Anda di halaman 1dari 14

KONSEP TA’DIB DAN IMPLEMENTASINYA DI PESANTREN

Makalah disusun guna memenuhi tugas kuliah Kapita Selekta Pendidikan Pesantren

DOSEN PENGAMPU :

Dr. Muhammad Isa Anshory, S.S.,M.P.I

Disusun oleh :

Ummul Imamah

NIM : 235007067

PROGRAM PASCASARJANA (S2)

INSTITUT ISLAM MAMBA’UL ‘ULUM (IIM) SURAKARTA

TAHUN AKADEMIK 2022/2023

STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam shalawat dan salam semoga tetap
tercurahkan kepada nabi Muhammad Saw, keluarga dan para shahabatnya. Penulis
bersyukur kepada Allah yang maha Esa karena bisa menyelesaikan penulisan makalah
ini. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Kapita Selekta Pendidikan
Pesantren.

Makalah ini membahas tentang konsep penanaman adab (ta’dib) di


Pesantren. Pesantren yang merupakan lembaga pendidikan Islam paling tua di
Indonesia ini memiliki konsep pendidikan yang lebih menekankan kepada penanaman
adab. Hal ini bisa dilihat dari kebanyakan alumni-alumninya. Penghormatan mereka
kepada guru-guru (Kyai) sangat tinggi. Begitu juga pengagungan terhadap ilmu dan
ahlul ilmi (orang-orang yang berilmu. Hal ini tentunya sejalan dengan konsep
pendidikan Islam. Oleh karena itu terlepas dari kekuranga-kekurangan yang dimiliki.
Pesantren adalah lembaga pendidikan islam yang lebih banyak mengimplementasikan
konsep pendidikan Islam.

Dengan selesainya tugas ini penulis menghaturkan banyak terima kasih


kepada dosen pengampuh mata kuliah kapita selekta pendidikan pesantren atas segala
motivasi dan bimbingannya dalam penyelesaian makalah ini.

Kiranya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan terutama dapat
memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Surakarta , Juli 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................................1

KATA PENGANTAR.....................................................................................................2

DAFTAR ISI..................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................4

1.1 Latar Belakang.................................................................................................4

1.2 Rumusan masalah............................................................................................4

1.3 Tujuan..............................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................6

2.1. Konsep Ta’dib..................................................................................................6

2.1.1. Pengertian Ta’dib.....................................................................................6

2.1.2. Konsep Ta’dib Menurut Para Ulama........................................................7

2.2. Implementasi Konsep Ta’dib di Pesantren....................................................11

2.2.1. Prinsip-prinsip Dasar penanaman adab di pesantren :............................11

2.2.2. Media-media penanaman adab di pesantren..........................................12

BAB II KESIMPULAN...............................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................14

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pesantren yang merupakan lembaga pendidikan Islam paling tua di


Indonesia memiliki konsep pendidikan yang lebih menekankan kepada
penanaman adab. Hal ini bisa dilihat dari kebanyakan alumni-alumninya.
Penghormatan mereka kepada guru-guru (Kyai) sangat tinggi. Begitu juga
pengagungan terhadap ilmu dan ahlul ilmi (orang-orang yang berilmu). Hal ini
tentunya sejalan dengan konsep pendidikan Islam.

Hakikat pendidikan adalah ta’dib. Kata at ta’dib dalam bahasa Arab


adalah kata yang biasa dipakai oleh para ahli untuk mendefinisikan pendidikan
Islam. Meskipun dapat dipake juga kata lain yaitu tarbiyah dan ta’lim, tetapi
ta’dib lebih bersifat mendidik dari pada istilah yang lainnya. Hal ini
dikarenakan ta’dib ialah pendidik yang hanya dilakukan oleh makhluk hidup,
sedangkan istilah yang lainnya digunakan untuk menyebut organisme
(binatang) lain.

