i
1.20.3. Sambungan (Joints)......................................................................19
1.20.4. Pelaksanaan Pekerjaan .................................................................21
1.20.5. Percobaan Penghamparan ............................................................21
1.20.6. Perlindungan Perkerasan Baru .....................................................22
1.20.7. Pembukaan Terhadap Lalu-lintas.................................................22
1.20.8. Toleransi Ketebalan Perkerasan ...................................................22
1.20.9. Metode Pengukuran .....................................................................23
1.20.10. Dasar Pembayaran ........................................................................23
1.21. WET LEAN CONCRETE ....................................................................24
1.22. BETON .................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA
ii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Perbedaan antara Perkerasan Kaku dan Perkerasan Lentur ....................2
Tabel 1.2 Penggolongan kendaraan berdasarkan MKJI ..........................................5
Tabel 1.3 Penggolongan berdasarkan Pedoman Teknis No. Pd. T-19-2004-B2 .....5
Tabel 1.4 Penggolongan kendaraan berdasarkan PT. Jasa Marga (Persero) ...........6
Tabel 1.5 Load Transfer Coefficient .......................................................................9
Tabel 1.6 Parameter dan data yang digunakan dalam perencanaan. .....................10
Tabel 1.7 Ukuran dan jarak batang dowel (ruji) yang disarankan ........................14
iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Tipe dan Lokasi Sambungan pada Perkerasan Kaku .......................1
Gambar 1.2 Hubungan Condition Factor dan Remaining Life ..........................11
Gambar 1.3 Tata letak sambungan pada perkerasan kaku .................................14
Gambar 1.4 Sambungan susut melintang dengan dowel ....................................15
Gambar 1.5 Sambungan muai dengan dowel .....................................................15
Gambar 1.6 Sambungan Pelaksanaan memanjang dengan lidah alur
dan Tie Bar .....................................................................................16
Gambar 1.7 Pengaruh Joint pada Perkerasan Akibat Beban ..............................13
Gambar 2.1 Amblas ............................................................................................30
Gambar 2.2 Patahan (Faulting) ..........................................................................31
Gambar 2.3 Pemompaan (Pumping) .................................................................32
Gambar 2.4 Rocking ...........................................................................................33
Gambar 2.5 Retak (Crack) .................................................................................34
Gambar 2.6 Kerusakan Pengisi Sambungan .....................................................35
Gambar 2.7 Gompal (Spalling) ..........................................................................35
Gambar 2.8 Penurunan Bagian Tepi Perkerasan ................................................37
Gambar 2.9 Kerusakan Tekstur Permukaan .......................................................37
Gambar 2.10 Lubang yang meluas (Pothole) pada perkerasan kaku ...................38
Gambar 2.11 Ringkasan Metode Perbaikan pada Perkerasan Kaku ....................39
Gambar 2.12 Tipe-tipe pengisian sambungan pada perkerasan kaku ..................40
Gambar 2.13 Pelaksanaan pengaluran secara manual ..........................................43
Gambar 2.14 Perkerasan Kaku yang sudah di-alur ..............................................44
Gambar 2.15 Rekonstruksi parsial daerah retak sudut .........................................47
Gambar 2.16 Rekontruksi Parsial daerah retak melintang ...................................49
Gambar 2.17 Rekontruksi Parsial daerah retak melintang ...................................50
iv
BAB I
PERENCANAAN RIGID PAVEMENT
Perkerasan jalan beton semen Portland atau lebih sering disebut perkerasan kaku
atau juga disebut rigid pavement, terdiri dari pelat beton semen Portland terdiri dari
pelat beton semen Portland dan lapisan pondasi (bisa juga tidak ada) diatas tanah dasar.
Hal ini berbeda dengan perkerasan lentur dimana kekuatan perkerasan diperoleh dari
lapisan-lapisan tebal pondasi bawah, pondasi dan lapisan permukaan.
Lapisan pondasi atau kadang-kadang juga dianggap sebagai lapisan pondasi bawah
jika digunakan dibawah perkerasan beton karena beberapa pertimbangan yaitu untuk
kendali terhadap terjadinya pumping, kendali terhadap system drainase (drainase
bawah perkerasan), kendali terhadap kembang-susut yang terjadi pada tanah dasar,
untuk mempercepat pekerjaan konstruksi, serta menjaga kerataan dasar dari pelat
beton.
