1
2
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan istilah yang
sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung
lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara
sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Menurut gleadle (2007). PPOK
merupakan penyakit yang ditandai oleh keterbatasan jalan nafas progresif
yang disebabkan oleh reaksi peradang ubnormal. Ketiga penyakit yang
membentuk satu kesatuan yang membentuk PPOK yaitu bronchitis kronis,
emfisima paru-paru dan asma (Manurung, 2016).
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) masih menjadi ancaman
bagi masyarakat dunia (Quaderi & Hurst, 2018). PPOK akan berdampak
negatif terhadap kesehatan penderita (Silalahi & Siregar, 2019). Penyakit
ini memiliki prognosis yang akan terus memburuk seiring dengan
bertambahnya waktu, salah satu dampak yang akan dirasakan oleh pasien
adalah adanya batuk produktif yang terjadi terus menerus (Somantri,
2018). Batuk yang terjadi pada pasien PPOK merupakan akibat dari
menurun dan inflamasi bronkus, akibatnya aktivitas sillia terjadi i aktifasi
sel goblet (Masriadi, 2016) Aktifasi sel ini akan menyebabkan akimulasi
sekret sehingga terjadi ketidakefektifan bersihan jalan nafas (Sari, 2016).
Diperkirakan 328 juta orang memiliki COPD di seluruh dunia.
Dalam 15 tahun, COPD diperkirakan menjadi penyebab utama kematian di
seluruh dunia (Quaderi & Hurst, 2018). PPOK menjadi urutan pertama
pada kelompok penyakit paru di Negara Indonesia dengan angka kesakitan
(35%). Prevalensi PPOK tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Timur
(10,0%) (Qamila et al., 2019) Prevalensi PPOK di Jawa Timur sebesar
3,5% (Hermanto, 2015). Pada tahun 2020 PPOK diprediksi sebagai
penyebab kematian keempat di dunia, dan menjadi tantangan bagi dunia
kesehatan untuk dapat dicegah dan diobati Data World Health
3
B. Batasan Masalah
1. Ruang lingkup yang merupakan informasi seputar pasien dengan
masalah PPOK.
2. Informasi yang meliputi konsep asuhan keperawatan dan diagnosa
PPOK.
C. Rumusan Masalah
1. bagaimana asuhan keperawatan kepada pasien dengan keluhan
PPOK?
2. Apa penyebab pasien mengalami batuk yang tidak kunjung sembuh
yang disertai dahak?
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mempelajari asuhan keperawatan pada pasien PPOK
2. Tujuan Khusus
1. Mampu mendiskripsikan tentang diagnosa keperawatan pada
pasien dengan penyakit PPOK
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi PPOK
PPOK adalah nama yang diberikan untuk gangguan ketika dua
penyakit paru terjadi pada waktu bersamaan yaitu bronkitis kronis dan
emfisenu. Asma kronis yang dikombinasikan dengan emfisema atau
bronkitis juga dapatmenyebabkan PPOK (Hurst, 2016).
PPOK adalah penyakit yang dicirikan oleh keterbatasan aliran udara
yang tidak dapat pulih sepenuhnya. Keterbatasan aliran udara biasanya
bersifat progresif dan di kaitkan dengan respon inflamasi paru yang
abnormal terhadap partikel atau gas berbahaya, yang menyebabkan
penyempitan jalan nafas, hipersekresi mucus, dan perubahan pada
system pembuluh darah paru. Penyakit lain seperti kistik fibrosis,
bronkiektasis, dan asama yang sebelumnya diklasifikasikan dalam
jenis COPD kini di klasifikasikan paru kronis, meskipun gejala tupang
tindih dengan COPD lain. Merokok singaret, polusi udara, dan pajanan
di tempat kerja (batu bara, katun, biji-bijian padi) merupakan factor
penting yang menyebabkan terjadinya COPD, yang dapat terjadi dalam
rentang waktu 20-30 tahun (Suddarth, 2015).