Menurut Poerbakawatja dan Harahap, “Pendidikan selalu diartikan


sebagai usaha sadar oleh orang dewasa untuk membawa seorang anak kepada
kedewasaan, yang dapat menimbulkan tanggung jawab moral dan segala
perbuatannya. Sedangkan menurut Muzayyin Arifin dalam sebuah bukunya
dan mengeluarkan sebuah pendapat yaitu : Pendidikan islam merupakan
suebuah upaya yang dikembangkan dan ditingkatkan kepada manusia, baik itu
berkaitan dengan aspek mental maupun fisik dan wajib dilakukan selangkah
demi selangkah.(Ferren Audy Febina Sitompul dkk., 2022)

Bukanlah sebuah isapan jempol kalau dikatakan bahwa implementasi


konsep pendidikan Islam yang lebih nyata ada di pesantren. Oleh karena itu
mengkaji bagaimana para kyai mendidik para santrinya di pesantren menjadi
dilakukan oleh para peneliti pendidikan Islam.

1.2 Rumusan masalah

4
Berdasarkan uraian singkat di latar belakang, maka penulis hendak
merumuskan masalah, sebagai berikut:

1. Bagaimana konsep Ta’dib menurut para ulama pemerhati pendidikan


2. Bagaimana implementasinya di pesantren-pesantren?

1.3 Tujuan

Sebagaimana rumusan masalah diatas, maka tujuan kajian dalam hal


ini adalah:

1. Untuk mengetahui konsep Ta’dib menurut para ulama pemerhati


pendidikan.
2. Untuk mengetahui implementasi konsep ta’dib di pesantren-pesantren.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Konsep Ta’dib

2.1.1. Pengertian Ta’dib


Kata ta’dib berasal dari kata addaba, yuaddibu, ta’dib yang artinya
pendidikan (udecation) disiplin, patuh dan tunduk pada aturan (discipline)
peringatan atau hukum (punishment) hukuman-penyucian (chastisement)
(Nata, 2010)

Al-Attas mengartikan ta’dib yang seakar dengan adab memiliki


arti pendidikan peradaban dan kebudayaan sebagai pengenalan dan
pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia
tentang-tempat yang tetap dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan,
sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuatan dan
keagungan Tuhan. Melalui ta’dib ini al-Attas ingin menjadikan pendidikan
sebagai sarana transformasi nilai-nilai akhlak mulia yang bersumber pada
ajaran agama ke dalam diri manusia, serta menjadi dasar terjadinya proses
islamisasi ilmu pengetahuan. Islamisasi ilmu pengetahuan ini menurutnya
perlu dilakukan dalam rangka membendung pengaruh materialisme,
sekularisme, dan dikotomisme ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh
barat (al-Attas, 1999)

Selanjutnya dalam sejarah, kata ta’dib digunakan untuk


menunjukkan pada kegiatan pendidikan yang dilaksanakan di istana-istana
raja (qushur) yang para muridnya terdiri dari para putra mahkota, pangeran
atau calon pengganti raja. Pendidikan yang berlangsung di istana ini
diarahkan untuk menyiapkan calon pemimpin masa depan. Karena itu,
materi yang diajarkan meliputi pelajaran bahasa, pelajaran berpidato,
pelajaran menulis yang baik, pelajaran sejarah para pahlawan dan panglima
besar dalam rangka menyerap pengalaman keberhasilan mereka, renang,
memanah, dan menunggang kuda (pelajaran ketarampilan) (Jaya, 2020)

ta’dib titik tekannya adalah pada penguasaan ilmu yang benar


dalam diri seseorang agar menghasilkan kemantapan amal dan tingkah laku
yang baik. Dengan pemaparan ketiga konsep di atas dapat ditarik

6
kesimpulan bahwa ketiganya mempunyai satu tujuan dalam dunia
pendidikan yaitu menghantarkan anak didik menjadi yang “seutuhnya”,
perfect man, sehingga mampu mengarungi kehidupan ini dengan baik.
(Jaya, 2020)

