Anda di halaman 1dari 35

HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI MENGHIRUP ASAP PABRIK GULA DAN

KEJADIAN ISPA PADA MASYARAKAT DI SEKITAR PABRIK GULA KEBON


AGUNG, KOTA MALANG

Makalah Riset

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kesehatan Lingkungan


yang dibimbing oleh Bapak Dr. H. Sueb, M.Kes

Oleh :

Awalia Siska Puji Lestari (150342605762)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
November 2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Hubungan Antara Frekuensi Menghirup Asap Pabrik Gula Dan Kejadian Ispa Pada
Masyarakat Di Sekitar Pabrik Gula Kebon Agung, Kota Malang”. Kami juga berterima kasih
pada Bapak Dr. Sueb, M.Kes selaku dosen mata kuliah Kesehatan Lingkungan yang telah
memberikan tugas dan bimbingan ini kepada kami.
Penulis menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah
ini. Disadari bahwa makalah ini masih kurang sempurna oleh karena itu, kritik dan saran dari
semua pihak sangat diharapkan guna penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat.

Malang, November 2017

Penulis
HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI MENGHIRUP ASAP PABRIK GULA DAN KEJADIAN
ISPA PADA MASYARAKAT DI SEKITAR PABRIK GULA KEBON AGUNG, KOTA MALANG

Relationship Between The Frequency Of Heating Fumes of Sugar Factory And Acute Respiratory
Infection In Community Around Kebon Agung Sugar Factory, Malang City

Awalia Siska Puji Lestari1 , Sueb2


1,2
Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang
asp.lestari@gmail.com , sueb.fmipa@um.ac.id

ABSTRAK

Pabrik gula menghasilkan gas buang berupa asap pabrik yang dapat terhirup oleh masyarakat
sekitar. Asap pabrik gula mengandung gas oksida yang dapat menyebabkan ISPA. Tujuan penelitian
ini untuk mengetahui frekuensi menghirup asap pabrik, perbedaan kejadian ISPA berdasarkan radius,
dan hubungan antara frekuensi menghirup asap pabrik gula dan kejadian ISPA pada masyarakat di
sekitar Pabrik Gula Kebon Agung, Malang. Jenis penelitian yang digunakan adalah case control
dengan metode random sampling. Instrumen penelitian yakni kuisioner tertutup yang disebarkan pada
10 responden pada tiap radius (100 m, 200 m, 400 m, 800 m, dan 1000 m) di sekitar pabrik gula
Kebon Agung, Malang. Analisis data menggunakan deskriptif persentase, analisis Korelasi Pearson,
dan One Way Anova. Hasil analisis data menunjukkan seluruh responden sering menghirup asap
pabrik. Hasil analisis One Way Anova didapatkan Fhitung (9,714) > Ftabel (3,554), dan nilai
probabilitas 0,000 < 0,05. Sehingga dapat disimpulkan ada perbedaan kejadian ISPA berdasarkan
radius. Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan hasil sig. (2-tailed) (0,549)  signifikasi (0,01),
sehingga ada hubungan antara frekuensi menghirup asap pabrik gula dan kejadian ISPA pada
masyarakat di sekitar Pabrik Gula Kebon Agung, Malang.

Kata kunci : Frekuensi menghirup, Asap, ISPA

ABSTRACT

Sugar factories produce exhaust gas in the form of factory smoke that can be inhaled by
surrounding communities. Smoke sugar mills contain oxide gas which can cause ARI. The purpose of
this research is to know the frequency of inhalation of factory smoke, the difference of ARI
occurrence based on radius, and the relation between frequency of inhalation of sugar factory smoke
and the incidence of ARI in community around Kebon Agung Sugar Factory, Malang. The type of
research used is case control with random sampling method. The research instrument is a closed
questionnaire distributed to 10 respondents at each radius (100 m, 200 m, 400 m, 800 m, and 1000 m)
around Kebon Agung sugar factory, Malang. Data analysis using descriptive percentage, Pearson
Correlation analysis, and One Way Anova. The results of the data analysis show that all respondents
often inhale factory smoke. One Way Anova analysis results obtained Fcount (9,714)> Ftable (3,554),
and probability value 0,000 <0,05. So it can be concluded there are differences in ARI events based
on radius. Pearson correlation test results show sig results. (2-tailed) (0,549) > significance (0,01), so
there is a relation between frequency of inhalation of sugar factory smoke and the incidence of ARI in
community around Kebon Agung Sugar Factory, Malang.

Keywords : Inhalation frequency, Fumes, Acute Respiratory Infection


PENDAHULUAN

Di Indonesia berdasarkan RISKESDAS tahun 2013 menunjukkan prevalensi nasional


ISPA yang cukup tinggi, yakni 25%. Jawa Timur termasuk dalam lima provinsi dengan ISPA
tertinggi, yakni dengan prevalensi sebesar 28,3%. Hal tersebut erat kaitannya dengan udara
yang tercemar. Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 12 Tahun 2010,
pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain
ke dalam udara pernapasan oleh kegiatan manusia, sehingga melampaui baku mutu udara
yang telah ditetapkan. Sumber pencemaran udara tersebut adalah setiap usaha atau kegiatan
manusia yang mengeluarkan bahan pencemar udara yang menyebabkan fungsi udara
menurun. Salah satu contoh sumber pencemar udara adalah limbah industri pabrik gula.
Dalam proses produksi gula tidak terlepas dari adanya limbah dan produk samping baik yang
berwujud padat, cair maupun asap. Pada umumnya limbah yang dihasilkan dari proses
produksi gula merupakan limbah organik namun juga tidak menutup kemungkinan juga
dihasilkan limbah anorganik meskipun dalam jumlah yang sangat kecil. Terkait dengan
manajemen lingkungan, bila limbah-limbah hasil proses produksi gula tersebut tidak
ditangani dengan tepat maka akan menimbulkan masalah pencemaran lingkungan dan pada
akhirnya dapat berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat di sekitar area pabrik gula
tersebut (Hestya & Prasati, 2015).
Keseluruhan proses industri gula akan menghasilkan total sulfur tereduksi, SO2, NO2
dan opasitas (Fellayati, 2016). Zat tersebut dapat menyebabkan polusi udara. Udara yang
telah tercemar SOx menyebabkan manusia mengalami gangguan pada sistem pernapasaannya
(Greenberg, 2016). Hal ini dikarenakan gas SOx mudah menjadi asam yang akan menyerang
selaput lendir pada hidung, tenggorokan dan saluran napas yang lain sampai ke paru.
Serangan gas SOx tersebut menyebabkan iritasi pada bagian tubuh yang terkena (Alberta,
2006). Studi epidemiologi terkini yang dilakukan di seluruh dunia, memberikan wawasan
tentang adanya hubungan antara pajanan SO2, NO2, dan CO dan peningkatan angka kematian
akibat kardiopulmoner, peningkatan jumlah pasien ISPA dan kardiovaskuler, penerimaan
darurat yang disebabkan oleh stroke (NO2), dan serangan jantung (NO2 dan CO) (Bernstein
dkk., 2004). Menurut Depkes (2004), Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan
istilah yang diadaptasi dari istilah bahasa inggris Acute Respiratory Infections (ARI).
Pabrik Gula Kebon Agung merupakan salah satu pabrik di Jawa Timur yang
memasok kebutuhan gula nasional (Santoso & Pratiwi, 2008). Pabrik Gula Kebon Agung
merupakan salah satu pabrik gula besar dimana kapasitas gilingnya mencapai 12.000 ton tebu
per hari. Sehingga dapat diasumsikan bahwa semakin besar pabrik gula, maka asap pabrik
yang dihasilkan akan semakin banyak. Diketahui juga bahwa pada manajemen baru pabrik ini
cerobong asap yang tingginya semula 100 meter dipangkas menjadi 30 meter. Dengan hal
tersebut dapat diindikasikan bahwa intensitas bahan pencemar atau besaran pajanan dari asap
pabrik tersebut semakin tinggi atau pekat. Hal tersebut dapat menyebabkan tingkat
pencemaran udara akibat asap pabrik gula menjadi semakin tinggi dan berdampak pada
kejadian ISPA masyarakat disekitarnya. Sehingga perlu diadakan penelitian untuk
mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara frekuensi menghirup asap pabrik dan kejadian
ISPA.
Sebelum dari adanya penelitian ini ada beberapa peneliti yang telah melakukan riset
berkaitan tentang ISPA seperti oleh Hugo dkk. (2012) dengan risetnya yang berjudul
“Pajanan Asap dalam Rumah Terhadap Kejadian ISPA Nonpneumonia Pada Anak Balita di
Kabupaten Kapuas”. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah paparan asap di
dalam rumah merupakan faktor risiko terhadap non pneumonia ISPA pada balita. Disain
penelitiannya yaitu case control. Subyek penelitian adalah balita berusia 12-59 bulan di
Kabupaten Kapuas diambil dengan metode non probability sampling. Jumlah sampel adalah
106, dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok kasus (n=53) dan kelompok kontrol
(n=53). Analisis data yang digunakan analisis univariat, analisis bivariat, dan analisis
multivariat dengan regresi logistik. Didapatkan hasil bahwa ISPA non pneumonia memiliki
risiko 2,7 kali lebih besar menjangkiti anak yang terpapar asap di dalam rumah mereka (95%
CI=1,16-6,60). Proporsi analisis multivariabel kondisi rumah yang tidak benar higienis,
anggota keluarga yang terjangkit ISPA, status gizi buruk memiliki hubungan yang signifikan
terhadap ISPA non pneumonia pada balita.
Riset internasional yang berkaitan yakni oleh Marchetti dkk. (2014) yang berjudul
“Children living near chipboard and wood industries are at an increased risk ofhospitalization
for respiratory diseases: A prospective study”. Tujuan studi kohort prospektif ini adalah
untuk mengevaluasi apakah jarak dekat dengan pabrik kayu dikaitkan dengan risiko
penerimaan rumah sakit pada anak-anak yang tinggal di distrik Viadana (Italia), dimana
industri chipboard twobig dan pabrik kayu kecil lainnya (pabrik penggergajian kayu, lapisan
multi-strata ) berada. Pada tahun 2006, anak-anak (3-14 tahun) yang tinggal di distrik
Viadana disurvei melalui nasehat pertanyaan orang tua (n = 3854), alamat rumah / sekolah
mereka geocoded dan jarak ke industri kayu dihitung. Diperoleh catatan debit rumah sakit
untuk tahun 2007-2009. Model regresi proporsional Cox proportionalhazard digunakan untuk
memperkirakan hubungan antara tingkat rawat inap di rumah sakit, penyesuaian untuk jenis
kelamin, usia, kewarganegaraan, pendidikan orang tua, paparan merokok pasif dan lalu lintas
yang dilaporkan di dekat rumah. Selama follow-up 3 tahun , risiko rawat inap untuk semua
diagnosis (Rasio Rawat Inap Rumah Sakit, HHR = 1,55; 95% CI: 1,24-1,95) dan untuk
penyakit pernafasan (HHR = 1,80; 95% CI: 1,14-2,86) lebih besar pada anak-anak yang
tinggal di dekat (< 2 km) ke industri chipboard, berkenaan dengan anak-anak yang tinggal ≥2
km dari pabrik kayu manapun. Anak-anak yang tinggal di dekat pabrik kayu yang lebih kecil
juga mengalami risiko rawat inap untuk penyakit pernafasan (HHR = 1,74; 95% CI: 1,06-
2,85). Studi ini menyoroti masalah kesehatan bagi anak-anak yang tinggal di dekat pabrik
chipboard dan kayu di Viadana.

Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini sebagai berikut.
1. Bagaimanakah frekuensi menghirup asap pabrik gula dari masyarakat di sekitar
pabrik gula Kebon Agung, Kota Malang?
2. Adakah perbedaan kejadian ISPA berdasarkan jarak dari lokasi rumah ke pabrik?
3. Adakah hubungan antara frekuensi menghirup asap pabrik gula dan kejadian ISPA
pada masyarakat di sekitar pabrik gula Kebon Agung, Kota Malang?
Manfaat
1. Bagi Peneliti
Sebagai sarana latihan dalam melakukan penelitian terkait materi perkuliahan tentang
asesmen pajanan (exposure), higiene industri, manajemen lingkungan dan kesehatan
lingkungan.
2. Bagi Mahasiswa
Menambah wawasan pengetahuan mahasiswa tentang asesmen pajanan (exposure),
higiene industri, manajemen lingkungan dan kesehatan lingkungan.
3. Bagi Masyarakat
Menambah wawasan masyarakat tentang pentingnya kesehatan lingkungan dan
memberi pengetahuan tentang efek yang dapat ditimbulkan oleh suatu pajanan,
dalam konteks penelitian ini mengenai efek dari pajanan asap pabrik.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian dari riset ini adalah sebagai berikut.
1. Frekuensi menghirup asap pabrik gula dari masyarakat di sekitar pabrik gula Kebon
Agung, Kota Malang berbeda-beda pada tiap radius.
2. Ada perbedaan kejadian ISPA berdasarkan jarak dari lokasi rumah ke pabrik.
3. Ada hubungan antara frekuensi menghirup asap pabrik gula dan kejadian ISPA pada
masyarakat di sekitar pabrik gula Kebon Agung, Kota Malang

KAJIAN PUSTAKA
Risiko Kesehatan
Dalam sebuah indutri, objek yang menjadi fokus utama dalam menjadikan indutri
yang higienis yaitu pada pajanan tempat kerja yang mana dalam hal tersebut lebih
ditekankan pada kuantitas pajanan kontaminan terhadap seseorang ditinjau dari kegiatan
sehari-harinya, mengevaluasi faktor-faktor yang meningkatkan pajanan, dan mengeksplor
segala sesuatu hal yang baru dan menginovasi metode untuk pengukuran kuantitas pajanan
serta efeknya baik bagi lingkungan maupun bagi kesehatan pekerja dan masyarakat disekitar
area industri. Dalam aspek kuantitas pajanana kontaminan, yang perlu diperhatikan yaitu
kunci konsep dari aspek tersebut yang meliputi konsentrasi, pajanan dan dosis (Frumkin,
2010).
Besaran, frekuensi dan durasi dari pajanan
Sebuah aspek yang penting dari pajanan yaitu lamanya waktu pajanan yang diterima
oleh seseorang yang mana jangka waktu tersebut akan memiliki dampak yang sangat
signifikan untuk kesehatan. Jika pajanan kontaminan yang didapatkan dalam jangka waktu
yang lama maka dampak yang ditimbulkan juga akan memiliki faktor risiko yang sangat
tinggi. para ilmuwan yang ahli dalam hal pajanan kontaminan membedakan antara paparan
akut dengan paparan kronis. Paparan akut merupakan sifat bawaan dan ketika terjadi dalam
level yang tinggi, keracunan atau respon akut lainnya akan mengikuti sedangkan pajanan
kronis terjadi selama berbulan-bulan, bertahun-tahun bahkan dalam dekade. Paparan kronik
dalam jumlah yang kecil akan mengakibatkan penyakit yang bersifat nonakut sepertu
karsinogenik, kerusakan paru-paru dalam jangka panjang, atau efek lain yang hampir mirip.
Pajanan yang bersifat sub-kronis akan terjadi dalam skala waktu intermediet (Frumkin, 2010).
Macam polutan di udara
Polutan di udara masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui sistem pernafasan.
Oleh karena itu pengaruh yang merugikan adalah terjadi pada sistem pernafasan. Faktor yang
paling berpengaruh terhadap sistem pernafasan adalah ukuran partikel, karena ukuran partikel
yang menentukan seberapa jauh penetrasi partikel ke dalam sistem pernafasan. Partikel yang
berukuran 5 mikron atau lebih bila terhirup biasanya lebih banyak jatuh pada saluran
pernafasan bagian atas dan menimbulkan iritasi, sedangkan partikel yang berukuran 3-5
mikron akan jatuh pada saluran pernafasan bagian bawah (bronkhus/bronkhiol) sehingga
banyak menimbulkan efek fisiologis pathologis yaitu menimbulkan bronchitis, alergi atau
asma. Partikel yang berukuran 1-3 mikron akan jatuh lebih dalam yaitu pada alveoli, partikel
ini merupakan yang paling berbahaya karena tertahan dan tertimbun mulai broncheolus
terminalis sampai alveoli. Beberapa zat kimia pencemar udara yang dapat menganggu
kesehatan manusia dan masuk ke dalam tubuh melalui sistem pernafasan seperti Carbon
monoksida (CO), Nitrogen oksida (Nox), hidrogen sulfida (𝐻2 S), Sulfur oksida (SOx), dan
partikel debu.

