Disusun oleh:
Musrifa Kudus
NIM. M202101044
i
BAB I
PENDAHULUAN
tidak tetap, tergantung pada keadaan suhu udara, tekanan udara dan lingkungan
sekitarnya. Udara bersih yang kita hirup merupakan gas yang tidak tampak, tidak
berbau, tidak berwarna maupun berasa. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih
sudah sulit diperoleh, terutama di kota-kota besar yang banyak industrinya dan
zat pencemar di udara sebagai hasil dari proses pembakaran. Zat pencemar
tersebut dapat berupa COx, NOx, SOx, maupun TSP yang dapat menurunkan
kualitas lingkungan.
masalah pencemaran udara dalam ruangan yang penting adalah pencemaran dalam
rumah karena memasak atau membakar kayu untuk pemanasan tanpa cerobong
asap yang memadai (Yulianti, 2013). Pencemaran ini dapat disebabkan oleh
dari pembakaran bahan bakar fosil. Nilai ambang batas zat pencemar karbon
diabaikan. Kecepatan udara dan suhu udara adalah bagian dari parameter
meteorologi yang dapat mempengaruhi kadar pencemar udara di luar gedung.
(Wardhana, 2001).
Di dalam suatu ruangan faktor iklim menjadi salah satu acuan yang
kecepatan udara. Lebih lanjut dikemukakan bahwa ciri daerah yang beriklim
tropis lembab seperti Indonesia adalah temperatur udara relatif panas yang
mencapai nilai maksimum rata-rata 27°C- 32°C, temperatur udara minimum rata-
rata 20°C-23°C, kelembaban dan kecepatan angin di dalam ruangan yang baik
Selain faktor iklim asap rokok juga salah satu faktor penyebab terjadinya
pencemaran di dalam ruangan besar pajanan asap rokok bersifat kompleks dan
dipengaruhi oleh jumlah rokok yang dihisap dan pola penghisapan rokok tersebut
kematian akibat polusi udara 2,8 juta diantaranya akibat pencemaran udara dalam
ruangan dan 0,2 juta lainnya akibat pencemaran di luar ruangan . Berdasarkan
pencemaran udara dalam ruangan. Di India sekitar 500.000 perempuan dan anak-
anak tiap tahun meninggal akibat pencemaran udara di dalam ruangan dan sekitar
indoor air pollution pada tahun 2008 di wilayah Asia Tenggara, negara Indonesia
merupakan peringkat ketiga setelah India dan Bangladesh. Kasus kematian akibat
indoor air pollution ini dikarenakan adanya gangguan pada sistem pernapasan
industri dan transportasi yang sudah menjadi tuntutan di zaman seperti sekarang
ini (Soemawarto, 2004). Menurut WHO gas pencemar udara yang dihasilkan oleh
kematian 3,7 juta orang di dunia pada tahun 2012. Kematian tersebut disebabkan
oleh beberapa penyakit yang disebabkan oleh zat pencemar udara seperti penyakit
jantung iskemik dan stroke yang menyumbang kematian sebesar 40%, Penyakit
paru Obstruktif Kronis (PPOK) sebesar 11%, kanker paru sebesar 6 %, serta
sedangkan untuk PM 2.5 yaitu sebesar 4018 µg/Nm3. Hasil tersebut telah melebihi
baku mutu yang telah ditetapkan oleh Peraturan Daerah Kabupaten Kolaka No. 8
Tahun 2001 yaitu 230 µg/Nm3. Dari hasil penelitian tersebut juga menunjukan
adanya hubungan yang kuat antara konsentrasi TSP dan PM 2.5 terhadap
debu maksimal yang dihasilkan oleh industri pertambangan adalah 11,727 mg/m3.
Kadar debu ini telah melebihi NAB yang telah ditentukan oleh Permenaker No.
