Anda di halaman 1dari 76

BAB 4.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Uji Asumsi Klasik


Uji asumsi klasik merupakan prasyarat analisis regresi berganda,
pengujian ini harus dipenuhi agar penaksiran parameter dan koefisien regresi
tidak bias. Pengujian asumsi klasik ini meliputi uji normalitas, uji
multikolinearitas, uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas. Hasil uji
asumsi klasik dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

4.1.1. Uji Normalitas


Dalam penelitian ini pengujian normalitas data menggunakan uji
Kolmogorov-Smirnov (Kolmogorov-Smirnov Test) dengan melihat
signifikansi dari residual yang dihasilkan dan pendekatan grafik normal
probability plot. Deteksi normalitas dengan melihat penyebaran data (titik)
pada sumbu diagonal dari grafik. Hasil uji normalitas data dari residual yang
diperoleh sebagai berikut :
Tabel 4.1.
Hasil Uji Normalitas Data
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
CR DER SIZE Profitabilitas
N 60 60 60 60
Normal Mean 2,16265 ,55778 29,31922 ,16028
Parameters a,b Std. ,530361 ,383593 1,435261 ,082867
Deviation

Most Extreme Absolute ,103 ,151 ,115 ,083


Differences Positive ,078 ,151 ,115 ,083
Negative -,103 -,136 -,073 -,080
Test Statistic ,103 ,151 ,115 ,083
c c c
Asymp. Sig. (2-tailed) ,179 ,002 ,047 ,200c,d
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance.

Sumber : Output SPSS Versi 26.0

1
Berdasarkan hasil pada Tabel 4.1 di atas, menunjukkan bahwa nilai
signifikansi di atas 0,05 yaitu sebesar 0,200. Hal ini berarti data residual
tersebut terdistribusi secara normal. Hal tersebut juga dapat dijelaskan
dengan hasil analisis grafik yaitu grafik Normal Probability plot-nya sebagai
berikut :
Gambar 4.1
Grafik Normal Probality Plot

Sumber : Output SPSS Versi 26.0

4.1.2. Uji Heteroskedastisitas


Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika varian dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika
berbeda akan disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah
model yang tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2013).
Untuk menentukan heteroskedastisitas dapat menggunakan uji
Glejser. Dasar pengambilan keputusan pada uji ini adalah jika nilai
signifikansi ≥ 0,05 maka dapat disimpulkan tidak terjadi masalah
heteroskedastisitas, namun sebaliknya jika nilai signifikansi < 0,05 maka
dapat disimpulkan terjadi
2
masalah heteroskedastisitas. Hasil uji heteroskedastisitas yang diperoleh
sebagai berikut :
Tabel 4.2
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) ,269 ,140 1,914 ,061
CR ,028 ,015 ,279 1,887 ,064
DER ,024 ,021 ,175 1,160 ,251
SIZE -,010 ,005 -,265 -2,065 ,044
a. Dependent Variable: abs_res
Sumber : Output SPSS Versi 26.0

Dalam hasil perhitungan di atas diketahui bahwa nilai signifikasi dari


variabel Current Ratio dan variabel DER lebih dari 0,05 (masing-masing
0,064 dan 0,251), sedangkan variabel SIZE kurang dari 0,05 yaitu 0,044.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi heteroskedastisitas
antar variabel independent dalam model regresi. Maka hasil diatas dapat
dijelaskan dengan hasil analisis grafik yaitu grafik scatterplot, titik-titik yang
terbentuk harus menyebar secara acak, tersebar baik diatas maupun dibawah
angka 0 pada sumbu Y. Apabila kondisi ini terpenuhi maka tidak terjadi
heteroskedastisitas dan model regresi layak digunakan. Hasil uji
heteroskedastisitas dengan menggunakan grafik scatterplot ditunjukkan pada
Gambar 4.2 di bawah ini:
Gambar 4.2
Grafik Scatterplot

Sumber : Output SPSS Versi 26.0

3
Dengan melihat grafik scatterplot di atas, terlihat titik-titik menyebar
secara acak, serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 (nol) pada
sumbu Y. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat gejala
heteroskedastisitas pada model regresi yang digunakan.

4.1.3. Uji Multikolonieritas


Pengujian ini dimaksudkan untuk melihat apakah terdapat dua atau
lebih variabel bebas yang berkorelasi secara linier. Apabila terjadi keadaan
ini maka kita akan menghadapi kesulitan untuk membedakan pengaruh
masing- masing variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Untuk
mendeteksi adanya gejala multikolonieritas dalam model penelitian dapat
dilihat dari nilai toleransi (tolerance value) atau nilai Variance Inflation
Factor (VIF). Batas tolerance > 0,10 dan batas VIF < 10,00, sehingga dapat
disimpulkan tidak terdapat multikolinearitas diantara variabel bebas.
Hasil dari pengujian multikolonieritas pada penelitian ini ditunjukkan
seperti pada tabel 4.3 berikut ini :
Tabel 4.3
Hasil Uji Multikolonieritas
Collinearity Statistics
Model Partial Part Tolerance VIF
1 (Constant)
CR ,285 ,277 ,720 1,388
DER -,057 -,053 ,697 1,434
SIZE ,055 ,051 ,962 1,040
Sumber : Output SPSS Versi 26.0

4.1.4. Uji Autokorelasi


Uji autokorelasi adalah untuk melihat apakah terjadi korelasi antara
suatu periode t dengan periode sebelumnya (t -1). Secara sederhana adalah
bahwa analisis regresi adalah untuk melihat pengaruh antara variabel bebas
terhadap variabel terikat, jadi tidak boleh ada korelasi antara observasi
dengan data observasi sebelumnya. Model regresi yang baik adalah regresi
yang bebas dari autokorelasi atau tidak terjadi autokorelasi. Untuk mengetahuinya
dengan cara membandingkan nilai D-W dengan nilai d dari tabel DurbinWatson:

4
1. Jika D-W < dL atau D-W > 4 – dL, kesimpulannya pada data
tersebut terdapat autokorelasi.
2. Jika dU < D-W < 4 – dU, kesimpulannya pada data tersebut tidak terdapat
autokorelasi.
3. Tidak ada kesimpulan jika: dL ≤ D-W≤ dU atau 4 – dU ≤ D-W≤ 4 – dL

Apabila hasil uji Durbin-Waston tidak dapat disimpulkan apakah


terdapat autokerelasi atau tidak maka dilanjutkan dengan runs test. Hasil dari
pengujian autokorelasi pada penelitian ini ditunjukkan seperti pada tabel 4.4
berikut ini :
Tabel 4.4
Hasil Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Change Statistics

R Adjusted R Std. Error of R Square F Sig. F Durbin-


Model R Square Square the Estimate Change Change df1 df2 Change Watson
1 ,364a ,132 ,086 ,079230 ,132 2,847 3 56 ,046 1,169

a. Predictors: (Constant), SIZE, CR, DER


b. Dependent Variable: Profitabilitas

Sumber : Output SPSS Versi 26.0

Berdasarkan tabel di atas, nilai DW dapat diketahui sebesar 1,169,


nilai ini akan dibandingkan dengan nilai tabel signifikansi 5%, dengan
jumlah sampel 60 (n) dan jumlah variabel independen 3 (k = 3), maka diperoleh
nilai du sebesar 1,6889, dan nilai DW sebesar 1,169 lebih kecil dari batas atas
(du) yakni 1,6889 dan kurang dari (4-du) atau 4 - 1,6889 = 2,3111. Jadi dapat
disimpulkan bahwa terdapat autokorelasi.

