Anda di halaman 1dari 12

79

KONSTRUKSI HUKUM PERPARKIRAN DI INDONESIA DAN


BENTUK PERLINDUNGANNYA TERHADAP KONSUMEN
MENURUT UU NO. 8 TAHUN 1999
(Studi Kasus terhadap Putusan Hakim No. 34/Pdt.G/2001/PN Jakarta Selatan
dan No. 421/Pdt.G/2003/PN Jakarta Pusat)

PARKING CONSTRUCTION LAW IN INDONESIA AND


CONSUMERPROTECTION BY LAW NO. 8 YEAR 1999
(Case Study on the Verdict of Judge No. 34/Pdt.G/2001/Pn South Jakarta
and No. 421/Pdt.G/2003/Pn Central Jakarta)

Ita Susanti
(Staf Pengajar UP MKU Politeknik Negeri Bandung)

ABSTRAK

Pengelolaan parkir menjadi sangat penting karena berkontribusi dengan


peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) dan bagian dari pelayanan yang prima
kepada masyarakat. Perkembangan kota berpengaruh kepada ketersediaan lahan parkir
sehingga beberapa pengelola perparkiran menetapkan persyaratan yang dinilai dapat
merugikan konsumen. Persyaratan tersebut antara lain pengelola parkir menetapkan
sewa menyewa sebagai hubungan hukum antara pengelola dengan konsumen. Pengelola
juga mencantumkan klausula baku dalam karcis parkir yang memuat ketentuan tentang
pengalihan tanggung jawab atas segala resiko dari kehilangan dan kerusakan barang
konsumen. Penelitian ini dilakukan dengan membandingkan Putusan Hakim No.
34/Pdt.G/2001/PN Jakarta Selatan dan No. 421/Pdt.G/2003/PN Jakarta Pusat. Metode
yang digunakan adalah metode pendekatan yuridis normatif dengan spesifikasi
penelitian deskriptif analitis. Data-data yang dikumpulkan berasal dari bahan hukum
primer, sekunder, maupun tersier yang dilakukan melalui studi kepustakaan untuk
selanjutnya diolah dan dianalisis secara yuridis kualitatif. Hasil menunjukkan bahwa
konstruksi hukum yang tepat pada pengelolaan perparkiran adalah perjanjian penitipan
barang. Artinya, pengelola parkir harus bertanggung jawab atas kehilangan dan
kerusakan kendaraan yang diparkirkan di areal parkirnya. Berkaitan dengan klausula
baku berupa pengalihan tanggung jawab atas kehilangan dan kerusakan kendaraan yang
terdapat pada karcis parkir, menurut ketentuan Pasal 18 UU No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, perjanjian yang terjadi bersifat cacat hukum. Konsumen dapat
menuntut pengelola parkir atas kehilangan dan kerusakan kendaraan.

Kata kunci: perparkiran, penitipan barang, klausula baku, perlindungan konsumen

ABSTRACT

Parking management becomes very important because it contributes to the


increase in real income (PAD) and provide excellent service to the community. The
development of the city affects the willingness of land for parking, so some park
80 Sigma-Mu Vol.3 No.1 – Maret 2011

managers to set requirements that can be assessed harm consumers. Requirements


include parking managers assign a lease as a legal relationship between the manager
with the consumer. Manager also lists the standard clause in a parking ticket which
contains provisions concerning the transfer of responsibility for all risks of loss and
damage to consumer goods. This research was supported by comparing the decision of
Judge No. 34/Pdt.G/2001/PN South Jakarta and No. 421/Pdt.G/2003/PN Central
Jakarta. The method used is the method of normative juridical approach to the
specification of analytical descriptive research. The data collected from primary legal
materials, secondary, and tertiary conducted through literature study, to be processed
and analyzed by juridical qualitative. The results show that the proper legal
construction of parking management is the care agreement goods. This means that park
managers should be responsible for loss and damage to vehicles parked in the parking
area. In connection with the standard clause form of transfer of responsibility for loss
and damage to vehicles found on a parking ticket, according to the provisions of article
18 of Law No. 8/1999 on Consumer Protection that occur in nature, the treaty legally
flawed. So that consumers can sue park managers for loss and damage to vehicles.

Keywords: parking, nursery goods, standard clause, consumer protection.