Carbon monoksida (CO)

Carbon monoksida (CO) adalah gas yang tidak berbau, tidak berasa, dan tidak
bewarna , oleh karena itu lingkungan yang telah tercemar gas CO tidak dapat dilihat dengan
mata. Gas CO merupakan gas pencemar yang berasal dari pembakaran tak sempurna bahan
bakar serta bahan yang mengandung karbon misalnya kayu, bahan bakar minyak dan plastik.
Sumber gas CO terbesar berasal dari proses-proses pembakaran tidak sempurna dari
kendaraan bermotor, industri serta insenerator (Mulyono, 1995). Telah diketahui bahwa
kontak antara manusia dengan CO pada konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kematian,
tetapi ternyata kontak dengan CO pada konsentrasi yang relatif rendah (100 ppm atau kurang)
dapat juga menggangu kesehatan. Pengaruh beracun CO terhadap tubuh terutama disebabkan
oleh reaksi antara CO dengan hemoglobin (Hb) dalam darah.

Nitrogen Oksida ( NOx)

Nitrogen Oksida yang terdapat diatmosfer terdiri dari nitrous oksida, nitrik oksida dan
nitrogen dioksida. Nitrous oksida merupakan gas yang tidak berwarna dan berbau, nitrik
oksida merupakan gas yang tidak berbau dan tidak berwarna. Sebaliknya nitrogen oksida
mempunyai warna coklat kemerahan dan berbau tajam (Duffus, 1980). Gas 𝑁𝑂2 merupakan
bahan pencemaran primer, umumnya berasal dari sumber-sumber yang diakibatkan oleh
kegiatan manusia, antara lain sumber-sumber industri yang menggunakan bahan bakar batu
bara, dari kegiatan transportasi, pembuangan limbah padat dan kegiatan rumah tangga
(Wardhana, 2004). 𝑁𝑂2 adalah gas yang toksik bagi manusia, konsentrasi 𝑁𝑂2 antara 50-100
ppm dapat menyebabkan peradangan paru-paru bila terpapar dalam beberapa menit saja.
Pada konsentrasi 150-200 ppm menyebabkan pemampatan broncholi , sedangkan pada
konsentrasi lebih dari 500 ppm dapat mematikan dalam waktu 1-10 hari (Slamet, 1994)
Hidrogen sulfida (𝐻2 𝑆)
Hidrogen sulfida adalah gas yang berbau telur busuk. Sekalipun gas ini bersifat iritasi
bagi paru-paru, tetapi ia digolongkan ke dalam asphyxiiant karena efek utamanya adalah
melumpuhkan pusat pernafasan, sehingga kematian disebabkan oleh terhentinya pernafasan
(Slamet, 1994). H2 S merupakan gas yang berasal dari berbagai pembusukan sampah organik.
Pada konsentrasi 15 mg /𝑚3 diduga dapat menimbulkan gangguan pernafasan dan
menyebabkan iritasi mata, pada dosis 70 mg/𝑚3 akan menyebabkan kerusakan mata dan
lebih lanjut dapat menimbulkan gangguan pada saraf perifer. Lebih lanjut dikatakan potensi
bahaya ancaman kesehatan akibat paparan H2 S dosis rendah dalam jangka panjang selain
menimbulkan iritasi saluran nafas, diduga juga menyebabkan gangguan kronik di saluran
nafas.
Sulfur Oksida ( SOx)
Polusi oleh Sulfur oksida terutama disebabkan oleh dua komponen gas yaitu Sulfur
dioksida (SO2 ) dan Sulfur trioksida (SO3 ). Sulfur dioksida (SO2 ) merupakan gas yang berbau
tajam dan tidak mudah terbakar sedangkan gas SO3 mudah bereaksi dengan uap air yang ada
diudara untuk membentuk asam sulfat ( H2 SO4 ) yang sangat reaktif (Wardhana, 2004).
Pencemaran SO2 di udara terutama berasal dari pembakaran bahan bakar yang mengandung
sulfur seperti minyak bumi, pemakaian batu bara yang digunakan pada kegiatan industri, dan
dari transportasi. Udara yang tercemar SOx menyebabkan manusia akan mengalami
gangguan pernafasan. Hal ini terjadi karena gas SOx yang mudah menjadi asam tersebut
menyerang selaput lendir pada hidung, tenggorokan dan saluran nafas yang lain sampai ke
paru ( Wardhana, 2004). SO2 pada konsentrasi 1,6 ppm akan menyebabkan penyempitan
bronchiolir yang tidak menetap dan efek pada saluran pernafasan. Paparan SO2 pada
konsentrasi 25 ppm menimbulkan efek iritasi pada saluran pernafasan atas dan mata. Dari
hasil penelitian efek yang ditimbulkan karena paparan yang terus menerus pada konsentrasi
rendah yaitu timbulnya infeksi saluran pernafasan (Duffus, 1980).
Partikel debu
Yang dimaksud dengan partikulat adalah zat padat/cair yang halus dan tersuspensi di
udara, misalnya embun, debu, asap, fumes dan fog. Polutan partikel masuk kedalam tubuh
manusia terutama melalui sistem pernafasan. Oleh karena itu, pengaruh yang merugikan
adalah terjadi pada sistem pernafasan. Faktor yang paling berpengaruh terhadap sistem
pernafasan adalah ukuran partikel, karena ukuran partikel yang menentukan seberapa jauh
penetrasi partikel ke dalam sistem pernafasan. Partikel yang berukuran 5 mikron atau lebih
bila terhirup biasanya lebih banyak jatuh pada saluran pernafasan bagian atas dan
menimbulkan iritasi, sedangkan partikel yang berukuran 3-5 mikron akan jatuh pada saluran
pernafasan bagian bawah (bronkhus/bronkhiol) sehingga banyak menimbulkan efek fisiologis
pathologis yaitu menimbulkan bronchitis, alergi atau asma. Partikel yang berukuran 1-3
mikron akan jatuh lebih dalam yaitu pada alveoli, partikel ini merupakan yang paling
berbahaya karena tertahan dan tertimbun mulai broncheolus terminalis sampai alveoli.
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
Menurut Depkes RI (2006), ISPA adalah infeksi saluranpernapasan akut akibat masuknya
kuman/mikroorganisme kedalam tubuh yang berlangsung sampai 14 hari dengan keluhan
batuk disertai pilek, sesak nafas dengan atau tanpa demam. ISPA dibedakan menjadi dua
yaitu saluran pernafasan bagian atas seperti rhinitis,fharingitis, dan otitis serta saluran
pernafasan bagian bawah seperti laryngitis, bronchitis, bronchiolitis dan pneumonia (WHO,
2009). ISPA sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Di Indonesia
berdasarkan RISKESDAS tahun 2013 menunjukkan prevalensi nasional ISPA yang cukup
tinggi, yakni 25%. Jawa Timur termasuk dalam lima provinsi dengan ISPA tertinggi, yakni
dengan prevalensi sebesar 28,3%. Prevalensi ISPA di Indonesia pada tahun 2013 dapat
dilihat pada Gambar 1. Secara umum terdapat tiga factor Risiko terjadinya ISPA, yaitu factor
lingkungan, factor individu anak, serta factor perilaku. Sebagian besar dari infeksi saluran
pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan
dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak
diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian.
Kelainan pada sistem pernapasan terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas dan
bawah, asma dan ibro kistik, menempati bagian yang cukup besar pada lapangan pediatri.
Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi
pada semua golongan masyarakat pada bulan-bulan musim dingin. Tetapi ISPA yang
