Anda di halaman 1dari 59

IDENTIFIKASI KEANEKARAGAMAN

SERANGGA DI BERBAGAI TIPE


PENGGUNAAN LAHAN
(STUDI KASUS IDENTIFIKASI SERANGGA)

FEBRINA HERAWANI

PROGRAM STUDI PROGRAM PROFESI INSINYUR


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2022
IDENTIFIKASI KEANEKARAGAMAN SERANGGA
DI BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN
(STUDI KASUS IDENTIFIKASI SERANGGA)

FEBRINA HERAWANI

Studi Kasus

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar


Insinyur pada Program Studi Pendidikan Profesi
Fakultas Pertanian Universitas Jambi

PROGRAM STUDI PROGRAM PROFESI INSINYUR


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Studi kasus dengan judul Identifikasi Keanekaragaman Serangga di


berbagai tipe penggunaan lahan, dengan NIM D1D222009, telah di uji dan
dinyatakan lulus pada tanggal 17 Desember 2022 dihadapan Tim Penguji yang
terdiri atas:

Ketua : Ir.Nursanti,S.Hut.,M.Si.IPM
Penguji Utama : Ir. Rike Puspitasari Tamin, S.Hut, M.Si, IPM
Anggota : Ir.Riana Anggraini,S.Hut.,M.Si.IPM

Menyetujui,
Pembimbing Studi Kasus

Dr. Ir. Hamzah, M.Si. IPM


NIP. 196312311990011003

Mengetahui,
Ketua Jurusan Kehutanan

Dr. Ir. Eva Achmad, S.Hut.,M.Sc.,IPM


NIP. 197201121997022001

i
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN BEBAS PLAGIARISME

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Febrina Herawani

NIM : D1D222009

Prodi/Fakultas : Profesi Insinyur/Pertanian

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Studi kasus ini belum pernah diajukan dan tidak dalam proses pengajuan dimana
pun dan/atau oleh siapapun juga.
2. Semua sumber kepustakaan dan bantuan dari berbagai pihak yang diterima selama
penelitian dan penyusunan Studi Kasus ini telah dicantumkan/dinyatakan pada
bagian yang relevan, dan Studi Kasus ini bebas dari plagiarisme.
3. Apabila dikemudian hari terbukti bahwa Studi Kasus ini telah diajukan atau dalam
proses pengajuan oleh pihak lain dan/atau terdapat palgiarisme di dalam Studi
Kasus ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan pasal 12 ayat (1)
butir (g) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 17 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Penaggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi, yakni Pembatan
Ijazah.

Jambi, 22 Desember 2022

Yang membuat pernyataan,

Febrina Herawani

ii
RINGKASAN

Pola keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia sebagaian besar


dapat di jumpai di wilayah hutan hujan tropis yang mempunyai iklim yang
stabil sepanjang tahun. Diantara keanekaragaman hayati yang ada di
Indonesia, serangga merupakan kelompok biota yang paling tinggi
keanekaragamannya. Pada berbagai ekosistem serangga mempunyai peran
penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem yaitu sebagai polinator,
pengurai, dan musuh alami. Provinsi Jambi merupakan salah satu daerah yang
memiliki hutan hujan tropis dataran rendah yang terkonvensi menjadi
perkebunan karet dan kelapa sawit. Transformasi lahan hutan menjadi
perkebunan kelapa sawit dan karet di Jambi menyebabkan perubahan
keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Di Indonesia ditemukan
berbagai macam spesies serangga, karena memiliki iklim yang relatif stabil
yaitu beriklim tropis, sehingga berbagai macam flora dan fauna dapat hidup
dan berkembang biak. Tujuan dari kegiatan ini adalah melakukan proses
identifikasi berbagai jenis Arthopoda dari golongan insekta (serangga) sampe
di tingkat Ordo. Metode sampling serangga yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu menggunakan metode fogging untuk memperoleh serangga arboreal
dan winkler ekstractor untuk serangga di serasah. Identifikasi dilakukan
dengan mengamati ciri-ciri morfologi dari spesimen serangga yang didapat
dan dilakukan sortasi masing-masing ordo yang didapat. Dari hasil
identifikasi yang dilakukan diperoleh 12 ordo serangga yang didapat dari dua
metode yang digunakan yaitu Ordo Coleoptera, Ordo Blattodea, Ordo
Araneae, Ordo Hemiptera, Ordo Hymenoptera, Ordo Diptera, Ordo
Lepidoptera, Ordo Psocoptera, Ordo Acarina, Ordo Collembola, Ordo
Thysanoptera dan Ordo Orthoptera.

Kata Kunci : Serangga, Identifikasi, Hutan, Jambi.

iii
RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Sungai Penuh pada tanggal 26 Februari 1989.


Terlahir sebagai anak kedua dari tiga bersaudara di keluarga
Ayahanda Rafwan dan Ibunda Herlina Srikandi. Pada tahun
2007 masuk Universitas Jambi pada Program Studi Hama dan
Penyakit Tumbuhan. Studi ini diselesaikan pada tahun 2013
dengan skripsi berjudul “ Pengaruh beberapa jenis mikro
organisme local (MOL) terhadap perkembangan hama perusak
daun pada tanaman sawi (Brassica juncea L.)” di bawah
bimbingan Ir.Wilma Yunita, M.P dan Dr. Novalina, S.P.
M.Si.
Pada tahun 2014 terdaftar sebagai mahasiswa Sekolah Pascasarjana IPB
Program Studi Entomologi. Penulis menulis jurnal dengan judul Status of Infestation
and Biology of Pepper Fruit Fly, Atherigona orientalis (Schiner) (Diptera: Muscidae)
(2019) yang diterbitkan pada Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika. Guna
menyelesaikan gelar Magister Sains IPB, penulis menyelesaikan tesis dengan judul”
Status Serangan dan Biologi Lalat Atherigona orientalis (Shiner) (Diptera:
Muscidae) pada buah cabai”, di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf, M.Sc dan
Dr. Ir. Sugeng Santoso, M.Agr.
Riwayat pekerjaan penulis diawali pada tahun 2014 bekerja sebagai asisten
peneliti CRC EFForTS 990 di Universitas Jambi sebagai tim laboratorium group
B09, pada tahun 2018,bekerja sebagai asisten peneliti CRC EFForTS 990 Universitas
Jambi pada group C07 bidang Sosial Ekonomi Pertanian, 2021-2022 bekerja
dibagian laboratorium CRC EFForTS sebagai tim Identifikasi serangga group Z02.
Tahun 2020 hingga sekarang bekerja sebagai dosen di Prodi Agronomi, Institut
Teknologi dan Sains Nahdatul Ulama Jambi.

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wa ta’ala atas


segala karunia Nya sehingga penulisan laporan studi kasus yang berjudul “Teknik
atau Metode Identifikasi Keanekaragaman Serangga di berbagai tipe lahan” ini
dapat diselesaikan. Laporan studi kasus ini merupakan tugas akhir pada Program
Studi Profesi Insinyur (PSPPI) Universitas Jambi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Hamzah, M.Si, IPM
selaku pembimbing yang telah memberi banyak saran, motivasi, dan pengarahan
dalam perbaikan laporan studi kasus ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada pihak CRC EFForTS yang telah membantu memfasilitasi studi kasus ini,
baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga laporan studi kasus ini dapat
diselesaikan. Semoga Allah memberi balasan yang berlipat.
Penulis menyadari penyusunan laporan studi kasus ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
untuk perbaikan dalam kesempatan berikutnya. Akhirnya penulis mengucapkan
semoga laporan ini dapat memberikan manfaat.

