PENDAHULUAN
Dari data rekam medis, jumlah kasus PPOK di Rumah Sakit Santo Antonio
berjumlaj 57 kasus. Dari data ini didapatkan sebagian besar penderita PPOK
berjenis kelamin laki-laki dan memiliki riwayat merokok.
1.2. Rumusan Masalah
“Bagaimanakah asuhan keperawatan pada Tn.M dengan diagnosa PPOK di
Ruang Fransiskus II RS. Santo Antonio”
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengidentifikasi asuhan kepeawatan pada pasien
dengan diagnosa PPOK di Ruang Fransiskus II RS. Santo Antonio
Baturaja
1.3.2. Tujuan Khusus
1.3.2.1. Mengkaji pada Tn.M dengan diagnosa PPOK diruang Fransiskus II
RS. Santo Antonio Baturaja.
1.3.2.2. Merumuskan diagnosa pada Tn.M dengan diagnosa PPOK diruang
Fransiskus II RS. Santo Antonio Baturaja.
1.3.2.3. Merencanakan asuhan keperawatan pada Tn.M dengan diagnosa
PPOK diruang Fransiskus II RS. Santo Antonio Baturaja.
1.3.2.4. Melakukan asuhan keperawatan pada Tn.M dengan diagnosa
PPOK diruang Fransiskus II RS. Santo Antonio Baturaja.
1.3.2.5. Mendokumentasi asuhan keperawatan pada Tn.M dengan diagnosa
PPOK diruang Fransiskus II RS. Santo Antonio Baturaja.
1.4. Manfaat
1.4.1. Bagi Penulis
Memberikan pengalaman laporan kasus mengenai asuhan keperawatan
pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) pada Tn.M dengan
diagnosa PPOK diruang Fransiskus II RS. Santo Antonio Baturaja
1.4.2. Bagi Institusi Rumah Sakit
Laporan kasus ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan evaluasi
pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) pada Tn.M dengan diagnosa PPOK diruang Fransiskus II
RS. Santo Antonio Baturaja Bagi Pasien dan Keluarga
1.4.3. Bagi Pasien dan Keluarga
Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan informasi atau wawasan
bagi pasien dan Keluarga pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK) pada Tn.M dengan diagnosa PPOK diruang Fransiskus II RS.
Santo Antonio Baturaja
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep PPOK
2.1.1. Pengertian PPOK
PPOK adalah nama yang diberikan untuk gangguan ketika dua penyakit
paru terjadi pada waktu bersamaan yaitu bronkitis kronis dan emfisema.
Asma kronis yang dikombinasikan dengan emfisema atau bronkitis juga
dapat menyebabkan PPOK (Hurst, 2016). PPOK adalah penyakit yang
dicirikan oleh keterbatasan aliran udara yang tidak dapat pulih
sepenuhnya. Keterbatasan aliran udara biasanya bersifat progresif dan di
kaitkan dengan respon inflamasi paru yang abnormal terhadap partikel
atau gas berbahaya, yang menyebabkan penyempitan jalan nafas,
hipersekresi mucus, dan perubahan pada system pembuluh darah paru.
Penyakit lain seperti kistik fibrosis, bronkiektasis, dan asama yang
sebelumnya diklasifikasiakan dalam jenis COPD kini di klasifikasikan
paru kronis, meskipun gejala tupang tindih dengan COPD lain. Merokok
singaret, polusi udara, dan pajanan di tempat kerja (batu bara, katun, biji-
bijian padi) merupakan factor penting yang menyebabkan terjadinya
COPD, yang dapat terjadi dalam rentang waktu 20-30 tahun (Suddarth,
2015).
