Abstrak. Debu adalah zat padat yang berukuran antara 0,1 – 25 mikron, debu merupakan bahan pencemar yang ditemukan
terutama didaerah terbuka. Kadar debu akan meningkat di udara, terutama pada musim kemaru. Debu mempunyai pengaruh
terhadap kesehatan, yaitu dapat menimbulkan penyakit Pneumokoniasis. Faktor risiko terjadinya penyakit ISPA selain kadar
debu yang tinggi, dipengaruhi oleh kelembaban udara. Kelembaban dalam ruangan perumahan dipengaruhi beberapa faktor,
antara lain dipengaruhi oleh letak dan ukuran jendela /ventilasi serta konstruksi dari suatu perumahan disamping musim dan
keadaan tanah. Kelembaban secara garis besar adalah jumlah kandungan uap air yang terdapat dalam udara, dimana dalam
udara terkandung unsur-unsur antara lain : H, O, CO 2, yang diperlukan oleh bakteri. Seperti diketahui bahwa kelembaban itu
sangat berhubungan dengan kenyamanan. Terjangkitnya penyakit yang disebabkan oleh bakteri, terjadi bila seseorang batuk,
bersin dan meludah, sehingga terhembuskan percikan titik air besar maupun kecil yang mengandung kuman penyakit yang
dapat dihisap langsung dan dapat menjangkit ke orang lain.
Penelitian ini termasuk dalam penelitian crosectional dimana peneliti ingin mengetahui hubungan antara pengaruh kadar
debu dan kelembaban udara terhadap kejadian penyakit ISPA. Hasil penelitian yang telah dilaksanakan yaitu rata-rata kadar
debu = 350,9 μg/m3 sudah pada batas yang tidak memenuhi syarat, sedangkan kelembaban dalam rumah penderita ISPA
yang memenuhi syarat terdapat pada 18 rumah (26,5 %), dan kelembaban udara yang tidak memenuhi syarat terdapat pada
50 rumah (73,5 %), dengan hasil uji statistik dengan penggunakan uji Chi-Square dimana tingkat korelasi dari pengaruh
kelembaban udara terhadap kejadian penyakit ISPA yaitu sebesar 25, 102, sedangkan batas minimum expected = 8,24, jadi
ada hubungan antara tingginya kelembaban udara terhadap penyakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas Paniki Bawah
Kecamatan Mapanget Kota Manao Tahun 2009 (H0 ditolak).
Oleh karena itu disarankan bagi pemilik rumah agar memperhatikan kondisi rumah seperti dinding rumah, lantai serta langit-
langit rumah yang tidak memenuhi syarat, dan menjaga balita agar tidak terpapar dengan debu supaya penyakit ISPA pada
balita tidak terjadi
NO Karakteristik Jumlah %
Pendidikan Orang Tua Balita
SD 2 2,9
SMP 8 11,8
SMU 43 63,2
Perguruan Tinggi 15 22,1
Jumlah 68 100
2 Umur Balita
< 1 tahun 9 13,2
1 - 5 tahun 59 86,8
Jumlah 68 100
3 Jenis Kelamin Balita
Laki-laki 35 51,5
Perempuan 33 48,5
Jumlah 68 100
4 Kelurahan
Kairagi 1 7 10,30
Kairagi 2 8 11,77
Lapangan 9 13,24
Mapanget Barat 16 23,53
Paniki 1 16 23,53
Paniki 2 3 4,42
Paniki Bawah 9 13,24
Jumlah 68 100
Sumber : Data Primer
Tabel 2. Distribusi Kadar Debu dan Kelembaban Udara Yang Memenuhi Syarat Kesehatan
Hasil Pengukuran di Rumah Balita
NO Karakteristik Jumlah %
1 Kadar Debu
MS 27 39,7
TMS 41 60,3
Jumlah 68 100
2 Kelembaban Udara
MS 18 26,5
TMS 50 73,5
Jumlah 68 100
Sumber : Data Primer
Tabel 3. Hubungan konsentrasi debu dengan kejadian Penyakit ISPA di Wilayah Kerja
Puskesmas Paniki Kecamatan Mapanget Kota Manado Tahun 2009