Jambi, 22 Desember 2022

Febrina Herawani

v
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. . i


PERNYATAAN ORISINALITAS DAN BEBAS PLAGIARISME ................ .ii
RINGKASAN ......................................................................................................... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ..............................................................................iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ..v
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ...vi
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. viii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 10
1.1. Latar Belakang ............................................................................................ 10
1.2. Tujuan Penulisan Studi Kasus ..................................................................... 12
1.3. Output Penulisan Studi Kasus ...................................................................... 12
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................ 13
2.1 Kelas Insekta ( Serangga) ............................................................................ 13
2.2 Karakteristik Serangga ................................................................................ 14
Kepala (Caput) ............................................................................................. 14
Toraks ........................................................................................................... 19
Abdomen ....................................................................................................... 22
2.3 Klasifikasi Kelas Insekta ............................................................................... 23
BAB III METODE PELAKSANAAN .................................................................. 25
3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ................................................................... 25
3.2. Lokasi Pengambilan sampel ......................................................................... 25
3.3. Metode Pengambilan ................................................................................... 26
3.4. Sortasi dan Identifikasi ................................................................................ 27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................28
4.1. Hasil Sortasi ................................................................................................28
4.2. Identifikasi Ordo Serangga ...........................................................................28
4.3. Pembahasan……………... ………………………………….......................50

vi
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN................................................................51
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................51
5.2 Saran ............................................................................................................51
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................52
LAMPIRAN ............................................................................................................54

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur umum kepala serangga...........................................................14


Gambar 2. Struktur antena serangga ......................................................................15
Gambar 3. Tipe-tipe antena ....................................................................................17
Gambar 4. Tipe-tipe mulut serangga ......................................................................18
Gambar 5. Struktur toraks insekta ..........................................................................19
Gambar 6. Tipe tungkai insekta .............................................................................21
Gambar 7. Venasi sayap membujur .......................................................................22
Gambar 8. Pengambilan sampel serangga proses (fogging) .................................26
Gambar 9. Metode Winkler Extractor ....................................................................27
Gambar 10. Chrysomelidae....................................................................................29
Gambar 11. Elateridae ............................................................................................30
Gambar 12. Carabidae ............................................................................................31
Gambar 13. Cicindelidae........................................................................................31
Gambar 14. Erotylidae ...........................................................................................31
Gambar 15. Buprestidae .........................................................................................31
Gambar 16. Languriidae.........................................................................................31
Gambar 17. Blattidae .............................................................................................31
Gambar 18. Blattidae (Dorsal-ventral) ...................................................................32
Gambar 19. Sparassidae .........................................................................................33
Gambar 20. Salticidae ...........................................................................................33
Gambar 21. Liocranidae ........................................................................................33
Gambar 22. Alydidae 1 ..........................................................................................34
Gambar 23. Delphacidae ........................................................................................35
Gambar 24. Alydidae 2 ..........................................................................................35
Gambar 25. Ichneumonidae 1 ................................................................................36
Gambar 26. Formicidae ..........................................................................................37
Gambar 27. Ichneumonidae 2 ................................................................................38
Gambar 28. Scelionidae .........................................................................................38
Gambar 29. Tipulidae.............................................................................................38
Gambar 30. Muscidae 1 .........................................................................................39

viii
Gambar 31. Muscidae 2 .........................................................................................39
Gambar 32. Muscidae 3 .........................................................................................39
Gambar 33. Noctuidae ...........................................................................................40
Gambar 34. Probosis ..............................................................................................40
Gambar 35. Pyrallidae ............................................................................................41
Gambar 36. Caeciliusidae 1 ...................................................................................42
Gambar 37. Caeciliusidae 2 ...................................................................................42
Gambar 38. Psyllidae ............................................................................................42
Gambar 39. Tetranycidae 1 ....................................................................................43
Gambar 40. Tetranycidae 2 ....................................................................................44
Gambar 41. Famili 1 ..............................................................................................44
Gambar 42. Entomobrydae 1 .................................................................................45
Gambar 43. Sminthuridae 1 ...................................................................................46
Gambar 44. Sminthuridae 2 ...................................................................................46
Gambar 45. Entomobrydae 2 .................................................................................46
Gambar 46. Phleothripidae 1 .................................................................................47
Gambar 47. Thripidae ............................................................................................48
Gambar 48. Phleothripidae 2 .................................................................................48
Gambar 49. Gryllidae (nimfa) ................................................................................48
Gambar 50. Tetrigidae ...........................................................................................49
Gambar 51. Acrididae ............................................................................................50

ix
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pola keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia sebagaian
besar dapat di jumpai di wilayah hutan hujan tropis yang mempunyai
iklim yang stabil sepanjang tahun. Secara geografis, Indonesia
terletak di daerah tropik pada garis 6° LU - 11° LS dan 95° BT -141°
BT yang dilewati oleh garis khatulistiwa sehingga memiliki
keanekaragamanan hayati yang tinggi dibandingkan dengan daerah
subtropik dan kutub. Keanekaragaman hayati menjaga kestabilan
ekosistem tetap pada equilibrium (keseimbangan) dan memiliki
peran penting dalam menyediakan jasa lingkungan dan menjamin
keberlanjutan ekosistem (Alberti 2005).
Diantara keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia,
serangga merupakan kelompok biota yang paling tinggi
keanekaragamannya. Kemampuan beradaptasi serangga yang tinggi
dibandingkan dengan hewan lainnya menyebabkan serangga
bertahan hidup dan berkembangbiak di berbagai ekosistem. Pada
berbagai ekosistem serangga mempunyai peran penting dalam
menjaga keseimbangan ekosistem yaitu sebagai polinator, pengurai,
dan musuh alami (Strong et al. 1984).
Provinsi Jambi merupakan salah satu daerah yang memiliki
hutan hujan tropis dataran rendah yang terkonvensi menjadi
perkebunan karet dan kelapa sawit. Transformasi lahan hutan
menjadi perkebunan kelapa sawit dan karet di Jambi menyebabkan
perubahan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Selain
dipengaruhi oleh perubahan penggunaan lahan, faktor lainnya yang
ikut menentukan keanekaragaman serangga dalam suatu habitat
adalah musim.
Serangga sebagai salah satu komponen keanekaragaman
hayati memiliki peranan penting dalam jaring makanan yaitu sebagai

10
herbivora atau serangga pemakan tumbuhan, karnivora atau serangga
pemakan hewan atau pemakan serangga lainnya, dan pemakan
bangkai atau detrifor (Strong et al. 1984) . Serangga merupakan
organisme yang banyak ditemukan dan beragam jenisnya di dunia
dan masih belum banyak ditemukan dan beragam jenisnya di dunia
dan masih belum banyak dari keragamannya yang terdeskripsi secara
jelas, inventarisasi dasar dimana status keberadaannya. Masih sangat
sedikit pemanfaatan spesies serangga yang potensial untuk dijadikan
sebagai indikator biologi untuk penilaian terhadap perubahan
ekosistem (Jurzenski et al. 2012). Serangga sebagai salah satu fauna
yang ada, merupakan aspek yang menarik untuk dikaji lebih lanjut.
Di Indonesia ditemukan berbagai macam spesies serangga,
karena memiliki iklim yang relatif stabil yaitu beriklim tropis,
sehingga berbagai macam flora dan fauna dapat hidup dan
berkembang biak. Salah satu kekayaan Indonesia yaitu terdapat pada
Filum Arthopoda (Alfianingsih et al. 2022). Serangga sering disebut
sebagai Hexapoda dan termasuk ke dalam kelas Atrhopoda.
Serangga memiliki kelimpahan yang sangat banyak dengan
keragaman jenis terbanyak di dunia. Hingga saat ini telah
teridentifikasi sebanyak 750.000 spesies yang diketahui oleh
manusia dan tiap tahun masih ada ribuan jenis baru untuk diberi
deskripsinya (Farb 1980).
Proses identifikasi serangga merupakan salah satu kegiatan
yang dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai perannya di
ekosistem sebagai herbivor, karnivor atau detrivor. Dalam proses
identifikasi terlebih dahulu melihat ciri-ciri morfologi, anatomi,
taksonomi, perilaku, dan ciri bioekologinya (Ferawati & Widiani N
2012).
Collaborative Research Centre 990 (CRC 990- EFForTS)
merupakan salah satu proyek kerja sama penelitian internasional
antara Universitas Jambi (UNJA), Institut Pertanian Bogor (IPB),
Universitas Tadulako (UNTAD) dan Universitas Gottingen Jerman

11
dimana topik kerja sama penelitian ini mengkaji Fungsi Ekologi dan
Sosial Ekonomi Sistem Transformasi Hutan Hujan Tropis Dataran
Rendah (Sumatra, Indonesia).
Penulis sendiri bergabung dengan CRC sebagai asisten peneliti
di laboratorium yang mempunyai tugas dan peranan dalam
melakukan identifikasi serangga yang didapat dari hasil sampling
peneliti, dan mengelompokkan serangga sampe tahap Ordo,
sehingga didapatkan tentang keanekaragaman ordo serangga yang
ada di sekitar landskap TNBD dan Hutan Harapan. Pengambilan
sample serangga dilakukan dengan metode Fogging dan mengambil
serasah untuk mendapatkan keanekaragaman serangga tanah dengan
metode winkler extractor. Proses identifikasi serangga ini
diharapkan dapat memberikan informasi mengenai keanekaragaman
serangga pada berbagai landscape pada proyek CRC 990-EFForTS,
menjadi sarana pembelajaran bagi mahasiswa pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya mengenai peranan serangga.