Kolaka beraktivitas efektif selama 8-12 jam setiap harinya. Kegiatan pengolahan
(1 cerobong asap untuk 3-4 tungku). Tempat penyimpanan bahan bakar menjadi
satu dengan ruang pembakaran. Sirkulasi udara yang tidak baik menyebabkan
asap tidak sepenuhnya bisa keluar melalui cerobong, sehingga ruang pembakaran
terlihat kotor dan berdebu dan keluar melalui sela yang ada menuju lingkungan
permukiman masyarakat. Hal ini mengakibatkan peningkatan terhadap kasus
berbasis lingkungan yang disebabkan oleh kualitas udara yang buruk. Penyakit ini
menjadi perhatian global karena merupakan salah satu penyebab utama kesakitan
dan kematian pada anak usia bawah lima tahun (Balita) di dunia (Shibata et al.,
2014). Menurut WHO, sebanyak 1,9 juta balita meninggal akibat ISPA tiap
tahunnya (Simoes et al., 2006). Sekitar 70% kasus ISPA terjadi di Afrika dan
negara berkembang mencapai 25% pada anak yang berumur di bawah lima tahun
2012). Menurut data Riskesdas, diketahui period prevalence kasus ISPA pada
tahun 2007 sebesar 25,5%. dan menurun menjadi 25% pada tahun 2013
(Kementerian Kesehatan RI, 2013). Proporsi angka mortalitas balita akibat ISPA
2012).
masyarakat. Pada tahun 2010 diketahui, sekitar 1,6 juta jiwa meninggal akibat
berisiko terkena ISPA akibat kualitas udara dalam ruang adalah wanita dan anak-
anak. Hal ini karena sebagian besar waktu wanita dan anak-anak dihabiskan di
dalam rumah.
Berdasarkan penelitian yang menghubungkan antara ISPA dan kualitas
udara dalam ruang, diketahui bahwa kualitas udara dalam ruang mempunyai
hubungan yang signifikan dengan kejadian ISPA (Shibata et al., 2014). Terdapat
beberapa faktor yang memengaruhi kualitas udara dalam ruang, antara lain;
faktor perilaku penghuni, faktor lingkungan dalam rumah dan luar rumah. Faktor
lingkungan dalam rumah yang berpengaruh terhadap kualitas udara, antara lain;
jenis dinding, jenis lantai, luas ventilasi, kepadatan hunian (Fitria et al., 2008) dan
luar dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban luar ruang serta zat pencemar di udara
bakar yang tidak ramah lingkungan (Suryani, 2015) juga dapat memengaruhi
Apabila ditinjau dari segi lokasi, kabupaten Kolaka termasuk dalam area
yang berisiko untuk berkembangnya penyakit ISPA. Hal ini karena letak
memiliki kualitas udara ambien yang rendah. Hal ini terbukti dengan hasil
dengan parameter TSP (Total Suspended Solid) yang telah melebihi nilai baku
mutu, yaitu sebesar 411 µg/m3 per 24 jam dengan nilai baku mutu sebesar 230
pertambangan di Kolaka 28,8% terpapar ISPA. Data ini didapatkan dari laporan
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan
B. Kajian Masalah
Berdasarkan data dari UKK (Unit Kesehatan Kerja) Puskesmas Pomalaa, pada
Januari 2022, dari total 20 masyarakat per bulan yang diperiksa, semuanya
memiliki frekuensi pernapasan lebih dari 20 kali per menit. Frekuensi pernapasan
yang lebih dari 20 kali per menit menandakan adanya penurunan keteregangan
paru dan penurunan ventilasi udara yang menyebabkan volume udara yang
masuk dan keluar terganggu. Keadaan seperti itu disebut takipnea. Takipnea
adalah gejala yang terdapat pada pneumonia, kongesti paru, edema, ataupun
kelainan dada restriktif lainnya yang berujung pada ISPA (Djojodibroto, 2015).
dalam jangka waktu >10 tahun mempunyai risiko 15 kali lebih besar untuk
pernapasan bawah, sedangkan partikel dengan ukuran < 2,5 mikron akan
terdeposisi di alveolus. Semakin kecil ukuran partikel dan semakin besar
pengolahan bijih nikel adalm aktifitas pertambangan yang dilakukan tanpa melalui
saluran pernafasan akut yang terjadi tidak lebih dari 14 hari yang menyerang pada
dengan panas tinggi yang disertai dengan tenggorokan sakit atau nyeri saat
menelan, pilek, batuk kering atau berdahak (Dharmayanti & Tjandararini, 2017).