2.1.2. Komponen PPOK
Adapun penyakit yang membentuk PPOK adalah sebagai berikut:
2.1.2.1. Bronkitis Kronik.
Bronkitis Kronis merupakan keadaan yang berkaitan dengan produksi
mukus takeobronkial yang berlebihan, sehingga cukup untuk menimbulkan
batuk dengan ekspektorasi sedikitnya 3 bulan dalam setahun dan paling
sedikit 2 tahun secara berturut-turut (Somantri, 2012). Iritan inhalasi
menyebabkan proses inflamasi kronik dengan vasodilatasi, kongesti dan
edema mukosa bronkial. Sel goblet meningkat dalam hal ukuran dan
jumlah serta kelenjar mukosa membesar. Mukus yang tebal dan banyak
dihasilkan dalam jumlah yang bertambah banyak. Perubahan pada sel
skuamosa bronkial mengganggu kemampuan untuk membersihkan mukus
(Fishman et al., 2008 dalam LeMone et al., 2016). Penyempitan jalan
nafas dan kelebihan sekresi mengobstruksi jalan nafas. Karena fungsi silier
terganggu, mekanisme pertahanan normal tidak mampu membersihkan
mukus dan semua patogen yang diinhalasi. Infeksi berulang umum pada
bronkitis kronik (LeMone et al., 2016).
2.1.2.2. Emfisema Paru.
Emfisema adalah gangguan yang berupa dinding alveolus mengalami
kerusakan. Kerusakan tersebut menyebabkan ruang udara terdistensi
secara permanen. Aliran uadara terhambat sebagai hasil dari perubahan
tersebut, bukan produksi mucus seperti yang terjadi pada bronchitis kronis.
Seperti pada bronchitis kronik, merokok sangat berimplikasi sebagai factor
penyebab pada sebagian besar kasus emfisema (LeMone et al., 2016).
2.1.2.3. Asma Bronkial.
Asma Bronkial adalah suatu gangguan pada saluran Bronkial yang
mempunyai ciri bronkospasme periodik terutama pada percabangan
trakeobronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti
faktor biokemikal, endokrin, infeksi, dan psikologi (Somantri, 2012).
b. Polusi indoor:
Memasak dengan bahan biomass dengan ventilasi dapur yang jelek
misalnya terpajan asap bahan bakar kayu dan asap bahan bakar minyak
diperkirakan memberi kontribusi sampai 35%. Manusia banyak
menghabiskan waktunya pada lingkungan rumah (indoor) seperti
rumah, tempat kerja, perpustakaan, ruang kelas, mall, dan kendaraan.
Polutan indoor yang penting antara lain SO2, NO2 dan CO yang
dihasilkan dari memasak dan kegiatan pemanasan, zat-zat organik
yang mudah menguap dari cat, karpet, dan mebelair, bahan percetakan
dan alergi dari gas dan hewan peliharaan serta perokok pasip. WHO
melaporkan bahwa polusi indoor bertanggung jawab terhadap
kematian dari 1,6 juta orang setiap tahunya16. (Oemiati, 2013).
c. Polusi outdoor:
Polusi udara mempunyai pengaruh buruk pada VEP1, inhalan yang
paling kuat menyebabkan PPOK adalah Cadmium, Zinc dan debu.
Bahan asap pembakaran/pabrik/tambang. Bagaimanapun peningkatan
relatif kendaraan sepeda motor di jalan raya pada dekade terakhir ini,
saat ini telah mengkhawatirkan sebagai masalah polusi udara pada
banyak kota metropolitan seluruh dunia. Pada negara dengan income
rendah dimana sebagian besar rumah tangga di masyarakat
menggunakan cara masak tradisional dengan minyak tanah dan kayu
bakar, polusi indoor dari bahan sampah biomassa telah memberi
kontribusi untuk PPOK dan penyakit kardio respiratory, khususnya
pada perempuan yang tidak merokok (Oemiati, 2013).
d. Polusi di tempat kerja:
Polusi dari tempat kerja misalnya debu-debu organik (debu sayuran
dan bakteri atau racun-racun dari jamur), industri tekstil (debu dari
kapas) dan lingkungan industri (pertambangan, industri besi dan baja,
industri kayu, pembangunan gedung), bahan kimia pabrik cat, tinta,
sebagainya diperkirakan mencapai 19% (Oemiati, 2013).
Penumpukan lender dan Obstruksi pada pertukaran Jalan napas bronchial menyempit
sekresi yang menyumbat oksigen dan karbondioksia terjadi dan membatasi jumlah udara yang
jalan napas akibat kerusakan dinding alveoli mengalir kedalam paru
- Deficit
- Kecemasan
nutrisi Intoleran
Risiko tinggi gagal napas - Ketidaktahuan
aktivitas pemenuhan
informasi
(sumber: LeMone 2016)
2) 1 = Sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau naik tangga 1 tingkat.