1.2. Tujuan Penulisan Studi Kasus


Mengidentifikasi tentang beragam jenis serangga yang ada
di berbagai tipe penggunaan lahan.

1.3 Output Penulisan Studi Kasus


1. Memperoleh informasi mengenai Ordo dan family serangga pada
landskap sekitar TNBD dan Hutan Harapan dengan empat tipe
penggunaan lahan
2. Koleksi serangga dari hasil sampling dengan metode fogging dan
winkler extractor pada dua landskap tersebut.

12
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Kelas Insekta (Serangga)


Serangga merupakan kelompok hewan yang dominan di muka bumi.
Sebagian besar spesies serangga memiliki manfaat bagi manusia. Sebanyak
1.413.000 spesies telah berhasil diidentifikasi dan dikenal, lebih dari 7.000 spesies
baru di temukan hampir setiap tahun. Tinggi nya jumlah serangga dikarenakan
serangga berhasil dalam mempertahankan keberlangsungan hidupnya pada habitat
yang bervariasi, kapasitas reproduksi yang tinggi dan kemampuan menyelamatkan
diri dari musuhnya (Borror 1992). Keberadaan serangga pada suatu tempat dapat
menjadi indikator biodiversitas kesehatan ekosistemm dan degradasi landscape.
Peranan serangga dalam ekosistem diantaranya adalah sebagai polinator, predator
dan parasitoid (Kartikasari et al. 2015).
Insekta berasal dari Bahasa yunani yaitu dari kata in yang artinya dalam
dan sect artinya potongan, kalau di terjemahkan memiliki arti potongan tubuh atau
segmentasi. Atrhopoda memiliki tubuh yang dibagi menjadi bersegmen-segmen,
yang masing-masing segmen terdapat tungkai bersendi. Pada seluruh tubuh dan
anggota badan ditutupi oleh kutikula yang mengeras pada bagian exoskeleton, tapi
tetap fleksibel tidak menghalangi pergerakannya (Smith 1973). Sedangkan secara
anatomi tubuh serangga terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala, toraks dan
abdomen (Suheriyanto 2008). Serangga merupakan hewan berkontruksi khusus
yang memiliki rangka di luar tubuh, serangga bernapas melalui lubang kecil pada
dinding tubuh dan memiliki organ sensori dibagian sungut bahkan ada beberapa
jenis serangga memiliki organ sensor pada bagian kaki dan pad bagian perut
(Borror 1992).
Ukuran serangga berkisar dari 0,25 mm sampai 330 mm. Perkembangan
dan siklus hidup pada beberapa serangga mengalami perubahan struktur tubuh dan
mekanisme fisiologisnya dari bentuk sederhana hingga bentuk yang sangat
kompleks, hal ini disebut dengan metamosfosis. Perubahan yang terjadi pada
serangga umumnya berbeda dari setiap tingkatnya seperti halnya perubahan yang

13
terjadi dari bentuk telur kemudian menjadi larva hingga menjadi bentuk
sempurna.
Serangga atau insekta dikelompokkan menjadi dua sub kelas yaitu
Apterygota (tidak bersayap) dan Pterygota (bersayap) (Rioardi 2009).

2.2 Karakteristik Serangga


2.2.1 Kepala (caput)
Kepala serangga memiliki fungsi sebagai alat untuk mengumpulkan
makanan, menerima ransangan dan memproses informasi di otak karena kepala
merupakan bagian anterior dari tubuh insekta yang memiliki sepasang mata,
sepasang antenna dan mulut. kepala insekta keras karena mengalami sklerotisasi

dan terdiri dari 3 sampai 7 ruas.

Gambar 1. Struktur Umum Kepala Serangga (A) pandangan lateral


(B) pandangan anterior (The Insect of Australia 2000)

Mata Insekta berupa mata majemuk dan mata tunggal. Mata majemuk atau
mata faset terdiri dari beberapa ribu ommatidia, sehingga bayangan yang terlihat
oleh insekta adalah mozaik, sedangkan mata tungga memiliki lensa kornea
tunggal, yang dibawahnya terdapat kornea dan retina, sehingga mata tunggal
Insekta tidak berfungsi membentuk bayangan, melainkan untuk membedakan
intensitas cahaya.
Insekta memiliki sepasang antena beruas yang terletak di kepala, biasanya

14
terdapat di antara atau bawah mata majemuk. Fungsi utama antena serangga yaitu
untuk indra perasa dan bertindak sebagai organ pengecap, pembau dan pendengar.
Antena serangga terdiri dari tiga bagian, yaitu Skape (batang dasar), Pedikel (ruas
kedua) dan Flagellum (ruas sisanya).

Gambar 2. Stuktur antena serangga

Antena serangga memiliki bentuk dan ukuran yang beragam yang juga
dapat digunakan dalam Identifikasi, yaitu:
a. Setaceus
Berbentuk seperti duri, ruas-ruasnya lebih mengecil pada bagian ujung
sepeerti rambut kaku (seta), makin ke ujung ruas-ruas antena makin ramping,
misalnya Isoptera
b. Filiform
Berbentuk seperti benang, setiap ruas memiliki ukuran yang hampir sama dan
biasanya berbentuk silindris, meyerupai tambang, tiap-tiap segmen yang
membentuk antenna ukurannya sama, misalnya antenna pada Valanga sp.
(Orthoptera)
c. Moniliform
Antena berbentuk seperti untaian tasbih, ukuran ruas-ruasnya sama dan
relative berbentuk bulat seperti manik-manik, ruas-ruas antenna berukuran
sama dan berbentuk bulat, mislanya Rhysodidae.
d. Serrata
Antena berbentuk seperti gergaji, ruas-ruas terutama yang terdapat pada

15
setengah atau dua pertiga dari ujung antenna berbentuk segitiga, tiap-tiap
segmennya berbentuk seperti gigi, misalnya Elateridae.

e. Pektinate
Antena memiliki bentuk seperti sisir yang berupa ruas-ruas dengan juluran
lateral yang langsing dan panjang, setiap segmen memanjang kearah samping
seperti sisir, misalnya Pyrochoroidae.
f. Clavate
Seperti miniliform tapi agak membesar kebagian ujungnya, misalnya
Coccinellidae
g. Kapitate
Ruas-ruas di sebelah ujung antenna meningkat garis tengahnya dan
peningkatannya terjadi secara tiba-tiba, seperti clavate tetapi perbesaran ruas-
ruas terakhir tiba-tiba membesar, misalnya Nitidulidae.
h. Lamellate
Bila ruas-ruas ujung meluas ke samping membentuk gelambir-gelambir
seperti piring yang bulat atau oval, segmen paling ujung membesar dan
menjadi lempengan, misalnya Scarabaidae.
i. Flabelate
Bila ruas-ruas ujung seperti lembaran yang sisinya sejajar dan panjang atau
gelambir-gelambir berbentuk lidah meluas ke samping, semua segmen setelah
pedicel bentuknya seperti lempengan, misalnya Rhipiceridae.
j. Genikulata
Berbentuk siku, dengan ruas pertama panjang dan ruas-ruas berikutnya kecil
dan membengkok pada satu sudut dengan yang pertama, contoh pada
kumbang Chalcididae.
k. Plumosa
Berbentuk seperti bulu, kebanyakan ruas-ruasnya memiliki rambut-rambut
panjang, setiap segmen berambut lebat dam panjang misalnya nyamuk jantan.
l. Aristate
Ruas terakhir biasanya membesar dan mengandung bulu-bulu dorsal yang

16
banyak, yaitu arista, seakan-akan dari segmen antena keluar lagi antenna,
misalnya Muscidae seperti lalat rumah
m. Stilate
Ruas terakhir memiliki juluran yang berbentuk seperti stili atau jari yang
memanjang, segmen terakhir runcing dan agak panjang, misalnya Asilidae.
n. Bentuk Gada
Ruas-ruas di sebelah ujung antena meningkat garis tengahnya dan
peningkatannya terjadi secara bertahap, misalnya pada Tenebrionidae dan
kumbang lady
o. Bipectinate
Setiap segmen memiliki satu pasang rambut.

Gambar 3. Tipe-tipe antenna. A, setaseus (capung). B, filiform (kumbang tanah).