2.1.2. Konsep Ta’dib Menurut Para Ulama

Telah banyak ide-ide besar para ulama tentang konsep pendikan


Islam. Baik itu merupakan hasil deduksi mereka terhadap beberapa arahan
pendidikan dari Al Quran dan Sunnah, atau melalui pengalaman dan
pengamatan mereka, atau dari biografi perjalanan hidup mereka. Dr.
Khalid bin Hamid Al Hazimi menyajikan beberapa ide-ide dan pemikiran
pendidikan mereka dalam bukunya Ushulu at Tarbiyyah al Islamiyah (Al
Hazimy, 2000). Diantaranya :

a. Wasilah-wasilah dalam Penanaman Adab menurut al Mawardi

Menurut al Mawardi, pendidikan didasarkan pada dua tahap:


tahap masa kanak-kanak dan tanggung jawabnya terletak pada ayah,
dan tahap dewasa dan tanggung jawabnya terletak pada individu itu
sendiri. Beliau mengatakan, “Penanaman adab harus dilakuka dari dua
aspek, satu di antaranya adalah apa yang ditanamkan seorang ayah
kepada anaknya ketika dia masih kecil, dan yang kedua apa yang harus
dilakukan seseorang dalam dirinya ketika dia tumbuh dewasa.” Maka,
ada tiga wasilah menurut al Mawardi dalam penanaman adab.

1. Penanaman adab orang tua terhadap anaknya.


Al Mawardi tidak menyebutkan cara-cara tertentu yang digunakan
orang tua untuk membesarkan anak-anaknya, melainkan beliau
banyak menjelaskan tentang tanggung jawab dan pentingnya orang
tua membesarkan anak-anaknya dengan menanamkan bermacam-
macam adab dan akhlak, seperti beliau katakan “ Adapun bentuk
ta’dib yang harus dilakukan seorang ayah terhadap anaknya adalah
penanamn pokok-pokok adab semenjak kecil. Pokok-pokok adab
tersebut harus menjadi terbiasa dan melekat pada mereka sehingga
mereka tumbuh di atasnya. Hal itu akan menjadikan mereka

7
mudah untuk menerima nilai-nila etika lainnya saat dia besar
nanti.” (Al Mawardi, 2013)

2. Meniru dan mencontoh adab kesopanan dan perilaku orang-orang


shalih.

Meniru adalah proses pembelajaran alami. Setiap orang mulai


belajar dengan meniru sejak ia lahir, dimulai dari meniru ekspresi
wajah. Saat masih kanak-kanak mungkin tidak paham mengapa
orang berperilaku baik dan sopan pada orang lain, tetapi mereka
akan tetap meniru. Sebaliknya, jika ada orang yang berpikiran
buruk, maka sikap negatif ini pun akan ditiru oleh anak, dan
menjadi dasar bagaimana ia memperlakukan sesama saat dewasa
nanti.

3. Upaya sadar yang dilakukan seseorang untuk berakhlak dan


beradab Islami

Al Mawardi menyebutkan beberapa faktor yang dengannya


seseorang akan terus berupaya untuk menghiasi dirinya dengan
adab-adab dan akhlak islami, yaitu

- Tidak selalu berprasangka baik terhadap dirinya sehingga ia


selalu merasa paling shalih diantara orang-orang
- Tidak berlebihan dalam memuji dan mensela diri. Tidak
berlebihan memuji dirinya sehingga merasa diri paling baik.
Tidak berlebihan mencela diri sehingga ia selalu merasa rendah
dan hina diahadapan orang lain dan merasa pesimis dengan
dirinya
- Selalu berupaya mengendalikan nafsu.
- Selalu sadar dan waspada terhadap dirinya sendiri.
b. Metode ta’dib menurut Ibnu Hazm
Ibnu Hazm dalam kitabnya, Al Akhlaq wa as Saer fi Mudawaat
an Nufus, menyebutkan tiga metode dalam penanaman adab yaitu
1. Suhbah dan mulazamah, yaitu persahabatan dan pergaulan.