Kejadian ISPA
Frekuensi
Konsentrasi Debu Ya Tidak Hasil Uji
n % n % n %
Tidak memenuhi syarat 39 95,1 2 4,9 41 100 P =0,000
Memenuhi Syarat 1 3,7 26 96,3 27 100 Φ =0,909
Total 40 58,8 28 41,2 68 100
Sumber : Data Primer
Tabel 4. Hubungan Kelembaban Udara dengan kejadian Penyakit ISPA di Kecamatan Mapanget
Kota Manado Tahun 2009
Kejadian ISPA
Frekuensi
Kelembaban Udara Ya Tidak Hasil Uji
n % n % n %
Tidak memenuhi syarat 38 79,2 10 20,8 48 100 P =0,000
Memenuhi Syarat 2 10,0 18 90,0 20 100 Φ =0,640
40 58,8 18 41,2 68 100
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat bahwa penyakit ISPA dimana nilai P=0,000. Hasil
kelembaban udara yang tidak memenuhi uji dengan koefisien φ (phi) diperoleh nilai
syarat didalam dan sekitar rumah 0,640 Hal ini berarti terdapat hubungan
berpeluang menderita penyakit ISPA yang kuat antara kelembahan udara dengan
sebesar 38 (79,2) dan yang memenuhi kejadian ISPA di Wilayah kerja Puskesmas
syarat jauh lebih rendah yaitu 2 (10,0%). Paniki Kecamatan Mapanget .
Hasil uji statistik didapatkan ada hubungan
antara kelembaban udara dengan kejadian
Pembahasan sebagai responden sebagian besar tidak
1. Konsentrasi Debu memenuhi syarat kesehatan yaitu 41
Partikulat adalah benda-benda rumah (60,3 %) dan hasil pengukuran
padat yang ukurannya sangat kecil kadar debu yang memenuhi syarat
sehingga dapat melayang diudara. Asap sebanyak 18 rumah (39,7 %). Wilayah
(smoke) adalah partikel karbon (padat) kerja Puskemas Paniki Bawah
yang dihasilkan dari sistem pembakaran Kecamatan Mapanget merupakan jalur
yang tidak sempurna pada sumber utama masuk Ibukota Propinsi Sulawesi
pembakaran, yang menggunakan bahan Utara maka berbagai pembangunan di
bakar hidrokarbon (bahan bakar minyak). wilayah tersebut terus dilakukan oleh
Kabut (mist) merupakan partikel cair yang pemerintah baik oleh pemerintah
terdapat dalam suspensi udara, yang terjadi Provinsi Sulawesi Utara maupun
karena terjadinya kondensasi uap, atau pemerintah Pusat. Pembangunan
pembuihan. Debu (dust) adalah partikel diantaranya adalah pelebaran jalan
benda padat yang terjadi karena proses disepanjang jalan tersebut dan
mekanis (pemecahan atau reduksi) pengerukan gunung untuk
terhadap massa padat dan dipengaruhi oleh pembangunan gedung-gedung. Dengan
grafitasi. Fume merupakan partikel padat adanya pembangunan tersebut tidak
yang terbentuk akibat kondensasi dari menutup kemungkinan meningkatkan
penguapan logam-logam cair oksidasi di kadar konsentrasi debu sesuai dengan
udara (Manik, 2007: 161). hasil pengukuran. Disamping itu
Sumber alamiah partikulat merupakan jalur transportasi utama baik
atmosfir adalah debu yang memasuki bagi penduduk disekitar wilayah
atmosfir karena terbawa oleh angin. tersebut maupun masyarakat yang
Sumber artifisial debu terutama adalah keluar masuk Kota Manado melalui
pembakaran yang menghasilkan jelaga bandara Samratulangi sehingga ramai
(partikulat yang terdiri dari karbon dan kendaraan bermotor yang bisa
lain-lain zat yang melekat padanya). menyebabkan pencemaran tinggi
Sumber lain adalah segala proses yang dalam hal ini konsentrasi debu, CO,
menimbulkan debu, seperti pabrik dan NO.