4.2. Analisis Regresi Linier Berganda

Setelah semua uji asumsi klasik terpenuhi selanjutnya dilakukan


analisis regresi linier berganda. Untuk menguji Pengaruh Current Ratio,
DER, dan SIZE terhadap Profitabilitas. Adapun hasil persamaan regresi
linier berganda untuk melihat Pengaruh Current Ratio, DER, dan SIZE
terhadap Profitabilitas ditunjukkan dengan hasil perhitungan regresi seperti

5
tabel 4.5. di bawah ini :

6
Tabel 4.5
Hasil Perhitungan Regresi Berganda

Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients Correlations Collinearity Statistics
Std. Zero-
Model B Error Beta t Sig. order Partial Part Tolerance VIF
1 (Constant) -,031 ,217 -,141 ,888
CR ,051 ,023 ,326 2,223 ,030 ,357 ,285 ,277 ,720 1,388
DER -,014 ,032 -,063 -,425 ,672 -,225 -,057 -,053 ,697 1,434
SIZE ,003 ,007 ,052 ,411 ,682 ,029 ,055 ,051 ,962 1,040
a. Dependent Variable: Profitabilitas

Sumber : Output SPSS Versi 26.0

Dari tabel Sig. di atas dapat diinterprestasikan sebagai berikut :

1. Current Ratio berpengaruh terhadap Profitabilitas dengan sig. (0,030) dengan


taraf α = 5%
2. DER tidak berpengaruh terhadap Profitabilitas dengan sig. (0,672) dengan
taraf α = 5%
3. SIZE tidak berpengaruh terhadap Profitabilitas dengan sig. (0,682) dengan
taraf α = 5%
4.3. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (Adj. R2) dari hasil regresi menunjukkan
seberapa besar variabel dependen bisa dijelaskan oleh variabel-variabel
bebasnya.
Tabel 4.6
Hasil Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Std. Error Change Statistics
R Adjusted of the R Square F Sig. F Durbin-
Model R Square R Square Estimate Change Change df1 df2 Change Watson
a
1 ,364 ,132 ,086 ,079230 ,132 2,847 3 56 ,046 1,169
a. Predictors: (Constant), SIZE, CR, DER
b. Dependent Variable: Profitabilitas

Sumber : Output SPSS Versi 26.0

7
Berdasarkan tabel 4.6 di atas, menunjukkan bahwa besarnya koefisien
determinasi (Adj. R2) sebesar 0,086. Hal ini berarti kontribusi Current Ratio,
DER dan SIZE terhadap Profitabilitas adalah sebesar 8,6%, sedangkan
sisanya 91,4% dijelaskan oleh variabel Current Ratio, DER dan SIZE yang
tidak diungkap dalam penelitian ini.

4.4. Uji Hipotesis


Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis
regresi linier berganda. Hal ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
variabel independen terhadap variabel dependen. Teknik analisis tersebut
dilakukan dengan menggunakan program SPSS 26.0

4.4.1. Hasil Uji t (Parsial)


Uji stastistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh
satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variabel
dependen. Uji parsial ini dilakukan dengan membandingkan nilai α (alpha)
dengan nilai p-value. Apabila nilai p-value < α (0,05), maka H0 ditolak.
Sehingga dapat dikatakan terdapat pengaruh secara parsial antara variabel
independen dengan variabel dependen, dan sebaliknya. Berikut adalah hasil
pengujian statistic t, yang dapat dilihat pada tabel 4.7 di bawah ini.
Tabel 4.7
Uji Parsial

Variabel P-Value Sig. Keputusan

Current Ratio (X1) 0,030 0,05 Berpengaruh


DER (X2) 0,672 0,05 Tidak Berpengaruh
SIZE (X3) 0,0682 0,05 Tidak Berpengaruh

Sumber: Data diolah (2020)

Berdasarkan pada tabel 4.7 di atas, ditunjukkan bahwa variabel


Current Ratio memiliki nilai P-Value 0,030 dimana nilai probabilitas ini
dibawah 0,05. Dengan demikian, sesuai dengan ketentuan dalam kriteria
pengujian, jika nilai probabilitas < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa
variabel Current Ratio berpengaruh terhadap Profitabilitas. Berikutnya
ditunjukkan bahwa variabel
8
DER memiliki nilai P-Value sebesar 0,672 dimana nilai probabilitas ini lebih
dari 0,05. Dengan demikian, sesuai dengan ketentuan dalam kriteria
pengujian, jika nilai prob. > 0,05, maka hal ini berarti secara parsial variabel
DER tidak berpengaruh terhadap Profitabilitas. Berikutnya ditunjukkan
bahwa variabel SIZE memiliki nilai P-Value sebesar 0,682 dimana nilai
probabilitas ini diatas 0,05. Dengan demikian, sesuai dengan ketentuan
dalam kriteria pengujian, jika nilai prob. > 0,05, maka hal ini berarti secara
parsial variabel SIZE tidak berpengaruh terhadap Profitabilitas.

4.4.2. Hasil Uji F (Simultan)

Uji stastistik F pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh


variabel independen secara simultan dalam menerangkan variabel dependen.
Uji simultan ini dilakukan dengan membandingkan nilai α (alpha) dengan
nilai p-value. Apabila nilai p-value < α (0,05), maka H 0 ditolak. Sehingga
dapat dikatakan terdapat pengaruh secara simultan antara variabel
independen dengan variabel dependen, dan sebaliknya. Jika nilai p-value > α
(0,05), maka H0 diterima yang artinya tidak terdapat pengaruh antara variabel
independen terhadap variabel dependen secara simultan. Berikut adalah hasil
pengujian statistic F, yang dapat dilihat pada tabel 4.8 di bawah ini:

Tabel 4.8
Uji Simultan

ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression ,054 3 ,018 2,847 ,046b
Residual ,352 56 ,006
Total ,405 59
a. Dependent Variable: Profitabilitas
b. Predictors: (Constant), SIZE, CR, DER

Sumber : Output SPSS Versi 26.0

9
Berdasarkan pada tabel 4.8 diatas, menunjukkan bahwa variabel
independen memiliki nilai P-Value 0,046 dimana nilai probabilitas ini
dibawah 0,05. Dengan demikian, maka sesuai dengan ketentuan dalam
kriteria pengujian, jika nilai probabilitas < 0,05 maka dapat disimpulkan
bahwa variabel Current Ratio, DER dan SIZE secara bersama-sama
berpengaruh terhadap Profitabilitas.