saluran pernafasan akut yang sudah cukup parah. Pada Kondisi ISPA yang ringan
agar sembuh dengan sendirinya. Kondisi lingkungan fisik yang kurang memadai
sebenarnya sudah menjadi perhatian pada pemerintah kota namun masih banyak
lokasi-lokasi yang masih terkesan kumuh dan padat. Fenomena seperti ini akan
dengan perbaikan kondisi lingkungan fisik pada daerah tersebut akan sangat
Kasus terjadinya ISPA mencapai 120 juta jiwa setiap tahunnya dan sekitar
1,4 juta orang meninggal. Sekitar 95% kematian yang disebabkan ISPA terjadi di
tersering pada anak di negara yang sedang berkembang. ISPA ini menyebabkan
empat dari 15 juta perkiraan kematian pada anak berusia di bawah 5 tahun pada
setiap tahunnya dan sebanyak dua pertiga dari kematian tersebut terjadi pada bayi
morbiditas dan mortalitas pada anak (Pore dkk, 2010). Berdasarkan data WHO
Penyakit ini menyumbang 16% dari seluruh kematian anak di bawah 5 tahun,
yang menyebabkan kematian pada 920.136 balita, atau lebih dari 2.500 per hari,
atau di perkirakan 2 anak Balita meninggal setiap menit pada tahun 2015.(WHO,
2017). Berdasarkan data Laporan Rutin Subdit ISPA Tahun 2017, didapatkan
insiden (per 1000 balita) di Indonesia sebesar 20,54%. Terdapat 6.139 penduduk
mencapai 40,0% hal ini masih memerlukan perhatian khusus dikarenakan masih
penyakit terbanyak dengan jumlah penderita ISPA mencapai 2364 kasus per
tahun.
yang kondisi lingkungan fisik rumah yang mempengaruhi kejadian ISPA. Apalagi
kondisi lingkungan fisik pada perumahan yang ada pada daerah pesisir Kenjeran
yang terkesan kumuh dengan pondasi rumah yang masih ada di pinggiran pantai
dan kondisi lingkungan yang dipenuhi dengan hasil tangkapan dilaut yang dijemur
kesakitan dan angka kematian yang cukup tinggi, maka perlu dilakukan
penanganan yang terpadu, terarah yang di tujukan pada perbaikan mutu
lingkungan. Hal ini mendasari peneliti untuk meneliti adakah kondisi lingkungan
kabupaten kolaka?
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan kajian masalah, maka dapat dirumuskan beberapa
b. Apakah ada hubungan antara kualitas udara dengan kejadian infeksi pernafasan
D. Tujuan Penelitian
E. Manfaat Penelitian
Selain itu juga dapat mengembangkan pola pikir peneliti yang lebih luas
lingkungan.
F. Kebaruan Penelitian
Kebaruan penelitian ini dapat dilihat dari gap penelitian sebelumnya dalam
tabel berikut.
2,5 dalam
paparan
realtime
maupun
lifespan 30
tahun
mendatang
2 Analisis Darund 2014, di Deskriptif Variabel Konsentrasi
Kualitas ana Sekitar kuantitatif Jumlah TSP
Total Endro wilayah produksi tertintggi
Suspended Prasety pertambang Variabel yang
an Nikel
Particulat otomo; terikat : didapatkan
Kecamatan
e (TSP) Dr. Pomalaa
Kandunga ialah
Dalam Haryon Bandarharj n TSP dan sebesar
Ruangan o o Semarang PM 2,5 872,877
Pada Setiyo µg/m3sedan
Proses Huboyo gkan untuk
Pengasapa , ST, PM 2.5
n (Studi MT; yaitu
Kasus: Ir. sebesar
Sentra Mochta 4018
Pengasapa r µg/m3.
n Ikan Hadiwi Terdapatnya
Bandarhar dodo, hubungan
jo, Kota yang kuat
Semarang) antara
konsentrasi
TSP dan
PM 2.5
terhadap
akibat dari
cemaran
yang
ditimbulkan
pada proses
pengasapan
dalam hal
ini
berkaitan
No Judul Nama Tahun Rancangan Variabel Hasil
Penelitian Peneliti dan Penelitian Penelitian Penelitian
Tempat
Penelitian
dengan
kesehatan
para
masyarak
at.