semen, industri konstruksi, kendaraan Berdasarkan hasil pengamatan
bermotor dan lain-lain (Soemirat 2002, selama melakukan penelitian kondisi
61). disekitar rumah balita juga tidak
Hasil pengukuran untuk partikel memenuhi syarat seperti lantai rumah
debu dengan rata-rata = 350,9 μg/m3. yang terbuat dari tanah dan bahan yang
hasil tersebut sudah melebihi dari batas tidak kedap air. Secara umum efek
yang diperbolehkan untuk parikel debu pencemaran udara terhadap saluran
yaitu 230 μg/m3 maka dapat pernafasan dapat menyebabkan
menyebabkan gangguan kesehatan bagi terjadinya (Corman 1971 dalam
manusia yang disekitanya. Pengukuran Mukono 1997) :
kadar debu di tempat/rumah balita
1. Iritasi pada saluran pernafasan. Hal Kelembaban adalah jumlah
ini dapat menyebabkan pergerakan kandungan uap air yang terdapat dalam
silia menjadi lambat, bahkan dapat udara, dimana dalam udara terkandung
terhenti sehingga tidak dapat unsur-unsur antara lain : H,O dan CO2
membersihkan saluran pernafasan. yang diperlukan oleh bakteri.
2. Peningkatan produksi lendir akibat Berdasarkan teori kelembaban
iritasi oleh bahan pencemar. udara menyatakan banyaknya uap air
3. Produksi lendir dapat menyebabkan dalam udara. Kandungan uap air
penyempitan saluran pernafasan. mempunyai sifat menyerap radiasi bumi
4. Rusaknya sel pembunuh bakteri di yang akan menentukan cepatnya
saluran pernafasan. kehilangan panas dari bumi sehingga
5. Pembengkakan saluran pernafasan dengan sendirinya juga ikut mengatur
dan merangsang pertumbuhan sel, suhu udara. Suhu udara dapat
sehingga saluran pernafasan menjadi mempengaruhi konsentrasi pencemar
menyempit. udara, dimana suhu udara yang tinggi
6. Lepasnya silia dan lapisan sel akan menyebabkan udara makin
selaput lendir. renggang sehingga konsentrasi
Akibat dari hal tersebut di atas, pencemar menjadi rendah, dan pada
akan menyebabkan terjadinya kesulitan suhu yang dingin keadaan udara makin
bernafas sehingga benda asing termasuk padat sehingga konsentrasi pencemar
bakteri/mikroorganisme lain tidak dapat semakin tinggi (Depkes, 1994).
dikeluarkan dari saluran pernafasan Jika kelembaban dalam ruangan
sehingga akan memudahkan terjadinya tinggi, ini berarti zat makanan yang
infeksi saluran pernafasan. dibutuhkan oleh bakteri makin banyak
Berdasarkan tabel 3 diatas dapat dan memungkinkan perkembangan
dilihat bahwa semakin tingginya kadar bakteri itu lebih cepat pula, sehingga
debu didalam rumah dan sekitar rumah, mempermudah seseorang terjangkit
dapat menyebabkan gangguan penyakit yang disebabkan oleh bakteri
pernapasan bagi setiap orang lebih yang ada pada udara lembab antara lain
khusus bagi balita yang rentan terhadap penyakit ISPA dan TBC.
suatu penyakit. Hasil pengujian statistik Berdasarkan hasil pengukuran
dengan penggunakan uji Chi-Square kelembaban udara yang dilakukan oleh
menunjukkan ada hubungan antara Balai Teknik Kesehatan Lingkungan
konsentrasi debu dengan kejadian (BTK-PPM Kelas I Manado)
penyakit ISPA diwilayah Kerja kelembaban udara dirumah balita
Puskesmas Paniki Bawah Kecamatan penderita ISPA dengan hasil sebagai
Mapanget Tahun 2009 dengan nilai berikut : Kelembaban udara yang
p=0,000 dan hasil uji koefisien phi memenuhi syarat terdapat pada 18
memperlihatkan hubungan yang sangat rumah (26,5 %), dan kelembaban udara
kuat (φ=0,909). Hal ini sejalan dengan yang tidak memenuhi syarat terdapat
penelitian yang dilakukan Martini pada pada 50 rumah (73,5 %), rata-rata
Tahun 2006 dimana hubungan kelembaban udara adalah 77,6 %.