2.1.11.6. EKG
Menurut Wahid & Suprapto (2013), Tekanan darah biasanya normal.
Batas jantung tidak mengalami pergeseran. Vena jugularis mungkin
mengalami distensi selama ekspirasi. Kelainan EKG yang paling awal
terjadi adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor
pulmonal, terdapat deviasi aksis ke kanan dan P-pulmonal pada
hantaean II,III, dan aVF. Voltase QRS rendah. Di VI rasio R/S lebih
dari 1 dan di V6 V1 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB
inkomplet (Muttaqin, 2008).
2.1.12. Komplikasi
2.1.12.1. Hipoksemia
Hipoksemia adalah kondisi turunya konsentrasi oksigen dalam darah
arteri. Beberapa kondisi dapat menyebabkan hipoksemia. Hipoksemia
dapat terjadi jika terdapat penurunan oksigen di udara (hipoksia) atau
hipoventilasi terjadi karena daya regang paru menurun atau atelektasis
(Corwin, 2009).
2.1.12.2. Asidosus Respiratori
Timbul Akibat dari penoingkatan PaCO2 (hiperkapnea). Tanda yang
muncul antara lain nyeri kepala, fatigue, latergi, dizziness, dan
takipnea (Somantri, 2012).
Asidosis respiratorik dapat terjadi akibat depresi pusat pernapasan
misalnya (akibat obat, anestesi, penyakit neurologi) kelainan atau
penyakit yang mempengaruhi otot atau dinding dada, penurunan area
pertukaran gas, atau ketidakseimbangan ventilasi perfusi, dan obstruksi
jalan napas (Warsi et al., 2013).
2.1.12.3. Infeksi Respiratori
Infeksi Pernapasan akut disebabkan karena peningkatan produksi
mucus dan rangsangan otot polos bronkial serta edema mukosa.
Terbatasnya aliran udara akan menyebabkan peningkatan kerja napas
dan timbulnya dyspnea.
2.1.12.4. Gagal Jantung
Terutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru,
harus diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat).
Komplikasi ini sering kali berhubungan dengan bronchitis kronis,
tetapi dengan emfisema berat juga dapat mengalami masalah ini.
2.1.12.5. Kardiak disritmia
Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau
asidosis respiratori.
2.1.12.6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asma
bronkial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan,
dan sering kali tidak berspons terhadap terapi yang biasa diberikan.
Penggunaan otot bantu pernapasan dan disertai vena leher sering kali
terlihat pada klien dengan asma (Somantri, 2012).
A. PENGKAJIAN
Nama : Tn.M
Umur : 69 th
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Sungai binjai, Martapura
RM : 066758
Status Perkawinan : kawin
Agama : katolik
Suku : jawa
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Petani
Diagnosa Medik saat masuk : Dyspneu e.c Susp. PPOK
Diagnosa Medik saat ini : PPOK
Tanggal masuk RS : 2 januari 2023
Tanggal pengkajian : 2 januari 2023
Sumber informasi : klien dan keluarga
B. RIWAYAT PENYAKIT
1. Keluhan utama saat ini
Sesak nafas, batuk berdahak
2. Riwayat penyakit
a. Riwayat penyakit sekarang
2 hari SMRS klien mengatakan sesak nafas, terasa berat saat menarik
nafas, lemas, batuk berdahak sudah sejak 1 minggu yang lalu.
b. Tindakan yang telah dilakukan di poliklinik atau IGD
Pemasangan oksigen melalui nasal canul 4lpm.
c. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat TBC dengan pengobatan tuntas tahun 2017
d. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada
C. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Klien mengatakan penyakit sekarang hanya karena kelelahan. Penyakit
TBC sudah sembuh tahun 2017
2. Pola nutrisi/metabolic
a. Program diit dirumah sakit
BBTpRL (tinggi protein rendah lemak)
b. Intake sehari-hari
- Sehari-hari
Nasi biasa, sayur dan lauk. Porsi biasa 1 piring habis
- Saat ini (kondisi sakit)
Porsi habis ¼ dari porsi yang disediakan rumah sakit
c. Intake cairan
- Sehari-hari
Minum air mineral lebih dari 8 gelas perhari
- Saat ini (kondisi sakit)
1 hari habis 3 botol air mineral ukuran 600ml
3. Pola eliminasi
a. BAB
- Sehari – hari
1-2x/hari lunak berwarna kuning
- Saat ini (kondisi sakit)
1 kali lunak berwarna kuning
b. BAK
- Sehari – hari
2-4 kali sehari, warna kuning
- Saat ini (kondisi sakit)
Sering BAK
4. Pola aktivitas dan latihan saat ini (kondisi saat ini)
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan / minum √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas di tempat tidur √
Berpindah √
Ambulasi / ROM √
0=mandiri, 1=dengan alat bantu, 2=dibantu orang lain,
3=dibantu orang lain dan alat, 4=tergantung total
Oksigenisasi
Terasa berat saat menarik nafas
SPO2 97-98% terpasang oksigen 4 lpm via nasal canul
5. Pola tidur dan istirahat, perceptual, persepsi diri
a. Pola tidur dan istirahat
- Sehari-hari
6-8 jam sehari, saat tidur malam jam 22.00 bangun jam 05.00,
siang tidur 1 jam kadang tidak
- Saat ini (kondisi sakit)
Susah tidur karena sesak, malam sering terbangun
b. Pola perceptual
- Sehari-hari
Dalam batas normal
- Saat ini (kondisi sakit)
Dalam batas normal
c. Pola persepsi diri
- Sehari-hari
Klien mengatakan sudah sembuh pengobatan TBC tahun 2017
- Saat ini (kondisi sakit)
Klien mengatakan sakit sekarang karena kelelahan dari perjalanan
jauh
6. Pola seksualitas dan reproduksi
- Sehari-hari
Klien mengatakan jarang melakukan aktivitas seksual karena sudah tua
- Saat ini (kondisi sakit)
Klien mengatakan masih sama sebelum masuk rumah ssakit
7. Pola peran dan hubungan
- Sehari-hari
tn.M mengatakan perannya sebagai bapak dan kakek. Anak-anaknya
perduli dengan dirinya dan bersyukur dengan kehidupan yang
dimilikinya.
- Saat ini (kondisi sakit)
tn.M mengatakan bahwa penyakitnya pasti sembuh dan segera kembali
dengan keluarganya
8. Pola manajemen koping stress
- Sehari-hari
tn. M mengatakan pengambilan keputusan terkadang dibantu anak dan
cucunya
- Saat ini (kondisi sakit)
Masih sama saat sebelum sakit, hanya dirumah sakit kekuatan diri klien
betambah oleh adanya perawat dan dokter. Klien mengatakan hanya bisa
sabra, berdoa dan patuh pada pengobatan
9. System nilai dan kepercayaan
- Sehari-hari
tn. M beragama katholik. Klien rajin beribadah. Tidak terdapat
keyakinan yang bertentangan dengan kesehatan dan pengobatan yang
dijalani.