PENDAHULUAN pengelolaan perparkiran. Tujuan kerja sama


tersebut adalah pelayanan terhadap
Perkembangan kota semakin masyarakat mengenai kebutuhan lahan
membutuhkan lahan parkir sehingga parkir dapat terpenuhi. Pengelolaan
pengelolaan perparkiran menjadi sangat perparkiran di beberapa gedung
penting. Pentingnya pengelolaan perkantoran atau pusat perbelanjaan
perparkiran, selain karena berpotensi untuk biasanya ditangani oleh pihak swasta.
memberikan pemasukan yang signifikan Dalam bidang perparkiran,
terhadap penghasilan daerah berupa pelayanan jasa terhadap masyarakat atau
pendapatan asli daerah (PAD), juga penting konsumen berupa adanya suatu jaminan
agar pelayanan kepada masyarakat terhadap keamanan atas kendaraan yang diparkir.
kebutuhan perparkiran dapat terpenuhi. Dari sisi konsumen perparkiran, yang
Pada prinsipnya, perparkiran diinginkan konsumen adalah kepastian
merupakan katagori hukum publik, seperti bahwa kendaraan yang diparkir di lahan
yang diatur dalam UU No. 28 Tahun 2009 parkir yang dikelola oleh pengelola
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. perparkiran aman dari resiko kerusakan
Menurut ketentuan tersebut, pemerintah atau kehilangan.
kota atau kabupaten dapat mengenakan Pada kenyataanya, dapat timbul
pajak terhadap masyarakat berkaitan suatu permasalahan ketika kendaraan yang
dengan penggunaan lahan untuk tempat diparkir di lahan parkir mengalami
parkir. Berdasarkan hal tersebut, setiap kerusakan atau kehilangan. Pada
pemerintah daerah berhak untuk membuat praktiknya, konstruksi hukum perjanjian
peraturan yang berkaitan dengan perparkiran antara pengelola perparkiran
penggunaan lahan parkir. dengan pengguna lahan parkir masih belum
Sebagai bentuk tanggung jawab jelas karena parkir dapat dianggap sebagai
hukum pemerintah terhadap penyediaan jasa penitipan barang atau dianggap sebagai
lahan parkir, dalam perkembangaannya, sewa lahan. Apabila dianggap sebagai jasa
pemerintah daerah dapat melakukan kerja penitipan barang, berarti pengelola parkir
sama dengan pihak swasta untuk bertanggung jawab atas keamanan
Konstruksi Hukum Perparkiran di Indonesia 81
dan Bentuk Perlindungannya terhadap Konsumen
Menurut UU No. 8 Tahun 1999

kendaraan yang dititipkan. Akan tetapi, kehilangan mobil milik tertanggung, pihak
apabila parkir dianggap sebagai sewa lahan, asuransi telah membayar klaim asuransi
berarti pengelola tidak memiliki tanggung yang diajukan oleh Mori Hanafi.
jawab untuk menjamin keamanan
kendaraan yang dititipkan; pengelola hanya IDENTIFIKASI MASALAH
bertanggung jawab kepada penyedia lahan.
Ketidakjelasan konstruksi hukum 1. Apakah konstruksi hukum yang tepat
perparkiran tersebut tentunya akan untuk pengaturan perparkiran di
merugikan masyarakat sebagai pengguna Indonesia?
lahan parkir apabila kendaraan yang 2. Bagaimanakah bentuk perlindungan
diparkir hilang atau rusak. Selain itu, hukum terhadap konsumen berkaitan
pengelola parkir biasanya juga dengan klausula baku pada perjanjian
mencantumkan klausula baku yang perparkiran menurut UU No. 8 Tahun
menyatakan pengalihan tanggung jawab 1999 tentang Perlindungan Konsumen?
terhadap segala bentuk kehilangan atau
kerusakan. KAJIAN PUSTAKA
Seperti terjadi pada kasus
perparkiran antara PT Sukabumi Trading Menurut ketentuan Pasal 1548
Coy dengan Wisma Bumi Putra yang KUHPerdata, sewa-menyewa adalah suatu
melibatkan PT Asuransi Allianz Utama perjanjian dengan pihak yang satu
Indonesia. Berdasarkan Putusan No. mengikatkan dirinya untuk memberikan
34/Pdt.G/2001/PN Jakarta Selatan, majelis kenikmatan dari suatu barang kepada pihak
hakim berpendapat bahwa Wisma Bumi yang lainnya, selama suatu waktu tertentu
Putera tidak mempunyai kewajiban untuk dan dengan pembayaran dari suatu harga,
mengganti kerugian atas hilangnya mobil di yang oleh pihak tersebut terakhir itu
lahan parkir yang dikelola. Pada perjanjian disanggupi pembayaranya.
parkir yang ditandatangani kedua belah Dari pengertian tersebut, menurut
pihak, tercantum klausul baku yang Naja (2003:39) dapat disimpulkan bahwa
menyatakan bahwa segala kerusakan atau 1. terdapat dua pihak yang saling
kehilangan kendaraan selama parkir mengikatkan dirinya. Masing-masing
menjadi tanggung jawab dari pemilik mempunyai hak dan kewajiban yang
sendiri dan pencantuman klausul baku timbul dari perikatan sewa-menyewa
tersebut dapat dibenarkan berdasarkan asas tersebut;
kebebasan berkontrak berdasarkan pasal 2. pihak yang satu berhak untuk
1338 ayat (1) KUHPerdata. mendapatkan/menerima pembayaran
Sementara itu, pada kasus antara dan berkewajiban memberikan
PT Asuransi Takaful Umum melawan PT kenikmatan atas suatu kebendaan,
Securindo Pactama, berdasarkan Putusan sedangkan pihak lainnya berhak
No.421/Pdt.G/2003/PN Jakarta Pusat, mendapatkan/menerima kenikmatan atas
majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta suatu kebendaan dan kewajiban
Pusat mengesampingkan klausul baku dan menyerahkan suatu pembayaran;
Perda DKI Jakarta No. 5 Tahun 1999 3. hak bagi pihak yang satu merupakan
tentang perparkiran yang menyatakan kewajiban bagi pihak lainnya. Begitu
bahwa pengelola parkir tidak bertanggung pula sebaliknya, kewajiban bagi pihak
jawab atas hilangnya kendaraan yang yang satu merupakan hak bagi pihak
diparkir. Menurut majelis hakim, tergugat lainnya;
yaitu PT Securindo Pactama sebagai 4. bila salah satu hak tidak terpenuhi atau
pengelola lahan parkir, harus bertanggung kewajiban tidak terpenuhi oleh salah
jawab atas hilangnya mobil milik Mori satu pihak, tidak akan terjadi perikatan
Hanafi. Mobil tersebut telah diasuransikan sewa-menyewa.
kepada PT Asuransi Takaful dan atas
82 Sigma-Mu Vol.3 No.1 – Maret 2011