3 Hubungan Estri 2003, di Cross- Variabel rata-rata
debu total Aurorin Sentra sectonal bebas : kadar debu
ruang a Industri debu total dari 10
pengasapa Rumah ruang ruang
n ikan Tangga pengasapa pengasapan
dengan Pengasapa n sebesar
gangguan n Ikan Variabel 10,93
fungsi Bandarhar terikat : mg/m3.
paru pada jo gangguan Pengasap
pengasap Semarang ikan (45
fungsi
ikan orang) yang
Banjarharj paru mengalami
o Kota gangguan
Semarang fungsi paru
tahun
2003
Cross Variabel Tidak
4 Faktor- Mei 2018, di sectional bebas : terdapat
Faktor Ermaw Sentra faktor hubungan
yang ati Industri lingkunga anatara
Berhubun Rumah n :Kadar Faktor
ngan Tangga debu, individu
dengan Pengasapa kadar CO, dan
Gambaran n Ikan kejadian
Fungsi Bandarhar fungsi paru,
Paru jo dan
(Studi Semarang dimungkink
Kasus an faktor
Masyarak lingkungan
at Sentra berpotensi
Pengasapa mempengar
n Ikan uhi
Bandarhar gambaran
jo) fungsi paru
No Judul Nama Tahun Rancangan Variabel Hasil
Penelitian Peneliti dan Penelitian Penelitian Penelitian
Tempat
Penelitian
kadar
suhu,
kadar
kelembaba
bn, luas
ventilasi,
kepadatan
ruangan
Faktor
individu
:jenis
kelamin,
umur,
status gizi,
status
merokok ,
lama
paparan
Variabel
terikat :
Gangguan
fungsi
paru
sebagai berikut:
dengan melihat fenomena yang terjadi akibat dari suatu kondisi dalam hal ini
kualitas udara.
2. Variabel bebas penelitian ini adalah kualitas udara yang dignakan uuntuk
4. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah paparan ISPA pada masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
bakteri, infeksi mycoplasma atau aspirasi zat asing yang melibatkan sebagian atau
Kedokteran (2014) ISPA sering disebut juga dengan Infeksi Respiratori Akut
(IRA). Infeksi respiratori akut ini terdiri dari infeksi respiratori atas akut (IRAA)
dan infeksi respiratori bawah akut (IRBA). Disebut akut, jika infeksi berlangsung
hingga 14 hari. ISPA adalah penyakit saluran pernafasan akut pada bagian atas
seperti rhiningitis, fharingitis, dan otitis serta bagian bawah seperti laryngitis,
(Fadholi, 2017)
Penyakit ISPA mencakup penyakit saluran napas bagian atas (ISPaA) dan
penyakit saluran napas bagian bawah (ISPbA). ISPA bagian atas mengakibatkan
kematian anak dalam jumlah kecil tetapi dapat mengakibatkan sejumlah kecacatan
seperti otitis medis yang merupakan penyebab ketulian dan timbulnya gangguan
balita karena ISPA disebabkan oleh infeksi saluran nafas bawah akut (ISPbA)
infeksi flu burung pada manusia, dan ISPA baru yang belum pernah dilaporkan
yang dapat menyebabkan wabah skala besar dengan morbiditas dan mortalitas
sebagian patogen ada juga kemungkinan penularan melalui cara lain, seperti
melalui kontak dengan tangan atau permukaan yang terkontaminasi. Karena itu,
infeksi yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas, mulai
dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan
Science, 2012)
berikut :
laringotrakeitis,dan pneumonia.
berikut :
atau adanya tarikan kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam
b. Non pneumonia, bila tidak adatarikan dinding dada bagian bawah dan
dan kejang.
dengan napas cepat, yaitu >50 kali/menit untuk umur 2-12 bulan, dan
d. Non pneumonia, bila mengalami batuk pilek saja, tidak ada tarikan
pada anak umur 2-12 bulan dan kurang dari 40 kali/menit untuk umur
Tanda-tanda epidemiologis :
Riwayat kesehatan terbaru pasien (dalam masa inkubasi yang diketahui atau yang
kekhawatiran;
2. baru mengalami pajanan kerja, misalnya pajanan terhadap hewan yang
3. baru kontak dengan pasien lain yang terinfeksi ISPA yang dapat
menimbulkan kekhawatiran.