C, moniliform (kumbang keriput kulit kayu). D, gada (Tenebrionidae).
E. gada (kumbang lady bird, pemakan aphid). F, kapitat (kumbang
penghisap cairan tumbuhan). G, serrata (kumbang loncat balik). H.
pektinata (kumbang warna api). I, plumose (nyamuk jantan). J, aristat
(lalat syrphid). K, stilat (lalat penyelinap). L, flabelat . M, lamelat
(berbuku-buku, kumbang Juni). N, genikulat (Chalcid). Antena-antena
seperti pada D-F-L dan M juga disebut gada. Ar, arista; as, lekuk
antenna;ask, mangkuk antenna;fl, flagellum; ped, pedisel; scp, batang
dasar; sty, stili (Borror, Triplehorn, Johson 1996).

Insekta memiliki mulut yang terdiri dari sepasang mandibulata (rahang),


sepasang maksila (dekat rahang), labium (bibir), dan labrum.
a. Mandibulata
Mandibulata merupakan amahan dari segmen keempat kepala yang
terletak di belakang labrum. Mandibulata berfungsi untuk menyobek

17
karena mengalami sklerotisasi kuat.
b. Maksila
Maksila merupakan tambahan dari segme kelima kepala, yang biasanya
juga disebut rahang kedua. Maksila terletak dibelakang mandibulata, dan
terdiri dari beberapa bagian yaitu cardo, stipes, galea, dan palpus. Fungsi
dari maksila yaitu untuk menghancurkan makanan.
c. Labium
Labium merupakan tambahan dari segmen keenam kepala, labium terletak
dibelakanng maksila dan terdiri dari submentum, mentum dan prementum.
d. Labrum
Labrum disebut juga dengan bibir atas merupakan tambahan yang
memiliki bentuk seperti sayap yang lebar dan terletak dibawah klipeus
pada sisi anterior kepala.
Elzinga (1978) membagi tipe mulut serangga berdasarkan sumber
makanannya di alam, yaitu:
a. Tipe Pengunyah (Chewing)
b. Tipe Pemotong-Penyerap (Cutting-sponging)
c. Tipe Spon (Sponging)
d. Tipe Sifon (Siphoning)
e. Tipe Penusuk- penghisap (Piercing – sucking)
f. Tipe Pengunyah-peminum (Chewing – lapping)

18
Gambar 4. Tipe-tipe mulut serangga. (A) tipe pemotong penyerap; (B) tipe
spon; (C) tipe sifon; (D) tipe penusuk-penghisap pada nyamuk; (E) tipe penusuk
penghisap pada cicada; (F) tipe pengunyah peminum pada lebah madu; Hphy,
hipofaring; Lb, labium; Lbplp labium palpi; Lm, labrum; Md, madibulata; Mx,
maksila; Mxplp, maksila palpi (Elzinga 1978).

2.2.2 Toraks
Toraks serangga atau Insekta terbagi menjadi tiga segmen tubuh yaitu
prothorax, mesothorax, dan methatorax dimana setiap segmen mengalami
sklerotisasi menjadi keras dan mencegah dinding tubuh merenggang saat serangga
melakukan pergerakan tubuh (Elzinga 1978). Pada setiap segmen terdapat
sepasang kaki, sehingga jumlah kaki serangga enam (heksapoda) karena itu
sehingga serangga masuk dalam kelas heksapoda yang merupakan hewan dengan
enam kaki (Suheriyanto 2008). Rangka dasar dari masing-masing segmen toraks
terdiri dari tergum pada bagian dorsal, stenum pada bagian ventral, dan sepasang
pleura pada bagian lateral (Elzinga 1978).
Masing-masing dari ketiga segmen toraks memiliki sepasang kaki,
sehingga jumlah kaki insekta sebnayak enak buah dan jika terdapat sayap, sayap
insekta terletak pada segmen kedua dan ketiga, yaitu masing-masing terdapat
sepasang sayap (Suheriyanto 2008).

Gambar 5. Stuktur toraks insekta (Elzinga 1978)


Elzinga (1978) membagi tungkai insekta menjadi beberapa tipe, yaitu:

19
a. Ambulatorial
Serangga yang memiliki tipe ini khusus digunakan untuk berjalan, tungkai ini
terdiri dari enam segmen, yaitu koksa, trokanter, femur, tibia, tarsus, dan
pretarsus. Femur dan tibia merupakan segmen yang paling panjang
dibandingkan dengan segmen lainnya, dan diantara keduanya terdapat
tonjolan lutut yang dapat membuat pergerakan serangga diatas tanah menjadi
stabil. Pada tarsus tampak seperti segmen, namun itu hanya pseudosegmen
atau disebut dengan tarsomeres dan pada pretarsus terdapat kuku atau yang
disebut dengan ungues yang berfungsi untuk berjalan di permukaan yang
kasar.
b. Cursorial
Serangga yang memiliki tipe tungkai ini berfungsi untuk berlari dan biasanya
memiliki bentuk tungkai yang memanjang dna ramping yang tujuannya untuk
mengurangi gesekan dengan lingkungannya sehingga memudahkan saat
berlari. Contoh pada kecoak.
c. Saltorial
Serangga yang memiliki tipe tungkai ini termodifikasi berfungsi untuk
melompat. Tipe tungkai ini memiliki femur yang membesar dengan tibial
ekstensor pada femur yang juga membesar, telapak talsalnya juga lebar
dengan terdapat kuku dan biasanya berduri. Kebanyakan tungkai tipe ini
terdapat pada bagian segmen metatoraks. Contohnya pada belalang.
d. Raptorial
Serangga yang memiliki tungkai tipe ini berupa sepasang tungkai depan yang
biasanya termodifikasi untuk menggenggam dan memegang makanannya.
Pada tungkai ini tibia selalu tertarik kembali ke femur saat terjadi kontraksi,
selain itu pada femur dan tibia terdapat banyak duri untuk menusuk
mangsanya supaya tidak terlepas.
e. Natatorial
Serangga yang memiliki tipe tungkai ini termodifikasi untuk berenang, pada
tipe ini pasangan kaki tengah dan kaki belakang bentuknya pipih, dengan
ukuran segmen kurang lebih hampir sama dan pada bagian tarsal terdapat

20
rambut-rambut kasar untuk membantu saat berenang, sehingga insekta
dengan tipe tungkai ini dapat bergerak cepat saat di air.
f. Fossorial
Serangga yang meiliki tungkai dengan tipe ini berupa kaki depan yang
memiliki bentuk memendek, keras dan bergerigi besar pada femur atau tibia
karena tungkai ini digunakan untuk menyapu dan menggali tanah, pada
tungkai tipe ini terdapat tarsi, yaitu seperti tungkai tambahan yang ukurannya
menyusut dan biasanya melipat keluar selama menggali.
g. Clasping
Tungkai tipe ini berupa kaki depan pada kumbnag air tertentu, yang
dimodifikasi untuk memegang kumbang betina pada saat melakukan
kopulasi. Pada beberapa tarsomernya biasanya melebar dengan terdpaat
penghisap dan kuku yang besar sehingga sesuai digunakan dalam
menggenggam erat.

Gambar 6. Tipe tungkai insekta. (A) saltorial; (B) raptorial; (C) fossorial;
(D) natatorial; (E) Clasping; Cx, koksa; Tr, trokanter; Fm, femur, Tb, tibia;
Ts, tarsus (Elzinga 1978).
Sayap pada serangga terletak pada segmen kedua dan ketiga pada toraks,
yaitu pada segmen mesotorakas dan metatoraks. Pada sayap tersebut

21
megandung syaraf, trakea dan hemolimp, selain itu juga tedapat rangka sayap
dengan pola tertentu yang sangat berguna dalam identifikasi. Sistem rangka
sayap yang banyak dipakai adalah sistem Comstock – Needham yang dibuat
oleh John Comstock dan George Needham, yang menyatakan bahwa terdapat
dua macam rangka sayap, yaitu rangka sayap longitudinal dan menyilang.
Pada rangka sayap longitudinal terdiri dari: Kosta (C), Sub Kosta (SC),
Radius (R), Media (M), Kubitus (Cu) dan Anal (A), sedangkan pada rangka
sayap menyilang yaitu menghubungkan rangka-rangka sayap longitudinal
yang utama diberi nama sesuai dengan yang bersangkutan, misalnya: rangka
sayap Humeral (H), Radio-medial (R-m), medial (m) dan medio- cubital (m-
cu) (Suheriyanto 2008).