- Saat ini (kondisi sakit)
tn. M mengatakan beribadah hanya diatas tempat tidur yaitu berdoa dan
mendapat layanan pastoral care dari rumah sakit
D. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan sakit pasien
klien tampak sakit berat, sesak nafas RR 28x/menit, lemas terpasang
oksigen 4 lpm via nasal canule
2. Tingkat kesadaran
Composmentis GCS = 15, E=4 M=6 v=5
Klien sadar penuh
3. Tanda-tanda vital
TD=128/68, P=97x/menit, RR=28x/menit, T=36,3oC, SPO2=98%
TB/BB=176cm/72kg skor nyeri =-, skor jatuh=35 (sedang)
4. Pemeriksaan sistemik
a. Kepala
Tidak terdapat lesi dan benjolan, rambut berwarna putih
b. Mata
Mata bersih, pupil isokor, konjungtiva tidak anemis, diameter puil 2/2
reaksi = +/+
c. Telinga
Tidak terdapat lesi dan benjolan, bentuk normal
d. Hidung
Hidung bersih, cuping hidung tidak ada, terpasang oksigen canul 4 lpm
e. Mulut
Mulut bersih, tidak terdapat tanda-tanda sianosis, bibi kering
f. Leher
Tidak teraba pembesaran kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan
tidak ada kaku kuduk
g. Dada dan pernafasan
- inspeksi
Simetris, tidak terdapat deviasi trakea, tidak ada jejas, menggunakan
otot bantu nafas
- Palpasi
fokal fremitus kanan dan kiri lemah
- perkusi
dada kanan dan kiri sonor
- auskultasi
terdengar ekspirasi lebih memanjang, ada suara tambahan “ronkhi”
h. Cardiovaskuler
- Inspeksi dan palpasi
Tidak terlihat iktus kordis, iktus teraba di 2 jari RIC 5
- Perkusi
Bunyi jantung regular
- Auskultasi
Bunyi jantung terdengar, tidak ada suara tambahan
i. Abdomen
- Inspeksi : Bentuk datar
- Palpasi : supel tidak teraba benjolan
- Auskultasi : thympani
- Peristaltic : 3-5x/menit
- Perkusi : sonor
j. Inguinal, genital dan anus
Bentuk normal tidak ada kelainan
k. Perkemihan
Inspeksi : bentuk pinggang kanan kiri normal
Palpasi dan perkusi : tidak teraba fullblas dan tidak ada nyeri ketuk
Auskultasi : tidak terdengar bising
l. Musculoskeletal
Inspeksi : tidak ada bengkak, dislokasi, deformitas, dan pemendekan
Palpasi : tidak teraba krepitasi, tidak ada nyeri,, Gerakan normal, kekuatan otot
m. Integument 5 5
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Jenis Komponen yang
Tanggal Hasil Nilai rujukan Satuan Interpretasi
pemeriksaan diperiksa
2/1/23 Darah rutin Golongan Darah A (positif)
- Leukosit - 9300 - 5000-10000 uL
- Eritrosit - 1.80 - 3.6-5.3 jt/uL
- Hemoglobin - 5.8 - 11.3-15.7 g/dl
- Hematocrit - 16.3 - 32.6-47.5 vol %
- MCV - 90.6 - 82.0-97 fl
- MCH - 32.2 - 26.5-33.5 pg
- MCHC - 35.6 - 31.5-37.0 g/dl
- Trombosit - 206000 - 150.000-400.000 /ul
- Limfosit - 4.9 - 20-40 %
- MXD - 4.6 - 1-25 %
- Neut - 90.5 - 40-70 %
- LYM - 0.5 - 0.8-2.7 /uL
- MXD - 0.4 - 0.1-1.5 /uL
- NEUT - 8.4 - 1.2-5.3 /uL
- RDW - 15.0 - 10.5-17.7 %
- PDW - 10.1 - 10.0-18.0 %
- MPV - 8.5 - 4.3-11 Fl
- P-LCR - 15.3 - 10.7-45.0 %
- Urea - 35 - 15-39 mg/dl
- Creatinine - 0.6 - 0.9-1.3 mg/dl
- Asam Urat - 4.9 - 3.5-7.2 mg/dl
- SGOT - 20 - <35 u/l
- SGPT - 14 - <45 u/l
- GDS - 139 - 140 mg/dl
- Natrium - 138 - 136-146 mmol/L
- Kalium - 4.2 - 3.5-5.0 mmol/L
- klorida - 109 - 98-106 mmol/L
2. Radiologi dan EKG
Tanggal Jenis pemeriksaan Hasil
2/1/23 Thorax TB paru
2/1/23 EKG Sinus Rythme
F. PROGRAM THERAPI
Nama obat Dosis Indikasi Kontraindikas Alasan pasien mendapat obat
i
Data subyektif
Klien mengatakan sesak, batuk berdahak, lemas, makan kurang mau, sudah
seminggu susah tidur, terasa berat saat menarik nafas. Klien mengatakan riwayat
perokok berat, saat muda 1-2 bungkus sehari, kalau sekarang hanya sesekali.
Klien mengatakan riwayat TBC tahun 2017 dengan pengobatan tuntas.
Data obyektif
Klien tampak lemas, batuk berdahak, batuk tidak efektif. Klien terpasang oksigen
4lpm via nasal canule, klien tampak dibantu sebagian dalam pemenuhan ADL.