penyakit pernapasan disertai demam tinggi, akut, dan belum jelas penyebabnya
seperti demam yang lebih dari 38°C disertai batuk dan sesak napas, atau penyakit
parah lainnya yang tidak jelas penyebabnya seperti ensefalopati atau diare dengan
riwayat pajanan yang mirip dengan IsPa yang dapat menimbulkan kekhawatiran
yang disebutkan di atas dalam masa inkubasi yang diketahui atau suspek
Kriteria diagnosis ISPA ini berdasarkan atas tiga bagian, yaitu waktu sakit
kurang dari 14 hari, tidak ada riwayat atopi, dan terdapat gejala ISPA baik non-
terdapat demam dan salah satu gejala yaitu pilek, hidung tersumbat, batuk kering,
nyeri tenggorok, suara serak, stridor, batuk berdahak, napas cepat, mengi, dan
keluar cairan telinga. Sedangkan subjek digolongkan dalam ISPA pneumonia jika
bakteri, virus, jamur, dan aspirasi. Bakteri penyebab ISPA seperti Diplococcus
Haemophilus influenza, dan lain-lain. Penyebab ISPA oleh virus, antara lain
virus dan jamur, ISPA juga dapat disebabkan oleh aspirasi benda asing yang dapat
amnion pada saat lahir, maupun benda asing (biji-bijian, mainan plastic, dan lain-
lain)
a. Usia, Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu
2008).
c. Riwayat pemberian air susu ibu (ASI), Air susu ibu mempunyai nilai
laring, trakea, dan paru. Laring membagi saluran pernapasan menjadi dua bagian,
yakni saluran pernapasan atas dan saluran pernapasan bawah. Setelah melalui
saluran pernafasan atas udara menjadi lembab dan hangat sehingga sesuai dengan
suhu normal pada tubuh selanjutnya udara melewati trakea dan masuk pada
sehingga kecepatan aliran udara di dalam saluran udara kecil berkurang ke nilai
yang sangat rendah. Tiap alveolus dikelilingi oleh pembuluh kapiler paru. Di
sebagian besar daerah, udara dan darah hanya dipisahkan oleh epitel alveolus dan
endotel kapiler sehingga keduanya hanya terpisah sejauh 0,5 μm. Tiap alveolus
dilapisi oleh 2 jenis sel epitel, yaitu sel tipe 1 dan sel tipe 2. Sel tipe 1 merupakan
sel gepeng sebagai sel pelapis utama, sedangkan sel tipe 2 (pneumosit granuler)
lebih tebal, banyak mengandung badan inklusi lamelar dan mensekresi surfaktan.
permukaan.
Secara klinis suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi di
setiap bagian saluran pernafasan atau struktur yang berhubungan dengan saluran
pernafasan yang berlangsung tidak lebih dari 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk
Proses terjadinya penyakit ini adalah masuknya bakteri, virus, dan jamur
kedalam tubuh manusia melalui partikel- partikel yang bercampur dengan udara.
Kuman ini akan melekat pada epitel-epitel hidung dan masuk ke saluran
mendorong virus ke arah faring atau reflek oleh laring. Jika reflek tersebut gagal
maka akan merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan.
sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif.
tubuh alami
masuk melalu hidung dan mulut pada waktu bernafas. Udara bergerak masuk dan
keluar paru karena ada perbedaan tekanan yang terdapat antara atmosfer dan
alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Setelah itu oksigen masuk melewati
faring, laring, trakea dan pipa bronchial ke alveoli. Didalam alveoli, oksigen
membran ini dan diikat dengan hemoglobin sel darah untuk selanjutnya dibawa
dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Oleh karena itu agar udara dapat masuk ke
udara dapat mengalir masuk sewaktu inspirasi. Sama halnya sewaktu ekspirasi,
tekanan intra-alveolus harus lebih besar dari tekanan atmosfer agar udara dapat
mengalir keluar.(dr. Kadek Agus Heryana Putra, 2016) Proses yang kedua adalah
proses difusi gas-gas yang melintasi membrane alveoli yang tipis (tebalnya kurang
dari 0,5µm) kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan
parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial O2 (PO2) dalam atmosfer pada
trakea tekanan parsial mengalami penurunan sampai sekitar 149 mmHg karena
dihangatkan dan dilembabkan oleh jalan nafas. Pada alveoli tekanan parsial
menurun kira-kira 103 mmHg karena tercampur dengan udara dalam ruang mati
anatomic pada saluran jalan napas. Hal ini menyebabkan CO2 berdifusi ke dalam
hakekatnya adalah nol. Selisih CO2 antara darah dan alveolus amat kecil, namun
tetap memadai karena dapat berdifusi melintasi membrane alveolus kapiler karena
melalui udara atau biasa disebut airborne disease (WHO, 2007). Penyakit ini dapat
menular apabila virus atau bakteri yang terbawa dalam droplet penderita terhirup oleh
orang sehat. Droplet penderita dapat disebarkan melalui batuk atau bersin dari
agent penyakit terhirup berlangsung dalam masa inkubasi selama 1 sampai 4 hari
untuk berkembang.
