Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas praktik lapangan mata kuliah
Keperawatan Anak
Disusun Oleh :
Qisthi Aryani
220110170084
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
MEI 2019
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..i
I. PENDAHULUAN……………………………………………………………..1
III. PEMBAHASAN……………………………………………………………...7
V. LAMPIRAN…………………………………………………………………..10
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………....11
i
PENDAHULUAN
1
II. ANALISIS JURNAL
JURNAL 1
Judul : Pengaruh Lingkungan Rumah terhadap ISPA Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Tanjung Baloban Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2017
Tahun : 2018
Metode Penelitian : Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan desain cross
sectional. Variabel terdiri dari variabel dependen dan independent. Variabel dependen
dalam penelitian ini adalah kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada balita
sedangkan variabel independen adalah lingkungan fisik rumah (ventilasi,
pencahayaan dan kepadatan hunian) dan sumber pencemaran dalam ruangan (riwayat
merokok keluarga)
2
Kesimpulan : Asap rokok merupakan faktor dominan yang dapat menyebabkan ISPA
pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Haloban
JURNAL 2
Tahun : 2010
Tujuan penelitian : Mengetahui hubungan antara perilaku merokok orang tua dan
anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah dengan kejadian ISPA pada balita
Hasil penelitian : Berdasarkan analisis dengan uji chi square untuk mengetahui
korelasi antara hubungan antara perilaku merokok orang tua dan anggota keluarga
yang tinggal dalam satu rumah dengan kejadian ISPA pada BALITA, dengan
3
pengertian bahwa perilaku merokok orang tua dan anggota keluarga yang tinggal
dalam satu rumah dengan BALITA ketika merokok sehingga BALITA menjadi
perokok pasif , jumlah rokok yang dihabiskan dalam satu hari, lama kontak langsung
antara balita dengan perokok, BALITA tinggal satu rumah dengan perokok atau
tidak, banyaknya anggota keluarga yang merokok. Sedangkan kejadian ISPA pada
BALITA merupakan terjadinya infeksi saluran pernafasan akut dengan tanda umum :
batuk, pilek, demam, atau tanpa demam pada BALITA umur 0-5 tahun, dengan nilai
c2 = 47.845, dan p = 0,000 (< 0,05), maka hipotesis nol ditolak. Dengan demikian
ada hubungan antara perilaku merokok orang tua dan anggota keluarga yang tinggal
dalam satu rumah dengan kejadian ISPA pada BALITA di wilayah kerja Puskesmas
Sempor II. Hal ini menunjukkan bahwa semakin kurang atau buruk perilaku merokok
responden maka akan semakin tinggi angka kejadian ISPA pada BALITA dan
semakin baik perilaku merokok responden maka kejadian ISPA akan semakin kecil.
Kesimpulan : Terdapat hubungan antara perilaku merokok orang tua dan anggota
keluarga yang tinggal dalam satu rumah dengan kejadian ISPA pada BALITA di
wilayah kerja Puskesmas Sempor II
4
JURNAL 3
Tahun : 2017
Metode Penelitian : Jenis penelitian ini adalah survei Analitik dengan pendekatan
Cross Sectional design.