Gambar 7. Venasi sayap membujur terdiri atas costa (C) , subcosta


(Sc), radius (R), radial sector (Rs), media (M), cubitus (Cu), dan anal (A).
venasi sayap melintang terdiri atas humeral (h), radial (r), sectorial (s),
radio-medial (r-m), medial (m), medio-cubital (m-Cu), dna cubita-anal (Cu-
a).

2.2.3 Abdomen

Bagian posterior dari tubuh insekta merupakan abdomen, yang


terdiri dari 9 sampai 11 segmen. Bagian dorsal segmen Insekta juga terdiri
dari tergum, dan sternum pada bagian ventral. Pada segmen pertama
biasanya menyatu dengan toraks, dan 8 segmen anterior biasanya terdapat
sepasang spirakel. Fungsi dari dari abdomen yaitu untuk menampung organ
vital insekta, seperti organ dalam utama, jantung, dna organ reproduksi.
Organ reproduksi luar pada insekta jantan ditemukan pada segmen abdomen
22
yang ke sembilan, sedangkan pada organ reproduksi luar pada betina
ditemukan pada segmen abdomen yang ke delapan dan ke sembilan yang
membentuk ovipositor untuk membantu meletakkan telur (Elzinga 1978).

2.3 Klasifikasi Kelas Insekta

Kelas insekta dibagi menjadi dua subkelas Apterygota dan subkelas


Pterigota. Subkelas Apterygota memiliki ciri-ciri berupa serangga primitif
berukuran kecil, tidak bersayap dan mempunyai alat tambahan seperti style
pada ujung abdomen dan metamorfosisnya masih sederhana (ametabola),
Subkelas Apterygota meliputi ordo Protura, Diplura, Thysanura dan
Collembola. Sedangkan Subkelas Pterygota memiliki ciri-ciri bersayap, namun
ada yang tidak bersayap dan metamorfosisnya ada yang sederhana hingga
sempurna (metabola). Subkelas Pterygota terbagi menjadi Exopterygota dan
Endopterygota. Pada Exopterygota meliputi kelompok serangga yang sayapnya
berkembang pada bagian luar tubuh dan bermetamorfosis sederhana, terdiri
dari Ordo Ephemeroptera, Odonata, Orthoptera, Isoptera, Plecoptera,
Dermaptera, Embioptera, Mallophaga, Anoplura, Thysanoptera, Hemiptera,
Neuroptera. Sedangkan Endopterygota meliputi serangga yang sayapnya
berkembang ke bagian dalam tubuh dan bermetamorfosis sempurna, terdiri dari
Ordo Coleoptera, Mecoptera, Lepidoptera, Diptera, Siphonaptera dan
Hymenoptera (Lilies 1991).
Dalam sistem penamaan binomial untuk spesies serangga, secara
umum diklasifikasikan kedalam tujuh kategori utama, yaitu:
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies

Serangga diketahui merupakan jenis hewan dengan spesies terbanyak di


bumi, tercatat sudah sekitar lebih dari 800.000 spesies serangga yang
ditemukan. Terdapat sekitar 5.000 spesies capung (ordo Odonata), 20.000

23
speies belalang (ordo Orthoptera), 170.000 spesies kupu-kupu dan ngengat
(ordo Lepidoptera), 120.000 lalat dan nyamuk (ordo Diptera), 82.000 spesies
kepik (ordo Hemiptera), 360.000 spesies kumbang (ordo Coleoptera), dan
110.000 spesies semut dan lebah (ordo Hymenoptera) (Borror et al. 1992.

24
BAB III
METODE PELAKSANAAN

3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Kegiatan identifikasi serangga dilaksanakan di Laboratorium CRC 990-
EFForTS Universitas Jambi pada Juni 2021 hingga April 2022. Spesimen
serangga yang diidentifikasi merupakan sample serangga group Z02 (CRC990-
EEForTS).

3.2. Lokasi Pengambilan Sample Serangga


Sample serangga yang di identifikasi diperoleh dari hasil sampling pada
lanskap hutan hujan tropis yang berlokasi di dalam dan sekitar Hutan Harapan dan
TNBD, Jambi. Hutan Harapan merupakan kawasan restorasi ekosistem pada hutan
hujan tropis pertama di Indonesia dengan luas 46.385 ha yang dikelola oleh PT
REKI (Restorasi Ekosistem Konservasi Indonesia). Taman Nasional Bukit
Duabelas merupakan salah satu kawasan hutan hujan tropis daratan rendah di
Provinsi Jambi dengan luas 60.500 ha yang di kelola oleh Balai Konservasi
Sumberdaya Alam Jambi.
Dari kedua lanskap kemudian ditentukan empat tipe penggunaan lahan
berbeda di dan sekitar kedua lanskap tersebut, diantaranya:
a. Rainforest (hutan hujan), yaitu hutan alam yang masih utuh (berumur lebih
dari 20 tahun) dan belum mengalami gangguan eksploitasi oleh manusia.
b. Jungle rubber (hutan karet), yaitu sistem agroforestri yang bersal dari
pengkayaan hutan oleh tanaman karet yang tumbuh dan berkembang
secara alami sesudah tejadinya kerusakan pada hutan yang pertama
c. Rubber plantation (perkebunan karet), yaitu sistem monokultur tanaman
karet yang khusus dibuka untuk keperluan masyarakat adat.
d. Oil palm plantation (perkebunan kelapa sawit), yaitu sistem monokultur
tanaman kelapa sawit yang khusus dibuka untuk keperluan masyarakat
adat.
Pada masing-masing tipe penggunaan lahan di kedua lanskap ditentukan plot
yang berukuran 50 m x 50 m, kemudian dari masing-masing plot dipilih tiga titik

25
sebagai sub-plot sehingga total keseluruhan plot yang digunakan dikedua lanskap
berjumlah 32 plot atau 96 sub-plot (Desain plot penelitian CRC990 – EFForTS),
(http://www.uni-goettingen.de/en/study-sites-and-experimental-
design/416784.html).

3.3 Metode Pengambilan Sampel

Metode Fogging merupakan salah satu metode sampling serangga yang di


lakukan untuk mendapatkan serangga arboreal (serangga yang sebagian besar
hidupnya dihabiskan di atas kanopi pepohonan). Teknik pengasapan (fogging) di
lakukan pada pagi hari mulai pukul 06.00 WIB dengan menggunakan insektisida
piretroid pada setiap sub-plot yang telah ditentukan. Pengasapan dilakukan ke
arah kanopi yang lebih tinggi selama 20 menit. Setelah dua jam pengasapan,
serangga yang jatuh dari setiap pohon dikumpulkan pada 16 wadah penampungan
berbentuk kerucut yang terbuat dari bahan nilon berukuran 1 m x 1 m yang
dipasang dibawah kanopi pohon yang dipilih. Setiap wadah penampungan diberi
botol plastik di bawahnya yang berisi alkohol 96%, kemudian diberi label
berdasarkan kode plot, tempat, tanggal dan teknik pengambilan sample .
Selanjutnya botol plastik yang telah berisi sampel serangga di bawa ke
laboratorium untuk dilakukan sortasi dan identifikasi (Nazarreta 2017).

Gambar 8. Pengambilan sampel serangga proses pengasapan (fogging),


(Drescher et al. 2016).
26
Selain metode Fogging, metode kedua yang dilakukan dalam pengambilan
sample yaitu Winkler Extractor yang di gunakan untuk mendapatkan keragaman
serangga yang ada di tanah dan serasah. Metode ini dilakukan dengan cara
mengambil serasah, kemudian di masukkan kedalam kantong ayakan yang
digunakan untuk mengeluarkan serasah yang besar seperti daun dan ranting dan
diperoleh serasah yang halus, kemudian dimasukkan ke kantong kain untuk di
ekstraksi selama 1-2 hari. Selama proses ekstraksi diberi stimulus berupa
gangguan (goyangan) agar serangga dapat jatuh ke botol tampung lebih banyak.
Botol di isi dengan alkohol 96%.

Gambar 9. Proses Winkler Extractor

27
3.4. Sortasi dan Identifikasi Serangga
Sampel yang telah dikumpulkan dari lokasi kemudian dilakukan
identifikasi dan sortasi berdasarkan Ordo yang dilakukan di laboratorium CRC990
- EFForTS dengan menggunakan mikroskop stereo. Sample serangga yang
dikumpulkan akan di identifikasi dengan memisahkan serangga berdasarkan Ordo
dengan melihat ciri-ciri morfologi serangga tersebut. Serangga yang di identifikasi
juga dilakukan proses penghitungan jumlah serangga per ordo. Sampel serangga
yang telah diidentifikasi hingga tahap Ordo di simpan dalam tube yang berisi
ethanol 100% analytical grade. Proses identifikasi menggunakan beberapa buku
kunci identifikasi serangga, yaitu Borror et al. (Introduction to the Study of Insects
7th Edition) dan Siwi (Kunci Determinasi Serangga).