Persahabatan akan berdampak pada perilaku, karena pergaulan


disadari atau tidak akan menjadikan seorang meniru orang yang

8
digaulinya. Ibnu Hazm memperingatkan agar tidak bergaul dengan
orang-orang yang tercela moralnya, dengan mengatakan "jauhilah
berteman dengan teman yang buruk." Beliau memberikan arahan
kepada mereka yang mencari kemulian dan keutamaan untuk
selalu bermajlis bersama mereka yang memilki kemuliaan dan
keutamaan.

2. Qudwah, yaitu Keteladanan

Teladan terbaik bagi seseorang untuk diikuti adalah Nabi kita


Muhammad Saw. Ibnu Hazm berkata, “Siapa pun yang
menginginkan kebaikan akhirat, hikmah dunia, keadilan hidup,
penyertaan keutamaan segala akhlak, dan keutamaan segala
keutamaan, hendaklah dia mencontoh Muhammad Rasulullah Saw.
dan hendaklah dia berperilaku denga akhlak dan kemulyaan
adabnya.”

3. Hikmah, sikap bijaksana dalam bertutur dan bersikap.

Sikap bijaksanaan dalam mendidik memiliki pengaruh besar dalam


proses penanaman sifat-sifat yang baik, dan menjauhkan dari sifat
buruk. Ibn Hazm memberikan isyarat akan keharusan mengikuti
metodologi Rasulullah Saw dalam pendidikan, dimana dia berkata,
“Adalah wajib untuk mengikuti dan meniru Nabi Saw. dalam
menasehati orang-orang bodoh, pelaku dosa dan kejahatan. Barang
siapa yang memeberikan nasehat dengan sikap kaku dan keras
maka ia telah menyalahi metode yang dilakukan Rasulullah Saw.”
(Ibnu Hazm, 1434)

c. Metode ta’dib menurut Ibnu Taimiyah

Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa ada empat ushlub dalam


penanaman adab :

1. Pengajaran (‫)التعليم‬

Ibnu Taimiyyah, semoga Allah merahmatinya, menegaskan bahwa


hal yang paling bermanfaat untuk membersihkan jiwa dari
keburukan dan memperbaharuinya adalah ilmu, beliau berkata,

9
“Hal yang paling bermanfaat bagi pribadi dan publik adalah ilmu
tentang apa yang menyelamatkan jiwa dari keadaan-keadaan
buruk. Dengan mengetahui ilmu syar’i dia mengetahui halal
haram dan bagaimana menjauhiny dan denganilmu dia mengetahui
akhlak-akhlak baik dan bagaimana melaziminya.

2. Pergaulan (‫)المخالطة و المالزمة‬

Pergaulan manusia dan interaksinya satu sama lain mengarah pada


kesamaan mereka dalam moral. Tingkat kesamaan sesuai dengan
kekuatan interaksi. Sampai pada titik tertentu, yang satu tidak
dapat dibedakan dari yang lain kecuali dengan mata saja,

Itulah sebabnya Ibnu Taimiyyah menunjukkan pentingnya bergaul


dengan orang- orang saleh yang berakhlak mulia sehingga
seseorang memperoleh akhlak mereka melalui pergaulan, dan
memperingatkan agar tidak bergaul dengan orang-orang yang
berakhlak rusak, karena pergaulannya akan mewariskan kerusakan
akhlak.

3. Memaksakan Diri (‫)مجاهدة النفس‬

Ibnu Taimiyyah - semoga Tuhan Yang Maha Kuasa mengasihani


dia - mengingatkan akan pentingnya berusaha memaksa diri
sendiri dalam ketaatan dan meninggalkan perilaku buruk dalam
kata-kata ataupun perbuatan, karena meninggalkan dosa adalah hal
yang semua orang mampu melakukannya. demikian juga setiap
jiwa mengetahui bahwa perbuatan buruk itu adalah tercela dan
dibenci.