25
B. Tinjauan Teori Variabel Bebas
mahluk hidup di dalamnya. Udara yang sehat pastinya berdampak baik bagi
sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui dan menjadi syarat pokok
aktivitas mahluk hidup dapat berjalan lancar. Mengutip UCAR Center for Science
Education, kualitas udara atau air quality merupakan kadar kandungan udara
dengan Indeks Kualitas Udara atau Air Quality Index (AQI). Meneruskan situs
Parameter Kualitas Udara Indeks Standar Pencemar Udara adalah angka yang
lokasi dan waktu tertentu yang didasarkan kepada dampak terhadap kesehatan
manusia, nilai estetika dan makhluk hidup lainnya. ISPU ditetapkan dengan cara
mengubah kadar pencemar udara yang terukur menjadi suatu angka yang tidak
berdimensi. Rentang Indeks Standar Pencemar Udara dapat dilihat pada tabel
sebagai berikut:
Partikel mikro atau debu sering disebut sebagai agen tersendiri, namun
pada hakikatnya merupakan kumpulan berbagai macam bahan hidup atau mati.
Partikel mikro bisa berupa PM 2,5 atau PM 10 yakni partikel yang berdiameter
sehingga diukur dalam ukuran Total Suspended Particulate (TSP) atau Suspended
Particulate Matter (SPM). TSP ini merupakan campuran yang sangat kompleks
dari berbagai senyawa organik dan anorganik dari yang memiliki ukuran dibawah
adalah debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah mengendap serta
melayang di udara.
dalamnya material dan partikel yang berasal dari industri, pertambangan dan
cair (likuid). Partikulat yang terdiri atas partikel padat misalnya dust, fumes,
partikel dapat berasal dari tanah, bakteri, virus, jamur, jamur, ragi, serbuk sari dan
partikel garam dari penguapan air laut. Budiyono, (2001) mengatakan bahwa
pembakaran yang tidak sempurna dari bahan bakar yang mengandung senyawa
karbon murni atau bercampur dengan gas-gas organik seperti halnya penggunaan
mesin diesel yang tidak terpelihara dengan baik. Partikulat debu melayang juga
dihasilkan dari pembakaran batu bara yang tidak sempurna sehingga terbentuk
dengan pembakaraan batu bara, pembakaran minyak dan gas pada umumnya
asap hitam pada total emisi partikulat debu yang mengandung Cu, Zn, Pb
28
(Mazzei, D'Alessandro, A, 2008).
angin dan curah hujan. Kondisi cuaca yang cerah dan tidak hujan menyebabkan
temperatur, kelembapan, kecepatan angin dan arah angin. Keadaan cuaca seperti
napas, dari hidung sampai bronkiolus terminalis, dipertahankan agar tetap lembab
oleh selapis mukus yang melapisi seluruh permukaan. Selain itu, seluruh
permukaan pernapasan juga dilapisi oleh epitel bersilia, dengan kira-kira 200 silia
pada masing sel-sel epitel. Silia ini mampu memukul zat asing yang masuk
dengan kecepatan 10-20 kali per detik dengan mengarah ke faring, sedangkan
menyebabkan mukus ini lambat pada kecepatan kira-kira 1 cm/ menit ke faring.
begitu efektif, sehingga hampir tidak ada partikel yang berukuran lebih besar dari
masuk ke dalam paru kebanyakan berukuran 1-5 mikometer. Ukuran ini lebih
kecil daripada ukuran sel darah merah. Paru-paru sebagai organ yang
b. Pada daerah yang mempunyai aliran udara turbulen, partikel besar terlempar
keluar dari jalur aslinya sehingga menabrak dinding jalan napas dan menempel
pada mukus.