28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Setelah kegiatan identifikasi selesai maka dilakukan sortasi. Proses
identifikasi saat ini hanya di fokuskan pada ordo. Dari hasil identifikasi
serangga di kelompokkan berdasarkan ordo dimana ordo-ordo serangga
yang diperoleh yaitu Ordo Coleoptera, Orthoptera, Araneae, Blattodea,
Diptera, Lepidoptera, Hymenoptera, Hemiptera, Collembola,
Thysanoptera, Psocoptera, Acarina.

4.2 Identifikasi Ordo Serangga


Hasil Identifikasi seranggga yang ditemukan dari empat tipe habitat
sebagai berikut:
1. Ordo Coleoptera

Scutelum

Elytra (sayap depan)


8 mm

Membran (sayap belakang)

`
Gambar 10. Chrysomelidae
Kingdom : Animalia
Filum : Arthopoda
Kelas : Insekta
Ordo : Coleoptera
Famili : Chrysomelidae

29
Berdasarkan hasil pengamatan ciri-ciri ordo coleoptera yaitu sayap
depan tebal (kasar) dan keras seperti cangkang tanpa membran, sayap
belakang transparan (membranous). Pertemuan sayap kiri dan kanan
membentuk garis tegak lurus sepanjang dorsal. Ciri-ciri morfologi Famili
Chysomelidae Ciri-ciri: Tubuh relatif kecil, pendek, agak pendek gemuk
dan bulat telur,banyak yang berwarna cerah dan mengkilap. Kepala tidak
memanjang menjadi suatu moncong, ujung abdomen biasanya tertutup
elytra. Tarsi nampaknya 4-4-4 tetapi sesungguhnya 5-5-5 (ruas ke-4 kecil).
Larva umumnya abu-abu kehitaman, agak gemuk dan mempunyai seperti
duri-duri di permukaan tubuhnya.

Antenna Serrate Elongate thorax

Scutellum

4 mm

Gambar 11 . Elateridae

Ciri-ciri Famili Elateridae bagian muka kepala tidak mampak,


membulat, kenampakannya tidak metalik. Tubuh memanjang, antenna
biasanya serrate (kadang-kadang filiform/pectinate), ukuran tubuh sekitar
12-30 mm. Ujung belakang pronotum memanjang/runcing ke belakang
berbentuk seperti duri.

30
Gambar 12. Gambar 13. Gambar 14.
Carabidae Cicindelidae Erotylidae

Gambar 15. Gambar 16.


Buprestidae Languriidae

2. Ordo Blattodeae

Antena Pronotum

Sayap depan
4 mm

Cerci
Sayap belakang

Gambar 17. Blattidae

31
Ciri-ciri yang didapat dari pengamatan morfologi Blattodea yaitu
memiliki bentuk tubuh pipih yang oval dengan dorso-ventral.
Pronotum lebar menutupi kepala, dilengkapi dengan sepasang mata
majemuk dan satu mata tunggal, antena panjang filiform. Sayap dua
pasang , sayap depan tegmen/tegmina atau tidak ada sedangkan sayap
belakang membran atau tidak ada. Pronotum dan sayap permukaannya
licin, tidak bersisik dan juga tidak berambut. Mulut hipognatus dan
pada kaki terdapat duri-duri.
Famili Blattidae memiliki ciri morfologi kepala tertutup
(pronotum), sayap 2 pasang, berwarna kuning ke coklatan sampe ada
juga yang coklat tua, dan memiliki tiga pasang kaki untuk merayap
(berlari), sisi aterovetral femur depan biasanya dengan banyak duri sisi
posterior jarang. Femur tengah dan belakang dengan beberapa duri pada
kedua sisi (anterior dan posterior)

5 mm

Dorsal Ventral

Gambar 18. Blattidae

Kingdom : Animalia
Filum : Arthopoda
Kelas : Insekta
Ordo : Blattodea
Famili : Blattidae

32
3. Ordo Araneae

Pedipalpus

Mata

Cephalothorax

Abdomen

Spinnerets

Gambar 19. Sparassidae

Kingdom : Animalia
Filum : Arthopoda
Kelas : Insekta
Ordo : Araneae
Famili : Sparassidae

10 mm
5 mm

Gambar 20. Gambar 21.


Salticidae Liocranidae

33
Ciri-ciri Ordo Araneae yang didapatkan dari pengamatan morfologi
spesimen yaitu memiliki empat pasang kaki yang panjang, tubuh dibagi
menjadi dua bagian yaitu cephalothorax dan abdomen serta tidak memiliki
sayap.
Famili Liocranidae ini memiliki 8 buah mata yang tersusun menjadi
2 baris. Laba-laba ini memiliki tungkai yang lebih panjang dari pada
tubuhnya. Ukuran tubuh Famili Liocranidae relatif besar jika dibandingkan
dengan laba – laba famili lain (Deeleman-Reinhold 2001).
Famili Salticidae mudah dikenali melalui pola mata yang memiliki 4
pasang mata dengan median interior yang sangat besar. Mata laba-laba
tersebut tersusun atas 3 baris. Selain itu, Famili Salticidae memiliki ukuran
prosoma berkisar 3,1-3,8 mm dan ophistosoma berkisar 2-5 mm. Struktur
prosoma lebih tinggi letaknya dari ophistosoma. Struktur tubuh seperti ini
berfungsi untuk menempatkan mata yang berukuan besar dan memudahkan
laba-laba untuk melompat jauh (Peng et al. 2022).

4. Ordo Hemiptera

Rostrum

Scutellum

Sayap
12 mm

Gambar 22. Alydidae 1

Ciri-ciri pengamatan morfologi dari spesimen Ordo Hemiptera yaitu pada


bagian mulut terdapat rostrum yang merupakan modifikasi dari labrum dan

34
labium yang merusakan alat yang digunakan untuk menusuk, tipe alat muut yaitu
menusuk menghisap Scutellum berbentuk segitiga, sayap depan menebal di
bagian pangkal (dasar) tapi membranous (hemyltra) di ujungnya, sayap dilipat
saling tumpang tindih sehingga membentuk pola segitiga.
Famili Alydidae memiliki ciri-ciri bentuk tubuh yang memanjang dan
sempit, memiliki antena yang panjang, berwarna coklat kelabu. Menurut Borror et
al (1992), famili Alydidae serupa dengan famili Coreidae, tetapi kepalanya lebar
hampir sama panjang dengan pronotum dna tubuh biasanya panjang dan sempit.
Kingdom : Animalia
Filum : Arthopoda
Kelas : Insekta
Ordo : Hemiptera
Famili : Alydidae

3 mm

4 mm

Gambar 23. Delphacidae

Gambar 24. Alydidae 2

35
Famili Delpachidae: tibia tungkai belakang memiliki taji besar, sayap
bentuk macroptera (sayap panjang), biasanya mengeluarkan embun madu.

Kingdom : Animalia
Filum : Animalia
Kelas : Insekta
Ordo : Hemiptera
Famili : Delphacidae

5. Ordo Hymenoptera (wasps, ants and bees)

Antena

Sayap depan

Thorax 4 mm

Tungkai (kaki) Abdomen

Gambar 25. Ichneumonidae 1 Ovipositor

Kingdom : Animalia
Filum : Arthopoda
Kelas : Insekta
Ordo : Hymenoptera
Famili : Ichneumonidae

Ordo Hymenoptera terdiri dari beberapa jenis seragga dari golongan


lebah, tabuhan dan semut. Alat mulut dari Ordo Hymenoptera yaitu tipe
kombinasi (menggigit mengunyah mengisap), sayap dua pasang, membran,

36
sayap belakang lebih kecil dan ada yang tidak ada sayap. Memiliki tiga
pasang kaki pada bagian thorax. Ovipositor ada yang berfungsi sebagai alat
sengat. Pada semut terdapat petiole. Antena semut memiliki 13 ruas atau
kurang dan menyiku.
Famili Ichneumonidae memiliki ciri umumnya mempunyai antena yang
panjang (16 ruas atau lebih), imago mempunyai warna coklat cerah sampe
gelap, memiliki ovipositor yang panjang.
Famili Formicidae (semut) memiliki morfologi yang sangat mudah
sebagai karakteristik famili formicidae dengan melihat karakter khusus pada
antena yang berbentuk genikulat atau menyiku, tubuh terdiri dari tiga bagian
utama dengan berbagai karakter seperti kepala, mesosoma dan metasoma.
Perbedaan famili formicidae dengan serangga lainnya adanya
penggentingan pengecilan ruas ke-2 (petiole) dan ruas ke-3 (post-petiole).