2. Etiologi PPOK
Menurut Oemiati (2013) beberapa faktor risiko antara lain.
a. Pajanan dari partikel antara lain:
1. Merokok
Merokok merupakan penyebab PPOK terbanyak (95% kasus) di
negara berkembang. Perokok aktif dapat mengalami hipersekresi
mucus dan obstruksi jalan napas kronik (Oemiati, 2013). Sejumlah
zat iritan yang ada di dalam rokok menstimulasi produksi mucus
berlebih, batuk, merusak fungsi silia, menyebabkan inflamasi,
6
Gnetik: Defisiensi
antitrypsin alfa-1
Peningkatan
apoptosis dan
Peningkatan Pelepasan faktor Peningkatan
nekrosis dari sel
pelepasan elastase kemotaktif neutrofil pelepasan
yang terpapar
oksidan
Respon inflamasi
Nyeri kronis
Penumpukan lendir dan Kolaps saluran nafas PPOK
sekresi berlebihan kecil saat ekspirasi
Kompensasi tubuh dengan
emfisema peningkatan RR
Merangsang Obstruksi
refleks batuk jalan napas
Gangguan
pertukaran O2 dan Etidakefektifan pola
CO2 dari dan ke paru napas
Ketidakefektifan
bersihan jalan Sesak napas Timbul reflek batuk
nafas
Penurunan asupan O2
Penurunan Tidur tidak efektif
nafsu makan
hipoksemia
Gangguan
Gangguan
pertukaran gas
pola tidur
Perfusi O2 kejaringan Penurun berat
Ngantuk lesu badan
5. Klasifikasi
Klasifikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menurut Jackson
(2014) :
a. Asma
Penyakit jalan nafas obstruktif intermien, reversible dimana trakea
dan bronkus berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimulasi
tertentu
(Brunner and Suddarth 2010).
b. Bronkhitis kronis
Bronkhitis Kronis merupakan batuk produktif dan menetap minimal 3
bulan secara berturut-turut dalam kurun waktu sekurang-kurangnya
selama 2 tahun. Bronkhitis Kronis adalah batuk yang hampir terjadi
setiap hari dengan disertai dahak selama tiga bulan dalam setahun
dan
terjadi minimal selama dua tahun berturut-turut (GOLD, 2010).
c. Emfisema
Emfisema merupakan suatu perubahan anatomis parenkim paru yang
ditandai oleh pembesaran alveoulus dan duktus alveolaris serta
destruksi dinding alveolar (Andini, 2015),.
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD) 2011, PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat berikut :
a. Derajat 0 (berisiko)
Gejala klinis : Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis,
produksi sputum, dan dispnea. Ada paparan terhadap faktor resiko.
Spirometri : Normal.
b. Derajat I (PPOK ringan)
Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk. Dengan atau tanpa
produksi sputum.
Spirometri : FEV1/FVC < 70%, FEV1 ≥ 80%.
c. Derajat II (PPOK sedang)
12
d. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dapat pada pasien dengan PPOK menurut
Wahid & suprapto (2013) adalah sebagai berikut:
1) Pernafasan
a. Inspeksi
Terlihat adany apeningkatan usaha dan frekuensi
pernafasan serta penggunaan otot bantu nafas. Bentuk
dada barrel chest (akibat udara yang tertangkap) atau bisa
juga normo chest. Penipisan masa otot, dan pernafasan
dengan bibir di rapatkan. Pernafasan abnormal tidak
efektif dan penggunaan otot-otot bantu nafas
(sternocleidomastoideus). Pada tahap lanjut, dispnea
terjadi saat aktivitas bahkan pada aktivitas kehidupan
sehari-hari seperti makan dan mandi. Pengkajian batuk
produktif dengan sputum purulen dosertai demam
mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi
pernafasan.