Mengenai resiko dalam sewa- tersebut adalah tetap merupakan resiko dari
menyewa, menurut Pasal 1553 KUHPerdata pemilik kendaraan.
ditegaskan bahwa dalam sewa-menyewa Menurut ketentuan Pasal 1694
itu, resiko mengenai barang yang KUHPerdata, penitipan baru akan berlaku
disewakan dipikul oleh pemilik barang, apabila seseorang menerima sesuatu barang
yaitu pihak yang menyewakan. Resiko dari orang lain dengan syarat bahwa ia akan
adalah kewajiban untuk memikul kerugian menyimpannya dan mengembalikannya
yang disebabkan oleh suatu peristiwa yang dalam ujud asalnya. Perjanjian penitipan
terjadi di luar kesalahan salah satu pihak, termasuk pada suatu perjanjian “riil”; yang
yang menimpa barang yang menjadi objek berarti ia baru terjadi dengan dilakukanya
perjanjian. suatu perbuatan yang nyata, yaitu
Pengaturan tentang resiko dalam diserahkanya barang yang dititipkan.
sewa-menyewa tidak begitu jelas diatur Menurut Simanjuntak (2005:64),
oleh Pasal 1553 KUHPerdata tersebut hak dan kewajiban dari si penerima titipan
seperti halnya dengan peraturan tentang barang, antara lain,
resiko dalam jual-beli yang diatur oleh 1. si penerima titipan barang diwajibkan
Pasal 1460 KUHPerdata. Pada pasal untuk menjaga dan merawat barang
tersebut, dengan jelas digunakan kata yang dititipkan sebagai barang sendiri
tanggungan yang berarti resiko. Pengaturan (Pasal 1706 KUHPerdata);
tentang resiko dalam sewa-menyewa itu 2. si penerima titipan barang tidak
harus diambil dari Pasal 1553 KUHPerdata diperbolehkan untuk mempergunakan
dengan mengambil kesimpulan. Dalam barang yang dititipkan untuk
pasal tersebut dituliskan bahwa keperluannya sendiri tanpa izin dari
orang yang menitipkan barang (Pasal
“Apabila barang (objek sewa 1712 KUHPerdata);
menyewa) yang disewakan itu 3. si penerima titipan hanya wajib
musnah karena suatu peristiwa yang mengembalikan barang titipan dalam
terjadi di luar kesalahan salah satu keadaan semula pada saat pengembalian
pihak, maka perjanjian sewa- itu (Pasal 1715 KUHPerdata);
menyewa gugur demi hukum.” 4. barang yang dititipkan harus
dikembalikan kepada orang yang
Dari perkataan gugur demi hukum inilah menitipkan barang atau kepada orang
disimpulkan bahwa masing-masing pihak yang ditunjuk untuk menerima kembali
sudah tidak dapat menuntut suatu apa pun barangnya (Pasal 1719 KUHPerdata);
dari pihak lawannya. Berarti, kerugian 5. si penerima titipan tidak berhak
akibat musnahnya barang yang disewa akan meminta bukti bahwa orang yang
dipikul sepenuhnya oleh pihak yang menitipkan barang tersebut adalah
menyewakan. Ini memang suatu peraturan pemilik barang dari barang yang
resiko yang sudah sepatutnya karena pada dititipkan (Pasal 1720 KUHPerdata).
asasnya setiap pemilik barang wajib Dihubungkan dengan usaha
menanggung segala resiko atas barang perparkiran, apabila perjanjian perparkiran
miliknya. antara pengelola perparkiran dengan
Bila dihubungkan dengan usaha konsumen dikonstruksikan sebagai suatu
perparkiran, apabila perjanjian perparkiran perjanjian penitipan barang,
antara pengelola dengan konsumen konsekuensinya adalah pengelola
dikontruksikan sebagai suatu perjanjian perparkiran, sebagai si penerima titipan
penyewaan lahan, konsekuensinya adalah barang diwajibkan untuk menjaga dan
pengelola perparkiran hanya menanggung merawat barang yang dititipkan seperti
resiko atas objek perjanjian sewa-menyewa, barangnya sendiri. Artinya, terhadap
yaitu lahan perparkiran. Kendaraan yang kerusakan atau kehilangan dari barang
rusak atau hilang dari lahan yang disewa objek penitipan (kendaraan-kendaraan
Konstruksi Hukum Perparkiran di Indonesia 83
dan Bentuk Perlindungannya terhadap Konsumen
Menurut UU No. 8 Tahun 1999