sampai yang besar dari yang berukuran mikroskopis hingga yang dapat dilihat
dengan mata telanjang (Suripto, 2008). Debu-debu berukuran 5-10 mikron akan
ditahan oleh bagian tengah jalan pernapasan. Debu-debu patikel yang berbahaya
adalah yang berukuran kurang dari 0,1 mikron dan bermassa terlalu kecil yang
mengandung partikel timah hitam dalam hal ini dikenal sebagai Pb yang
sangat berbahaya bagi kesehatan dan banyak berhubungan dengan tempat kerja
31
faktor kimia (nuisance) merupakan salah satu faktor lingkungan kerja yang
produktivitas dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung. Pengaruh debu
kesehatan seperti gangguan pernapasan, iritasi mata dan kulit yang akan
1996).
masuk ke dalam paru-paru. Debu-debu yang berukuran 5-10 mikron akan ditahan
oleh saluran pernapasan bagian atas, sedangkan yang berukuran 3-5 mikron
debu merupakan bahan yang mudah larut dalam air, maka bahan-bahan kimia
penyusun debu mudah larut dalam air kemudian larut dalam aliran darah
(Suma'mur, 1996).
gejala penyakit pernafasaan, antara lain batuk dahak, sesak nafas dan bunyi
32
mengi. Efek debu terhadap saluran pernapasaan telah terbukti bahwa kadar debu
sesak nafas dan nyeri dada. Di saluran pernapasaan, debu yang mengendap
satu oksidan pencemar yang dapat dihisap oleh saluran pernapasan. Oksidan
adalah bahan kimia elektrofilik yang dapat memindahkan elektron dari berbagai
merusak sel tubuh melalui sel parenkim paru, baik sel-sel alveolus maupun
matriksnya. Partikel PM10 terdiri dari partikel kompleks berukuran 0,1 µm–10
µm, mencakup semua ukuran virus (0,1 µm–1 µm) dan bakteri (0,5 µm–5µm).
Patogen tersebut melayang bebas dan dapat berpindah tempat di udara (Lai,
2009).
hal seperti status merokok, konsumsi minuman beralkohol, serta kekebelan imun
dibandingkan dengan orang yang tidak merokok dan tidak mengonsumsi alkohol.
meningkatkan hygiene lingkungan kerja. Tujuan dari pengambilan smpel udara ini
adalah untuk mengetahui tingkat risiko paparan atau besar kecilnya risiko paparan
bagi tenaga kerja sampel. Adapun cara menentukan titik lokasi pengukuran udara
atau kondisi lingkungan kerja (rata-rata kadar bahan kimia pencemar di udara
lingkungan kerja selama 8 jam kerja per hari). Oleh karena itu, pengukuran harus
Pengukuran cara ini dilakukan di tempat kerja yang terdapat bahan yang
sangat berbahaya dan dipancarkan dalam waktu yang singkat. Pada pengukuran
Adapun alat yang dapat digunakan dalam pengukuran kualitas udara dengan
a. Impinger
impinger adalah :
c) Efisiensi tinggi untuk yang berukuran > 1 mikron tapi kecil untuk yang
pengumpul debu adalah kertas saring. Kertas saring yang dapat digunakan adalah
kertas jenis fibre glass (GF) atau campuran selulosa dengan ester (MCEF) atau
dari nylon (PVC). Cara pengukurannya adalah dengan meletakkan kertas saring
pada desikator selama 24 jam. Setelah itu kertas saring akan ditimbang dengan
neraca. Selanjutnya kertas saring siap dianalisis secara kimia terkait dengan
kandungan yang ada dalam partikel debu. Dari hasil sampling, kertas saring hasil
C. Kajian Empiris
yang masuk pada saluran pernafasan dan menginfeksi tidak lebih dari 14 hari.
yaitu kebutuhan udara murni, air murni, drainase efisien, kebersihan, dan
pencahayaan.