10
BAB 5.
SIMPULAN DAN SARAN

5.1. SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut
:
1. Secara parsial variabel Current Ratio (CR) memiliki pengaruh terhadap
profitabilitas/ Return On Equity (ROE) pada perusahaan manufaktur sektor
barang konsumsi periode 2015-2018.
2. Secara parsial variabel Debt Equity Ratio (DER) tidak memiliki pengaruh
terhadap profitabilitas/Return On Equity (ROE) pada perusahaan
manufaktur sektor barang konsumsi periode 2015-2018.
3. Secara parsial ukuran perusahaan (SIZE) tidak memiliki pengaruh
terhadap profitabilitas/Return On Equity (ROE) pada perusahaan
manufaktur sektor barang konsumsi periode 2015-2018.
4. Secara simultan variabel CR, DER, dan SIZE memiliki pengaruh terhadap
profitabilitas/Return On Equity (ROE) pada perusahaan manufaktur sektor
barang konsumsi periode 2015-2018.

5.2. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian, penulis akan memberikan saran untuk


mengatasi dan mengurangi kelemahan yang terjadi, yaitu sebagai berikut :

1. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan memperluas variabel penelitian


dengan menggunakan variabel lain, misalnya untuk variabel independen
dapat menggunakan variabel Total Aset Turnover (TATO), Earning per
Share (EPS), Debt Aset Ratio (DAR). Untuk variabel dependen dapat
menggunakan variabel Divident Payout Ratio (DPR), Return Saham,
Harga Saham, Price to Book Value (PBV), Leverage.
2. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat memperluas lingkup
perusahaan yang akan dijadikan sampel penelitian, dan menambah periode
penelitian agar sampel penelitian lebih besar dan mendapat hasil penelitian
yang lebih baik.

11
3. Bagi Perusahaan disarankan untuk lebih memperhatikan aspek-aspek yang
dapat mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan, salah satunya aset yang
dimiliki. Hal tersebut dikarenakan total aset merupakan alat ukur besar
kecilnya suatu perusahaan, yang dapat dijadikan pertimbangan investor
untuk berinvestasi. Total aset harus digunakan dengan efisien agar dapat
menghasilkan laba yang maksimal.
4. Bagi Investor disarankan harus lebih selektif untuk memilih perusahaan
dengan melihat bagaimana perusahaan mengelola aset perusahaan yang
akan mempengaruhi laba. Hal tersebut dikarenakan pengelolaan aset
perusahaan yang efisien, akan menghasilkan laba yang maksimal.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ardiatmi, U. D. (2014). Analisis Pengaruh Current Ratio, Debt to Equity Ratio,


Total Asset Turn Over, Firm Size dan Debt to Asset Ratio terhadap Profitabilitas
(ROE). Skripsi. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro
Semarang.

Bolek, Monika. (2013). Profitability as a Liquidity and Risk Function Basing on


The New Connect Market in Poland. European Scientific Journal, 9 (28).

Alpi, M.F. (2018), Pengaruh Debt to Equity Ratio, Inventory Turn Over, Dan
Current Ratio Terhadap Return On Equity Pada Perusahaan Sektor Farmasi Yang
Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia, Prosiding: The National

Brigham E.F, & Houston J, F. (2012). Dasar-dasar Manajemen Keuangan, (Edisi


11) Jakarta : Salemba Empat.

Brigham, Eugene F. dan Joe F Houston.(2010). Dasar-dasar Manajemen


Keuangan, Jakarta : Salemba Empat.

Darsono dan Ashari.(2010). Pedoman Praktis Memahami Laporan Keuangan


(Tips Bagi Investor.Direksi, dan Pemegang Saham). Penerbit Andi. Yogyakarta

Murtizanah, D.I (2013), Analisis Pengaruh Rasio Likuiditas Dan Rasioaktivitas


Terhadap Profitabilitas KPRI “Makmur” Krian, Jurnal Pendidikan Ekonomi
(JUPE), 1 (3) ; 1-20

Fachrudin, K.A. (2011). Analisis Pengaruh Struktur Modal, Ukuran Perusahaan,


dan Agency Cost terhadap Kinerja Perusahaan.Jurnal Akuntansi dan Keuangan,
13 (1).

Fahmi, I. (2014). Analisis Laporan Keuangan. Edisi Ketiga. CV Alfabeta. Bandung.

Hanafi, dan Halim.A (2012). Analisis Laporan Keuangan, Edisi ke 4 Unit penerbit
dan percetakan sekolah tinggi ilmu manajemen YKPN. Yogyakarta.

Hani, S. (2015). Teknik Analisa Laporan Keuangan. Medan : Penertbit Umsu Press.

Harahap, S. S. (2017). Analisis Kritis atas Laporan Keuangan, Cetakan Kedua


belas.Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Hery.(2016). Analisis Laporan Keuangan. Cetakan Pertama. Jakarta: PT Gramedia

Horne, J. C. Van dan Wachowicz, JR. J.M.(2009). Prinsip-prinsip Manajemen


Keuangan., Jakarta : Salemba Empat.

Juliandi, A, Irfan and Manurung. S. (2015). Metodologi Penelitian Bisnis Konsep


dan Aplikasi.Medan : UMSU Press.

13
Jufrizen dan Maya Sari. Pengaruh Current Ratio, Debt to Equity Ratio, dan Firm
Size Terhadap Return On Equity. Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara. Vol. 18, No.1, Juni 2019.

Kamaliah, A. N, dan Kinanti.L. (2009). Analisis Pengaruh Rasio Aktivitas,


Leverage Keuangan, Ukuran, dan Umur Perusahaan Terhadap Profitabilitas
Perusahaan Wholesale and Retail Trade yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Jurnal Ekonomi. Universitas Riau.

Kasmir.(2010). Pengantar Manajemen Keuangan. Jakarta: Kencana Kasmir.

(2014). Analisis Laporan Keuangan.PT Raja Grafindo Persada. Jakarta

Lokollo, A, (2013), Pengaruh Manajemen Modal Kerja Dan Rasio Keuangan


Terhadap Profitabilitas Pada Industri Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) Tahun 2011, Journal of Accounting, 2 (2) : 1-13

Mareta, A. D. (2013). Pengaruh Financial Leverage Terhadap Profitabilitas (Studi


Pada Perusahaan Sektor Makanan Dan Minuman Yang Terdaftar Di Bursa Efek
Indonesia Periode 2009-2011). Jurnal Administrasi Bisnis, 1(2), 132-139

Nugroho, E. (2011). Analisis Pengaruh Likuiditas, Pertumbuhan Penjualan,


Perputaran Modal Kerja, Ukuran Perusahaan dan Leverage terhadap Profitabilitas
Perusahaan (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar pada BEI pada
Tahun 2005-2009).