Atau dapat diurikan bahwa fungsi dari lapisan atau pondasi bawah adalah:
1
• Menaikkan harga Modulus Reaksi Komposit (Modoulus of Composite
Reaction).
• Melindungi gejala pumping butir-butiran halus tanah pada daerah sambungan,
retakan dan ujung samping perkerasaan.
• Mengurangi terjadinya keretakan pada pelat beton.
• Menyediakan lantai kerja.
Pumping adalah proses keluarnya air dan butiran-butiran tanah dasar atau pondasi
bawah melalui sambungan dan retakan atau pada bagian pinggir perkerasan, akibat
lendutan atau Gerakan vertical pelat karena beban lalu-lintas, setekag adanya air bebas
yang terakumulasi dibawah pelat.
2
hampir sama untuk jenis konstruksi 7. Pada umumnya biaya awal konstruksi
jalan berkualitas tinggi dan tidak rendah, terutama pada jalan lokal
tertutup kemungkinan bisa lebih dengan volume lalu-lintas rendah.
rendah.
1. Perkerasanbeton dengan tulangan dowel dan tie bar. Jika diperlukan untuk
kendali retak dapat digunkanakn wire mesh, pengunaannya independent
terhadap adanya tulangan dowel.
2. Perkerasan beton bertulang nmenerus terdiri dari prosentasi besi yang relative
cukup banyak dan tidak ada siar kecuali untuk keperluan pelaksanaan
konstruksi dan beberapa siar muai.
3
C. BEBERAPA CARA PERENCANAAN PERKERASAN KAKU
Metode yang umum digunakan di Indonesia adalah:
Parameter penting dalam desain dan pelaksanaan perkerasan beton semen adalah
kekuatan dari beton itu sendiri, oleh karena itu dalam desain dan pelaksanaan
perkerasan beton semen harus menggunakan beton yang mempunyai mutu tinggi dan
harus sesuai dengan perencanaan sebelumnya.
Ada beberapa alasan mengapa harus menggunakan beton dengan mutu tinggi,
diantaranya sebagai berikut:
4
Perencanaan mengacu pada AASHTO (American Association of State Highway
Transportation Officials). Langkah-langkah/tahapan, prosedur dan parameter-
parameter perencaan secara praktis diberikan sebagai berikut:
Umur rencana rigid pavement umumnya diambil 20 tahun untuk konstruksi baru.
Sedangkan untuk pelebaran jalan dimana strukstu perkerasan existing adalah flexisble
pavement dan pelebarannya dengan gabungan rigid pavement-flexible pavement
dengan umur rencan diambil 10 tahun untuk menyesuaikan umur rencana flexible
pavementnya.
5
1.2.1. Lalu-lintas harian rata-rata (LHR) dan pertumbuhan lalu-lintas
5
Tabel 1.4. : Penggolongan kendaraan berdasarkan PT. Jasa Marga (Persero)
Kajian dan nilai-nilai VDF dari berbagai sumber yang semuanya tidak ada
kesamaan pada nilainya, berikut kajian VDF dari berbagai sumber :
(1+𝑔)𝑛 −1
Wt = W18 . 𝑔
Dimana :
Wt = Jumlah beban gandar tunggal standar kumulatif
6
W18 = Beban gandar standar kumulatif selama 1 tahun
n= Umur pelayanan, atau umur rencana UR (tahun)
g= Perkemabngan lalu-lintas
1. Pelat Beton
• Flexural Strenght (Sc’)= 45 kg/cm2
• Kuat tekan (Benda uji silinder 15 x 30 cm) : fc’ = 350 kg/cm2 (disarankan)
2. Wet lean concrete
• Kuat tekan (Benda uji silinder 15 x30 cm) : fc’= 105 kg/cm2
1.3. RELIABILITY
7
1.4. SERVICEABILITY
Terminal Serviceability Index (Pt) mengacu pada (AASHTO 1993 hal II-10)
Initial Serviceability untuk rigid pavement : P0 = 4,5 (AASHTO 1993 hal II-10)
MR = 1.500 x CBR
k= MR /19,4
dimana:
MR = Resilient Modulus.
Ec= 57.000√𝑓𝑐 ′
dimana:
8
• Variabel pertama: mutu drainase, dengan variasi excellent, good, fair, poor, dan
very poor. Mutu ini ditentukan oleh berapa lama air dapat dibebaskan dari
pondasi perkerasan.