berlanjut menjadi pneumonia sering terjadi pada anak kecil terutama apabila terdapat gizi
kurang dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang tidak hygiene. Risiko terutama
terjadi pada anak-anak karena meningkatnya kemungkinan infeksi silang, beban
immunologisnya terlalu besar karena dipakai untuk penyakit parasit dan cacing, serta tidak
tersedianya atau berlebihannya pemakaian antibiotik.
Gambar 1. Period prevalence ISPA, menurut provinsi, Indonesia 2007 dan 2013
Sumber : RISKESDAS tahun 2013.
Klasifikasi ISPA
Klasifikasi Penyakit ISPA dibedakan menjadi 2 kelompok umur 2 bulan dan kelompok umur
2 hingga 5 tahun (Depkes RI, 2000) yakni :
1. Kelompok umur 2 bulan terdiri atas 2 jenis yaitu :
a. Pneumonia Berat, bila batuk disertai nafas cepat (>60kali/menit) dengan atau tanpa
tarikan dada bagian bawah ke dalam yang kuat. Disamping itu ada beberapa tanda klinis
yang dapat dikelompokan sebagai tanda bahaya seperti kurang mampu minum, kejang,
kesadaran menurun, stridor, wheezing dan demam.
b. Bukan pneumonia, bila batuk pilek tanpa disertai nafas cepat (<60kali/menit) dan tanpa
tarikan dinding dada bagian bawah kedalam.
2. Kelompok umur 2 bulan-5tahun, terdiri dari 3 jenis yaitu :
a. Pneumonia berat, jika batuk disertai nafas sesak yaitu adanya tarikan dinding dada
bagian bawah ke dalam pada waktu anak menarik nafas.
b. Pneumonia biasa, batuk dengan tanda-tanda tidak ada tarikan dinding dada bagian ke
dalam, namun disertai nafas cepat (>50kali/menit untuk umur 2-12 bulan, dan
>40kali/menit untuk umur 12 bulan sampai 5 tahun).
c. Bukan Pneumonia, batuk pilek biasa dan tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian
bawah ke dalam dan tidak ada nafas cepat.
Cara Penularan ISPA
ISPA dapat terjadi karena transmisi organisme melalui AC, droplet dan melalui
tangan yang dapat menjadi jalan masuk bagi virus. Penularan faringitis terjadi melalui droplet,
kuman menginfiltrasi lapisan epitel, jika epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial
bereaksi sehingga terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear.
Pada sinusitis, saat terjadi ISPA melalui virus, hidung akan mengeluarkan ingus yang dapat
menghasilkan superfinfeksi bakteri, sehingga dapat menyebabkan bakteri patogen masuk
kedalam rongga-rongga sinus (WHO, 2008).
Gejala ISPA
Penyakit ISPA adalah penyakit yang timbul karena menurunnya sistem kekebalan
atau daya tahan tubuh, misalnya karena kelelahan atau stres. Bakteri dan virus penyebab
ISPA di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas, yaitu
tenggorokan dan hidung. Pada stadium awal, gejalanya berupa rasa panas, kering dan gatal
dalam hidung, yang kemudian diikuti bersin terus menerus, hidung tersumbat dengan ingus
encer serta demam dan nyeri kepala. Permukaan mukosa hidung tampak merah dan
membengkak. Akhirnya terjadi peradangan yang disertai demam, pembengkakan pada
jaringan tertentu hingga berwarna kemerahan, rasa nyeri dan gangguan fungsi karena bakteri
dan virus di daerah tersebut maka kemungkinan peradangan menjadi parah semakin besar dan
cepat. Infeksi dapat menjalar ke paru-paru, dan menyebabkan sesak atau pernafasan
terhambat, oksigen yang dihirup berkurang. Infeksi lebih lanjut membuat sekret menjadi
kental dan sumbatan di hidung bertambah. Bila tidak terdapat komplikasi, gejalanya akan
berkurang sesudah 3-5 hari.
Penyakit pada saluran pernafasan mempunyai gejala yang berbeda yang pada
dasarnya ditimbulkan oleh iritasi, kegagalan mucociliary transport, sekresi lendir yang
berlebihan dan penyempitan saluran pernafasan. Tidak semua penelitian dan kegiatan
program memakai gejala gangguan pernafasan yang sama. Misalnya untuk menentukan
infeksi saluran pernafasan, menurut WHO (2008) menganjurkan pengamatan terhadap gejala-
gejala, kesulitan bernafas, radang tenggorok, pilek dan penyakit pada telinga dengan atau
tanpa disertai demam. Efek pencemaran terhadap saluran pernafasan memakai gejala-gejala
penyakit pernafasan yang meliputi radang tenggorokan, rinitis, bunyi mengi dan sesak nafas.
Dalam hal efek debu terhadap saluran pernafasan telah terbukti bahwa kadar debu berasosiasi
dengan insidens gejala penyakit pernafasan terutama gejala batuk. Di dalam saluran
pernafasan, debu yang mengendap menyebabkan oedema mukosa dinding saluran pernafasan
sehingga terjadi penyempitan saluran. Menurut Mudehir (2002), faktor yang mendasari
timbulnya gejala penyakit pernafasan :
1. Batuk
Timbulnya gejala batuk karena iritasi partikulat adalah jika terjadi rangsangan pada
bagian-bagian peka saluran pernafasan, misalnya trakeobronkial, sehingga timbul sekresi
berlebih dalam saluran pernafasan. Batuk timbul sebagai reaksi refleks saluran pernafasan
terhadap iritasi pada mukosa saluran pernafasan dalam bentuk pengeluaran udara (dan
lendir) secara mendadak disertai bunyi khas.
2. Dahak
Dahak terbentuk secara berlebihan dari kelenjar lendir (mucus glands) dan sel goblet oleh
adanya stimuli, misalnya yang berasal dari gas, partikulat, alergen dan mikroorganisme
infeksius. Karena proses inflamasi, di samping dahak dalam saluran pernafasan juga
terbentuk cairan eksudat berasal dari bagian jaringan yang berdegenerasi.
3. Sesak nafas
Sesak nafas atau kesulitan bernafas disebabkan oleh aliran udara dalam saluran
pernafasan karena penyempitan. Penyempitan dapat terjadi karena saluran pernafasan
menguncup, oedema atau karena sekret yang menghalangi arus udara. Sesak nafas dapat
ditentukan dengan menghitung pernafasan dalam satu menit.
4. Bunyi mengi
Bunyi mengi merupakan salah satu tanda penyakit pernafasan yang turut diobservasikan
dalam penanganan infeksi akut saluran pernafasan.
Jadi, kejadian ISPA adalah infeksi saluran pernapasan akut akibat masuknya
kuman/mikroorganisme kedalam tubuh yang ditandai dengan indikator keluhan batuk
disertai pilek, sesak nafas dengan atau tanpa demam yang berlangsung kurang lebih 2 minggu.
Frekuensi Menghirup Asap
Frekuensi dapat diartikan sebagai ukuran jumlah putaran ulang per peristiwa dalam
satuan waktu tertentu. Berdasarkan KBBI, frekuensi diartikan sebagai kekerapan atau
keseringan sesuatu hal dalam batasan waktu tertentu. Sedangkan dalam bidang statistika,
frekuensi diartikan sebagai banyaknya kemunculan suatu bilangan dalam sebuat deretan
angka (Loisel & Takane, 2015). Jadi, frekuensi dalam penelitian ini adalah kekerapan
seseorang untuk menghirup asap pabrik.