konsentrasi PM10 dengan kasus ISPA Kelembaban udara dalam ruangan yang
balita di setiap wilayah maupun global memenuhi syarat kesehatan adalah 40 –
Kota Bandung menunjukkan hubungan 70 %, berdasarkan hasil pengukuran
garis linier yang signifikan secara tersebut sebagian besar rumah balita
statistik (pV<0,05). dengan kelembaban lebih dari 70 %
sehingga tidak menutup kemungkinan
2. Kelembaban Udara penyakit ISPA yang diderita oleh balita
selain disebabkan oleh kadar debu yang
tinggi, dipengaruhi juga oleh tingginya khusus bagi balita yang rentan terhadap
kelembaban udara. suatu penyakit.
Berdasarkan hasil pengamatan Hasil pengujian statistik dengan
rumah balita penderita ISPA yang tidak penggunakan uji Chi-Square
memenuhi syarat kesehatan sebagian menunjukkan ada hubungan antara
besar terdapat di Kelurahan Paniki 1 dan kelembaban udara terhadap kejadian
Kelurahan Mapanget Barat. Untuk penyakit ISPA di wilayah kerja
kelurahan Mapanget Barat umumnya Puskesmas Paniki Bawah Kecamatan
rumah penderita ISPA dindingnya masih Mapanget Kota Manao Tahun 2009
terbuat dari batu bata merah/batako dan dimana p=0,000 dan uji phi
lantai yang terbuat dari tanah serta memperlihatkan hubungan yang kuat
bahan yang tidak kedap air. Rumah (φ=0,604). Hal ini sejalan dengan
yang lantainya terbuat dari tanah sangat penelitian Martini tahun 2006 hubungan
tidak baik bagi kesehatan penghuni, kelembaban dengan kasus ISPA balita di
karena lantai tersebut mudah atau cepat setiap wilayah maupun global Kota
sekali menjadi lembab apalagi pada Bandung juga menunjukkan hubungan
musim penghujan. Untuk mencegah air garis linier yang signifikan secara
masuk ke dalam rumah, maka lantai statistik (pV<0,05).
perlu ditinggikan minimum 50 cm dari .
permukaan tanah (Suharmadi,1985:12). KESIMPULAN DAN SARAN
Kelembaban dalam ruangan Kesimpulan
perumahan dipengaruhi beberapa faktor, 1. Ada hubungan
antara lain dipengaruhi oleh letak dan konsentrasi debu dengan kejadian penyakit
ukuran jendela /ventilasi serta ISPA pada balita diwilayah kerja
konstruksi dari suatu perumahan Puskesmas Paniki Bawah Kecamatan
disamping musim dan keadaan tanah. Mapanget Tahun 2009 dengan nilai
Kelembaban dalam ruangan diperlukan P=0,000 dan menunjukkan hubungan yang
untuk memberikan kenyamanan dan sangat kuat hasil uji phi (φ=0,909)
kesegaran bagi penghuninya, apalagi 2. Ada hubungan
dalam ruang tidur, dimana ruangan ini kelembaban udara dengan Kejadian
lebih sering ditempati orang penyakit ISPA pada balita diwilayah kerja
dibandingkan dengan ruang lain. Dilihat Puskesmas Paniki Bawah Kecamatan
bahwa semakin tingginya kelembaban Mapanget Tahun 2009 dengan nilai
di dalam rumah dan sekitar rumah, P=0,000 dan menunjukkan hubungan yang
dapat menyebabkan gangguan kuat hasil uji phi (φ=0,604)
pernapasan bagi setiap orang lebih
Saran khususnya pada balita. Selain itu dalam
1. rangka mengimbangi kualitas udara saat ini
Memberikan penyuluhan yang lebih intensif yang kurang menguntungkan bagi
pada masyarakat dalam bentuk media kesehatan perlu adanya peningkatan
informasi yang lebih dapat dipahami oleh frekuensi penyuluhan pada masyarakat
masyarakat (spanduk, poster, leaflet) atau tentang pentingnya udara yang segar
melalui tokoh masyarakat, posyandu, kader dengan melakukan penghijauan yang
kesehatan lingkungan, aparat desa dimulai di setiap rumah, dimana fungsi dari
mengenai faktor-faktor yang dapat tanaman selain dapat menyerap gas/partikel
menyebabkan terjadinya ISPA, diantaranya beracun juga menghasilkan oksigen dari
dampak dari kondisi kualitas udara dan proses fotosintesis yang sangat dibutuhkan
iklim terhadap balita untuk terjadi ISPA oleh semua makhluk hidup untuk
sehingga masyarakat dapat berperilaku kelangsungan hidupnya.