Pongrangga, R A et al. (2015). Pengaruh Current Ratio, Total Asset Turm Over
dan Debt to Equity Ratio Terhadap Return On Equity (Studi pada Perusahaan Sub
Sektor Property dan Real Estate yang Terdaftar di BEI periode 2011-2014).
Jurnal,. Universitas Brawijaya. Malang.

Prastowo, D. (2010). Analisis Laporan Keuangan Konsep Dan Aplikasi. Edisi Ke-
3. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Prastowo, D. (2015). Analisis Laporan Keuangan Konsep dan Aplikasi.Unit


Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN. Yogyakarta.

Prihadi, T. (2012).Memahami Laporan Keuangan Sesuai IFRS dan PSAK.


Jakarta: PPM.

Riyanto, B. (2010). Dasar-dasar pembelanjaan perusahaan. BPFE: Yogyakarta.

Rosyadah, F, (2012). Pengaruh Struktur Modal Terhadap Profitabilitas (Studi


Pada Perusahaan Real Estate and Property Yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) Periode 2009 – 2011), Jurnal, Fakultas Ilmu Administrasi,
Universitas Brawijaya Malang.

14
Sartono, A. (2009). Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. Edisi Keempat.
Yogyakarta: BPFE.

Sawir, A. (2009). Analisa Kinerja Keuangan dan Perencanaan keauangan


Perusahaan, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Sefiani, C. Y. K. (2016). Pengaruh Current Ratio, Total Asset Turn Over, Dan
Umur Perusahaan Terhadap Profitabilitas. Jurnal Ilmu & Riset Manajemen, 4(11)

Singapurwoko, A. (2011). The Impact of Financial Leverage to Profitability Study


of Non-Financial Companies Listed in Indonesia Stock Exchange. European
Journal of Economics, Finance and Administrative Sciences. ISSN 1450-2275
Issue 32

Sujarweni, V.Wiratna. 2015. Metode Penelitian Bisnis dan Ekonomi, Yogyakarta:


Pustaka Baru Press. 190Vol. 18, No.1, Juni 2019

Sujarweni, V. W. (2017). Analisis Laporan Keuangan. Pustaka Baru Press:


Yogyakarta.

Utama, S. (2000). Teori dan Riset Akuntansi Positif : Suatu Tinjauan Literatur.
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. No. 1 : 83-96

Wahyuni, S. F. (2017). Peran kepemilikan institusional dalam memoderasi


pengaruh Current Ratio, Debt to Equity ratio, Total asset turnover dan inventory
turnover terhadap Return On Equity di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Riset
Finansial Bisnis, 1(2), 147-158.

15
BAB 1.
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi
Indonesia kuartal II (Q2) 2020 mengalami kontraksi sebesar 5,32 persen.
Perekonomian Indonesia diprediksi akan kembali pulih pada Agustus 2020
dari dampak virus Corona atau Covid-19. Namun, hal ini akan tercapai jika
pemerintah tepat memberikan kebijakan dalam memulihkan ekonomi
Indonesia. Untuk wilayah Asia dan Pasifik, diproyeksikan akan semakin
menurun pada tahun 2020, hampir 6 persen pada tahun 2019. Penyebabnya
sebagian negara harus melaksanakan lockdown untuk dapat mengontrol
pandemi, namun mempengaruhi tingkat PDB negara-negara tersebut. Serta
disrupsi ekonomi yang dirasakan terparah pada negara-negara yang
mengalami domestik breakout, bagi negara-negara yang bergantung pada
perdagangan global, pariwisata, ekspor komoditas, serta pembiayaan atau
keuangan dari eksternal.
Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
ini berpengaruh signifikan terhadap industri manufaktur Indonesia.
Berdasarkan catatan survei IHS markit menunjukan Purchasing Managers
Index (PMI) manufaktur Indonesia pada bulan Maret 2020 sebesar 45,3.
Padahal pada bulan Februari, PMI manufaktur masih berada di atas level 50
yakni 51,0. Meskipun sektor manufaktur diproyeksi masih akan menurun,
saham-saham sektor barang konsumsi diprediksi masih memiliki prospek
yang baik. Produsen makanan seperti INDF, UNVR, dan ICBP masih dapat
bertahan.
Untuk kuartal II-2020, Bank Indonesia memperkirakan perekonomian
Indonesia mengalami kontraksi berkisar di 0,9-1,9%. Kontraksi disebabkan
kinerja ekspor pada kuartal II turun, sejalan dengan kontraksi perekonomian
global. Sementara, konsumsi rumah tangga dan investasi juga menurun
akibat kebijakan PSBB yang mengurangi akitivitas ekonomi masyarakat
dan menurunkan daya beli masyarakat. Untuk itu, pemerintah fokus pada

1
sektor konsumsi dan investasi, agar pertumbuhan perekonomian di kuartal
II dan seterusnya dapat terjaga.
Pandemi cukup memukul keras ekonomi Indonesia pada sisi supply
dan demand, dari sisi supply produksi barang dan jasa bisa di atas 70 persen.
Bukan saja di dunia usaha (supply), seperti manufaktur, perdagangan,
transportasi, akomodasi dan industri makanan dan minuman, pertanian,
pertambangan, serta kontruksi juga tidak bisa menghindar dari dampak
Covid-19. Melihat kondisi, pilar-pilar pertumbuhan Indonesia berasal dari
konsumsi dan investasi. Oleh karena itu, agar growth terjaga, pemerintah
fokus pada konsumsi dan investasi.
Untuk itu, pemerintah memberikan perhatian khusus untuk
mendorong UMKM dan IKM agar bisa mempunyai jaringan
bisnis online melalui e-Commerce atau program e-Smart Industri Kecil dan
Menengah (IKM) dengan memanfaatkan platform digital melalui kerja
sama dengan perusahaan startup di Indonesia agar pengembangan kapasitas
sektor ini mendominasi populasi industri di Indonesia.
Setiap perusahaan berusaha bertahan saat ini dengan stimulus
ekonomi yang diberikan pemerintah. Salah satu tujuan perusahaan adalah
memperoleh profitabilitas yang maksimal dari aktivitas operasionalnya.
Aktivitas operasional perusahaan secara umum meliputi aktivitas produksi,
distribusi, promosi, dan penjualan. Agar tujuan tersebut dapat tercapai,
maka perusahaan memerlukan manajemen dengan tingkat efektifitas yang
tinggi. Pengukuran tingkat efektifitas dapat dilihat dari laba yang diperoleh
perusahaan. Besarnya laba yang diperoleh perusahaan dapat digunakan
sebagai gambaran untuk menilai kinerja keuangan perusahaan (Sefiani,
2016).
Laba atau profit merupakan salah satu tujuan utama berdirinya setiap
badan usaha. Tanpa diperolehnya laba, perusahaan tidak dapat memenuhi
tujuan lainnya yaitu pertumbuhan yang terus menerus dan tanggung jawab
sosial. Laba yang menjadi tujuan utama perusahaan dapat dicapai dengan
penjualan barang atau jasa. Semakin besar volume penjualan barang dan
jasa, maka laba yang dihasilkan oleh perusahaan juga akan semakin besar.