Pencemar udara berbentuk partikel cair atau padat. Partikel berbentuk cair berupa
titik-titik air atau kabut. Kabut dapat menyebabkan sesak nafas saat terhirup
kedalam paru-paru. Partikel dalam bentuk padat dapat berupa debu atau abu yang
mempunyai ukuran 1-200 mikrometer sampai pasir kasar dengan diameter <1
mm
BAB III
KERANGKA KONSEP
Dasar pikir penelitian ini yakni didasarkan pada suatu kondisi yang
ISPA pada masyarakat. Sebagai penjabaran dasar pikir penelitian ini lebih lengkap
Sumber:
(Hananto & Hapsari, 2010), (Sinaga et al., 2009) dan (Sugihartono & Nurjazuli, 2012)
kerangka konsep penelitian, variabel bebas adalah Kualitas Udar dan. Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah tingkat risiko masyarakat terdampak ISPA.
C. Variabel Penelitian
Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu
kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok yang lain
1. ariabel Bebas
2. Variabel Terikat
terikat dalam penelitian ini adalah Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada
cermat terhadap suatu objek atau fenomena dengan menggunakan parameter yang
dibutuhkan untuk menjawab pertanyaaan dan menguji hipotesis serta sebagai alat
variabel diobservasi pada satu waktu termasuk variabel faktor resiko dan variabel
efek. (Pratiknya 2007) Jenis penelitian ini menekankan pada pengukuran dan
observasi data dependen dan independent pada satu kali pada satu saat saja
sehingga tidak ada tindak lanjut. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan
studi korelasi yang digunakan untuk meneliti adanya hubungan dari suatu
Penelitian ini rencana akan dilaksanakan pada bulan Maret 2023- Juni
1. Populasi Penelitian
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
BPS adalah 33.344 jiwa dan berada di sekitar pertambangan mencapai 1587 jiwa..
2. Sampel Penelitian
a. Sampel udara
2004 Tentang Pengukuran Kadar Debu Total di Udara Tempat Kerja. Pengukuran
b. Sampel masyarakat
Lameshow (1990):
𝑎
𝑍2 1 − 𝑃 (1 − 𝑃 )𝑁
𝑛= 2
𝑎
𝑑 (𝑁 − 1)+ 𝑍2 1 −
2
𝑃( 1 − 𝑃)
2
Keterangan:
(Marpaung, 2012)
𝑎
𝑍2 1 − 2 𝑃(1 − 𝑃)𝑁
𝑛=
𝑎
𝑑2 (𝑁 − 1)+ 𝑍2 1 − 2 𝑃(1 − 𝑃)
544,1046
𝑛=
4,3078
𝑛 = 126, 3
sampel masyarakat.
1. Data Primer
Data primer yang digunakan dalam penelitian ini berupa data kualitas udara, lama
paparan ISPA, frekuensi paparan, serta data konsentrasi udara. Data primer diperoleh dari hasil
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari pengumpulan data melalui telaah literatur. Data sekunder
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data RFC agent TSP dan laju inhalasi masyarakat
(R). Data sekunder didapatkan dari telaah dari Environmental Protection Agency (EPA) dan
a. Instrumen Penelitian
Instrumen adalah suatu alat atau cara yang diperlukan oleh seorang
peneliti guna mengumpulkan data yang akan diolah. Dua karakteristik alat ukur
dilaksanakan oleh orang yang berbeda ataupun waktu yang berbeda (Nursalam,
2013). Data yang dikumpulkan oleh peneliti dalam bentuk kuesioner yang
berisikan :
1) Data demografi ditulis dalam bentuk kuesioner yaitu meliputi ;
pekerjaan responden,
1) Metode Wawancara
2) Pengukuran
batas bawah, ambien batas atas, ambien batas bawah, dan konsentrasi
Dimana,
I = ISPU terhitung
manusia, baku mutu tahunan Indonesia dan beberapa negara lain dapat
memperoleh hasil dari proses pengambilan data yang telah dilakukan dan
untuk dianalisis.
pembersihan dengan mengecek data yang benar saja yang diambil sehingga
bivariat yang dilakukan untuk menggambarkan setiap data yang diteliti secara
a. Analisis Univariat
b. Analisis Bivariat
katagorikal
F. Etika Penelitian
responden yang akan diteliti yang memenuhi kriteria penelitian dan disertai
responden.
3. Kerahasiaan ( Confidentiality )
F&J - Model LV-1D - Low Volume Air Sampler (100 - 120 VAC), Retrieved at
05 02 2019 from https://www.environmental-expert.com/products/f-j-model-
lv-1d-low-volume-air-sampler-100-120-vac-9154