Anda di halaman 1dari 5

PROBLEMS OF LAW TO LAYER MOTION PICTURE EXPERT GROUP 3 (MP3)

(Permasalahan Hukum Terhadap MP3)

A.Pendahuluan

MP3 adalah sebuah singkatan dari Motion Picture Expert Group, Layer 3 yang
merupakan format encoding suatu data audio yang bertujuan untuk mereduksi dan
melakukan kompresi sejumlah data dalam audio tersebut, namun tetap memiliki kualitas
audio sama dengan yang tidak mengalami kompresi. Sebagai contoh, suatu data audio
yang disimpan dalam format lain membutuhkan space sebesar 50 megabyte, sedangkan
apabila menggunakan format MP3, space yang dibutuhkan hanya seperlimanya saja,
yaitu sekitar 5 megabyte.
Faktor ukuran data dari MP3 yang hanya membutuhkan space yang sedikit dari sebuah
hardisk dan semakin maraknya diseminasi atau pertukaran data di internet yang dipacu
semakin tingginya kecepatan transfer data di Internet, telah menyebabkan terjadi
penyebaran data MP3 yang begitu pesat. Penyebaran yang begitu pesat ini menimbulkan
suatu isu penting seputar MP3, yaitu aspek legalitas dari MP3 khususnya terkait dengan
hak cipta.
Sebagian besar konten MP3 adalah sebuah musik atau lagu. Lagu tersebut biasanya
berasal dari Compat Disk (CD) yang orisinil kemudian setelah melalui proses grabbing,
lagu tersebut di kompresi menggunakan encoding software MP3 sehingga menjadi data
MP3 yang biasanya berekstensi data.mp3. Rata-rata sebuah CD memuat sebelas hingga
dua belas lagu dengan total data sebesar 650 MB. Setelah melalui proses konversi
menjadi MP3, besar data masing-masing lagu berkisar antara lima hingga enam
megabyte. Setelah mencapai besaran yang terkompresi, data-data tersebut dengan mudah
dapat didistribusikan melalui internet. Data tersebut dapat didistribusikan melalui surat
elektronik (e-mail), melalui proses upload ke server tertentu kemudian di-download, atau
dapat juga melalui pertukaran data orang perorang yang biasa disebut dengan peer-to-
peer networking.

B.Form dan Substance MP3

Pemahaman terhadap MP3 terlebih dahulu dimulai dari pemahaman mengenai form atau
bentuk dan substance atau isi dari MP3. Dilihat dari bentuknya, MP3 adalah sebuah
software atau perangkat lunak. MP3 dapat dikategorikan secara bentuk sebagai software
karena memiliki karakteristik sebuah software, yaitu dibangun berdasarkan algoritma
tertentu, menggunakan suatu bahasa program (MP3 pertama kali ditulis menggunakan
bahasa C), dan telah melalui proses coding dan decoding sehingga dapat dikenali oleh
suatu operation system. Dengan pemahaman MP3 sebagai software, Thomson Consumer
Electronics sebagai pemegang lisensi dari MPEG Layer 1, 2, dan 3, mematenkan
software MP3 di negara yang mengakui adanya “software patent” seperti United Stated
of America dan Jepang. Sesungguhnya MP3 dikatakan sebagai sebuah software karena
MP3 menjalankan suatu fungsi komputasi tertentu, yaitu melakukan konversi dan
kompresi data audio dengan encoding MP3 hingga dapat didengarkan menggunakan MP3
player seperti WinAmp untuk platform windows da XMMS untuk platform *nix.
Dengan dipatenkanya MP3, tidak banyak pengembang software yang mau
mengembangkan software berbasis MP3, sehingga lahir beberapa software alternatif
seperti Ogg, dan WMA. Dengan demikian, MP3 secara form menjadi illegal di negara-
negara yang mengakui paten terhadap software, hingga berakhirnya waktu paten pada
2010 dan paten menjadi public domain.
Dilain sisi, apabila memahami MP3 dari sudut pandang substansinya maka pemahaman
ini beranjak dari konten atau isi dari MP3 itu sendiri. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, konten atau isi dari MP3 adalah data audio yang umumnya merupakan
musik atau lagu. Dengan pemikiran ini, maka secara substantif MP3 adalah sebuah karya
cipta yang merupakan bagian dari hak cipta. Pemahaman terhadap bentuk dan isi MP3
amat penting untuk menentukan aspek legalitas dari MP3 tersebut, sehingga dapat
diketahui kapan suatu MP3 merupakan data legal dan kapan suatu MP3 dikatakan sebagai
data illegal.