2
Kelangsungan hidup perusahaan dipengaruhi oleh banyak hal antara lain
profitabilitas perusahaan itu sendiri (Alpi, 2018).
Pentingnya profitabilitas dapat dilihat dengan mempertimbangkan
dampak yang berasal dari ketidak mampuan perusahaan dalam
mendapatkan laba yang maksimal untuk mendukung kegiatan
operasionalnya. Cara memperhitungkan profitabilitas adalah bermacam-
macam dan tergantung pada laba dan aktiva atau modal yang akan
diperbandingkan satu dengan yang lainnya.
Salah satu cara untuk menghitung profitabilitas adalah Return On
Equity (Alpi, 2018). Return On Equity merupakan bagian dari rasio
profitabilitas dalam menganalisa laporan keuangan atas laporan kinerja
keuangan perusahaan. Menurut Brigham and Houston (2012) Return On
Equity adalah pengembalian atas ekuitas biasa yaitu rasio laba bersih
terhadap ekuitas biasa atau mengukur tingkat pengembalian atas investasi
pemegang saham biasa. Dalam hal ini para pemegang saham mengharapkan
peningkatan dalam pengembalian modal pemegang saham dan menarik
investor baru untuk menginvestasikan dananya.
Sebuah perusahaan dalam menjalankan operasionalnya memerlukan
biaya yang tidak sedikit jumlahnya. Biaya yang diperlukan tidak
sepenuhnya dipenuhi dengan modal sendiri. Perusahaan perlu melakukan
pinjaman kepada pihak kreditur dalam upaya pemenuhan kebutuhan biaya
untuk kegiatan operasional perusahaan. Rasio yang digunakan untuk
mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka
pendeknya adalah Current Ratio (CR).
Current Ratio (CR) atau rasio lancar diperoleh dari perbandingan
antara aktiva lancar dengan hutang lancar (Prihadi, 2012). Apabila
presentase Current Ratio lancar dalam sebuah perusahaan rendah, maka
dianggap terjadinya masalah dalam likuidasi. Dengan kata lain, perusahaan
tidak memilki kemampuan dan kesempatan untuk memenuhi kewajiban
jangka pendeknya. Sebaliknya, jika rasio lancar dalam perusahaan tinggi
dikatakan baik bagi perusahaan tersebut. Hal ini dikarenakan, perusahaan
memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya

3
kepada pihak kreditur. Hasil penelitian Alpi (2018) menunjukkan bahwa
Current Ratio berpengaruh signifikan terhadap Return On Equity.
Debt to Equity Ratio yaitu total kewajiban dibagi total ekuitas yang
menunjukkan pengukur tingkat penggunaan utang (total hutang) terhadap
modal yang dimiliki perusahaan (Riyanto, 2010). Dari perspektif
kemampuan membayar kewajiban jangka panjang, semakin rendah rasio
akan semakin baik kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban
jangka panjang. Hasil penelitian Lokollo (2013) dan Rosyadah (2013)
menyatakan bahwa Debt to Equity Ratio berpengaruh negatif terhadap
Return On Equity, namun bertentangan dengan hasil penelitian Wahyuni
(2017), Singapurwoko (2011) dan Mareta (2013) yang menyatakan bahwa
Debt to Equity Ratio berpengaruh positif terhadap Return On Equity.
Berbeda juga dengan penelitian Fachrudin (2007) dan Alpi (2018) yang
menyatakan bahwa Debt to Equity Ratio tidak berpengaruh terhadap Return
On Equity.
Ukuran perusahaan (firm size) adalah skala perusahaan yang dilihat
dari total aktiva perusahaan pada akhir tahun. Total penjualan juga dapat
digunakan untuk mengukur besarnya perusahaan. Karena biaya - biaya yang
mengikuti penjualan cenderung lebih besar, maka perusahaan dengan
tingkat penjualan yang tinggi cenderung memilih kebijakan akuntansi yang
mengurangi laba (Utama, 2000). Perusahaan yang memiliki banyak aset
akan dapat meningkatkan kapasitas produksi yang berpotensi untuk
menghasilkan laba lebih baik.
Hasil penelitian Singapurwoko (2011) menyatakan bahwa ukuran
perusahaan berpengaruh positif terhadap Return On Equity, namun
bertentangan dengan hasil penelitian Kamaliah (2009) yang menyatakan
bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap ROE. Berbeda juga
dengan penelitian Fachrudin (2007) yang menyatakan bahwa ukuran
perusahaan tidak berpengaruh terhadap Return On Equity.

4
Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini berjudul:
“PENGARUH CURRENT RATIO (CR), DEBT EQUITY RATIO
(DER) DAN UKURAN PERUSAHAAN (SIZE) TERHADAP RETURN
ON EQUITY (ROE) (STUDI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR
SUB SEKTOR KONSUMSI YANG TERDAFTAR DI BEI PERIODE
2015-2018)”.

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Apakah Current Ratio (CR) berpengaruh terhadap Return On Equity
(ROE)?
2) Apakah Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh terhadap Return On
Equity (ROE)?
3) Apakah Ukuran perusahaan (Firm Size) berpengaruh terhadap Return On
Equity (ROE)?
4) Apakah Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER) dan Ukuran
perusahaan (Firm Size) berpengaruh secara bersama-sama terhadap
Return On Equity (ROE)?

1.3. Tujuan Penelitian


Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Current Ratio (CR)
berpengaruh terhadap Return On Equity (ROE).
2) Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Debt to Equity Ratio (DER)
terhadap Return On Equity (ROE).
3) Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Ukuran perusahaan (Firm Size)
terhadap Return On Equity (ROE).
4) Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Current Ratio (CR), Debt to
Equity Ratio (DER) dan Ukuran perusahaan (Firm Size) secara bersama-sama
terhadap Return On Equity (ROE).

5
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membaca, baik secara langsung maupun tidak langsung terkait di dalamnya.
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Akademik
Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya yang
berkaitan dengan determinan profitabilitas. Selain itu juga menambah
wawasan dan pengetahuan serta pengembangan ilmu khususnya
mangenai Manajemen Keuangan.
2. Manfaat Praktis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi informasi bagi
investor dan dapat menjadi pertimbangan keputusan investasinya
dengan memperhatikan profitabilitas perusahaan.