• Variabel kedua: persentasi struktur perkerasan dalam satu tahun terkena air
sampai tingkat medekati jenuh air (saturated), dengan variasi < 1%, 1-5%, 5-
25%, >25%.
1.9. LOAD TRANSFER
Load transfer coefficient (J) mengacu pada Tabel 2.4. (diambil dari AASHTO 1993
halaman II-26), dan AASHTO halaman III-132.
9
1.11. PARAMETER DESAIN DAN DATA PERENCANAAN RIGID
PAVEMENT
Parameter desain dan data perencanaan untuk kemudahan bagi perencana dalam
mentetukan tebal pelat beton rigid pavement, disajikan seperti pada Tabel 2.5.
dimana:
Dol= Tebal flexible pavement (inch)
10
Df= Tebal total perkerasan rencana (inch)
Deff= Tebal lapis pelat beton effective (inch)
A= Faktor konversi lapis perkerasan beton ke hotmix.
Jika gabungan rigid & flexible pavement tersebut didesain dengan konstruksi
awal pelat beton dan kemudian di-overlay, maka perencanaan menjadi sebagai berikut:
1. Konstruksi Awal
Konstruksi awal digunakan rigid pavement tebal D cm, dianalisis equivalent
standard axle load dan nilai umur rencana terhadap struktur perkerasan kaku
setebal D cm tersebut.
2. Remaining Life (RL) dan Pavement Condition Factor (CF)
𝑁𝑝
RL = 100 x 1- 𝑁1,5
Condition Factor (CF), diambil dari AASHTO 1993 halaman III-90) atau
formula :
CF = RL0.165
11
3. Desain additional overlay
4. Tinjauan kemampu-layanan
• Kondisi pada akhir tahun ke Np
• Kondisi pada akhir tahun ke N1,5
• Kondisi pada akhir tahun umur rencana
• Overlay
Diperlukan overlay agar kondisi perkerasan tetap diatas nilai batas terminal
serviceability index 2,5 tahun sebelum menurun kemampu layanannya
menjadi 1,5 dan selanjutnya mendapat umur rencana 20 tahun.
12
1.15.1. Tata cara perencanaan penulangan
1.15.2. Sambungan
1. Jenis Sambungan
• Sambungan Susut
• Sambungan Muai
• Sambungan Konstruksi (Pelaksanaan)
Selain 3 jenis sabungan tersebut, jika pelat perkerasan cukup lebar (> 7 m)
maka diperlukan sambungan ke arah memanjang yang berfungsi sebagai penahan
gaya lenting (warping) yang berupa sambungan engsel, dengan diperkuat batang
pengikat (tie bar).
2. Geometrik Sambungan
Geometrik sambungan adalah tata letak secara umum dan jarak antara
sambungan.
13
Gambar 1.3. : Tata letak sambungan pada perkerasan kaku
Dower berupa batang tulangan polos (maupun profil), yang digunakan sebagai
saranan penyang/pengikat pada beberapa jenis sambungan pelat beton perkerasan
jalan.
Tabel 1.7. : Ukuran dan jarak batang dowel (ruji) yang disarankan.
14
5. Batang Pengikat (Tie Bar)
Tie Bar adalah potongan baja yang diprofilkan yang dipasang pada
sambungan lidah-alur dengan maksud untuk mengikat pelat agar tidak bergerak
horizontal.
15
1.16. TINJAUAN KHUSUS KAPASITAS JALAN UNTUK PARAMETER
DISTRIBUSI LAJUR
Dalam perencanan tebal pelat suatu rigid pavement, diperlukan penentuan faktor
distribusi lajur (DL). Penentuan jumlah lajur dapat dianalisis dengan kapasitas jalan.
Dalam bukuini akan menggunakan rujukan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI)
1997.
Gambar 1.6. : Sambungan Pelaksanaan memanjang dengan lidah alur dan Tie Bar.
Ruas Jalan (non-tol) merupakan bagian segmen jalan dalam suatu jaringan jalan.
Segmen jalan ini merupakan panjang jalan di antara dan tidak dipengaruhi oleh
simpang bersinyal atau simpang tak bersinyal utama dan memiliki karakteristik yang
hampir sama di sepanjang jalan.
1.17.SPESIFIKASI
Spesifikasi ini diambil dari referensi PT. Jasa Marga (Persero) edisi tahun 2004.