METODE
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah case control. Kontrol kasus/case control
adalah studi analitik yang menganalisis hubungan kausal dengan menggunakan logika
terbalik, yaitu menentukan penyakit (outcome) terlebih dahulu kemudian mengidentifikasi
penyebab (faktor risiko). Variabel dalam penelitian ini sebagai berikut:
Variabel bebas : Frekuensi menghirup asap pabrik atau radius pengambilan sampel (100 m,
200m, 400m, 800m, dan 1000m), yang diasumsikan bahwa semakin jauh
radiusnya semakin kecil frekuensi menghirup asap pabrik gula dan
sebaliknya.
Variabel terikat : Kejadian ISPA masyarakat di sekitar Pabrik Gula Kebonagung, Kota
Malang.
Waktu dan Lokasi
Penelitian ini dilakukan di daerah sekitar pabrik gula Kebonagung, Kota Malang.
Waktu pengambilan sampel yaitu pada bulan Oktober 2017

Gambar 1. Peta Lokasi Pabrik Gula.


Sumber: https://www.google.co.id/maps/

Gambar 2. Foto Lokasi Pabrik Gula


Lokasi : di Jalan Pakisaji, Kebonagung, Pakisaji, Malang
Sumber: https://www.google.co.id/maps/
Populasi, Sampel dan Teknik Sampling
Populasi dari penelitian ini adalah masyarakat di daerah sekitar pabrik gula
Kebonagung, Kota Malang. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 50 orang
masyarakat di daerah sekitar pabrik gula Kebonagung, Kota Malang, dengan rincian pada
masing-masing radius sebanyak 10 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunukan
adalah dengan pemberian kuisioner. Teknik sampling yang digunakan adalah teknik
sampling random sampling.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk pengamatan yaitu kamera dan alat tulis.
Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur yang digunakan pada penelitian ini menggunakan metode observasi
langsung dengan pemberian kuisioner. Pemberian kuisioner dilakukan untuk mengetahui
frekuensi masyarakat dalam menghirup asap pabrik, serta untuk mengetahui gejala ISPA
yang muncul. Kuisioner yang digunakan adalah kuisioner tertutup dengan 4 pilihan jawaban,
yakni sangat sering (SS), sering (S), kadang (K), dan tidak pernah (TP). Responden hanya
memberi tanda ceklis (√) pada salah satu pilihan jawaban yang dianggap sesuai.
Analisis Data
Data yang telah diperoleh selanjutnya dilakukan skoring setiap item pernyataan.
Dengan pemberian bobot tiap pilihan jawaban pernyataan yakni sangat sering (SS) = 4,
sering (S) = 3, kadang (K) = 2, dan tidak pernah (TP) = 1. Setelah tahap skoring, data diubah
bentuk menjadi persentase untuk menjawab rumusan masalah pertama. Setelah itu dilakukan
uji normalitas dan homogenitas. Bila data terdistribusi normal dan populasi homogen, maka
untuk menguji rumusan masalah kedua yakni untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan
kejadian ISPA berdasarkan jarak dari lokasi rumah ke pabrik digunakan uji One Way Anova.
Apabila terdapat perbedaan kejadian ISPA berdasarkan jarak dari lokasi rumah ke pabrik,
maka selanjutnya dilakukan uji lanjut LSD untuk mengetahui signifikansi perbedaan.
Sedangkan untuk menguji rumusan masalah ketiga, yakni untuk mengetahui ada atau
tidaknya hubungan antara frekuensi menghirup asap pabrik gula dan kejadian ISPA pada
masyarakat di sekitar pabrik gula Kebon Agung, Kota Malang digunakan uji korelasi pearson.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Data hasil skoring dari jawaban pernyataan kuisioner (data mentah) terlampir.
Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin, pekerjaan, dan pendidikan terakhir dapat
dilihat pada tabel 1 berikut.
Tabel 1.Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Pekerjaan, dan Pendidikan Terakhir
No. Karakteristik Responden Jumlah Persentase
1. Jenis Kelamin
 L 22 44%
 P 28 56%
2. Pekerjaan
 Ibu Rumah Tangga 17 34%
 Pedagang 26 52%
 Guru 3 6%
 Sopir 1 2%

 Security 1 2%

 Tukang Cukur 1 2%

 Tukang Tambal Ban 1 2%

3. Pendidikan Terakhir
 SD 6 12%
 SMP 20 40%
 SMA 18 36%
 D3 1 2%

 S1 5 10%

Berdasarkan tabel 1, diketahui bahwa responden berjenis kelamin lelaki sebanyak 44%,
sedangkan responden perempuan sebanyak 56%. Dengan sebagian besar berprofesi sebagai
pedagang dan dengan rerata pendidikan terakhir adalah SMP dan SMA.
Tabel 2. Hasil Kuisioner Frekuensi Menghirup Asap Pabrik Gula
Pilihan Jawaban
No. Pernyataan
TP K S SS
1. Menghirup asap pabrik. 0% 44% 50% 6%

Perhitungan rerata dan standar deviasi dapat dilihat pada lampiran file Ms. Excel. Diketahui
bahwa rerata frekuensi menghirup asap pabrik yakni 2.09375 dengan standar deviasi 0.13562.
Berdasarkan tabel 2, diketahui bahwa seluruh responden pernah menghirup asap pabrik,
dengan rincian 44% kadang menghirup, 50% sering menghirup, dan 6% sangat sering
menghirup.
Tabel 3. Hasil Kuisioner Kejadian ISPA
Pilihan Jawaban
No. Pernyataan
TP K S SS
1. Mengalami gangguan 8% 62% 26% 4%
kesehatan saat musim giling
tebu.
2. Mengalami sesak nafas 14% 70% 16% 0%
setelah menghirup asap
pabrik.
3. Mengalami mengi (napas 14% 70% 14% 2%
bersuara) setelah menghirup
asap pabrik.
4. Mengalami bernapas lebih 4% 54% 42% 0%
cepat dari biasanya.
5. Mengalami batuk dengan 18% 48% 34% 0%
atau tanpa dahak selama 2
minggu berturut
6. Mengalami pilek selama 2 62% 38% 0% 0%
minggu berturut
7. Mengalami demam selama 2 80% 20% 0% 0%
minggu berturut.

Perhitungan rerata dan standar deviasi dapat dilihat pada lampiran file Ms. Excel.
Diketahui bahwa rerata kejadian ISPA yakni 1.985119 dengan standar deviasi 0.209307.
Berdasarkan tabel 3, diketahui bahwa respon tubuh atau gejala ISPA terhadap pajanan asap
pabrik berbeda. Sebanyak 8% tidak pernah mengalami gangguan kesehatan saat musim giling
tebu.Sebanyak 62% kadang, 26% sering, dan 4% sangat sering mengalami gangguan
kesehatan saat musim giling tebu. Gangguan kesehatan berupa gejala ISPA yang ditimbulkan
saat menghirup asap pabrik berbeda pada tiap responden, 14% tidak pernah sesak napas, 70%
kadang sesak napas, 16% sering sesak napas, dan tidak ada yang sangat sering nengalami
sesak napas. Sebanyak 14% tidak pernah mengalami mengi (napas bersuara) setelah
menghirup asap pabrik.sebanyak 70% kadang, 14% sering, dan 2% sangat sering mengalami
mengi (napas bersuara) setelah menghirup asap pabrik. Sebanyak 4% tidak pernah bernapas
lebih cepat dari biasanya, 54% kadang, 42% sering bernapas lebih cepat dari biasanya.
Sebanyak 18% tidak pernah mengalami batuk dengan atau tanpa dahak selama 2 minggu
berturut. Sebanyak 48% kadang, 34% sering mengalami batuk dengan atau tanpa dahak
selama 2 minggu berturut. Sebanyak 62% tidak pernah mengalami pilek selama 2 minggu
berturut dan 38% mengalami pilek selama 2 minggu berturut. Sebanyak 80% tidak pernah
mengalami demam selama 2 minggu berturut dan 20% kadang mengalami demam selama 2
minggu berturut.
Tabel 3. Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test


Frekuensi
Menghirup Asap Kejadian ISPA
N 50 50
a
Normal Parameters Mean 2.09375 1.985119
Std. Deviation 0.13562 0.209307
Most Extreme Absolute .098 .129
Differences Positive .025 .091
Negative -.138 -.129
Kolmogorov-Smirnov Z .652 .911
Asymp. Sig. (2-tailed) .184 .378
a. Test distribution is Normal.

Dari hasil uji normalitas pada tabel 3 dapat diketahui bahwa Asymp. Sig. (2-tailed) pada
frekuensi menghirup asap (0,184) > 0,05, sehingga data frekuensi menghirup asap
terdistribusi normal. Asymp. Sig. (2-tailed) pada kejadian ISPA (0,378) > 0,05, sehingga data
kejadian ISPA terdistribusi normal.

Tabel 4. Uji Homogenitas


Test of Homogeneity of Variances
KejadianISPA
Levene Statistic df1 df2 Sig.

.782 4 45 .543

Nilai signifikansi 0,0543 > dari 0,5 sehingga data dikatakan homogen. Maka uji statistika
selanjutnya untuk rumusan masalah yang kedua yakni dilakukan dengan menggunakan uji
One Way Anova. Sedangkan untuk menguji rumusan masalah ketiga dilakukan uji korelasi
pearson.

Tabel 5. Uji One Way Anova

Descriptives
KejadianISPA
95% Confidence Interval
Std. Std. for Mean
N Mean Deviation Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
1 10 16.6000 1.17379 .37118 15.7603 17.4397 14.00 18.00
2 10 17.8000 1.39841 .44222 16.7996 18.8004 16.00 20.00
3 10 16.8000 1.75119 .55377 15.5473 18.0527 14.00 20.00
4 10 14.4000 1.89737 .60000 13.0427 15.7573 13.00 18.00
5 10 14.4000 1.42984 .45216 13.3772 15.4228 11.00 16.00
Total 50 16.0000 2.03038 .28714 15.4230 16.5770 11.00 20.00

ANOVA
KejadianISPA
Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Between
93.600 4 23.400 9.714 .000
Groups
Within Groups 108.400 45 2.409
Total 202.000 49

Dari tabel uji Anova didapatkan bahwa Fhitung (9,714) > Ftabel (3,554), dan nilai
probabilitas 0,000 < 0,05. Dengan demikian H0 ditolak dan hipotesis penelitian diterima.
Sehingga ada perbedaan kejadian ISPA berdasarkan jarak dari lokasi rumah ke pabrik. Untuk
mengetahui signifikansi perbedaan kejadian ISPA berdasarkan jarak berdasarkan radius yang
telah ditetapkan dari lokasi rumah ke pabrik maka dilakukan uji lanjut LSD.
Tabel 6. Uji lanjut LSD

