebihi nilai ambang batas. Kadar debu

PM2,5 dalam ruangan yang memenuhi syarat adalah ≤ 25 µg/ m³ dan luar

ruangan yang memenuhi syarat adalah ≤ 55 µg/ m³ (PMK No. 2 Th 2023 Ttg

Peraturan Pelaksanaan PP No. 66 Th 2014 Ttg Kesehatan Lingkungan, 2023).

2. Analisis Hubungan Suhu Dengan Keluhan ISPA Di Sekitar Pertukangan

Kayu

Berdasarkan hasil analisis univariat suhu dalam rumah ditemukan

sebagian besar tidak memenuhi syarat sebanyak 12 rumah atau 80 %.

Sedangkan yang memenuhi syarat sebanyak 3 rumah atau 20 %. Hasil analisis

bivariat menghasilkan sig 0,505 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada
32

hubungan antara suhu dengan keluhan ISPA di Desa Bodaskarangjati Sekitar

Pertukangan Kayu.

Rata-rata hasil pengukuran suhu luar ruangan yaitu 36°C artinya tidak

memenuhi syarat atau melebihi nilai ambang batas. Suhu dalam ruangan yang

memenuhi syarat adalah 18-30°C, dan yang tidak memenuhi syarat berada pada

rentang 18-30°C (PMK No. 2 Th 2023 Ttg Peraturan Pelaksanaan PP No. 66 Th

2014 Ttg Kesehatan Lingkungan, 2023). Meningkatnya suhu dalam ruang juga

dapat terjadi akibat pengeluaran panas tubuh. Suhu ruangan yang tinggi akan

membuat sirkulasi udara menjadi tidak berpindah, sehingga menyebabkan

polutan atau debu terperangkap di udara dan menyebabkan gangguan

pernapasan (Hayati, 2017).

3. Analisis Hubungan Kelembapan Dengan Keluhan ISPA Di Sekitar

Pertukangan Kayu

Berdasarkan hasil analisis univariat kelembapan yang tidak memenuhi

syarat sebanyak 1 rumah atau 6,7%. Dan yang memenuhi syarat sebanyak 14

rumah atau 93,3%. Hasil analisis bivariat menghasilkan sig 1,000 maka dapat

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kelembapan dengan keluhan

ISPA di Desa Bodaskarangjati Sekitar Pertukangan Kayu. Hasil penelitian ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hayati (2017) di Kecamatan

Cakung bahwa tidak ada hubungan antara kelembapan dengan keluhan ISPA

pada balita.

Hasil pengukuran kelembapan outdoor di beberapa titik dihasilkan rata-

rata sebesar 47,25% artinya memenuhi syarat atau dibawah nilai ambang batas.

Kelembapan udara merupakan presentasi jumlah air di udara atau uap air dalam

udara. Kelembapan dalam ruangan yang baik yaitu 40%-60%, dan kelembapan

luar ruangan yang baik yaitu 40%-70% sesuai baku mutu pada Permenkes No 2

Th 2023 (PMK No. 2 Th 2023 Ttg Peraturan Pelaksanaan PP No. 66 Th 2014


33

Ttg Kesehatan Lingkungan, 2023). Kelembapan yang tinggi maupun rendah

dapat menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme.

Kelembapan di luar ruangan secara alami dapat mempengaruhi

kelembapan di dalam ruangan. Ruang yang lembab memungkinkan tumbuhnya

mikroorganisme pathogen. Sinar matahari dapat membunuh bakteri, virus

ataupun jamur, sehingga dapat dilakukan pertukaran udara yang lancar dan sinar

matahari masuk ke dalam rumah. Namun sebagian besar rumah di Desa

Bodaskarangjati sangat berhimpitan, sehingga membuat sinar matahari sulit

untuk masuk. Selain itu beberapa responden hanya mempunyai jendela kaca

tertutup tanpa bisa dibuka sehingga pertukaran udara hanya terjadi melalui pintu,

dan banyak sebagian responden yang jarang atau bahkan tidak pernah

membuka jendela. Berdasarkan hasil wawancara alasan tidak membuka jendela

adalah untuk mengurangi debu agar tidak masuk ke dalam rumah.

Anda mungkin juga menyukai