16
1.18. PERKERASAN BETON SEMEN PORTLAND
1.18.1. Material
a. Agregat
Material pokok untuk perkerasan beton harus sesuai dengan ketentuan
kecuali agregat kasar harus berupa batu pecah.
b. Baja Tulangan
• Baja tulangan (rainforcing steel) harus sesuai dengan ketentuan dan
detailnya tertera pada gambar.
• Tulangan baja untuk jalur jalan kendaraan harus berupa anyaman
baja.
• Tulangan tarik harus berupa batang-batang baja berulir sesuai
dengan AASHTO M 31.
c. Bahan Pengisi Sambungan (Joint Filler)
• Bahan Pengisi Tuang (Poured Filler)
• Bahan Pengisi Padat (Performed Filler)
d. Membran kedap air (Slip Sheet Membrane)
Membran atau sekat untuk lapisan tahan air dibawah perkerasan harus
berupa lembaran Polyethene dengan tebal 125 mikron.
e. Curing Materials
Curitng Materials harus sesuai dengan ketentuan berikut atau material
lain yang disetujui Konsultan pengawas.
f. Beton
• Bahan Pokok Campuran
Persetujuan unutk proporsi bahan pokok campuran akan didasarkan
pada hasil percobaan campuran (trial mix) yang dibuat oleh
kontraktor.
17
• Kekuatan Beton
Kuat lentur (Flexural Strength) minimum tidak boleh kurang dari
45kg/cm2 pada umur 28 hari, bila di tes dengan third point method
menurut AASHTO 97.
• Pengambilan contoh beton
Pengambilan contoh beton untuk keperluan pengujian harus sesuai
dengan ketentuan dari spesifikasi.
• Kekuatan Karakteristik
1.18.2. Peralatan
a. Umum
Peralatan harus sesuai dengan ketentuan pasal 3.4.3. dari spesifikasi ini
b. Mesin penghampar dan penempa (spreading and finishing machines)
Jenis mesin penghampar harus sedemikian rupa sehingga dapat
memperkecil kemungkinan segregasi campuran beton.
c. Penggetar (Vibrator)
Vibrator, untuk menggetarkan seluruh lebar perkerasan beton, dapat
berupa surface pan type atau internal type dengan tabung celup (immersed
tube) atau multiple spuds.
d. Gergaji Beton (Concrete Saw)
Bila ditentukan, sambungan dibentuk dengan penggergajian (saw
joints), Kontraktor harus menyediakan peralatan gergaji dalam jumlah dan
kapasitas yang memadai untuk membentuk sambungan, dengan mata
gergaji bermata intan dan berpendingin air atau dengan abrasive wheel
sesai ukuran yang ditentukan.
e. Acuan
Acuan lurus harus terbuat dari logam dengan ketebalan tidak kurang
dari 5 mm dan harus disediakan dalam bentuk bagian-bagian dengan
18
panjang tidak kurang dari 3 m. Acuan ini juga harus dilengkapi penguncing
pada ujung-ujung bagian yang bersambungan.
Sambungan harus dibuat dengan tipe, ukuran dan pada lokasi seperti yang
ditentukan dalam gambar. Semua sambungan harus dilindungi agar tidak
kemasukan material yang tidak dikehendaki sebelum ditutup dengan bahan
pengisi.
Ada tiga jenis sambungan (joint) yang digunakan pada perkerasan beton
yaitu sebagai berikut:
19
b. Sambungan pelaksanaan (Construction joint)
Construction joint adalah jenis sambungan memanjang dan melintang yang
dibuat untuk memisahkan bagian-bagian yang dicor/hampar pada saat
perkerasan beton dilakukan dalam waktu yang berbeda ditempatkan di
antara beton hasil penghamparan lama dengan beton hasil penghamparan
baru.
c. Sambungan isolasi (Isolation join)
Isolation joint adalah memisahkan perkerasan dari objek atau struktur dan
menjadikannya bergerak secara independen. Sambungan isolasi digunakan
bila perkerasan berbatasan dengan manholes, drainase, trotoar dan
bangunan intersection perkerasan lain atau jembatan. Isolation joint yang
dipakai untuk jembatan harus memakai dowel sebagai load transfer.
Pada perkerasan beton semen terdapat beberapa tipe sambungan antara lain:
20
Kedalaman sambungan kurang lebih mencapai seperempat dari tebal pelat
untuk perkerasan dengan lapis pondasi berbutir atau sepertiga dari pelat
untuk lapis pondasi stabilisasi semen. Jarak sambungan susut melintang
untuk perkerasan beton bersambungan tampa tulangan sekitar 4-5 meter,
sedangkan untuk perkerasan beton bersambung dengan tulangan 8-15
meter dan untuk sambungan perkerasan beton menerus dengan tulangan
sesuai dengan kemampuan pelaksanaan.