C.Aspek Legalitas MP3

Permasalahan hukum terkait hak cipta dalam MP3 telah mencuat seiring banyaknya
keluhan dari Asosiasi Industri Rekaman Amerika (RIAA). RIAA mengeluhkan banyak
beredar MP3 yang telah melanggar hak cipta. Sebagai contoh, beberapa waktu yang lalu
RIAA tengah menghadapi permasalahan dengan sebuah mesin pencari (search engine) di
Internet. Pada Maret 1998, Federasi Internasional Industri Phonograph (the International
Federation of the Phonograph Industry/IFPI), sebuah asosiasi rekaman lainnya,
mengajukan gugatan terkait dengan perkara kriminal terhadap FAST Search and Transfer
ASA, sebuah search engine untuk pencarian MP3 yang berlokasi di Oslo.
Search engine ini memberikan sebuah links langsung ke file MP3 untuk dapat diunduh
secara langsung. FAST memberikan lisensi search engine tersebut kepada Lycos, salah
satu search engine terbesar yang berlokasi di Amerika Serikat. Dilain kesempatan RIAA
juga telah mengajukan gugatan terhadap Lycos di Amerika Serikat. Laporan yang telah
diajukan IFPI hanya menyangkut tuduhan-tuduhan terhadap FAST yang merupakan
masalah pelanggaran hak cipta.
Dari uraian tersebut timbul permasalahan hukum, apakah benar MP3 sudah pasti
merupakan data yang illegal? Jawabannya akan ditemukan dalam contoh berikut.
Seseorang men-download sebuah data MP3 di Internet melalui search engine tersebut.
Dalam kasus ini dapat dijumpai beberapa kemungkinan permasalahan hukum. Secara
substantif perlu dilihat apakah data MP3 tersebut merupakan data yang isinya merupakan
objek perlindungan hukum (hak cipta) atau tidak. Apabila ternyata isinya bukan
merupakan objek perlindungan hukum, maka secara substantif ia tidak melanggar hukum,
sedangkan apabila ternyata MP3 tersebut isinya merupakan objek perlindungan hukum,
juga tidak serta merta MP3 tersebut menajadi MP3 illegal, perlu dilihat secara formalitas
mendownloadnya, apakah melalui mekanisme yang benar sesuai hukum atau tidak.
Sehingga timbul kondisi apabila orang tersebut mencari MP3 menggunakan search
engine tersebut lalu mendownload sebuah MP3 yang memang kontennya tidak dilindungi
hak cipta maka tidak terjadi suatu permasalahan, permasalahnya baru muncul ketika MP3
yang didownload merupakan objek hak cipta. Kondisi lainnya, apabila MP3 yang
didownload tersebut merupakan objek hak cipta, namun telah melalui prosedur yang
sesuai dengan hukum, misalnya dengan cara membeli lagu tersebut maka MP3 yang
didownload tersebut bukan lah MP3 yang illegal.
Dapat disimpulkan, untuk mengatakan apakah suatu MP3 merupakan data yang legal atau
illegal, perlu terlebih dahulu dilihat formailtas dan substansi dari MP3 tersebut. Dengan
demikian suatu MP3 dapat dikatakan illegal apabila diperoleh melalui cara yang
bertentangan dengan hukum, misalnya melalui cracking dan atau isinya merupakan objek
hak cipta sehingga tidak boleh didistribusikan secara bebas. Sehingga dalam kasus IRAA,
seandainya search engine tersebut telah menyiapkan mekanisme legal seperti pembelian
MP3 atau menjelaskan secara detail MP3 mana yang merupakan hak cipta dan MP3
mana yang bukan hak cipta, maka permasalahan antara IRAA vs Search Engine dapat
terselesaikan.