6
BAB II.
TELAAH LITERATUR DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

2.1. Gambaran Umum Objek Penelitian


Sektor industri barang konsumsi merupakan sektor penyumbang
utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sektor industri barang konsumsi
merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam memicu
pertumbuhan ekonomi Negara. Dalam pelaksanaannya sektor industri barang
konsumsi terbagi menjadi lima macam yaitu subsektor makanan dan minuman,
subsektor rokok, sub sektor farmasi, sub sektor kosmetik dan keperluan
rumah tangga, dan sub sektor peralatan rumah tangga. Sektor industri barang
konsumsi merupakan penopang dalam perusahaan manufaktur.
Penelitian ini menggunakan salah satu perusahaan manufaktur
khususnya sektor industri barang konsumsi. Hal ini dikarenakan industri
barang konsumsi salah satu industri yang cukup menarik dan produk barang
konsumsi selalu dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Industri barang
konsumsi merupakan salah satu perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. Industri barang konsumsi memiliki potensi bagi para
investor dalam menginvestasikan dana mereka. Industri barang konsumsi
terdiri dari 5 sub sektor.
Industri barang konsumsi di Indonesia dari tahun ke tahun semakin
tumbuh dengan baik sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Hal ini terlihat
pada tahun 2015, peningkatan nilai pasar industri barang konsumsi di
Indonesia tumbuh rata-rata 16,6% per tahun.

2.2. Kajian Literatur


2.2.1. Teori Sinyal (Signalling Theory)
Brigham and Houston (2013) mengatakan bahwa signalling theory
merupakan suatu perilaku manajemen perusahaan dalam memberi petunjuk
untuk investor terkait pandangan manajemen pada prospek perusahaan untuk
masa mendatang. Isyarat atau signal adalah tindakan yang diambil oleh
manajemen perusahaan dimana manajemen mengetahui informasi yang lebih

7
lengkap dan akurat mengenai internal perusahaan dan prospek perusahaan di
masa depan dari pada pihak investor.

2.2.2. Trade-off Theory


Model trade-off mengasumsikan bahwa struktur modal perusahaan
merupakan hasil trade-off dari keuntungan pajak dengan menggunakan
hutang dengan biaya yang akan timbul sebagai akibat penggunaan hutang
tersebut (Hartono, 2003). Esensi trade-off theory dalam struktur modal adalah
menyeimbangkan manfaat dan pengorbanan yang timbul sebagai akibat
penggunaan hutang. Sejauh manfaat lebih besar, tambahan hutang masih
diperkenankan.
Apabila pengorbanan karena penggunaan hutang sudah lebih besar,
maka tambahan hutang sudah tidak diperbolehkan. Trade-off theory telah
mempertimbangkan berbagai faktor seperti corporate tax, biaya kebangkrutan,
dan personal tax, dalam menjelaskan mengapa suatu perusahaan memilih
struktur modal tertentu (Suad Husnan, 2000). Kesimpulannya adalah
penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan tetapi hanya pada
sampai titik tertentu. Setelah titik tersebut, penggunaan hutang justru
menurunkan nilai perusahaan (Hartono, 2003)

2.3. Current Ratio (CR)


Current Ratio merupakan rasio yang mengukur kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang segera jatuh
tempo dengan menggunakan asset lancar yang tersedia (Hery, 2016). Dengan
kata lain, rasio lancar ini menggambarkan seberapa besar jumlah ketersediaan
asset lancar yang dimiliki perusahaan dibandingkan dengan total kewajiban
lancar. Oleh sebab itu, rasio lancar dihitung sebagai hasil bagi antara total
asset lancar dengan total kewajiban lancar. Current Ratio merupakan Rasio
yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar
membayar kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancar
yang dimiliki (Sujarweni, 2017).

8
Current Ratio merupakan rasio untuk mengukur kemampuan
perusahaan membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh
tempo pada saat ditagih secara keseluruhan. Dengan kata lain, seberapa
banyak aktiva lancar yang tersedia untuk menutupi kewajiban jangka pendek
yang segera jatuh tempo. Rasio lancar dapat pula dikatakan sebagai bentuk
untuk mengukur tingkat keamanan (margin of safety) suatu perusahaan
(Kasmir, 2014). Current Ratio lancar dihitung dengan membagi aktiva lancar
dengan hutang lancar. Rasio ini menunjukan besarnya kas yang dimiliki
perusahaan ditambah aset-aset yang bisa berubah menjadi kas dalam waktu
satu tahun, relatif terhadap besarnya hutang-hutang yang jatuh tempo dalam
jangka waktu dekat (tidak lebih dari 1 tahun), pada tanggal tertentu seperti
tercantum pada neraca (Hanafi dan Halim, 2012).
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
Current Ratio merupakan rasio untuk mengukur likuiditas perusahaan dalam
membayar hutang jangka pendek dengan aset lancar yang dimiliki perusahaan.
Berikut ini adalah tujuan dan manfaat yang dapat dipetik dari hasil rasio
likuiditas (Hery, 2016), yaitu :
1) Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban atau utang
yang segera jatuh tempo pada saat ditagih. Artinya, kemampuan untuk
membayar kewajiban yang sudah waktunya dibayar sesuai jadwal batas
waktu yang telah ditetapkan (tanggal dan bulan tertentu).
2) Untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban
jangka pendek dengan menggunakan total asset lancar.
3) Untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka
pendek dengan menggunakan asset sangat lancar (tanpa menghitung
persediaan barang dagang dan asset lancar lainnya).
4) Untuk mengukur tingkat ketersediaan uang kas perusahaan dalam membayar
utang jangka pendek.
5) Sebagai alat perencanaan keuangan di masa mendatang terutama yang
berkaitan dengan perencanaan kas dan utang jangka pendek.
Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendeknya. Tingkat likuiditas perusahaan dapat diukur

9
dengan membandingkan jumlah aktiva lancar dengan kewajiban lancar yang
dimiliki perusahaan. Semakin tinggi tingkat likuiditas maka semakin baik
bagi perusahaan. Ketidakmampuan perusahaan membayar kewajibannya
terutama utang jangka pendek (yang sudah jatuh tempo) disebabkan oleh
berbagai faktor: 1) bisa dikarenakan memang perusahaan sedang tidak
memiliki dana sama sekali, dan 2) bisa mungkin saja perusahaan memiliki
dana, namun saat jatuh tempo perusahaan tidak memiliki dana (tidak cukup)
secara tunai sehingga harus menunggu dalam waktu tertentu, untuk
mencairkan aktiva lainnya seperti menagih piutang, menjual surat-surat
berharga, atau menjual sediaan atau aktiva lainnya (Kasmir, 2014).