4. Berbahasa ‫))اللغة‬

Beliau juga mengingatkan hal yang sangat penting dalam


pendidikan, yaitu bahasa dan pengaruhnya yang mendalam pada
perilaku moral. beliau mengatakan: “Ketahuilah bahwa bahasa
bisa memberi pengaruh yang kuat terhadap pola pikiran, moral dan
agama seseorang. Berbahasa dengan bahasa suatu kaum akan
diikuti dengan berperilaku dan bergaya dengan perilaku dan gaya
mereka. Maka belajar bahasa Arab dan berusaha untuk berbahas
10
dengannya akan bisa menumbuhkan akhlak yang mulia, karena ia
adalah bahasa Al-Qur'an yang Mulia dan bahasa Nabi Saw. dan
para sahabatnya -semoga Tuhan meridhoi mereka-.(Al Hazimy,
2000)

2.2. Implementasi Konsep Ta’dib di Pesantren

2.2.1. Prinsip-prinsip Dasar penanaman adab di pesantren :

- Adab sebelum ilmu ilmu sebelum amal

Ulama salaf sangat perhatian sekali pada masalah adab dan akhlak.
Mereka pun mengarahkan murid-muridnya mempelajari adab sebelum
menggeluti suatu bidang ilmu dan menemukan berbagai macam khilaf
ulama. Imam Darul Hijrah, Imam Malik rahimahullah pernah berkata
pada seorang pemuda Quraisy,

‫تعلم األدب قبل أن تتعلم العلم‬


“Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.”

- Sungguh ilmu itu didapatkan dengan belajar dan kesantunan didapatkan


dengan menyantunkan diri.

Jika proses mendapatkan ilmu adalah dengan talaqi (mengambil ilmu)


dengan guru, maka proses dalam menghadirkan kesantunan adalah dengan
mulazamah dengan guru. Mulazamah terwujud dengan bentuk hidup
bersama guru, murid melihat, mendengar, dan merasakan bagaimana
seluruh aktivitas guru setiap harinya. Dari sanalah proses transfer adab
terjadi, dari adab hal yang dianggap sepele seperti adab berjalan, adab
bertutur, adab bersikap; sampai adab dalam ibadah, adab dalam
menyelesaikan masalah, bersikap ketika marah, dan banyak adab lain
terajarkan. Hal inilah yang terjadi pada generasi terbaik ummat ini, para
sahabat rasulullah saw, yang bermulazamah langsung dengan suri
tauladan terbaik, Rasulullah Muhammad saw.

- Adab dan Akhlak membutuhkan keteladanan

11
keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang berpengaruh dan
terbukti berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral,
spiritual dan etos social anak. Hal ini karena pendidik adalah figur terbaik
dalam pandangan anak, yang sopan santunnya, tindak tanduknya, disadari
atau tidak akan ditiru anak didiknya (Manan, 2017).

- Tujuan utama dari belajar ilmu adalah membentuk karakter

Pendidikan dalam pandangan Islam dimaksudkan untuk peningkatan


potensi spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia.
Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai
perwujudan dari tujuan pendidikan. Peningkatan potensi spritual
mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai
keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan
individual ataupun kolektif kemasyarakatan.

2.2.2. Media-media penanaman adab di pesantren

Ada beberapa media penanaman adab yang dilakukan di pesantren


diantaranya :

1. Ta’lim

Pengajaran dan pengkajian Kitab-kitab yang membahas tentang adab


baik dengan Sorogan, bandongan ataupun talaran. Kitab-kitab adab yang
banyak dikaji dipesantren diantaranya : Ta’limul muta’alim, akhlak lil
banin, akhlak lilbanat, At Tibyan fi adabi hamalatil Qur’an,

2. Pergaulan keseharian

Penanaman adab lewat pergaulan keseharian ini sangat nampak


dipesantren dimana Kyai, asatidz dan santri tinggal dalam satu komplek.
Para santri akan melihat secara langsung dan belajar bagaimana akhlak
dan kesolehan gurunya. Santri junior akan bisa menyaksikan secara
langsung bagaimana seniornya berperilaku.