D.Perlindungan Hukum Terhadap MP3 di Indonesia

Maraknya peredaran MP3 illegal di Indonesia telah mencapai taraf yang menghawatirkan
terhadap perkembangan investasi dibidang cakram optik. Menurut Wakil Ketua Umum
Gabungan Pengusara Rekaman Indonesia, Binsar Victor Silalahi, mengaku
mengakhawatirkan maraknya VCD/DVD/CD/MP3 lagu dan film bajakan. Berdasar
catatan dia, dalam sebulan sekurang pembajak mampu memproduksi delapan juta keping
VCD/DVD/CD/MP3 bajakan, “Ini akan berpengaruh terhadap investasi cakram optik.
Apalagi DVD/VCD porno dapat mengakibatkan kasus-kasus asusila di masyarakat. Ini
harus ditekan,'' jelasnya.
Awal perkembangannya, kualitas suara musik atau lagu yang asli berbeda dengan
kualitas lagu atau masik yang hasil bajakan. Namun dengan adanya teknologi konversi
digital seperti adanya MP3, penurunan kualitas suara pada produk bajakan bisa
diminimalisir, bahkan kualitas suara produk bajakan setara dengan kualitas suara pada
CD orisinal. Selain itu harga sebuah keping MP3 illegal (bajakan) jauh lebih murah dari
harga keping CD orisinal. Sebagai perbandingan, harga suatu keping MP3 illegal yang
mampu memuat lebih dari seratus lagu berkisar lima ribu rupiah hingga sepuluh ribu
rupiah, dibandingkan dengan MP3 bajakan yang beredar dengan harga lima ribu rupiah
perkeping. Kedua faktor ini lah yang menyebabkan pembajakan MP3 di Indonesia
semakin marak.
Untuk menekan laju pembajakan dan atau peredaran MP3 bajakan di Indonesia perlu
adanya law enforcement yang kuat dan tegas oleh aparat penegak hukum, Salah satunya
melalui perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual. Perlindungan terhadap MP3
dalam sudut pandang hukum mengenai hak kekayaan intelektual khususnya hak cipta
dapat kembali dipandang dari dua sisi yaitu form dan substance-nya. Dari sisi form-nya
perlindungan hak cipta ditujukan pada MP3 sebagai software, sehingga MP3 memenuhi
unsur sebagai Program Komputer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 8 Undang-
undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta (UUHC) yaitu:
Program Komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa,
kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat
dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan
fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam
merancang instruksi-instruksi tersebut.
Dengan terpenuhinya unsur MP3 sebagai program komputer / software, maka MP3
menjadi objek perlindungan dari hak cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat
(1) huruf a UUHC, yaitu:
Pasal 12
1.Dalam Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup:
a.buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan,
dan semua hasil karya tulis lain;
Ketentuan ini berbeda dengan ketentuan yang berlaku di Amerika, dimana MP3
dilindungi dengan paten, yaitu dengan adanya software patent. Di Indonesia, sebuah
program komputer bukan merupakan objek paten, hal ini berdasarkan Penjelasan atas
Undang-undang Tentang Paten yang menyebutkan sebagai berikut.
Invensi tidak mencakup:
1.kreasi estetika;
2.skema;
3.aturan dan metode untuk melakukan kegiatan:
a.yang melibatkan kegiatan mental,
b.permainan,
c.bisnis;
4.aturan dan metode mengenai program komputer; [cetak tebal dari penulis]
Dengan demikian, MP3 bukan merupakan objek perlindungan paten sehingga tidak bisa
dipatenkan di Indonesia. Selanjutnya, perlindungan apa yang tepat untuk melindungi
MP3 secara form-nya sebagai software? Seperti yang telah diuraikan sebelumnya,
perlindungan hukum yang tepat bagi MP3 sebagai software adalah dengan mekanisme
hak cipta. Apabila terjadi pelanggaran hak cipta seperti memperbanyak software MP3
atau mendistribusikan software tersebut tanpa izin Pencipta atau Pemegang Lisensi MP3
tersebut dan untuk tujuan komersial dapat diterapkan ketentuan dalam Pasal 72 ayat (3)
UUHC yaitu: Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan
untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
Akan tetapi, apabila perbanyakan software MP3 tersebut untuk tujuan membuat salinan
cadangan program MP3 tersebut dan semata-mata untuk tujuan pribadi, maka perbuatan
demikian bukanlah perbuatan yang melanggar hak cipta, hal ini berdasarkan ketentuan
yang tercantum dalam Pasal 15 huruf g UUHC.
Selanjutnya, bagaimana perlindungan hak cipta terhadap substance atau isi dari MP3?
Telah dijelaskan, isi atau konten dari MP3 lazimnya berisi lagu atau musik. Sebuah lagu
atau musik dapat dikategorikan sebagai karya seni, dan berdasarkan Pasal 12 ayat (1)
huruf d sebagai berikut.
Pasal 12
1.Dalam Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup:
a....
b....
c....
d.lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
MP3 yang banyak beredar di Indonesia memiliki konten lagu-lagu atau musik bajakan
berasal dari CD orisinal yang di-ripping kemudian dikompilasi menjadi satu CD yang
berisi data MP3 yang memiliki konten musin atau lagu digital. Dalam proses ini terjadi
pengalihwujudan karya seni dari analog menjadi digital, pengalihwujudan lagu atau
musik analog menjadi digital menyebabkan semakin mudahnya proses penyalinan musik
atau lagu digital dari satu media ke media lainnya.
Pengalihwujudan suatu karya cipta untuk tujuan komersil yang dilindungi oleh hak cipta
harus berdasarkan izin dari Pencipta atau Pemegang hak cipta, sehingga apabila proses
pengalihwujudan lagu atau musik menjadi lagu atau musik digital tanpa seizin dari
Pencipta atau Pemegang hak cipta, hasil konversi tersebut dianggap telah melanggar hak
cipta, hal ini disebabkan, proses pengalihwujudan atau konversi dari suatu karya cipta
sudah merupakan proses perbanyakan dari karya cipta itu sendiri. Berdasarkan Pasal 2
ayat (1) UUHC dikatakan sebagai berikut: hak cipta merupakan hak eksklusif bagi
Pencipta atau Pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak
Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa
mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dengan demikian, apabila pengalihwujudan yang menyebabkan adanya perbanyakan
terhadap suatu ciptaan tanpa izin dari pencipta atau pemegang hak cipta, tindakan
tersebut dapat memenuhi unsur tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 72 ayat (1)
UUHC yaitu sebagai berikut: Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau
denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama
7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat disimpulkan, di Indonesia, meskipun MP3 tidak
bisa dilindungi dengan Hak Paten, MP3 baik secara form maupun secara substansinya
telah mendapat perlindungan hukum yaitu dengan adanya perlindungan terhadap hak
cipta dari ciptaan MP3 tersebut. Permasalahan terkait MP3 illegal di Indonesia yang lebih
banyak terjadi adalah pengalihwujudan musik dan lagu yang menyebabkan terjadinya
perbanyakan ciptaan tanpa seizin pencipta atau pemegang hak cipta. Sedangkan
permasalahan hak cipta terkain form dari software MP3 itu sendiri tidak banyak terjadi,
hal ini antara lain disebabkan software MP3 memang dilisensikan sebagai free software
yang artinya diperbolehkan untuk didistribusikan atau di salinkan secara gratis.
Salah satu solusi untuk menekan laju peredaran MP3 illegal selain penegakan hukum
adalah menyediakan MP3 legal dengan harga bersaing. Harga yang bersaing didapat
karena penjualan MP3 legal secara online dapat memangkas jalur distrbusi. Perusahaan
rekaman di Indonesia dapat meniru mekanisme penjualan MP3 yang telah dilakukan oleh
iTuns, AllOfMP3, Tunster, dan lainnya. Diharapkan dengan adanya MP3 legal dengan
harga bersaing, pebajakan di Indonesia dapat direduksi seminimal mungkin.

Sumber tulisan: http://www.neoteker.or.id/analisis.doc Oleh: Ahmad Zakaria

Email: www.joko.wiranto@gmail.com
Diposting oleh joko di 14:06

Anda mungkin juga menyukai