bermotor yang diparkirkan) pengelola Pada saat memutuskan kasus antara


perparkiran menanggung resiko. PT Sukabumi Trading Coy dengan Wisma
Bumi Putera dengan PT Asuransi Allianz
METODE PENELITIAN Utama Indonesia, majelis hakim telah
menggunakan penafsiran sistematis (logis).
Penelitian ini dilakukan dengan Penafsiran sistematis menurut Sutiyoso
menggunakan metode pendekatan yuridis (2007:85) adalah metode yang menafsirkan
normatif dengan spesifikasi penelitian peraturan perundang-undangan dengan
deskriptif analitis. Data-data yang dihubungkan dengan peraturan hukum
dikumpulkan berasal dari bahan hukum (undang-undang lain) atau dengan
primer, sekunder, maupun tersier yang keseluruhan sistem hukum. Hukum dilihat
dilakukan melalui studi kepustakaan untuk sebagai suatu kesatuan atau sebagai sistem
selanjutnya diolah dan dianalisis secara peraturan. Hakim telah menggunakan Pasal
yuridis kualitatif. 1338 ayat (1) KUHPerdata mengenai
kebebasan berkontrak, yang dihubungkan
HASIL DAN PEMBAHASAN dengan Pasal 1320 KUHPerdata mengenai
syarat sah perjanjian.
a. Konstruksi Hukum Perparkiran Di Pada Pasal 1320 KUHPerdata,
Indonesia suatu perjanjian dapat dikatakan sah apabila
terpenuhinya syarat sah perjanjian sebagai
Kasus perparkiran antara PT berikut
Sukabumi Trading Coy dengan Wisma 1. kesepakatan dari mereka yang
Bumi Putera, yang melibatkan PT Asuransi mengikatkan dirinya;
Allianz Utama Indonesia, diputus oleh 2. kecakapan untuk membuat suatu
majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta perjanjian;
Selatan. Dalam Putusan No. 3. suatu hal tertentu;
34/Pdt.G/2001/PN Jakarta Selatan, Wisma 4. suatu sebab halal.
Bumi Putera tidak mempunyai kewajiban Selain hal tersebut, hakim juga
untuk mengganti kerugian atas hilangnya memperhatikan Pasal 1321 KUHPerdata
mobil di lahan parkir yang dikelolanya. Hal yang mengatakan bahwa “Bukan
ini terjadi karena pada perjanjian parkir kesepakatan yang sah apabila kesepakatan
yang ditandatangani kedua belah pihak, itu terjadi karena kekhilafan, paksaan, atau
tercantum klausul baku yang menyatakan penipuan.”
bahwa segala kerusakan atau kehilangan Artinya, ketika membuat perjanjian
kendaraan selama parkir menjadi tanggung walaupun dengan berdasarkan Pasal 1338
jawab sendiri dari pemilik dan ayat (1) KUHPerdata, para pihak juga harus
pencantuman klausul baku tersebut dapat memperhatikan Pasal 1320 KUHPerdata
dibenarkan atas dasar asas kebebasan mengenai syarat sahnya perjanjian.
berkontrak berdasarkan Pasal 1338 ayat (1) Walaupun ada kebebasan di antara para
KUHPerdata. pihak untuk membuat perjanjian, perjanjian
Majelis hakim juga baru dapat dikatakan sah dan berlaku bagi
mempertimbangkan Pasal 18 UU No. 8 para pihak apabila terpenuhinya syarat sah
Tahun 1999 tentang perlindungan perjanjian pasal 1320 KUHPerdata.
konsumen yang melarang pelaku usaha Selain hal tersebut, seharusnya
untuk mencantumkan klausul baku yang ketika memutuskan perkara ini hakim harus
berupa pengalihan tanggung jawab dari memperhatikan adanya pengalihan tanggug
pelaku usaha dalam hal ini Wisma Bumi jawab dari Wisma Bumi Putera kepada PT
Putera kepada konsumen yaitu PT Sukabumi sebagai konsumen. Mengingat
Sukabumi. Majelis hakim berpendapat perjanjian antara Wisma Bumi Putera dan
bahwa UU Perlindungan Konsumen belum PT Sukabumi adalah sewa-menyewa, tidak
berlaku pada saat gugatan diajukan. ada kewajiban dari wisma Bumi Putera,
84 Sigma-Mu Vol.3 No.1 – Maret 2011