Multiple Comparisons
KejadianISPA
LSD

(I) (J) Mean 95% Confidence Interval


Radius Radius Difference (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
1 2 -1.20000 .69410 .091 -2.5980 .1980
3 -.20000 .69410 .775 -1.5980 1.1980
4 2.20000* .69410 .003 .8020 3.5980
5 2.20000* .69410 .003 .8020 3.5980
2 1 1.20000 .69410 .091 -.1980 2.5980
3 1.00000 .69410 .157 -.3980 2.3980
4 3.40000* .69410 .000 2.0020 4.7980
5 3.40000* .69410 .000 2.0020 4.7980
3 1 .20000 .69410 .775 -1.1980 1.5980
2 -1.00000 .69410 .157 -2.3980 .3980
4 2.40000* .69410 .001 1.0020 3.7980
5 2.40000* .69410 .001 1.0020 3.7980
4 1 -2.20000* .69410 .003 -3.5980 -.8020
2 -3.40000* .69410 .000 -4.7980 -2.0020
3 -2.40000* .69410 .001 -3.7980 -1.0020
5 .00000 .69410 1.000 -1.3980 1.3980
5 1 -2.20000* .69410 .003 -3.5980 -.8020
2 -3.40000* .69410 .000 -4.7980 -2.0020
3 -2.40000* .69410 .001 -3.7980 -1.0020
4 .00000 .69410 1.000 -1.3980 1.3980
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Keterangan : 1 = radius 100 meter, 2 = radius 200 meter, 3 = radius 400 meter, 4 = radius 800
meter, 5 = radius 1000 meter.

Dari tabel uji lanjut LSD tersebut, dapat diketahui bahwa kejadian ISPA pada radius
100 m berbeda signifikan dengan kejadian ISPA pada radius 800 m dan 1000 m. Kejadian
ISPA pada radius 200 m berbeda signifikan dengan kejadian ISPA pada radius 800 m dan
1000 m. Kejadian ISPA pada radius 400 m berbeda signifikan dengan kejadian ISPA pada
radius 800 m dan 1000 m. Kejadian ISPA pada radius 800 m berbeda signifikan dengan
kejadian ISPA pada radius 100 m, 200 m, dan 400 m. Kejadian ISPA pada radius 1000 m
berbeda signifikan dengan kejadian ISPA pada radius 100 m, 200 m, dan 400 m. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada setiap radius atau jarak
lokasi rumah dari pabrik.

Tabel 7. Uji Korelasi Pearson


Correlations
Frekuensi
Menghirup
Kejadian ISPA Asap
Kejadian Pearson
1 .939**
ISPA Correlation
Sig. (2-tailed) .000
N 50 50
Frekuensi Pearson
.939** 1
Menghirup Correlation
Asap Sig. (2-tailed) .000
N 50 50
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Berdasarkan hasil uji korelasi parametrik pearson menunjukkan hasil sig. (2-tailed)
(0,939)  r tabel (0,115) dengan nilai signifikasi (0,00) < (0,01), sehingga H0 ditolak dan
hipotesis penelitian diterima yaitu terdapat hubungan antara frekuensi menghirup asap pabrik
gula dan kejadian ISPA pada masyarakat di sekitar pabrik gula Kebon Agung, Kota Malang.

Setiap individu mempunyai tingkat toleran yang berbeda saat terpajan oleh polutan,
dalam hal ini yaitu tentang menghirup asap pabrik. Pada saat menghirup asap, gas dan
partikel dalam asap akan masuk ke dalam saluran pernapasan. Setelah menghirup asap
tersebut, ada individu yang mengalami berbagai gejala misalnya batuk dan sesak napas,
namun ada juga yang tidak. Akan tetapi saat asap terhirup, baik individu yang langsung
menunjukkan gejala ataupun yang tidak, partikel di dalam asap akan terakumulasi dalam
saluran pernapasan. Seluruh masyarakat di sekitar pabrik gula Kebon Agung, Kota Malang
pernah menghirup asap Pabrik Gula Kebon Agung. Respon mereka terhadap pajanan asap
pabrik berbeda. Sebanyak 92% masyarakat pernah mengalami gangguan kesehatan pada
musim giling tebu. Sedangkan yang tidak mengalami gangguan kesehatan pada musim giling
sebesar 8%. Pabrik gula menghasilkan emisi gas berupa CO2, NO2, dan SO2, dan partikel lain
yang dibuang berupa asap. Asap tersebut dihasilkan dalam proses produksi mulai dari proses
sulfitasi dan karbonatasi hingga alatnya yang berupa boller dan genzet. Asap pabrik gula
berwarna kehitaman, saat dikeluarkan dari cerobong asap akan terbawa angin, dan
menjatuhkan partikel halus yang dibawa ke daerah yang dilewatinya. Gas NO2 dan SO2 dapat
menyebabkan gangguan pada saluran pernapasan apabila terhirup. SO2 mempunyai pengaruh
yang kuat terhadap kesehatan yang akut dan kronis. Dalam bentuk gas, SO2 dapat mengiritasi
sistem pernapasan, pada pajanan yang tinggi atau bisa dikatakan dalam waktu yang relatif
singkat singkat dapat mempengaruhi fungsi paru. SO2 merupakan produk samping H2SO4
yang memengaruhi sistem pernapasan. Menurut Alberta (2006), senyawa H2SO4 terdiri dari
garam ammonium polinuklir atau organosulfat, memengaruhi kerja alveolus dan sebagai
bahan kimia yang larut, gas dapat melewati membran selaput lendir pada sistem pernapasan.
Nitrogen dioksida merupakan polutan udara yang dihasilkan pada proses pembakaran.
Ketika terdapat nitrogen dioksida, nitrogen oksida juga ditemukan, gabungan dari NO dan
NO2 secara kolektif mengacu kepada nitrogen oksida (NOx). Pada konsentrasi tinggi pajanan
NO2 dapat mengakibatkan kerusakan paru yang berat dan cepat. NO2 merupakan agen
pengoksidasi yang kemungkinan merusak membran sel dan protein. Pada konsentrasi tinggi,
kandungan NO2 dalam saluran pernapasan akan menyebabkan peradangan yang akut
(Sawada & Parenteau, 2011). Gejala ISPA dapat berupa batuk, pilek, dan demam yang terjadi
lebih dari 2 minggu berturut. ISPA dapat terjadi karena beberapa faktor, salah satunya adalah
polusi. Diantara ketiga gejala ISPA seperti sesak napas, batuk, pilek, dan demam lebih dari 2
minggu berturut, yang paling banyak dialami adalah batuk, sebanyak 82% masyarakat di
sekitar pabrik gula Kebon Agung, Kota Malang pernah mengalami batuk selama 2 minggu
berturut. Di posisi kedua yakni gejala ISPA berupa pilek selama 2 minggu berturut sebesar
38%, dan yang pernah mengalami pilek selama 2 mingggu berturut sebesar 28%. Dari hasil
perhitungan secara statistik, didapatkan hasil bahwa ada hubungan antara frekuensi
menghirup asap pabrik gula dan kejadian ISPA pada masyarakat di sekitar pabrik gula Kebon
Agung, Kota Malang.
Menurut Al-Sharbatti & Aljumaa (2012), emisi asap dapat menyebabkan infeksi pada
saluran pernapasan. Terlalu sering terpapar asap dapat meningkatkan risiko ISPA. Ini terkait
dengan komposisi asap, yang apabila terhirup dapat terakumulasi dalam saluran pernapasan.
Dari hasil studi lapangan yang telah dilakukan, adanya partikel atau kotoran yang terkandung
di dalam asap terbukti dari adanya banyak partikel hitam yang tersebar di meja, kursi, dan
lantai. Menurut beberapa masyarakat sekitar, terkadang setiap kali bangun tidur, dapat
ditemukan kotoran hitam pada rongga hidung. Selain itu, ketika mengendarai motor, udara di
sekitar pabrik dapat terlihat seperti embun berwarna hitam. Kotoran tersebut merupakan
partikel yang terdapat pada asap hasil pengolahan tebu. Banyak faktor yang menyebabkan
ISPA terjadi. Faktor tersebut dapat berupa status gizi, sanitasi rumah, dan tingkat imunitas
setiap individu. Goel dkk. (2012) menyatakan bahwa ISPA berkaitan erat dengan status gizi
individu. Individu dengan gizi baik, tidak mudah mengalami ISPA. Hal ini disebabkan tubuh
mampu melawan faktor penyebab ISPA. Karena selain disebabkan oleh polusi, ISPA juga
dapat disebabkan oleh bakteri seperti Streptococcuc pyogenes dan virus influenza (Matu dkk.,
2014). Orang dewasa lebih tahan terhadap ISPA karena memiliki kekebalan tubuh yang
cukup baik. Sedangkan pada anak lebih berisiko karena sistem kekebalan tubuhnya belum
sempurna dan masih rentan terhadap serangan bakteri dan virus (Montasser dkk., 2012).