Sambungan ini harus dilengkapi dengan ruji polos panjang 45 cm, jarak
antar ruji yaitu 30 cm, lurus dan bebas dari tonjolan tajam yang akan
mempengaruhi gerakan bebas pada saat pelat beton menyusut, setenga
panjang ruji polos harus dicat atau dilumuri dengan bahan anti lengket.
a. Pemasangan Acuan
b. Penghamparan Beton
c. Penempatan Baja Tulangan
d. Finishing Dengan Mesin
e. Finsihing Dengan Tangan
f. Pelepaan (Floating)
g. Metode Manual
• Metode Manual
• Metode Dengan Mesin
h. Memperbaiki Permukaan
21
sepanjang tidak kurang dari 30 m di lokasi yang disediakan oleh kontraktor di
luar daerah kerja permanen. Kontraktor harus menyampaikan kepada konsultan
pengawas, paling lambat 1 bulan sebelum pelaksanaan percobaan pertama,
uraian terperinci mengenai instalasi, peralatan dan metode pelaksanaan
pekerjaan.
Perencanaan Tebal Perkerasan Bina Marga dan Analisis Fatik dan Erosi
Tebal pelat taksiran dipilih dan total fatik serta kerusakan erosi dihitung
berdasarkan komposisi lalulintas selama umur rencana. Jika kerusakan fatik
22
atau erosi lebih dari 100%, tebal taksiran dinaikan dan proses perencanaan
diulangi.
Jumlah yang akan dibayar dengan mata pembayaran tersebut di bawah ini
adalah jumlah meter persegi perkerasan beton yang telah selesai dan disetujui,
pada pekerjaan permanen. Sambungan dan baja tulangan yang diperlukan
dalam pekerjaan dari pasal ini tidak akan diukur untuk pembayaran tersendiri.
Begitu juga dengan perkerasan hasil percobaan.
23
𝐾𝑒𝑘𝑢𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎 (𝑎𝑘𝑡𝑢𝑎𝑙)
100% - x 100%
45
1.22. BETON
24
tingkat kerataan permukaan jalan. Bila jalan beton yang akan dibangun
adalah merenov jalan aspal yang sudah ada, biasanya pekerjaan ini
dilakukan pada separuh bagian jalan lebih dulu. Hal ini tentu agar separuh
bagian jalan masih dapat dilalui kendaraan.
25
5. Proses Pengecoran Beton
Proses pengecoran beton merupakan langkah terpenting dalam proses
pembangunan jalan beton. Tentu campuran beton ini haruslah
diperhitungkan dan memiliki kualitas yang baik. Untuk lebih jelasnya,
silahkan baca “klasifikasi mutu beton” untuk mengetahui berbagai mutu
beton untuk pembangunan jalan.
Setelah beton sudah dicor maka tutup kembali menggunakan plastik
ataupun karung goni pada permukaannya. Hal ini bertujuan agar proses
pengerasan dapat terbentuk dengan sempurna, setelah mengeras biasanya
beton masih mempunyai gundukan-gundukan kecil. Karenanya diperlukan
proses perlukaan untuk menghaluskan dan meratakannya agar jalan lebih
nyaman dilalui.
Proses pengecoran ini akan berjalan dengan sempurna bila dilakukan pada
cuaca yang cerah. Tentu dengan cuaca yang cerah maka beton akan lebih
cepat kering dan perkerasannya akan maksimal. Namun bagaimana bila
proses pengecoran berlangsung ketika cuaca hujan? karenanya ada prosedur
tersendiri untuk hal tersebut. Untuk lebih jelasnya Anda bisa membacanya
di “pengecoran beton saat hujan”.
6. Proses Pemadatan Beton
Setelah beton sudah mengeras, tentu tidak serta merta jalan beton bisa
langsung dilalui kendaraan. Jalan beton harus dipastikan lebih dulu tingkat
kekerasannya apakah sudah memenuhi standar yang telah diperhitungkan
atau belum. Proses pengujian kekerasan jalan beton umumnya dilakukan
menggunakan alat ukur kekerasan beton.