sebagai pihak yang menyewakan, untuk sudah tepat, konstruksi hukum yang terjadi
bertanggung jawab atas kehilangan barang antara para pihak dapat menjadi dasar
milik PT Sukabumi sebagai penyewa. Hal pertimbangan hakim dalam memutuskan
tersebut dapat dengan jelas dilihat pada perkara ini.
Pasal 1556 KUHPerdata yang menyebutkan Pada kasus antara PT Asuransi
bahwa Takaful Umum melawan PT Scurindo
Pactama dengan Perkara
“Pihak yang menyewakan No.421/Pdt.G/2003/PN.Jakarta Pusat,
tidaklah diwajibkan menjamin si Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta
penyewa terhadap rintangan- Pusat mengesampingkan klausul baku dan
rintangan dalam kenikmatannya Perda DKI Jakarta No. 5 Tahun 1999
yang dilakukan oleh orang-orang tentang perparkiran. Perda itu menyatakan
pihak ketiga selain tuntutan hak bahwa “pengelola parkir tidak bertanggung
atas barang yang disewa.” jawab atas hilangnya kendaraan yang
diparkir”.
Dengan demikian, memang tidak ada Karena itu, menurut majelis hakim,
pengalihan tanggung jawab dari tergugat tergugat yaitu PT Scurindo Pactama sebagai
sebagai pelaku usaha, kepada konsumen. pengelola area parkir harus bertanggung
Kewajiban Wisma Bumi Putera sebagai jawab atas hilangnya mobil milik Mori
pihak yang menyewakan adalah Hanafi. Mobil tersebut telah diasuransikan
memberikan kenikmatan atas tempat yang kepada PT Asuransi Takaful dan atas
disewa oleh PT Sukabumi supaya dapat kehilangan mobil milik tertanggung, pihak
digunakan untuk memarkir mobilnya. asuransi telah membayar klaim asuransi
Pada hubungan hukum atau yang diajukan oleh Mori Hanafi.
perikatan antara Wisma Bumi Putera Dengan demikian, menurut Pasal
dengan PT Sukabumi, tidak ada kewajiban 1400 KUHPerdata pembayaran yang
Wisma Bumi Putera (sebagai pihak yang dilakukan oleh PT Asuransi Takaful
menyewakan) kepada PT Sukabumi mengakibatkan terjadinya subrogasi yaitu
(sebagai penyewa tempat parkir) untuk pihak asuransi menggantikan kedudukan
memberikan ganti rugi atas hilangnya Mori Hanafi untuk menuntut ganti rugi.
mobil. Mobil ini diasuransikan kepada PT Secara lebih khusus, Pasal 284 KUHD
Asuransi Allianz Indonesia sehingga tidak menyebutkan bahwa
ada dasar bagi PT Asuransi Allianz
Indonesia, sebagai penggugat yang telah “Penanggung yang membayar
membayar klaim PT Sukabumi, untuk barang yang dipertanggungkan,
melakukan subrogasi terhadap Wisma memperoleh semua hak yang
Bumi Putera sebagai tergugat dalam kasus dimiliki oleh tertanggung terhadap
ini. Subrograsi menurut Sastrawidjaja pihak yang bertanggung jawab
(2005:58) adalah penggantian kedudukan atas kerugian tersebut.”
pihak debitur oleh pihak ketiga. Subrograsi
muncul karena adanya pembayaran. Dalam Majelis Hakim pengadilan Negeri Jakarta
prinsip subrograsi pada asuransi jangan Pusat berpendapat bahwa karyawan
sampai kreditur mendapat pembayaran tergugat telah melakukan kelalaian karena
lebih dari satu kali. telah memberikan kesempatan kepada
Berdasarkan hal tersebut, penulis pihak lain untuk membawa keluar mobil
berpendapat bahwa majelis hakim kurang milik tertanggung tanpa disertai bukti tanda
teliti dalam memutuskan perkara ini karena parkir. Dengan demikian, pegawai tergugat
hakim tidak memperhatikan hubungan telah melakukan perbuatan melawan hukum
perikatan antara Wisma Bumi Putera dalam pasal 1365 KUHPerdata.
dengan PT Sukabumi. Hubungan itu adalah Dalam memutus perkara ini,
sewa-menyewa. Walaupun putusan hakim majelis hakim telah menggunakan
Konstruksi Hukum Perparkiran di Indonesia 85
dan Bentuk Perlindungannya terhadap Konsumen
Menurut UU No. 8 Tahun 1999

penafsiran sistematis (logis), yaitu metode Pasal 1365 KUHPerdata, majelis hakim
yang menafsirkan peraturan perundang- juga melakukan penafsiran sistematis
undangan yang dihubungkan dengan dengan cara menghubungkannya dengan
peraturan hukum (undang-undang lain) atau UU No. 8 Tahun 1999 tentang
dengan keseluruhan sistem hukum. Selain Perlindungan Konsumen. Undang-undang
itu, majelis hakim juga telah menggunakan Perlindungan Konsumen melarang pelaku
penafsiran ekstensif yaitu mode penafsiran usaha untuk mencantumkan klausul
yang membuat penafsiran melebihi batas- pengalihan tanggung jawab (exclusion
batas hasil penafsiran gramatikal. clause) dari pelaku usaha kepada
Penafsiran ini digunakan untuk konsumen. Dalam kasus ini, tergugat
menjelaskan suatu ketentuan undang- mencantumkan klausula pengalihan
undang dengan melampaui batas yang tanggung jawab pada karcis parkir dan
diberikan oleh gramatikal (Mas, 2004:45) klausul ini batal demi hukum.
Majelis hakim telah memperluas Berbeda dengan kasus sebelumnya,
makna dari perbuatan melawan hukum pada kasus ini hubungan hukum antara
menurut ketentuan pasal 1365 KUHPerdata. pengelola parkir dengan pengguna jasa
Perbuatan melawan hukum diartikan tidak adalah perjanjian penitipan barang,
hanya sebagai perbuatan melanggar sehingga PT Securindo Pactama sebagai
undang-undang, tetapi juga melanggar pengelola area parkir memang harus
kepatutan, ketelitian, dan kehati-hatian atas bertanggung jawab atas hilangnya mobil
benda orang lain. Berdasarkan hal tersebut, milik tertanggung (Mori Hanafi).
majelis hakim berpendapat bahwa tindakan Dari kedua kasus tersebut, terdapat
pegawai PT Securindo Pactama (tergugat), dua hubungan hukum yang mengenai
karena kelalaian sehingga mengakibatkan perparkiran dalam hukum positif Indonesia,
mobil milik Mori Hanafi hilang, dapat yaitu perjanjian penitipan barang dan
dikualifikasikan sebagai perbuatan perjanjian sewa-menyewa. Kedua jenis
melawan hukum. perjanjian tersebut mempunyai akibat
Putusan majelis hakim sudah tepat. hukum yang berbeda-beda. Hal ini dapat
Selain melakukan perluasan terhadap dilihat dari tabel berikut ini:
makna perbuatan melawan hukum menurut