16
b. Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus
biasanya menurun.
c. Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hiper sonor
sedangkan diafrgama menurun.
d. Aukultasi
Sering didapatkan adanya bunyi nafas ronchi dan
wheezing sesuai tingkat beratnya obstruktif pada
bronkiolus. Pada pengkajian lain didapatkan kadar
oksigen yang rendah (hipoksemia) dan kadar
karbondioksida yang tinggi (hiperkapnea) terjadi pada
tahap lanjut penyakit. Pada waktunya, bahkan gerakkan
ringan sekalipun seperti membungkuk untuk mengikat
tali sepatu, mengakibatkan dispnea dan keletihan
(dispnea eksersorial). Paru yang mengalami
emfisematosa tidak berkontraksi saat ekspirasi dan
bronkiolus tidak di kosongkan secara efektif dari sekresi
yang dihasilkannya. Pasien rentan terhadap reaksi
inflemasi dan infeksi akibat pengumpilan sekresi ini.
Setelah infeksi terjadi, pasien mengalami mengi yang
berkepanjangan saat ekspirasi.
2) Kardiovakuler
Sering di dapatkan adanya kelemahan fisik secara umum.
Denyut nadi takikardi. Tekanan darah biasanya normal.
Batas jantung tidak mengalami pergeseran. Vena jugularis
mungkin mengalami distensi selama ekspirasi. Kepala dan
wajah jarang dilihat adanya sianosis.
3) Persyarafan
Kesadaran biasanya compos mentis apabila tidak ada
komplikasi penyakit yang serius.
17
4) Perkemihan
Produksi urin biasanya dalam batas normal dan tidak ada
keluhan pada sistem perkemihan. Namun peraat perlu
memonitor adanya oliguria yang merupakan salah satu
tanda awal dari syok.
5) Pencernaan
Pasien biasanya mual, nyeri lambun dan me nyebabkan
pasien tidak nafsu makan. Kadang di sertai penurunan berat
badan.
6) Tulang, otot danintegument
Karen penggunaan otot bantu nafas yang lama pasien
terlihat ke letihan, sering didapatkan intoleransi aktivitas
dan gangguan pemenuhan ADL (Activity day living)
7) Psikososial
Pasien biasanya cemas dengan rasa sakitnya.
1. Keadaan umum
Secara umum keadaan Penyakit Paru Obstruktif Kronis meliputi
ringan. cukup berat, dan berat.
2. Kesadaran
a. Secara kualitatif
1. Composmentis (comcions), yaitu kesadaran normal, safar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang
keadaan sekelilingnya
2. Apatis, yaitu keadaan yang segan untuk berhubungan dengan
sekiranya, sikapnya acuh tak acuh
3. Delirium, yaitu gelisah disorientasi (orang, tempat waktu)
Memberontak. berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi) yani kesadaran menunin,
respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun
kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan)
tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
18
3. Tanda-tanda vital
a. Suhu pada klien Penyakit Paru Obstruktif Kronis yaitu hipotermi
b. Nadi pada klien Penyakit Paru Obstruktif Kronis yaitu
takipnea
c. Tekanan darah pada klien Penyakit Paru Obstruktif Kronis
yaitu hipertensi
d. Pernafasan biasanya mengalami peningkatan
e. Kepala
Wajah dan kulit kepala Bentuk muka, ekspresi wajah gelisah
dan puca, rambut, bersih/tidak dan rontok/tidak, ada/tidak
nyeri tekan.
f. Mata
Mata kanan dan kiri simetris / tidak mata cekung/tidak
konjungtiva anemis/ tidak, selera ikerit/tidak ada/tidak sektet.
gerakan bola mata normal/tidak, ada benjolan/tidak ada/tidak
nyeri tekan, fungsi penglihatan menurun/tidak
g. Hidung
Hidung ada tidak polip, ada/tidak sekret, ada tidak radang.