Thorax (dada)

Petiole

Antena
Mata
3 mm Abdomen(perut)

Mandible

kaki

Gambar 26. Formicidae

37
2 mm

3 mm

Gambar 27. Gambar 28.


Ichneumonidae Scelionidae

6. Ordo Diptera

Mata majemuk

Helter

Sayap depan

Diptera

7 mm

Gambar 29. Tipulidae

Serangga diatas termasuk dalam ordo Diptera dimana ciri-ciri morfologi


yang ditemukan yaitu mempunyai sayap depan satu pasang, sayap belakang
terdapat helter yang merupakan sayap yang tereduksi berfungsi menjaga
kesimbangan dalam terbang. Sayap membraneus, tubuh lunak, antena pendek

38
dan mempunyai mata majemuk besar.
Famili Tipulidae memiliki cir-ciri panjang 7 mm, sayap terdapat hiasan
seperti garis yang berpola, kepala tidak terlalu besar dan memiliki mulut yang
panjang seperti nyamuk. Famili Tipulidae umumnya memiliki tungkai yang
biasanya panjang dan ramping serta mudah putus.
Kingdom : Animalia
Filum : Arthopoda
Kelas : Insekta
Ordo : Diptera
Famili : Tipulidae

5 mm

Gambar 30. Muscidae 1 Gambar 31. Muscidae 2

4 mm

Gambar 32. Muscidae 3

Famili Muscidae sering disebut juga sebagai lalat rumah memiliki

39
ciri morfologi yaitu atena aristat dengan tiga ruas, ruas terakhir paling besar
dan berbentuk silinder. Tipe alat mulut menjilat menghisap, panjang tubuh 5-
6 mm, berwarna hitam ke abu-abuan dengan empat garis memanjang pada
bagian dorsal. Sayapnya mempunyai 4 vena yang melengkung tajam ke arah
kosta mendekati vena 3.

7. Ordo Lepidoptera

Antena

Sayap depan

8 mm
Sayap belakang

Gambar 33. Noctuidae

Probosis

Gambar 34. Probosis

Ordo Lepidoptera merupakan ordo serangga dari kelompok kupu-kupu


dan ngengat dengan ciri-ciri morfologinya sayap dua pasang (sayap depan
dan belakang), bagian sayap ditutupi oleh lepidos (sisik). Ngengat bersayap
kusam dan berwarna gelap. Antena panjang dan ramping kadang-kadang
plumose (banyak rambut) atau berbonggol pada ujungnya. Alat mulut imago

40
dengan probosis untuk menghisap

Kingdom : Animalia
Filum : Arthopoda
Kelas : Insekta
Ordo : Lepidoptera
Famili : Noctuidae

Famili Noctuidae memiliki ciri mata majemuk, ukuran tubuh kecil


sampai sedang, badan gemuk, tegap, sayap depan agak sempit biasanya
bewarna suram, memiliki kaki dan antenna yang agak panjang.
Famili Pyralidae umumnya relatif kecil, sayap depan memanjang
berbentuk segi tiga, Cu tampak bercabang empat, sayap belakang lebar
dengan Sc dan R berdekatan.

4 mm

Gambar 35. Pyrallidae

41
8. Ordo Psocoptera

Antena
Sayap depan
Mata faset
Pterostigma
Clypeus

Sayap belakang

Gambar 36. Caeciliusidae 1


Ordo Psocoptera memiliki ciri-ciri morfologi sayap membentuk atap pada
bagian atas abdomen, sayap depan lebih lebar dengan pterostigma. Mata faset
menonjol, oseli ada tiga pada yang bersayap. Post Klipeus membesar, tidak
memiliki sersi. Antena piliform, sayap membran, kepala relatif besar. Alat mulut
mempunyai kelenjar sutera untuk membuat jaring.

Kingdom : Animalia
Filum : Arthopoda
Kelas : Insekta
Ordo : Psocoptera
Famili : Caeciliusidae

4 mm

3 mm

Gambar 37. Gambar 38.


Caeciliusidae Psyllipsocidae

42
Famili Caeciliusidae memiliki sayap yang panjang, dengan venasi
sayap, pterostigma-rs dan m-cula crossveins tidak ada, sayap belakang dengan
marjinal setae di sekitar sebagian besar sayap.

9. Ordo Acarina

Celicera

Palpus

Kaki

Abdomen
1 mm

Gambar 39. Tetranycidae 1

Ordo Acarina merupakan kelompok dari tungau dengan ciri-ciri tubuh


oval dan tidak bersegmen-segmen, abdomen bersatu dengan cephalothoraks.
Tidak mempunyai antena, kaki empat pasang, skeleton luar berkhitin.
Mempunyai alat tambahan yaitu palpus dan chelicera.

43
1 mm

Gambar 40. Tetranycidae 2 Gambar 41. Famili 1

Kingdom : Animalia
Filum : Arthopoda
Kelas : Insekta
Ordo : Acarina
Famili : Tetranycidae

Famili Tetranycidae sering dikenal dengan nama tungau merah,


memiliki chelicerae yang berukuran besar dengan tiga pasang gigi yang
mengarah ke bagian dalam. Bagian tungkai dipenuhi dengan seta-seta yang
berukuran besar dengan empodium ujung berbentuk kenop untuk menunjang
pergerakan. Pada bagian hysteriosima terdapat 2 pasang selonidia yang
memanjang pada bagian ujung meruncing (Cavalcante et al. 2017).

44
10. Ordo Collembola

Antena

Toraks

1 mm
Abdomen

Furkula
Gambar 42. Entomobryidae 1

Ordo Collembola (springtails) memiliki ciri-ciri morfologi yaitu tanpa


sayap, terdapat antena, memiliki abdomen enam ruas dan toraks tiga ruas.
Mempunyai furkula pada bagian ujung abdomen yang berfungsi untuk
melontarkan diri. Tidak mempunyai sersi.
Famili Entomobryidae memiliki tubuh yang memanjang dan tidak
mengkilap (iridescent), memiliki empat segemen antena. Panjang segmen
antena tiga sama dengan panjang segmen dua dan empat. Memiliki beberapa
setae panjang di bagian abdomennya. Memiliki tiga pasang kaki yang
berukuran lebih panjang dari ukuran kepala. Bentuk furkulanya menggarpu.

45
1 mm

Gambar 43. Sminthuridae1 Gambar 44. Sminthuridae2

Gambar 45. Entomobryidae 2

Kingdom : Animalia
Filum : Arthopoda
Kelas : Insekta
Ordo : Collembola
Famili : Entomobrydae

Famili Sminthuridae memiliki tubuh membulat, ujung kepala agak


meruncing, memiliki antena lebih oanjang dari ukuran kepala, memiliki empat
segmen antena dan segmen antena empat berukuran sama dengan segmen
antena tiga. Segmen pada bagian abdominal tidak terlihat jelas, pada bagian
ujung abdominal terdapat macrosetae. memiliki tiga pasang kaki dan furkula
bercabang dari ujung abdomen.

46
11. Ordo Thysanoptera (thrips)

Antena

Sayap rumbai

1 mm

Ovipositor

Gambar 46. Phleothripidae

Kingdom : Animalia
Filum : Arthopoda
Kelas : Insekta
Ordo : Thysanoptera
Famili : Phleothripidae
Kata Thysanoptera berasal dari bahasa yunani, yaitu thysano (rumbai-
rumbai) dan ptera (sayap). Ciri khas dari serangga ordo thysanoptera adalah sayap
yang berumbai. Venasi sayap tereduksi. Warna tubuh coklat kehitaman dan ada
juga yang berwarna putih ke kekuningan. Tipe alat mulut meraut menghisap.
Ujung abdomen seperti tabung.
Famili Phleothripidae memiliki ciri mofologi yaitu pada bagian segmen
ujung abdomen berbentuk tubular. Sayap tidak memiliki venasi dan seta,
permukaan sayap licin.
Famili Thripidae memiliki ciri-ciri morfologi yaitu ovipositor mengarah ke
bawah, antena berjumlah 7 atau 8 segmen sangat jarang 6 atau 9 segmen.
Memiliki sensoria pada segmen 3 dan 4 berbentuk sederhana atau mengerucut
seperti garpu. Sayap sempit hanya dengan satu venasi melintang (Sartiami 2008).