Klien tampak terjaga dengan posisi duduk.
TD=126/68mmHg, N=97x/m P=28x/m, S=36,9oC. BB/TB=72kg/176cm, skor
jatuh 35.
Klien menggunakan otot bantu napas, fokal fremitus kanan kiri lemah, suara paru
tambahan ronkhi
(Sr. Lucilla Suparni, CB. M.Kep., (Ns. Theresia Lesomar,S.Kep) (Santha Ade Triana N)
Sp.KMB) Sr. M. Avellia, FSGM
ANALISA DATA
Nama : Tn.M Ruang : Fransiskus II
No. RM : 066758 Kamar : 207 bed 5
Kemungkinan
No Data Masalah
penyebab
1 Data subyektif : Bersihan jalan Hipersekresi jalan
Klien mengatakan sesak, batuk napas tidak napas
berdahak, lemas, makan kurang efektif
mau, susah tidur, terasa berat
saat menarik nafas. Klien
mengatakan riwayat perokok
berat. Klien mengatakan riwayat
TBC tahun 2017 dengan
pengobatan tuntas.
Data Obyektif :
Klien tampak lemas, batuk
berdahak, batuk tidak efektif.
Klien terpasang oksigen 4lpm
via nasal canule, Klien
menggunakan otot bantu napas,
fokal fremitus kanan kiri lemah,
suara paru tambahan ronkhi
TD=126/68mmHg, N=97x/m
P=28x/m, S=36,9oC.
2 Data Subyektif : Gangguan pola Ketidaknyamanan
Klien mengatakan sesak, terasa tidur fisik
berat saat menarik napas, sudah
seminggu susah tidur
Data Obyektif :
Klien tampak sesak, klien
tampak terjaga dengan posisi
duduk
TD=126/68mmHg, N=97x/m
P=28x/m, S=36,9oC.
3 Data subyektif : Intoleransi Kelemahan
Klien mengatakan lemas, terasa aktivitas
berat saat menarik napas
Data obyektif :
Klien tampak dibantu dalam
pemenuhan ADL
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nama : Tn.M Ruang : Fransiskus II
No. RM : 066758 Kamar : 207 bed 5
TANGGAL
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TTD
MUNCUL
1 2 Jan 2023 Bersihan jalan napas tidak efektif
berhubungan dengan Hipersekresi
jalan napas Santha ade
(Sr. Lucilla Suparni, CB. M.Kep., (Ns. Theresia Lesomar,S.Kep) (Santha Ade Triana N)
Sp.KMB) Sr. M. Avellia, FSGM
RENCANA KEPERAWATAN
Nama : Tn. M Ruang : Fransiskus II
No. RM : 066758 Kamar : 207 bed 5
(Sr. Lucilla Suparni, CB. M.Kep., Sp.KMB) (Ns. Theresia Lesomar,S.Kep) (Santha Ade Triana N)
Sr. M. Avellia, FSGM
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Pengkajian
Dari hasil pengkajian didapatkan data, Tn.M berjenis kelamin laki-laki dan
berumur 69 tahun. Klien mengatakan sesak napas, susah untuk melakukan
inspirasi, batuk berdahak, riwayat menderita TBC tahun 2017 dengan
pengobatan tuntas. Klien riwayat perokok berat. Klien mengatakan susah
tidur dalam seminggu ini,
Menurut asumsi penulis, pada kasus PPOK ada kecenderungan jenis kelamin
dan usia penderita dalam kasus PPOK. Pada PPOK lebih sering terjadi pada
laki-laki. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Ikawati (2012)
yang mengatakan bahwalaki-laki lebih beresiko terkena PPOK daripada
wanita terkait dengan kebiasaan merokok pada pria dan menurut Francis
(2011) PPOK jarang mulai menyebabkan gejala yang dikenali secara klinis
sebelum usia 40 tahun sehingga penderita PPOK biasanya berusia di atas 40
tahun.
Hal ini sesuai dengan teori Ikawati (2016) menyebutkan manifestasi klinis dari
PPOK adalah peningkatan volume sputum, perburukan pernafasan secara
akut, lelah dan lesu, penurunan toleransi terhadap gerakan fisik dan cepat
Lelah.