2.4. Debt to Equity Ratio


Debt to Equity Ratio merupkan rasio yang digunakan untuk
mengukur besarnya proporsi utang terhadap modal. Rasio ini dihitung sebagai
hasil bagi antara total utang dengan modal. Rasio ini berguna untuk
mengetahui besarnya perbandingan antara jumlah dana yang disediakan oleh
kreditor dengan jumlah dana yang berasal dari pemilik perusahaan (Hery,
2016). Dengan kata lain, rasio ini berfungsi untuk mengetahui berapa bagian
dari setiap rupiah modal yang dijadikan sebagai jaminan utang. Rasio ini
memberikan petunjuk umum tentang kelayakan kredit dan resiko keuangan
debitor.
Debt to Equity Ratio merupakan salah satu rasio leverage atau
solvabilitas. Rasio solvabilitas adalah rasio untuk mengetahui kemampuan
perusahaan dalam membayar kewajiban jika perusahaan tersebut dilikuidasi.
Rasio ini juga disebut dengan rasio pengungkit (Leverage) yaitu menilai
batasan perusahaan dalam meminjam uang (Darsono dan Ashari, 2010).
Debt to Equity Ratio merupakan rasio yang menggambarkan
kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban-kewajibannya apabila
perusahaan likuidasi. Rasio ini dapat dihitung dari pos-pos yang sifatnya
jangka panjang seperti aktiva tetap dan utang jangka panjang (Harahap, 2017).
Horne dan Machowicz (2009) mengemukakan bahwa “leverage merupakan
penggunaan biaya tetap dalam usaha untuk meningkatkan (level up)

1
profitabilitas. Siegel dan Shim dalam Fahmi (2014) Debt to Equity Ratio
merupakan Ukuran yang dipakai dalam menganalisis laporan keuangan untuk
memperlihatkan besarnya jaminan yang tersedia untuk kreditor.
Debt to Equity ratio merupakan rasio yang digunakan untuk menilai
hutang dengan ekuitas. Rasio ini dicari dengan cara membandingkan antara
seluruh hutang, termasuk hutang lancar dengan seluruh ekuitas. Rasio ini
digunakan untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan peminjam (kredior)
dengan pemilik perusahaan. Dengan kata lain, rasio ini berfungsi untuk
mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan untuk jaminan hutang
(Kasmir, 2014).

2.5. Ukuran Perusahaan (Firm Size)


Perusahaan besar yang sudah well established akan lebih mudah
memperoleh modal di pasar modal dibanding dengan perusahaan kecil.
Karena kemudahan akses tersebut berarti perusahaan besar memiliki
fleksibilitas yang lebih besar pula (Sartono, 2010). Semakin baik kualitas
laporan keuangan yang disajikan maka akan semakin menyakinkan pihak
eksternal dalam melihat kinerja keuangan perusahaan tersebut, yang otomatis
tentunya pihak-pihak yang berhubungan dengan perusahaan akan merasa puas
dalam berbagai urusan dengan perusahaan (Fahmi, 2014). Perusahaan selalu
menginginkan perolehan laba bersih setelah pajak karena bersifat menambah
modal sendiri. Dengan kata lain, laba bersih dapat diperoleh jika jumlah
penjualan lebih besar daripada jumlah biaya operasi. Agar diperoleh laba
bersih yang sesuai dengan jumlah yang diinginkan, maka perencanaan dan
pengendalian menjadi hal yang sangat penting dilakukan oleh pihak
manajemen.
Perusahaan yang berada pada pertumbuhan penjualan yang tinggi
membutuhkan dukungan modal yang semakin besar, demikian juga
sebaliknya, pada perusahaan yang tingkat pertumbuhan penjualannya rendah
kebutuhan terhadap modal juga semakin kecil. Akan tetapi, jika dana dari
sumber intern sudah tidak mencukupi, maka tidak ada pilihan lain bagi

1
perusahaan untuk menggunakan dana yang berasal dari luar perusahaan, baik
utang maupun dengan mengeluarkan saham baru.
Perusahaan yang besar cenderung memiliki sumber permodalan yang
lebih banyak dan memiliki kemungkinan untuk bangkrut yang lebih kecil,
sehingga lebih mampu untuk memenuhi kewajiban finansialnya. Dengan kata
lain, perusahaan besar cenderung memiliki utang atau menggunakan dana
eksternal dalam jumlah yang lebih besar. Suatu perusahaan yang besar yang
sahamnya tersebar sangat luas, setiap perluasan modal saham hanya akan
mempunyai pengaruh yang kecil terhadap kemungkinan hilangnya atau
tergesernya pengendalian dari pihak yang dominan terhadap perusahaan
bersangkutan. Dengan demikian, maka perusahaan yang besar akan lebih
berani mengeluarkan saham baru dalam memenuhi kebutuhan untuk
membiayai pertumbuhan yang didasarkan pada penjualan, dibandingkan
dengan perusahaan yang kecil (Riyanto, 2010).

2.6. Return On Equity (ROE)


Return On Equity yaitu rasio antara laba setelah pajak terhadap total
modal sendiri (Equity) yang berasal dari setoran modal pemilik. Semakin
tinggi Return On Equity menunjukkan semakin efisien perusahaan dalam
mengelola modal sendiri untuk menghasilkan keuntungan/laba bersih. Rasio
ini digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian perusahaan atau
efektivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan
memanfaatkan ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan. Return On Equity
merupakan bagian dari rasio profitabilitas dalam menganalisa laporan
keuangan atas laporan kinerja keuangan perusahaan.
Menurut Brigham and Houston (2012) “Return On Equity merupakan
rasio laba bersih terhadap ekuitas biasa atau mengukur tingkat pengembalian
atas investasi pemegang saham biasa. Return On Equity merupakan rasio
yang digunakan untuk mengukur kemampuan dari modal sendiri untuk
menghasilkan keuntungan bagi seluruh pemegang saham, baik saham biasa
maupun saham preferen (Sujarweni, 2017). Return On Equity merupakan
rasio yang menunjukkan seberapa besar kontribusi ekuitas dalam menciptakan

1
laba bersih (Hery, 2016). Dengan kata lain, rasio ini digunakan untuk
mengukur seberapa besar jumlah laba bersih yang akan dihasilkan dari setiaap
rupiah dana yang tertanam dalam total ekuitas. Rasio ini dihitung dengan
membagi laba bersih terhadap ekuitas.
ROE dipengaruhi oleh tiga faktor seperti yang dikemukakan oleh
Hani (2015) adalah sebagai berikut : 1) volume penjualan, 2) struktur modal,
3) dan strukur utang. Adapun rumus untuk mencari Return On Equity menurut
Kasmir (2014) adalah sebagai berikut:
Earning After Interest and Tax
Return On Equity = Equity

Hasil pengembalian ekuitas atau Return On Equity atau rentabilitas


modal sendiri merupakan rasio untuk mengukur laba bersih dan modal sendiri.
Semakin tinggi rasio ini, maka akan semakin baik. Artinya posisi pemilik
perusahaan semakin kuat, demikian pula sebaliknya.