Namun sebelumnya biasanya beton akan diberi penyiraman air selama 23
hari secara terus-menerus. Hal ini bertujuan agar beton tidak mengalami
dehidrasi atau kekurangan air pada lapisannya. Kadar air atau kelembaban
beton juga akan mempengaruhi kualitas beton, karenanya dibutuhkan alat
ukur kelembaban beton untuk mengujinya.
26
Demikian adalah beberapa proses pembuatan jalan beton secara sederhana.
Dari penjelasan singkat tersebut dapat kita simpulkan bahwa penggunaan
alat ukur yang tepat berguna dalam pengujian kualitas beton. Untuk itu
pastikan Anda mendapatkan alat ukur berkualitas dari distributor terpercaya
disini.
27
BAB II
PEMELIHARAAN DAN MASALAH KERUSAKAN
2.2.PROBLEM PEMELIHARAAN
Kerusakan yang memerlukan pekerjaan pemeliharaan dapat di golongkan 3
kategori:
1. Kerusakan akibat pekerjaan awal
• Kelemahan Pengawasan
• Kelemahan Desain
• Mutu Material kurang baik
2. Kerusakan akibat pemakaian dan waktu
• Keausan permukaan, cuaca (retak-retak) dan abrasi lalu-lintas
• Pemasangan utilitas (listrik, kabel telepon dll)
• Road marking, mata kucing, dll
• Kerapuhan Joint
3. Kerusakan akibat penyabab khusus
• Kecelakaan lalu-lintas
• Lubang-lubang
• Longsoran
2.3.BENTUK DAN JENIS KERUSAKAN
Indeks Kondisi Perkerasan atau PCI ( Pavement Contidion Index) adalah
tingkat dari kondisi permukaan perkerasan dan ukurannya yang ditinjau dari fungsi
daya guna yang mengacu pada kondisi dan kerusakan di permukaan perkerasan yang
terjadi (Hardiya`tmo, 2005). Menurut Hardiyatmo (2005) jenisjenis kerusakan
perkerasan lentur (aspal), umumnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Adapun jenis-jenis kerusakan yang terjadi pada perkerasan jalan akibat beberapa
faktor kerusakan berdasarkan Manual Pemeliharaan Jalan Direktorat Jenderal Bina
Marga No. 03/MN/B/1983, kerusakan jalan dapat dibedakan kedalam 19 (sembilan
belas) jenis kerusakan. Adapun dari ke-19 (sembian belas) kerusakan perkerasan
tersebut yaitu sebagai berikut :
Deformasi
1. Amblas (Depression)
Ambas adalah penurunan permanen perkuaan slab dan umumnya terletak
di sepanjang retakan atau sambungan. Kedalaman kerusakan ini umumnya
lebih dari 2 cm dan akan menampung atau meresapkan air. Adapun
penyebab dari amblas (depression) juga dapat disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu
a) Beban kendaran yang berlebihan, sehingga kekuatan struktur bagian
bawah perkerasan jalan itu sendiri tidak mampu memikulnya.
b) Penurunan bagian perkerasan dikarenakan oleh turunnya tanah dasar.
c) Pelaksanan pemadatan tanah yang kurang baik.
29
Pada penilian metode PCI terdapat identifikasi amblas (depression)
guna menentukan level atau tingkatan kerusakan yang terjadi.
Akibat lanjutan :
• Meluasnya daerah atau slab yang mengalami amblas
• Berkurangnya kenyamanan dan keselamatan berkendara
Saran Penangan:
• Kedalaman amblas > 25 mm, dengan penambalan (patching),
PPK3.
30
• Kedalaman amblas < 25 mm, dengan lapis perata (leveling), PPK4.
2. Patahan (Faulting)
Patahan adalah perbedaan elevasi antara slab, akibat penurunan pada
sambungan atau retakan.
31
Kemungkinan penyebabnya:
• Kurangnya daya dukung pondasi bawah atau tanah dasar
• Melengkungnya slab akibat perubahan temperatur dan kelembapan
• Terjadinya pumping dan rocking
• Perubahan volume pada tanah dasar
Akibat lanjutan :
• Meluasnya area patahan dan slab yang mengalami patahan
• Terjadinya gompal (spalling)
• Berkurangnya kenyamanan dan keselamatan berkendara
3. Pemompaan (Pumping)
Pemompaan adalah fenomena, dimana air atau lumpur keluar (terpompa)
melalui sambungan atau retakan yang ditimbulkan oleh defleksi slab akibat
lalu-lintas.