Hasil pengkajian menunjukkan ke dua pasien mempunyai riwayat perokok
berat dimana hal ini sesuai dengan teori menurut Ikawati (2016) merokok
merupakan penyebab utama terjadinya PPOK dengan risiko 30 kali lebih besar
pada perokok dibanding dengan bukan perokok dan merupakan penyebab dari
85-90 % kasus PPOK. Kurang lebih 15-20 % perokok akan mengalami PPOK.
Kematian akibat PPOK terkait dengan banyaknya rokok yang dihisap, umur
mulai merokok dan status merokok yang terakhir saat PPOK berkembang.
Kurang lebih 10 % orang yang tidak merokok juga mungkin menderita PPOK.
Perokok pasif (tidak merokok tetapi sering terkena asap rokok juga beresiko
menderita PPOK.
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan didapatkan data paru terlihat paru
simetris, penggunaan otot bantu pernafasan (+). pemeriksaan premitus dada
kanan = dada kiri (melemah). Pada perkusi dada kanan dan kiri terdengar
sonor dan pada auskultasi terdengar ekspirasi lebih panjang dari pada inspirasi
(bronkial), terdengar suara ronkhi. Berdasarkan teori muttaqin (2012) pada
pemeriksaan paru penderita PPOK biasanya akan di temukan keadaan paru
pada pemeriksaan inspeksi biasanya terlihat penggunaan otot bantu pernafasan
pada pemeriksaan palpasi biasanya premitus kanan dan kiri melemah pada
pemeriksaan perkusi biasanya hipersonor dan pada auskultasi biasanya
terdapat ronkhi dan wheezing sesuai tingkat keparahan obstruktif.
4.4. Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan dalam waktu 1 x 24 jam dengan melaksanakan
implementasi sesuai dengan intervensi keperawatan dan mengacu pada kriteria
hasil yang akan dicapai. Pada diagnosa bersihan jalan napas kriteria hasil yang
akan dicapai yaitu, batuk efektif meningkat, produksi sputum menurun, ronkhi
menurun, dispnea menurun, frekuensi napas membaik, pola napas membaik.
Kriteria hasil yang telah dicapai pada tn.M yaitu klien mulai bisa batuk efektif.
Klien masih sesak tetapi freuensi napas berkurang dengan RR=24x/m,
SPO2=98%, klien mulai nyaman dengan posisi semi fowler. Pada
pemeriksaan fisik paru masih ada suara tambahan ronkhi. Klien mampu
mengeluarkan dahak. Klien mendapatkan therapi oksigen 3 lpm, nebu
lasal/8jam dan Spiriva 1x2puff. Evaluasi dari implementasi diagnosa pertama
yaitu masalah teratasi sebagian.
Pada diagnosa gangguan pola tidur kriteria yang akan di capai yaitu, keluhan
sulit tidur menurun, keluhan saling terjaga dan tidak puas tidur menurun,
keluhan istirahat tidak cukup menurun dan kemampuan beraktivitas
meningkat. Pada diagnosa ini masalah teratasi sebagian dimana Tn. M
mengatakan mulai nyaman dengan posisi semi fowler yang sebelumnya hanya
nyaman dengan posisi duduk. Klien mulai mampu tidur 3-4 jam saat malam
hari. Keluarga menciptakan lingkungan yang nyaman dengan pengunjung
terbatas.
5.2. Saran
5.2.1. Bagi rumah sakit
Diharapkan diadakan pelatihan atau sosialisasi tentang metode asuhan
keperawatan pada pasien penyakit paru obstruksi kronis kepada perawat
seperti fisiotherapi dada untuk update ilmu agar proses asuhan
keperawatan lebih maksimal.
5.2.2. Bagi perawat
Dengan adanya laporan kasus ini diharapkan perawat dapat
mengaplikasikan tindakan keperawatan yaiu dengan mengajarkan teknik
relaksasi (nafas dalam) dan batuk efektif untuk menurunkan terjadinya
sesak dan mengurangi produksi sputum berlebih yang terjadi pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
(Anggraini, 2013) (Herdman & Kamitsuru, 2015) (Huda, 2016), (Ikawati, 2016)