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Simpulan dari penelitian ini sebagai berikut.
1. Seluruh masyarakat di sekitar pabrik gula Kebon Agung, Kota Malang pernah
menghirup asap pabrik gula Kebon Agung, Kota Malang dengan frekuensi yang
berbeda pada tiap radius yang telah ditentukan.
2. Ada perbedaan kejadian ISPA berdasarkan jarak dari lokasi rumah ke pabrik, dimana
pada jarak atau radius 100, 200, dan 400 meter kejadian ISPA lebih banyak bila
dibandingkan pada radius 800 dan 1000 meter. Namun gejala ISPA yang muncul
berbeda pada tiap individu.
3. Ada hubungan antara frekuensi menghirup asap pabrik gula dan kejadian ISPA pada
masyarakat di sekitar pabrik gula Kebon Agung, Kota Malang.
Saran

Sebaiknya diadakan juga penelitian lanjutan tentang tingkat keparahan ISPA yang
dialami masyarakat. Sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah
setempat untuk menindaklanjuti permasalahan ISPA yang disebabkan asap pabrik.
DAFTAR RUJUKAN

Alberta. 2006. Health Effects Associated With Short-Term Exposure To Low Levels Of
Sulphur Dioxide. (online), (http://www.health.alberta.ca/documents/Health-SO2-
Exposure-2006.pdf), diakses 27 September 2017.
Al-Sharbatti, Shatha S. dan Lubna I. Aljumaa. 2012. Infant Feeding Patterns and Risk of
Acute Respiratory Infections in Baghdad/ Iraq. Italian Journal of Public Health,
9:3.
Bernstein, J.A., Nel, A., Peden, D., Diaz-Sanchez, D., Tarlo, M.S., & Williams, P.B. 2004.
Health effects of air pollution. Jurnal of Allergy and Clinical Immunology, Vol.
114 No. 5 Hal. 1116-1123.
Depkes RI, 2000. Pedoman Program Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan
Akut. Direktorat PPM & PL. Jakarta.
Depkes RI, 2006. Pedoman Pengendalian Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut Untuk
Penanggulangan Pneumonia pada Balita. Jakarta.
Duffus, J,H. 1980. Inveronmental Toxicology. Departement Of Breawing and Biological
Science. Henot-Watt University. Edinburgh.
Fellayati. 2016. Hubungan Jarak Tempat Tinggal Dari Lokasi Industri Kapur Terhadap
Kejadian ISPA Pada Balita di Desa Redisari Kecamatan Rowokele Kabupaten
Kebumen. Skripsi. Kebumen: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah
Gombong.
Frumkin, Howard (Ed). 2010. Edisi terbaru. Environmental Health from Global to Local. San
Francisco: John Willey & Sons,Inc.
Goel K., Sartaj A., Gagan A., Parul G., dan Vijay K.. 2012. A Cross Sectional Study on
Prevalence of Acute Respiratory Infections (ARI) in Under-Five Children of
Meerut District, India. Community Medicine & Health Education, 2:9.
Greenberg N., Carel, R.S., Derazne, E., Bibi H., Shpriz, M., Tzur, D. & Boris, A. Different
Effects Of Long-Term Exposures To SO2 And NO2 Air Pollutants On Asthma
Severity In Young Adults. Journal Of Toxicology And Environmental Health,
PART A hal 1-10 ISSN: 1528-7394.
Hestya, I. & Prasati, C. I. 2015. Faktor Risiko Kesehatan Lingkungan Masyarakat Sekitar
Pabrik gula Rejo Agung Baru Madiun. Jurnal kesehatan Lingkungan, Vol. 8 (1)
halaman 81-91.
Hugo, M., Emillia, O., & Sitaresmi, M.N. 2014. Pajanan Asap dalam Rumah Terhadap
Kejadian ISPA Nonpneumonia Pada Anak Balita di Kabupaten Kapuas. Jurnal
Kesehatan Reproduksi, Vol. 1 No. 1 (Online, diakses pada 22 Oktober 2017 ).
Loisel, S. & Takane, Y. 2015. Partitions of Pearson’s Chi-square statistic for frequency
tables: a comprehensive account. Comput Stat, DOI 10.1007/s00180-015-0619-1.
Marchetti, P., Marcona, A., Pescea, G., Girardia, P., Guardab, L., Pironib, V., Fracassoc,
M.E., Riccib, P., & Marcoa, R. 2014. Unit Children living near chipboard and
wood industries are at an increased risk ofhospitalization for respiratory diseases:
A prospective study. International Journal of Hygiene and Environmental Health,
217: 95– 101.
Matu M., Gideon K., Peter W., Mohamed K., dan Samwel S. 2014. Aetiology of Acute
Respiratory Infections in Children under Five Years in Nakuru, Kenya. Journal of
Microbiology & Experimentation, 1:4
Montasser N., Randah H., dan Rasha R. 2012. Assesment and Classification of Acute
Respiratory Infection between Egyptian Rural Children. British Journal of
Medicine & Medical Research, 2(2): 216-227.
Mudehir, 2002. Hubungan faktor-faktor lingkungan rumah dengan kejadian penyakit ISPA
pada Anak balita di Kecamatan Jambi Selatan tahun 2002. Tesis. Depok: FKM
UI
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). 2013. Badan Penelitian Dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Tahun 2013.
Santoso, H. & Pratiwi, A.R. 2008. Malang Production Factor Analysis Of Kebon Agung
Malang Sugar Factory. AGRISE, Volume VIII No. 1 Bulan ISSN: 1412-1425.
Sawada, M.C., & Parenteau, M.P. 2011. The Modifiable Areal Unit Problem (MAUP) in The
Relationship Between Exposure to NO2 And Respiratory Health.International
Journal Of Health Geographic, 10:58.
Slamet, J.S. 1994. Kesehatan Lingkungan.. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Wardhana, Wisnu Arya. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: ANDI
WHO, 2008.Pencegahan dan Pengendalian ISPA di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
WHO, 2008. Infection Prevention and Control of Epidemic and Pandemic- Prone Acute
Respiratory Diseases In Health Care, WHO Interim Guidelines, June 2007,
WHO/HSE/EPR/2008.2.
WHO, 2009. Acute Respiratory Infection, Initiative for V accine Reasearch(IVR).
LAMPIRAN
Tabel 1. Jabaran Variabel
Skala
N Sub Variabel Item Cara
Variabel Indikator Pengambil
o Variabel dan Pilihan Pernyataan
an Data
Jawaban
1. Kejadian Gejala ISPA 1.Batuk Interval -Mengalami Pengisian
angket
ISPA yaitu : Timbulnya SS, S, K, TP batuk dengan
tertutup
1. Batuk gejala batuk atau tanpa
2. Dahak karena iritasi Keterangan : dahak selama
3. Sesak partikulat SS = Sangat 2 minggu
nafas adalah jika Sering berturut
4. Bunyi terjadi S = Sering
mengi rangsangan K = Kadang
pada bagian TP = Tidak
peka saluran Pernah
pernafasan,
misalnya Skor:
trakeobronkia SS = 4
l, sehingga S = 3
timbul K=2
sekresi TP = 1
berlebih
dalam
saluran
pernafasan.
Batuk timbul
sebagai
reaksi refleks
saluran
pernafasan
terhadap
iritasi pada
mukosa
saluran
pernafasan
dalam bentuk
pengeluaran
udara (dan
lendir) secara
mendadak
disertai bunyi
khas.
2. Dahak -Mengalami
Dahak pilek selama
terbentuk 2 minggu
secara berturut
berlebihan -Mengalami
dari kelenjar demam
lendir (mucus selama 2
glands) dan minggu
sel goblet berturut.
oleh adanya -Mengalami
stimuli, batuk dengan
misalnya atau tanpa
yang berasal dahak selama
dari gas, 2 minggu
partikulat, berturut
alergen dan
mikroorganis
me infeksius.
Karena
proses
inflamasi, di
samping
dahak dalam
saluran
pernafasan
juga
terbentuk
cairan
eksudat
berasal dari
bagian
jaringan yang
berdegenerasi
.
3. Sesak -Mengalami
nafas sesak nafas
Sesak nafas setelah
atau kesulitan menghirup
bernafas asap pabrik.
disebabkan -Mengalami
oleh aliran bernapas
udara dalam lebih cepat
saluran dari biasanya.
pernafasan
karena
penyempitan.
Penyempitan
dapat terjadi
karena
saluran
pernafasan
menguncup,
oedema atau
karena sekret
yang
menghalangi
arus udara.
Sesak nafas
dapat
ditentukan
dengan
menghitung
pernafasan
dalam satu
menit.
4.Bunyi -Mengalami
mengi mengi (napas
Bunyi mengi bersuara)
merupakan setelah
salah satu menghirup
tanda asap pabrik.
penyakit
pernafasan
yang turut
diobservasika
n dalam
penanganan
infeksi akut
saluran
pernafasan.
2. Frekuensi Ukuran 1.Sangat Interval -Menghirup Pengisian
angket
Menghiru jumlah Sering SS, S, K, TP asap pabrik.
tertutup
p asap putaran Seseorang -Mengalami
pabrik ulang per kerap Keterangan : gangguan
peristiwa menghirup SS = Sangat kesehatan
dalam asap pabrik Sering saat musim
satuan wakt bila S = Sering giling tebu.
u tertentu : dimisalkan K = Kadang
1. Sangat dalam satuan TP = Tidak
sering hari yakni 4 Pernah
2. Sering kali sehari.
3. Kadang 2. Sering Skor:
4. Tidak Seseorang SS = 4
Pernah kerap S=3
menghirup K=2
asap pabrik TP = 1
bila
dimisalkan
dalam satuan
hari yakni 3
kali sehari.
3. Kadang
Seseorang
kerap
menghirup
asap pabrik
bila
dimisalkan
dalam satuan
hari yakni 2
kali sehari.
4. Tidak
Pernah
Seseorang
tidak pernah
sekali pun
menghirup
asap pabrik.
KUESIONER

HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI MENGHIRUP ASAP PABRIK


GULA DAN KEJADIAN ISPA PADA MASYARAKAT DI SEKITAR
PABRIK GULA KEBON AGUNG, KOTA MALANG

Ass.Wr.Wb. Saya adalah mahasiswa Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Malang yang saat ini sedang melaksanakan penelitian tentang Hubungan Antara
Frekuensi Menghirup Asap Pabrik Gula Dan Kejadian Ispa Pada Masyarakat Di Sekitar Pabrik Gula
Kebon Agung, Kota Malang. Untuk itu saya meminta ketersediaaan Bapak/Ibu untuk memberikan
informasi yang saya perlukan dan semua informasi ini akan saya rahasiakan sesuai UU Statistik yang
berlaku di Indonesia, dan hanya saya pergunakan demi kepentingan penelitian saya sehingga hasilnya
saya harapkan dapat diterapkan untuk memberikan wawasan mengenai hubungan antara frekuensi
menghirup asap pabrik gula dengan kejadian ISPA pada masyarakat di sekitar pabrik gula Kebon
Agung . Terimakasih atas kerjasamanya.Wass. Wr. Wb.

Nama :
Alamat :
Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan
Pendidikan Terakhir :
Pekerjaan :
Tidak Pernah Sangat Sering
1 2 3 4
Frekuensi Menghirup Asap Pabrik Gula Dan Kejadian Ispa Pada Masyarakat Di
Sekitar Pabrik Gula Kebon Agung, Kota Malang

No. Pernyataan TP K S SS
1. Menghirup asap pabrik.
2. Mengalami gangguan kesehatan saat musim giling tebu.
3. Mengalami sesak nafas setelah menghirup asap pabrik.
4. Menga lami mengi (napas bersuara) setelah menghirup asap
pabrik.
5. Mengalami bernapas lebih cepat dari biasanya.
6. Mengalami batuk dengan atau tanpa dahak selama 2 minggu
berturut.
7. Mengalami pilek selama 2 minggu berturut.
8. Mengalami demam selama 2 minggu berturut.
Dokumentasi penyebaran kuisioner
Tabel 2. Data mentah (hasil skoring kuisioner tiap radius)

Radius 100 meter

No. JK PT Pekerjaan Nomor Butir Angket TOTAL


1 2 3 4 5 6 7 8
1. L SMP Sopir Angkot 2 3 3 2 2 2 2 1 17
2. P SMP Pedagang 2 3 3 2 3 3 1 1 18
3. L SMP Pedagang 3 3 2 2 2 3 1 1 17
4. L SMA Pedagang 3 2 2 2 2 3 2 1 17
5. L SMA Security 2 3 2 2 2 3 2 1 17
6. L SMA Tukang Cukur 2 2 2 3 3 2 1 1 16
7. P SMP Ibu Rumah Tangga 3 2 2 2 3 3 2 1 18
8. P SMA Ibu Rumah Tangga 2 2 2 2 2 2 1 1 14
9. L SMP Pedagang 2 2 2 2 2 2 2 2 16
10. P SD Ibu Rumah Tangga 2 2 2 3 3 2 1 1 16

Radius 200 meter

No. JK PT Pekerjaan Nomor Butir Angket TOTAL


1 2 3 4 5 6 7 8
11. L SMA Tambal Ban 3 2 2 2 3 2 2 1 17
12. L S1 Pedagang 3 2 3 2 3 3 1 1 18
13. L SMP Pedagang 3 3 3 2 3 3 2 1 20
14. P SMA Ibu Rumah Tangga 4 3 2 2 2 3 1 1 18
15. L SMA Pedagang 3 2 2 2 2 3 2 2 18
16. L S1 Pedagang 3 2 2 3 3 2 1 1 17
17. P SD Pedagang 4 2 2 2 3 3 2 2 20
18. P SMA Pedagang 3 2 2 2 3 2 1 1 16
19. P SMA Ibu Rumah Tangga 3 2 2 2 2 3 1 1 16
20. P SMP Pedagang 4 2 2 3 3 2 1 1 18

Radius 400 meter

No. JK PT Pekerjaan Nomor Butir Angket TOTAL


1 2 3 4 5 6 7 8
21. P SMA Ibu Rumah Tangga 3 2 2 2 3 2 2 1 17
22. P SMA Pedagang 3 2 3 2 2 3 1 1 17
23. L S1 Guru SD 3 3 3 2 3 3 2 1 20
24. P SMA Ibu Rumah Tangga 3 3 2 2 2 3 1 1 17
25. P D3 Pedagang 2 2 2 2 2 3 2 2 17
26. P SMP Ibu Rumah Tangga 3 2 2 3 2 2 1 1 16
27. P SD Ibu Rumah Tangga 3 2 2 2 3 3 2 2 19
28. L SMP Pedagang 2 2 2 2 3 2 1 1 15
29. L SD Pedagang 2 2 2 2 2 2 1 1 14
30. P SMP Ibu Rumah Tangga 3 2 2 3 2 2 1 1 16

Radius 800 meter

No. JK PT Pekerjaan Nomor Butir Angket TOTAL


1 2 3 4 5 6 7 8
31. P SMA Ibu Rumah Tangga 1 4 2 1 2 2 1 1 14
32. P SMA Pedagang 2 2 2 1 2 2 1 1 13
33. P SMA Pedagang 3 3 2 3 2 1 2 2 18
34. L SMP Pedagang 2 1 2 2 2 1 2 1 13
35 P SMP Ibu Rumah Tangga 2 3 1 2 2 1 1 1 13
36. P SMP Ibu Rumah Tangga 2 2 2 2 2 2 1 1 14
37. P SMP Ibu Rumah Tangga 2 4 1 1 3 1 1 1 14
38. L S1 Guru OR 3 3 1 2 2 3 1 2 17
39. L SMP Pedagang 2 3 1 1 2 2 1 1 13
40. P SD Ibu Rumah Tangga 3 2 2 2 3 2 1 1 16

Radius 1000m

No. JK PT Pekerjaan Nomor Butir Angket TOTAL


1 2 3 4 5 6 7 8
41. L SMA Pedagang 3 2 2 2 3 1 1 1 15
42. P SMP Ibu Rumah Tangga 2 3 2 2 2 1 2 1 15
43. L SMA Pedagang 2 2 2 1 3 2 2 1 15
44. L S1 Guru 2 2 1 2 2 2 1 1 13
45. P SMP Ibu Rumah Tangga 3 2 3 3 1 1 2 1 16
46. P SMA Ibu Rumah Tangga 2 1 1 4 2 2 1 2 15
47. P SMP Pedagang 2 1 2 2 3 2 1 2 15
48. L SMA Pedagang 3 2 3 1 2 1 1 2 15
49. P SMA Pedagang 2 1 2 1 3 2 2 1 14
50. L SD Pedagang 2 2 1 1 1 1 1 2 11

Anda mungkin juga menyukai