32
Kemungkinan Penyebab :
• Kadar air yang berlebihan pada tanah dasar
• Akibat infiltrasi air melalui celah sambungan atau retakan
Akibat lanjutan :
• Akan terjadi rocking dan retakan
• Meluasnya area atau slab yang mengalami pemompaan
• Berkurangnya kenyamanan dan keselamatan berkendara
Saran penanganan :
• Penutupan celah sambungan (Joint Sealing), PPK2
• Penyuntikan bahan pengisi/semen (grouting), PPK5
4. Rocking
Rocking adalah fenomena, dimana terjadi pergerakan vertikal pada
sambungan atau retakan yang disebabkan oleh lalu-lintas. Rocking dapat
disebabkan oleh pemompaan.
33
• Perbedaan daya dukung pada tanah dasar
Akibat lanjutan :
• Retak akan diikuti patahan permanen
• Meluasnya area slab yang mengalami rocking
5. Retak (Crack)
a) Gerakan vertikal atau horisontal pada lapisan bawah lapis tambahan, yang
timbul akibat ekspansi dan konstraksi saat terjadi perubahan temperatur
atau kadar air.
34
b) Gerakan tanah pondasi.
c) Hilangnya kadar air dalam tanah dasar yang kadar lempungnya tinggi. Pada
penilian metode PCI terdapat identifikasi retak sambung (joint reflection
cracking) menentukan level atau tingkatan kerusakan yang terjadi, adapun
tingkat kerusakan berdasarkan indentifikasi retak sambung (joint reflection
cracking).
7. Gompal (Spalling)
Gompal yaitu pecah pada perkerasan beton yang terjadi pada bagian pinggir
perkerasan. Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran di lapangan,
banyak terdapat lubang – lubang pada permukaan perkerasan, baik sisi kiri
maupun kanan jalan, dengan bentuk dan kedalaman bervariasi.
35
Jaringan dan pola retak telah berlanjut, sehingga pecahan-pecahan
dapat diketahui dengan mudah, dan terjadi gompal dipinggir.
H
Beberapa pecahan mengalami rocking akibat lalu lintas.
36
Gambar 2.8. : Penurunan bagian tepi perkerasan
37
Gambar 2.10. : Lubang yang meluas (Pothole) pada perkerasan kaku
11. Drainase Permukaan Perkerasan
Hal ini disebabkan karena kehilangan friction sebagai akibat adanya film
air di permukaan perkerasan ketika hujan turun.
2.4.METODE PENANGANAN
Kriteria retak yg disarankan untuk dapat diisi dengan bahan pengisi adalah retak
yang lebih kecil dari 5 mm.
Bahan pengisi dapat berupa campuran panas atau campuran dingin, bahan yang
digunakan sebagai pengisi celah retak harus dari jenis yang ditetapkan dan
memenuhi salah satu spesifikasi berikut:
38
PPK-4: Lapis Perata (Leveling).
PPK-5: Penyuntikan (Grouting).
PPK-6: Pengaluran (Grooving).
PPK-7 : Pelapis ulang tipis (Surfacing).
PPK-8: Rekonstruksi Setempat (Partial)
PPK-9: Rekonstruksi.
39
2.4.2. PPK2, Penutupan Celah Sambungan (Joint Sealing)
Penggantian bahan pengisi sambungan dilakukan bila 25% bahan
pengisi sambungan telah mengalami kerusakan, dimana air dan material
lainnya dapat masuk melalui celah-celah sambungan bagian bawah slab.
Tujuan dari metoda menutup sambungan (joint sealing) pada
perkerasan kaku adalah untuk meminimalkan infiltrasi air permukaaan, debu
atau kotoran, ataupun bahan kimia masuk ke dalam sambungan. Sedangkan
tujuan dari metoda mengisi sambungan (joint filling) serupa dengan mengisi
sambungan, tetapi dilakukan dengan cara yang berbeda. Joint filling umumnya
dilakukan pada celah sambungan yang sempit, dimana kondisi celah lebih sulit
dibersihkan dan sulit untuk mendapatkan bentuk sealant yang sesuai.
•Kondisi drainase,
•Penggunaan perkerasan,
•Kebutuhan kinerja,
•Biaya siklus hidup,
•Jenis / jarak sambungan,
40
•Karakteristik beton,
•Jenis sealant dan bahan.