Table 1. Perbedaan Sewa-menyewa dengan Penitipan Barang


Sewa-menyewa lahan parkir Penitipan kendaraan
Ciri Penyewa memiliki tempat Tidak ada tempat khusus bagi
khusus di area parkir untuk pihak yang memarkir
kendaraannya. Tempat tersebut kendaraannya. Artinya,
tidak dapat digunakan oleh tempat yang hari ini pukul
kendaraan lain. Karena itu, 10.00 digunakan untuk mobil
selama jangka waktu sewa A dapat saja digunakan untuk
masih berlaku, penyewa berhak mobil lain pada pukul 11.00.
untuk menggunakan tempat Dalam perjanjian penitipan,
parkir yang disewanya. Setiap jika area parkir tersebut
bulan penyewa membayar sewa penuh, mobil A tidak berhak
parkir meskipun dia tidak parkir di daerah tersebut.
menggunakan tempat parkir Dalam perjanjian penitipan,
yang bersangkutan. pengguna jasa parkir hanya
membayar jika ia memarkir
kendaraannya di lahan pakir.
86 Sigma-Mu Vol.3 No.1 – Maret 2011

Objek Memberikan kenikmatan atas Melakukan penyimpanan


lahan parkir. Artinya, pada kendaraan. Artinya, pada
perjanjian sewa-menyewa perjanjian penitipan
lahan parkir, kewajiban dari kendaraan, kewajiban
pengelola perparkiran hanya pengelola perparkiran adalah
untuk memberikan suatu melakukan penyimpanan
kenikmatan dari suatu barang, untuk kemudian melakukan
yaitu lahan perparkiran tertentu pengembalian kendaraan
untuk kemudian dapat tersebut dalam ujud asalnya.
digunakan oleh konsumen.
Kewajiban pengelola 1. Berkewajiban menyerahkan 1. Diwajibkan untuk
perparkiran dan memberikan menjaga dan merawat
kenikmatan atas suatu kendaraan yang dititipkan
kebendaan, yaitu suatu seperti barang sendiri.
lahan perparkiran. 2. Diwajibkan
2. Memelihara barang yang mengembalikan kendaraan
disewakan tersebut (lahan kepada orang yang
perparkiran) menitipkan barang atau
kepada orang yang
ditunjuk untuk menerima
kembali barangnya.
Resiko terhadap Ditanggung oleh pemilik Ditanggung oleh pengelola
kerusakan/kehilangan kendaraan perparkiran
kendaraan
Sumber: Suharnoko dan Hartati (2005:29)

Berdasarkan tabel tersebut, penulis Tahun 1999 tentang Perlindungan


lebih setuju apabila hubungan antara Konsumen
pengelola parkir dengan pengguna jasa
adalah melalui perjanjian penitipan barang. Istilah klausula baku berasal dari
Meskipun pengelola area parkir UU No. 8 Tahun 1999 tentang
menyatakan bahwa hubungan hukum antara Perlindungan Konsumen pada Pasal 1
pengelola parkir dan konsumen pengguna angka 10 disebutkan bahwa klausula baku
jasa parkir adalah sewa menyewa, jika adalah
esensi perjanjian tersebut adalah penitipan,
seharusnya hubungan hukum tersebut “Setiap aturan atau ketentuan dan
dikonstruksikan sebagai perjanjian syarat-syarat yang telah
penitipan. Jika hubungan hukum tersebut dipersiapkan dan ditetapkan
didasarkan perjanjian sewa-menyewa, terlebih dahulu secara sepihak
menurut penulis kurang tepat dan ada kesan oleh pelaku usaha yang
adanya pengalihan tanggung jawab dari dituangkan dalam suatu
pengelola parkir, Keadaan ini dapat badan/atau perjanjian yang wajib
merugikan pihak pengguna jasa dan dipenuhi oleh konsumen.”
bertentangan dengan UU Perlindungan
Konsumen. Selanjutnya, Pasal 18 ayat (1) huruf
(a) UU No. 8 Tahun 1999 menyatakan
b. Perlindungan Hukum terhadap bahwa pelaku usaha dilarang
Konsumen atas Klausula Baku mencantumkan klausula baku kepada setiap
Karcis Parkir Menurut UU No. 8 dokumen dan/atau perjanjian apabila
Konstruksi Hukum Perparkiran di Indonesia 87
dan Bentuk Perlindungannya terhadap Konsumen
Menurut UU No. 8 Tahun 1999