ada/tidak benjolan, fungsi pembau buik/bark Canalis
bersih/kotor. pendengaran baik/menurun.
h. Telinga
Canalis bersih/kotor, pendengaran baik/menurun, ada/tidak
benjolan pada daun telinga, ada tidak memakai alat bantu
pendengaran
19
i. Mulut
Gigi bersilykotor, ada/tidak karies gigi, ada/tidak memakai
pigi pulsu, gusi ada tidak peradangan, lidah bersihkotor, bibir
kering/lembab.
j. Leher
Leher adutidak pembesaran kelenjar thyroid, ada/tidak nyeri
tekan ada/tidak bendungan vena jugularis dan ada/tidak
pembesaran kelenjar limpa
k. Thorax dan paru
Palpasi: Pada palpasi ekspansi meningkat dan taktil fremitus
biasanya menurun.
Perkusi: Pada perkusi didapatkan suam normal sampai
hipersonor sedangkan diafragma mendata/menurun Inspeksi
Pada klien dengan PPOK, terlibat adanya peningkatan usaha
dan frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu napas
(sternokleidomastoid) Fada saat inspeksi, biasanya dapat
terlihat klien mempunyai bentuk dafa barrel chest akibat udara
yang terperangkap, penipisan penipisan massa otot, bernapas
dengan bibir yang dirapatkan, dan pernapasan abnormal yang
tidak efektif Pada tahap lanjut, dispnea terjadi pada saat
beraktivitas bahkan pada aktivitas kehidupan sehari-hari
seperti makan dan mandi Pengkajian batuk produktif dengan
sputum purulen disertai dengan demam mengindikasikan
adanya tanda pertama infeksi pernafasan.
Auskultasi: Sering didapurkan adanya bunyi napas ronchi dan
wheezing sesuai tingkat keparahan obstruktif pada benkiolus.
l. Jantung
Nyeri/ketidaknyamanan dada, palpitasi, sesak nafas, dispnea
pada aktivitas dispnea nocturnal paroksimal, orthopnea,
murmur. edema, varises, kaki timpang, oarestesia, perubahan
wama kaki. periksa adanya pembekakan vena jugularis.
20
m. Abdomen
Konstipusi, konsisten feses, frekuensi eliminasi askultasi
bising usus, anoreksia, adanya distensi abdomen, nyeri tekan
abdomen.
n. Genetalia
Meliputi disuria (nyeri saat berkemih), frekuensi, kencing
menetes hematuria, poliuria, oliguria, nokturia, inkontinensia,
batu, infeksi saluran kemih. Pengkajian pada genctalia pria
antara lain : lesi. rahas, nyeri testikuler, massa testikuler,
masalah prostat, penyakit kelamin, perubahan hasrat sexual,
impotensi, masalah aktivitas social. Sedangkan pengkajian
pada genetalia wanita antara lain: lesi, rabus, dispareunia,
perdarahan pasca senggama, nyeri pelvis.
sistokeVrektokel/prolaps, penyakit kelamin, infeksi salah
aktivitas seksual, riwayat menstruasi (menarche, tanggal
periode menstruasi terakhir), tanggal dan hasil pap smear
terakhir.
o. Ekstremitas atas dan bawah
Ekstremisas atas simetris/tidak, ada/tidak edema atau lesi.
ada/tidak nyeri sekan
7. Body System
a) Sistem pernafasan
Pada sistem pernafasan kaji bentuk dada, gerakan
pernafasan, adanya nyeri tekan atau tidak, adanya
penummpukan cairan atau tidak dan bunyi khas napas serta
bunyi paru-paru (Mutaqqin, 2010: 149-155)
b) Sistem kardiovaskuler
Pada sistem kardiovakuler kaji adanya sianosis atau tidak,
oedema pada ektremitas, adanya peningkatan JVP atau
tidak, bunyi jantung (Mataqqin, 2010:173)
c) Sistem persarafan
21
h) Sistem endokrin
i) Sistem reproduksi
j) Sistem penginderaan
k) Sistem imun
e. Pemeriksaan penunjang
1. Uji fungsi paru
Uji fungsi paru dapat menunjukkan keterbatasan aliran udara yang
merupakan hal yang paling penting secara diagnostik Hal ini
22
c. Mendorong olahraga
Semua pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) mendapat
keuntungan dengan program olahraga, yaitu meningkatkan
toleransi tubuh terhadap aktvitas, menurunnya dypunea dan
kelelahan. Olahraga tidak memperbaiki fungsi paru, tetapi olahraga
dapat memperkuat otot pernafasan.