3. Penanaman kedisiplinan

Penanaman kedisiplinan ini dengan ditegakkannya tata tertib pesantren


dan aturan kesantrian yang harus dita’ati oleh santri. Menegakkan

12
kedisiplinan dengan memberikan saksi kepada santri yang indispliner.
Penegakkan kedisiplinan mencakup : disipliin ibadah, disiplin akhlak,
disiplin belajar, disiplin lingkungan dan disiplin bahasa.

BAB II
KESIMPULAN

Pembentukan akhlak dan penanaman adab merupakan pondasi dari


pendidikan Islam. Bahkan boleh dikatakan bahwa ia adalah inti dan hakikat
pendidikan Islam.

Pendidikan adab, moral, dan perilaku merupakan materi pertama dan utama
yang diajarkan di lingkungan pesantren. Pesantren merupakan lembaga pendidikan
Islam yang fokus pada pengembangan spiritual dan akhlak, membentuk pribadi yang
berakhlak mulia, memiliki kesadaran agama yang kuat, dan mampu menjalankan
kehidupan sehari-hari dengan baik.

Metode yang dipandang paling utama dan paling efektif dalam penanaman
adab adalah keteladanan, yakni pendidik memberikan contoh dalam ucapan, sikap dan
perilaku yang baik untuk ditiru oleh peserta didik sehingga peserta didik pun memiliki
ucapan, sikap dan perilaku yang baik pula.

13
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, A. (2021). Konsep Ta’dib Syed Muhammad Naquib Al-Attas Dan Implikasinya
Dalam Pendidikan Islam. AN NUR: Jurnal Studi Islam, 13(1), 32–50.
Al Hazimy, K. (2000). Ushulu at Tarbiyah al Islamiyah (1 ed.). Daar Alam al Kutub.
Al Mawardi, A. B. M. (2013). Adab ad Dunya wa ad din (1 ed.). Daar al Minhaj.
Ferren Audy Febina Sitompul, Meisyah Nurliza Lubis, Nadhirotul Jannah, & Mardinal
Tarigan. (2022). Hakikat dan Tujuan Pendidikan dalam Islam: Konsep Tarbiyah,
Ta’lim, dan Ta’dib. Jurnal Pendidikan Dan Konseling (JPDK), 4(6), 5411–5416.
Firdaus. (2020). Konsep Pendidikan Dalam Perspektif Muhammad Natsir. Al-Hikmah:
Jurnal Agama Dan Ilmu Pengetahuan, 17(2), 15–25.
Hasib, K. (2010). Pendidikan Konsep Ta’dib Sebagai Solusi Pendidikan Islam di Era
Global. At-Ta’dib, 5(1).
Ibnu Hazm, A. bin A. (1434). al akhlak wa as sair fi mudawati an nufus (2 ed.). Daar Ibnu
al Jauzi.
Jaya, F. (2020). Konsep dasar dan tujuan pendidikan dalam islam: Ta’lim, tarbiyah dan
ta’dib. Tazkiya: Jurnal Pendidikan Islam, 9(1).
Manan, S. (2017). Pembinaan akhlak mulia melalui keteladanan dan pembiasaan. Jurnal
Pendidikan Agama Islam-Ta’lim,. Ta’lim: Jurnal Pendidikan Agama Islam , 15(1),
49-65.
Nata, A. (2010). Ilmupendidikan Islam (1 ed.). Kencana.
Ridwan, M. (2018). Konsep Tarbiyah, Ta’lim Dan Ta’dib Dalam Al-Qur’an. Nazhruna:
Jurnal Pendidikan Islam, 1(1), 37–60. https://doi.org/10.31538/nzh.v1i1.41

14

Anda mungkin juga menyukai