mencantumkan salah satu klausul berikut (2001:70) adalah keadaan sosial ekonomi.
ini Perusahaan besar dan perusahaan
1. menyatakan pengalihan tanggung jawab pemerintah mengadakan kerja sama dalam
pelaku usaha; suatu organisasi untuk kepentingan mereka
2. menyatakan bahwa pelaku usaha berhak sehingga syarat-syarat ditentukan secara
menolak penyerahan kembali barang sepihak. Pada umumnya pihak lawannya
yang dibeli konsumen; (wederpartij) mempunyai kedudukan
3. menyatakan bahwa pelaku berhak (ekonomi) lemah baik karena posisinya,
menolak penyerahan kembali uang yang maupun karena ketidaktahuannya sehingga
dibayarkan atas barang dan/atau jasa hanya menerima apa yang disodorkan.
yang dibeli oleh konsumen; Sementara, Sjahdeni (2000:120)
4. menyatakan pemberian kuasa dari mengartikan perjanjian standar sebagai
konsumen kepada pelaku usaha; baik suatu perjanjian yang hampir seluruh
secara langsung, maupun tidak langsung klausulanya dibakukan oleh pemakainya
untuk melakukan segala tindakan sementara pihak lain pada dasarnya tidak
sepihak yang berkaitan dengan barang mempunyai peluang untuk merundingkan
yang dibeli oleh konsumen secara atau meminta perubahan. Dalam perjanjian
angsuran; tersebut, yang belum dibakukan hanya
5. mengatur perihal pembuktian atas beberapa hal, misalnya menyangkut harga,
hilangnya kegunaan barang atau jumlah, tempat, waktu, dan beberapa hal
pemanfaatan jasa yang dibeli oleh spesifik dari objek yang diperjanjikan.
konsumen; Adapun yang dibakukan bukan formulir
6. memberi hak kepada pelaku usaha untuk perjanjian melainkan klausul-klausulnya.
mengurangi manfaat jasa atau Dengan penggunaan klausula
mengurangi harta kekayaan konsumen baku ini, pengusaha akan memperoleh
yang menjadi objek jual beli jasa; efisiensi dalam pengeluaran biaya, tenaga,
7. menyatakan tunduknya konsumen dan waktu. Sehubungan dengan sifat massal
kepada peraturan yang berupa aturan dan kolektif, klausula baku atau perjanjian
baru, tambahan, lanjutan, dan/atau baku dinamakan sebagai take it or leave it
pengubahan lanjutan yang dibuat contract. Jika konsumen menyetujui salah
sepihak oleh pelaku usaha dalam masa satu syarat, konsumen mungkin hanya
konsumen memanfaatkan jasa yang bersikap menerima atau tidak menerimanya
dibelinya; sama sekali karena kemungkinan untuk
8. menyatakan bahwa konsumen memberi mengadakan perubahan terhadap isi
kuasa kepada pelaku usaha untuk perjanjian sama sekali tidak ada.
pembebanan hak tanggungan, hak gadai, Klausul baku atau disebut juga
atau hak jaminan terhadap barang yang dengan klausula eksonerasi dapat
dibeli oleh konsumen secara angsuran. dibedakan dalam tiga jenis (Badrulzaman,
Selanjutnya, Pasal 18 ayat (2) UU 2005:46).
No. 8 Tahun 1999 menyatakan bahwa 1. Perjanjian baku sepihak adalah
perjanjian yang isinya ditentukan oleh
“Pelaku usaha dilarang pihak yang kuat kedudukannya di dalam
mencantumkan klausula baku yang perjanjian itu. Pihak yang kuat di sini
letak atau bentuknya sulit terlihat adalah pihak produsen (kreditur) yang
atau tidak dapat dibaca secara jelas, lazimnya mempunyai posisi (ekonomi)
atau pengungkapannya sulit kuat dibandingkan pihak konsumen
dimengerti.” (debitur). Kedua pihak lazimnya terikat
dalam organisasi, misalnya dalam
Latar belakang timbulnya perjanjian buruh kolektif;
perjanjian baku atau klausula baku
(standard contract) menurut Badrulzaman
88 Sigma-Mu Vol.3 No.1 – Maret 2011

2. Perjanjian baku yang ditetapkan dilakukan oleh kedua belah pihak.


pemerintah, yaitu perjanjian baku yang Persesuaian kehendak tersebut
mempunyai objek hak-hak atas tanah; menunjukkan adanya suatu konsensus
3. Perjanjian baku ditentukan pada seperti yang diatur dalam salah satu asas
lingkungan notaris atau advokat yang di perjanjian yaitu asas konsensualisme. Asas
dalamnya terdapat perjanjian-perjanjian ini menjadi sangat penting sebab dapat
yang konsepnya sejak semula sudah diketahui sejak kapan perjanjian tersebut
disediakan untuk memenuhi permintaan dapat mengikat para pihak seperti
dari anggota masyarakat yang minta mengikatnya sebuah undang-undang.
bantuan notaris atau advokat yang Adanya konsensus dari kedua belah
bersangkutan. pihak juga merupakan tuntutan suatu
Pada kedua kasus tersebut, yang kepastian hukum. Dengan adanya
menjadi klausula baku adalah klausul atau konsensus, timbul perasaan aman kepada
ketentuan yang tertera dalam karcis parkir. para pihak yang telah membuat perjanjian.
Klausula baku yang terdapat dalam karcis Ia tidak mungkin dituntut untuk memenuhi
parkir merupakan klausula baku yang kehendak-kehendak pihak lawan yang tidak
dilarang oleh UU No. 8 Tahun 1999. pernah dinyatakan kepadanya karena
Kesepakatan klausul atau perjanjian yang pernyataan timbal balik dari kedua belah
terdapat dalam karcis parkir tersebut pihak merupakan sumber untuk
bersifat cacat hukum karena timbul dari menetapkan hak dan kewajiban di antara
ketidakbebasan pihak yang menerima para pihak.
klausul. Pada saat pengendara mobil Pada kedua kasus tersebut, dengan
memasuki tempat parkir, pengendara tidak menerima karcis dan memarkir mobil di
mempunyai pilihan lain selain memilih area yang disediakan oleh pengelola parkir,
parkir di tempat tersebut sehingga dapat tidak dapat dikatakan bahwa pengendara
dikatakan kesepakatan tersebut berat telah menyatakan persetujuan untuk tunduk
sebelah. Artinya, kesepakatan itu diterima kepada persetujuan-persetujuan yang
pihak pengendara seolah-olah dalam terdapat dalam karcis parkir. Dapat saja
keadaan terpaksa. pengendara memilih masuk ke dalam area
Menurut ketentuan Pasal 1320 perparkiran tersebut karena dalam keadaan
KUHPerdata, salah satu syarat sahnya suatu terpaksa sebab pengendara tidak
perjanjian adalah adanya kata sepakat. menemukan tempat parkir lainnya.
Kesepakatan menurut Subekti (1982:29) Klausula baku pada karcis parker,
adalah persesuaian kehendak. Kehendak yang diterima oleh pengendara pada kedua
atau keinginan tersebut harus dinyatakan. kasus tersebut sudah jelas merupakan
Kehendak atau keinginan, yang disimpan di klausula baku yang dilarang oleh UU No. 8
dalam hati, tidak mungkin diketahui pihak Tahun 1999. Pada karcis parkir tersebut
lain dan karenanya tidak mungkin terdapat pernyataan pengalihan tanggung
melahirkan suatu perjanjian. jawab pengelola parkir apabila terjadi
Menyatakan kehendak tidak kerusakan dan/atau kehilangan kendaraan
terbatas kepada mengucapkan perkataan- yang diparkir di area parkirnya.
perkataan. Pernyataan kehendak dapat juga Berdasarkan pertimbangan tersebut, sudah
dicapai dengan memberikan tanda apa saja sepantasnya konsumen mendapat
yang dapat menerjemahkan kehendak itu, perlindungan hukum berupa ganti kerugian
baik oleh pihak yang mengambil prakarsa apabila kendaraan yang diparkir mengalami
yaitu pihak yang menawarkan maupun kerusakan dan/atau kehilangan dari
pihak yang menerima penawaran tersebut pengelola parkir.
(Subekti, 1982:29).
Yang akan menjadi alat ukur
tercapainya persesuaian kehendak tersebut
adalah pernyataan-pernyataan yang telah
Konstruksi Hukum Perparkiran di Indonesia 89
dan Bentuk Perlindungannya terhadap Konsumen
Menurut UU No. 8 Tahun 1999