Hasil penelitian : Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square
diperoleh nilai p = 0,001,(< 0,05), yang menunjukkan adanya hubungan antara jenis
biomassa yang digunakan dengan kejadian ISPA pada balita di Wilayah Pesisir Desa
Kore Kecamatan Sanggar Kabupaten Bima Tahun 2014. Berdasarkan hasil uji satistik
dengan menggunakan uji chi square diperoleh nilai p = 0,000 ( < 0,05 ) yang
menunjukkan adanya hubungan antara luas ventilasi dengan kejadian ISPA pada
balita di Wilayah pesisir Desa Kore Kecamatan Sanggar Kabupaten Bima tahun
2014. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh nilai p = 0,000,
yang menunjukkan adanya hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian ISPA
pada balita di Wilayah pesisir Desa Kore Kecamatan Sanggar kabupaten Bima tahun
2014. Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi square diperoleh
nilai p = 0,084, yang menunjukkan tidak ada hubungan antara perilaku merokok
dengan kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita di Wilayah
Peissir Desa Kore Keca101 HIGIENE VOLUM E 3, NO. 2, MEI—AGUSTUS 2017
Tabel 2. Hubungan Luas Ventiasi dengan kejadian ISPA pada balita di Wilayah
5
Pesisir Desa Kore Kecamatan Sanggar Kabupaten Bima tahun 2014 Luas Ventilasi
Kejadian ISPA Total Hasil Uji Statistik Menderita Tidak Menderita n % n % N %
Tidak Memenuhi Syarat 32 36,7 11 53,3 43 55,0 Memenuhi Syarat 8 63,3 19 46,7 27
45,0 0,000 Total 40 70 30 30 70 100 Tabel 3. Hubungan Kepadatan Hunian dengan
kejadian ISPA pada balitadi Wilayah Pesisir Desa Kore Kecamatan Sanggar
Kabupaten Bima tahun 2014 Kepadatan Hunian Kejadian ISPA Total Hasil Uji
Statistik Menderita Tidak Menderita n % n % N % Tidak Memenuhi Syarat 23 56,7
13 43,3 36 50,0 Memenuhi Syarat 13 43,3 21 56,7 34 50,0 0,000 Total 36 60 34 40
70 100 Tabel 4. Hubungan perilaku merokok dengan kejadian ISPA pada balita di
Wilayah Pesisir Desa Kore Kec amatan Sanggar Kabupaten Bima tahun 2014 Sumber
: Data Primer, 2014 Sumber : Data Primer, 2014 Perilaku Merokok Kejadian ISPA
Total Hasil Uji Statistik Menderita Tidak Menderita n % n % N % Ada 28 53,35 14
46,7 42 53,3 0,084 Tidak Ada 12 46,7 16 53,3 28 46,7 Total 40 70 30 30 70 100
Sumber : Data Primer, 2014 matan Sanggar Kabupaten Bima tahun 2014.
6
III PEMBAHASAN
Dari ketiga jurnal di atas dapat dilihat bahwa terdapat beberapa faktor
penyakit ISPA, terutama kebiasaan merokok dan keadaan lingkungan rumah seperti
ventilasi. Ketiga jurnal di atas semuanya mengatakan bahwa ada hubungan antara
faktor tersebut dengan penyakit ISPA. Luasnya ventilasi mempengaruhi udara di
dalam rumah. Semakin besar luas ventilasi makan semakin bagus pertukaran udara
antara di dalam dan luar rumah. Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh bakteri dan
virus yang penularannya melalui udara. Jika pertukaran udara buruk, maka udara
kotor di dalam rumah tidak dapat bertukar dengan udara segar di luar dengan baik
sehingga resiko balita untuk terkena ISPA semakin besar. Intensitas cahaya matahari
yang masuk ke dalam rumah juga dapat memperkecil resiko penyakit ISPA. Adanya
sinar ultraviolet yang masuk ke dalam rumah meminimalisir kelembapan ruangan dan
bisa membunuh bakteri di dalam rumah. Selanjutnya adalah kepadatan di dalam
rumah. Jika kepadatan tidak berbanding dengan luas rumah, resiko terkena penyakit
ISPA akan bertambah. Kepadatan penghuni rumah dihubungkan dengan infeksi
saluran pernafasan karena kepadatan hunian yang tinggi mempengaruhi inhalasi yang
intensif terjadi sehingga memudahkan menular pada anggota keluarga lain (Krieger
dan Higgins, 2002)
7
dan memperbesar luas ventilasi. Membuka jendela di pagi dan sore hari supaya udara
di dalam rumah berganti dengan udara segar dari luar.
8
IV SIMPULAN DAN SARAN
1. KESIMPULAN
2. SARAN
9
LAMPIRAN
10
DAFTAR PUSTAKA
Dessy Irfi Jayanti, Taufik Ashar, Destanul Aulia. 2018. Pengaruh Lingkungan
Rumah terhadap ISPA Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Baloban
Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2017
11