d. Meningkatkan kesehatan secara umum
Cara lain adalah dengan memperbaiki pola hidup pasien Penyakit
Paru obstruksi kronik (PPOK). Yaitu dengan menghindari
rokok,debu, dan bahan kimia akibat pekerjaan, serta polusi udara,
serta didukung dengan asupan nutrisi yang kuat.
2. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas.
1. Definisi,
Ketidakmampuan untuk membersihkan sekret atau obstruksi saluran
nafas guna mempertahankan jalan nafas yang bersih (Wilkinson,
2017).
2. Batasan Karakteristik.
Batasan karakteristik yang dapat ditemukan pada ketidakefektifan
bersihan jalan napas menurut Wilkinson (2017), adalah sebagai
berikut:
a. Subjektif:
Dispnea.
b. Objektif:
1. Suara nafas tambahan (misalnya, crackle, ronki, dan mengi)
2. Perubahan pada irama dan frekuensi pernapasan
3. Sianosis
4. Kesulitan untuk bicara
5. Penurunan suara napas
Definisi: Suaranya lembut dengan pitch rendah
26
Monitor Pernafasan
a. Monitor kecepatan irama, kedalam dan kesulitan ber napas
b. Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan, pengguna
otot bantu per napasan dan retraksi otot.
c. Monitor suara napas tambahan
d. Monitor pola napas
e. Aukultasi suara napas, catat area dimana terjadi penurunan
atau tidak adanya ventilasi dan keberadaan suara napas
tambahan
f. Kaji perlunya penyedotan pada jalan napas dengan aukultasi
suara napas ronki di paru
g. Monitor kemampuan batuk efektif pasien
h. Berikan bantuan terapi napas jika diperlukan (misalnya
nebulizer)
Manajemen Asam Basa
a. Pertahankan kepatenan jalan napas
b. Posisikan klien untuk mendapatkan ventilasi yag adekuat
c. Monitor kecendrungan pH arteri, PaCO2 dan HCO2 dalam
rangka mempertimbangkan jenis kesimbangan yang terjadi
(misalnya respiratorik atau metabolic) dan kopensasi
mekanisme fisiologis yang terjadi (misalnya kopensasi paru
atau ginjal dan penyangga fisiologis)
d. Pertahankan pH arteri dan plasma elektrolit untuk membuat
perencanan perawatan yang akurat
e. Monitor gas darah arteri, level serum serta urin elektrolit jika
diperlukan
f. Monitor pola pernafasan
g. Monitor penentuan oksigen ke jaringan (misalnya rendahnya
PaO2)
h. Monitor intake dan output
30
DAFTAR PUSTAKA
Ismail, L., Sahrudin & ibrahim, K, 2017. Analisis Faktor Resiko Kejadian
Penyakit Paru Obstruktif kronik (PPOK) di Wilayah Kerja Pskesmas
Lepo-Lepo Kota Kendari Tahun 2017, Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Kesehatan Masyarakat, Vol 2,. No 6
Somantri, I., 2016. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Siatem
Pernapasan, Edisi 2. Jakarta: Selembang Medika.
Quaderi, S.A., & Hurst, J.R. (2018). The Unmet Global Burden of COPD. Global
Health, Epidemiology and Genomics, 3, 9-11.