sehat dalam mencegah terjadinya ISPA
2. Sosialisasi kepada masyarakat dalam hal ini Pencemaran Udara, Ditjen PPM &
masyarakat sebagai penghasil pencemar PLP Jakarta
udara dengan berbagai aktivitasnya
mengenai pemeriksaan berkala secara ________, 1999c. SK Menkes RI Tentang
berkala pada sumber emisi. Selama ini Persyaratan Perumahan, Ditjen
pemeriksaan tersebut baru dilaksanakan PPM & PLP Jakarta
pada kelompok masyarakat tertentu yaitu
instansi pemerintah sehingga masyarakat ________, 2001. Pedoman Pemberantasan
luas belum mengetahui dan memahami Penyakit ISPA, PPM & PLP, Jakarta
pentingnya kegiatan pemeriksaan secara
berkala pada sumber emisi. Selain itu perlu ________, 2005. Pedoman Pemberantasan
juga dilakukan suatu upaya pemeriksaan Penyakit ISPA, PPM&PLP, Jakarta
persyaratan kendaraan bermotor yang
berfungsi. Dwiningsih Martini, 2006, Hubungan
Konsentrasi Pm10, Suhu Dan
DAFTAR PUSTAKA Kelembaban Udara Dengan
Kejadian Infeksi Saluran
Achmadi, U. F, 1993, Pengukuran Dampak Pernafasan Akut Pada Balita Di
Kesehatan (Penyakit) Akibat Kota Bandung Tahun 2003, Skripsi,
Perubahan Lingkungan, Universitas Universitas Indonesia.
Indonesia, Jakarta
Fardiaz Srikandi, 1992, Polusi Air dan Udara,
________, 2005, Manajemen Penyakit Berbasis Penerbit Kanisius, Yogyakarta
Wilayah, Kompas, Jakarta.
Kusnoputranto Haryoto, 2000, Kesehatan
Arikunto Suharsimi, 1997, Prosedur Penelitian, Lingkungan, Fakultas Kesehatan
Rineka Cipta, Jakarta Masyarakat, Universitas Indonesia,
Jakarta
Azwar Azrul, 1988, Pengantar Epedemiologi,
PT. Bina Aksara, Edisi 1, Jakarta Manik Karden, 2002, Pengelolaan Lingkungan
Hidup, Djambatan, jakarta.
Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan
Pengendlian Penyakit Menular Mukono, 1997, Pencemaran Udara dan
(BTKL dan PPM) Manado, 2008, Pengaruhnya Terhadap Gangguan
Laporan Hasil Pengukuran Kualitsa Saluran Pernafasan, Universitas
Udara di Kota Manado, Manado Airlangga Press
Departemen Kesehatan RI, 1998, Pedoman Puskesmas Paniki Bawah, 2008, Laporan
Pemberantasan Penyakit ISPA, PPM Kejadian ISPA, Manado
& PLP, Jakarta
__________, 2009, Laporan Kejadian ISPA,
__________, 1999a, Metodologi Penelitian, Manado
Penuntun Latihan, Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan, Pusat Soemirat Juli, 2002, Epidemiologi Lingkungan,
Penelitian Penyakit Tidak Menular, Gajah Mada University Press
Jakarta
Soedjono, 1990/1991, Pedoman Bidang Studi
________, 1999b. Peraturan Pemerintah RI Pengawasan Pencemaran Lingkungan
Nomor 41 Tentang Pengendalian Fisik, APK-TS Jakarta
Suharmadi, 1985, Perumahan Sehat,
Pusdiknakes Dep.kes. R.I., Jakarta.