47
1 mm

Gambar 47. Thripidae Gambar 48. Phlaeothripidae

12. Ordo Orthoptera


Mata majemuk

Antena

12 mm Kaki depan

Kaki belakang (femur)

Abdomen (sersi)

Gambar 49. Gryllidae (nimfa)

Ordo Orthoptera merupakan serangga dari kelompok belalang dan


jangkrik. ciri-ciri morfologi dari ordo orthoptera yaitu memiliki 2 pasang
sayap (dewasa) yaitu sayap depan dan belakang (membranous). Antena
panjang dan ada juga yang pendek. Kaki depan dengan atau tanpa duri,
sedangkan kaki belakang membesar pada bagian femur. Terdapat sepasang
sersi pendek pada ujung abdomen.

48
Kingdom : Animalia
Filum : Arthopoda
Kelas : Insekta
Ordo : Thysanoptera
Famili : Phleothripidae

10 mm

Gambar 50. Tetrigidae

Famili Acrididae memilki mata majemuk, antena yang pendek, kaki 3


pasang, kaki belakang membesar dan digunakan untuk melompat. Sebagian
besar berwarna abu-abu atau kecoklatan.
Famili Gryllidae memiliki ciri antara lain tubuh yang berwarna hitam
setelah dewasa, akan tetapi ketika masih nimfa atau muda tubuhnya
berwarna agak keputihan, memiliki sepasang antena didekat kedua matanya.
Mata berada di bagian ujung depan tubuhnya dan terlihat jelas.

49
13 mm

Gambar 51. Acrididae

4.3 Pembahasan
Serangga arboreal adalah serangga yang sebagian hidupnya dihabiskan
di atas kanopi pepohonan. Beberapa ordo serangga yang di temukan dari
pengasapan (fogging) beberapa serangga yang berperan sebagai parasatoid seperti
ordo Hymenoptera, selain sebagai parasitoid beberapa ordo Hymenoptera juga ada
yang berperan sebagai predator dan penyerbuk. Serangga dari Ordo Coleoptera
juga dalam memainkan peranan penting dalam fungsi ekosistem sebagai indikator
perubahan lingkungan. Beberapa serangga penyerbuk juga berasal dari ordo
Hymenoptera, ordo Lepidoptera, Diptera dan Coleoptera. Serangga penyerbuk
sendiri merupakan serangga yang membantu pemindahan serbuk sari dari tangkai
sari ke pistil bunga. Beberapa serangga tanah juga di dapat dari hasil sampling
seperti ordo Collembola, Acarina. Collembola umumnya dikenal sebagai
organisme yang hidup di tanah dan memiliki peran penting sebagai perombak
bahan organik tanah. Begitu juga dengan ordo Acarina yang ditemukan berperan
dalam dekomposisi serasah, berpengaruh dalam dinamika populasi jamur dan
sebagai predator terhadap telur dan larva nematoda. dari hasil yang diperoleh
tidak terdapat perbedaan jenis ordo serangga yang didapat dari dua landskap pada
empat tipe penggunaan lahan. Semua jenis ordo yang teridentifikasi, di dapat pada
semua jenis tipe penggunaan lahan dan tidak terdapat keragaman jenis ordo
lainnya.

50
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Keanekaragaman serangga yang diperoleh pada empat tipe penggunaan
lahan: Rainforest (hutan hujan), Jungle rubber (hutan karet), Rubber plantation
(perkebunan karet), Oil palm plantation (perkebunan kelapa sawit) pada landskap
Hutan Harapan dan TNBD dengan menggunakan dua metode sampling Fogging
dan Winkler ekstactor diperoleh ordo serangga yang sama yaitu terdapat 12 ordo
serangga. Adapun 12 Ordo serangga tersebut adalah Ordo Coleoptera, Ordo
Blattodea, Ordo Araneae, Ordo Hemiptera, Ordo Hymenoptera, Ordo Diptera,
Ordo Lepidoptera, Ordo Psocoptera, Ordo Acarina, Ordo Collembola, Ordo
Thysanoptera, Ordo Orthoptera. Tidak terdapat keragaman ordo serangga yang
didapat dari keempat tipe penggunaan lahan.

5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai metode sampling
lainnya seperti beating trap dan lainnya untuk melengkapi keanekaragaman
serangga yang ada di permukaan tanah.

51
DAFTAR PUSTAKA

Alberti M. 2005. The effects of urban patterns on ecosystem function. Int Reg Sci
Rev. 28(2):168-192.
Alfianingsih. F, Dirhamzah, Nurindah. Identifikasi serangga diurnal di Kawasan
Hutan Topidi, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. J. Filogeni, Vol 2, no. 2.
Mei-Agustus, 2022.
Borror, D. J., C. A. Triplehorn. N. F. Johnson. 1992. Pengenalan Pelajaran
Serangga. Edisi ke enam (Terjemah drh. Soetiyono Partosoedjono, MSc.)
Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Cavalcante, C.A., R. Peterson., S.R. Felipe., C. Antonio., B. Lofego., J. Gilberto,
and D. Moraes. 2017. Complementary description of Neoseiulus tunus
(DeLeon) (Acari: Mesostig ata: Phytoseiidae) and observation on its
reproductive strategy. Labex Agro:AN-10LA BX-0001-01. Acarologia
57(3): 591–599 (2017).
Deeleman-Reinhold, C.L. 2001. Forest Spider of South East Asia: With a
Revision of The Sac and Ground Spiders (Aranea : Clubiodnidae,
Corinnidae, Liocranidae, Gnaphosidae, Prodidomidae and Trochanterriidae),
Leiden: Brill, hal 591
Drescher J, Rembold K, Allen K, Beckschafer P, Buchori D, Clough Y, Faust H,
Fauzi AM, Gunawan D, Hertel D et al. 2016. Ecological and socio-
economic functions across tropical land use systems after rainforest
conversion. Phil Trans R Soc B. 371: 20150275.
Elzinga, R.J.1978. Fundamentals of Entomology. Prentice Hall of India, Private
Limited: New Delhi.
Farb, Peter. 1980. Pustaka Alam Life: Serangga. Edisi kedua. Jakarta: Tira Pustaka
Ferawati, Widiani N. 2012. Identifikasi serangga dan Peranannya pada tanaman
padi di desa Sukarami Aji Kecamatan Buay Sandang Aji, Prosiding, ISBN
No. 978-602-98559-1-1.
Jurzenski J, Albrecht M, Hoback WW. 2012. Distribution and diversity of ant
genera from selected ecoregions across Nebraska. The Prairie Naturalist
44(1):17─29.
Kartikasari H, Heddy YB, Wicaksono KP. 2015. Analysis of Insects Biodiversity
in Malabar Urban Forest as Urban Ecosystem Services of Malang in the
Transitional season. J Produksi Tanaman, Vol.3 No.8. Hlm. 623-632.
Nazaretta R. 2017. Keanekaragaman dan Identifikasi Semut Arboreal di Lanskap
Hutan Harapan dan Taman Nasional Bukit Duabelas dan Hutan Harapan,
Jambi [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Peng X,J. Tso I,M & Li S,Q. 2002. Five New and Four Newly Recorded Spesies
of Jumping Spider from Taiwan (Araneae:Salticidae) Zoological Studies,
vol.41,hal. 3-4

52
Rioardi. 2009. Pengenalan Ordo-Ordo Serangga. Kanisius: Yogyakarta.
Siwi SS. 1991. Kunci Determinasi Serangga. Kanisius: Yogyakarta.
Sartiami D. 2008. Kunci Identifikasi Ordo Thysanoptera pada Tanaman Pangan dan
Hortikultura. J Ilmu Pertanian Indonesia, hlm.103-110.
Smith, M. R. 1973. House Investing Ants of the Eastern United States: Their
Recognation, Biology and Economic Important.Technical Bulletin No.
1326.Agricultural Research Service.United States Departement of
Agricultural.
Strong DR, Lawton JH, Southwood SR. 1984. Insects on plants: Community
patterns and mechanisms. Blackwell Scientific Publicatons.
Suheriyanto, D. 2008. Ekologi Serangga. Malang: UIN Malang Press.

53
LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi Alat dan Bahan Identifikasi

54
55
56
57

Anda mungkin juga menyukai