SIMPULAN Badrulzaman. Mariam Darus. 2005. Aneka


Hukum Bisnis. Bandung: Alumni.
Berdasarkan pembahasan tersebut dapat
disimpulkan hal-hal sebagai berikut Mas, Marwan. 2004. Pengantar Ilmu
1. Apabila hubungan perjanjian Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia.
perparkiran dikonstruksikan sebagai
perjanjian jasa penitipan, berarti Naja, Daeng. 2005. Seri Keterampilan
pengelola bertanggung jawab atas Merancang Kontrak Bisnis, Contract
kerusakan dan/atau kehilangan Drafting. Bandung: PT Citra Aditya
kendaraan yang dititipkan di area Bakti.
perparkiran. Apabila perjanjian parkir
dianggap sebagai sewa lahan, berarti Sastrawidjaja, Man S. 2005. Bunga Rampai
pengelola tidak memiliki tanggung Hukum Dagang. Bandung: Alumni.
jawab atas kerusakan dan/atau
kehilangan kendaraan yang dititipkan. Sari, Desita dan Indah Lisa Diana.
2. Klausula baku yang terdapat pada karcis Perbuatan Melawan Hukum dalam
parkir merupakan klausula yang dilarang Kaitannya Perlindungan Konsumen.
oleh UU No. 8 Tahun 1999 tentang www.pemantauperadilan.com. (25
Perlindungan Konsumen karena terdapat Januari 2011, pukul 13.05)
klausul pengalihan tanggung jawab. Jika
terjadi kerusakan dan/atau kehilangan Simanjuntak. 2005. Pokok-pokok Hukum
kendaraan di areal parkir, konsumen Perdata Indonesia. Jakarta:
dapat menuntut ganti kerugian kepada Djambatan.
pengelola parkir.
Sjahdeni, Sutan Remy. 2000. Hukum
SARAN Perlindungan Konsumen Indonesia.
Jakarta: Grasindo.
Mengacu kepada simpulan, untuk
memberikan perlindungan hukum yang Subekti, R. 1982. Aneka Perjanjian.
pasti kepada konsumen, maka Bandung: Alumni.
1. pemerintah, melalui peraturan daerah
perlu menetapkan secara tegas Suharnoko dan Endah Hartati. 2005.
konstruksi hukum perparkiran sebagai Doktrin Subrograsi, Novasi, dan
bentuk perjanjian penitipan barang; Cessie dalam Kitab Undang-undang
2. pemerintah perlu mengkaji ulang Hukum Perdata, Nieuw Nederlands
sejumlah aturan yang berkaitan dengan Burgerlijk Wetboek, Code Civil
usaha perparkiran di Indonesia Perancis, dan Common Law. Jakarta:
mengingat isi ketentuan dalam karcis FH UI.
parkir tersebut dapat dikatakan dibuat
secara sepihak dan mengandung Sutiyoso, Bambang. 2007. Metode
pengalihan tanggung jawab dari pelaku Penemuan Hukum. Yogyakarta: UII
usaha tanpa mempertimbangkan posisi Press.
konsumen.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Kitab Undang-undang Hukum Dagang.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999
Badrulzaman, Mariam Darus dkk. 2001. Tentang Perlindungan Konsumen.
Kompilasi Hukum Perikatan.
Bandung: PT Citra Aditya Bakti.
90 Sigma-Mu Vol.3 No.1 – Maret 2011

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009


Tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah.

Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta


Nomor 5 Tahun 1999 Tentang
Perparkiran.

Anda mungkin juga menyukai