Menutup celah sambungan harus dilakukan dengan material dan dengan
metoda yang tepat. Artikel kali ini akan membahas hal-hal terkait, sehingga
perencana jalan dapat mendesain dan melakukan konstruksi sambungan
perkerasan kaku dengan lebih efektif.
Peralatan
Pemilihan perlatan untuk pekerjaan pengisian celah sambungan,
disesuaikan dengan keperluan, diantaranya adalah:
•Joitn Saw
•Concrete Swa/Cutter
•Sapu/Sikat Kawat
•Kompresor Udara
•Alat Pengisi Celah Sambungan
41
• Membersihkan bagian yang akan ditangani dengan tenaga manusia.
• Menyemprotkan lapis resap pengikat prime coat dengan takaran 0.5l
iter/m2.
• Menebarkan dan memadatkan campuran aspal beton sampai diperoleh
permukaan yang rata.
• Memadatkan dengan baby roller (minimum 5 lintasan).
2.4.4. PPK4, Lapis Perata (Leveling)
42
dengan elebasi slab beton di sekitarnya. Bahan yang dapat digunakan untuk
penyuntikan adalah semen atau aspal.
43
Pelaksanaan pengaluran dapat dilakukan secara melintang atau
memanjang, tapi umumnya arah melintang, karena sangat baik untuk keperluan
drainase permukaan. Pola bentuk alur dipilih dengan menambah atau
mengurangi jumlah atau lebar dari pisau.
44
Peralatan
• Sapu Kawat
• Kompresor Udara
• Penyemprot Aspal
• Sekop
• Alat Perata
• Alat Pemadat Roda Baja
• Alat Pemadat Roda Karet
• Asphalt Finisher
• Dump Truck
Pelaksanaan
45
- Tebal tambalan > 20 mm = 1 bagian semen : 2 bagian
pasir : 2,5 bagian agregat pecah ukuran 9mm.
- Faktor air semen < 0,45
• Microsilica
Peralatan
• Concrete saw/cutter
• Kompresor Udara
• Alat Perata
• Sekop
• Belincong
• Beton Molen
• Pemadat Getar
Cara pelaksanaan perbaikan retak sudut adalah berbeda dengan perbaikan jenis
reta memanjang dan retak melintang. Adapun retak diagonal, penanganannya
dianggap sama dengan retak sudut apabila jarak retaknya M 2 meter dari sudut
sambungan, baik arah sambungan melintang maupun sambungan memanjang.
Peralatan
46
• Bahan Pengisi Sambungan
• Dowel atau tie-bar
• Kompresor Udara
• Alat Perata
• Sekop
• Belincong
• Beton Molen
• Pemadat Getar
Pelaksanaan
47
• Bongkar dan ganti tanah dasar dan lapisan pondasi jika kurang
baik kondisinya.
• Periksa batang dowel yang ada, potong dan buang batang-
batang yang rusak, kemudian pasang baru.
Peralatan
48
• Beri tanda daerah yang mengalami retak dan termasuk daerah
yang secara visual baik (yaitu sekitar 10 cm di luar daerah yang
mengalami kerusakan) dengan cat semprot atau kapur.
• POtong daerah yang sudah diberi tanda dengan concrete saw /
cutter sedalam 2 – 3 cm dan bagian tepi pemotongan dibuat
tegak lurus. Pada sudut pemotongan, garis pemotongan di buat
melengkung untuk mengurangi konsentrasi tegangan.
• Bongkar daerah yang sudah dipotong. Untuk sambungan,
pelaksanaannya sama dengan rekonstruksi parsial sudut slab.
• Buatlah lubang pada beton yang ada, masukkan mortar semen
dan batang dowel berukuran diameter 25 x 700 mm, sedalam
setengah dari panjangnya.
• Bungkus bagian dowel yang sedang dikerjakan, dengan bahan-
bahan aspal kemudian dicor betonnya.
• Buat alur sambungannya dengan memotong pemotong setelah
beton meneras kemudian masukkan campuran bahan pengisi
• Jika slab beton tapa tulangan susut, gantilah beton dengan satu
slab yang utuh sebab kerusakan sering terjadi pada saat
perbaikan.
49
Gambar 2.17. : Rekontruksi Parsial daerah retak melintang
50
DAFTAR PUSTAKA
Suryawan, Ari. (2009). Perkerasan Jalan Beton Semen Portland (Rigid Pavement).
Cetakan ke-2. Beta Offset Yogyakarta