2.7. Perumusan Hipotesis


2.7.1. Pengaruh Current Ratio terhadap Return On Equity
Untuk menjalankan operasional dalam perusahaan dibutuhkan dana
yang cukup besar. Kebutuhan dana ini tidak dapat sepenuhnya dipenuhi
dengan menggunakan modal yang dimiliki perusahaan. Hutang
merupakan pelengkap kebutuhan dana operasional perusahaan dimana
adanya kekurangan dana dalam menjalankan kegiatan operasional
perusahaan. Perusahaan yang mampu mengelola hutang secara efektif
akan meringankan kewajibannya untuk membayar hutang jangka pendek
yang telah dijatuh tempokan.
Current Ratio atau Rasio Lancar merupakan rasio untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau
utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih sacara keseluruhan.
Dengan kata lain, seberapa banyak aktiva lancar yang tersedia untuk
menutupi kewajiban jangka pendek yang segera jatuh tempo (Kasmir,
2010). Hasil penelitian Alpi (2018) dan Wahyuni (2017) menunjukkan
bahwa Current Ratio berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas

1
Return On Equity. Selanjutnya penelitian Ardiatmi (2014) menunjukkan
semakin tinggi likuiditas perusahaan, semakin rendah profitabilitasnya.
Artinya likuiditas Current Ratio berpengaruh signifikan terhadap Return
On Equity.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Current Ratio
adalah rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar
hutang jangka pendeknya. Apabila Current Ratio perusahaan mengalami
kenaikan maka profitabilitas perusahaan akan menurun.
H1 : Current Ratio berpengaruh terhadap Return On Equity

2.7.2. Pengaruh Debt to Equity Ratio Terhadap Return On Equity


Tinggi rendahnya Debt to Equity Ratioakan mempengaruhi tingkat
pencapaian Return On Equity yang dicapai perusahaan. Jika biaya yang
ditimbulkan oleh pinjaman lebih kecil dari pada biaya modal sendiri,
maka sumber dana yang berasal dari pinjaman atau hutang akan lebih
efektif dalaam menghasilkan laba. Kasmir (2010) dalam praktiknya,
menyatakan apabila dari hasil perhitungan perusahaan ternyata memiliki
rasio solvabilitas yang tinggi, hal ini akan berdampak timbulnya risiko
kerugian lebih besar, tetapi juga ada kesempatan mendapat laba besar
juga. Sebaliknya apabila perusahaan memiliki rasio solvabilitas lebih
rendah tentu mempunyai resiko kerugian lebih kecil pula, terutama saat
perekonomian menurun. Dampak ini juga mengakibatkan rendahnya hasil
pengembalian (return) pada saat perekonomian tinggi.
Dari hasil penelitian Wahyuni (2017) bahwa Debt to Equity Ratio
berpengaruh signifikan terhadap Return On Equity. Berdasarkan uraian di
atas disimpulkan, tingginya rasio solvabilitas pada perusahaan, maka
perusahaan akan mengalami penurunan pada profitabilitasnya. Ini dapat
menyebabkan jumlah keuntungan yang diperoleh akan digunakan untuk
membayar beban bunga atas pinjaman yang dilakukan perusahaan dalam
menambah kebutuhan dana operasionalnya.
H2 : Debt to Equity Ratio berpengaruh terhadap Return On Equity

1
2.7.3. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Return On Equity
Ukuran perusahaan dapat dilihat dari aset yang dimiliki oleh
perusahaan. Apabila suatu perusahaan asetnya lebih besar dari aset
perusahaan lainnya artinya perusahaan tersebut kapasitas produksinya
lebih besar. Maka akan lebih berpotensi mendapatkan keuntungan yang
lebih baik dan sejumlah asetnya akan maksimum dalam memenuhi
permintaan (Singapurwoko, 2011).
Ukuran perusahaan yang tercermin dari asetnya yang banyak dan
tersebar dapat berpengaruh terhadap kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba dalam dua arah. Jika kondisi ekonomi stabil, tidak ada
gejolak dan semua kondisi ideal dengan manajemen yang dapat
memanfaatkan asetnya, maka profit dapat meningkat. Namun pada saat
krisis, dalam sebagian besar perusahaan yang berukuran besar justru
profit mengalami penurunan. Hal ini dapat terjadi karena biaya
operasional perusahaan berukuran besar jauh lebih besar daripada biaya
operasional perusahaan kecil, sehingga dengan adanya krisis, asset yang
besar tersebut justru membebani perusahaan sehingga menurunkan
tingkat profitabilitas perusahaan (Riccardo, 2012 dalam Ardiatmi, 2014).
Hasil penelitian Kamaliah (2009) berkesimpulan bahwa ukuran
perusahaan berpengaruh negatif terhadap Return On Equity, namun
bertentangan dengan hasil penelitian Singapurwoko (2011) yang
menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap
Return On Equity. Penelitian Fachrudin (2007) yang menyatakan bahwa
ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap Return On Equity.
Sehingga berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Size
berpengaruh pada profitabilitas.
H3 : Firm Size berpengaruh terhadap Return On Equity

1
BAB III.
METODE PENELITIAN

3.1. Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di BEI.
Pemilihan sampel menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2007). Kriteria
penentuan sampel adalah sebagai berikut:
1) Perusahaan menerbitkan laporan keuangan tahunan dari periode 31
Desember 2015 sampai 31 Desember 2018.
2) Perusahaan manufaktur sektor konsumsi yang terdaftar di BEI selama
periode 2015-2018.
3) Ketersediaan dan kelengkapan data selama penelitian. Apabila ada
perusahaan yang tidak bisa dihitung rasionya, maka akan dikeluarkan.
Tabel 3.1
Daftar Perusahaan yang Menjadi Sampel

No Kode Efek Nama Emiten

1 CEKA Wilmar Cahaya Indonesia Tbk.


2 DLTA Delta Djakarta Tbk.
3 ICBP Indofood CBP Sukses Makmur Tbk
4 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk.
5 MYOR Mayora Indah Tbk.
6 ROTI Nippon Indosari Corpindo Tbk.
7 SKBM Sekar Bumi Tbk.
8 ULTJ Ultra Jaya Milk Industry & Tra
9 GGRM Gudang Garam Tbk.
10 DVLA Darya-Varia Laboratoria Tbk.
11 KAEF Kimia Farma Tbk
12 KLBF Kalbe Farma Tbk.
13 TSPC Tempo Scan Pacific Tbk.
14 ADES Akasha Wira International Tbk.
15 TCID Mandom Indonesia Tbk.

Sumber: www.idx.co.id

1
3.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data dokumenter,
sehingga data yang diperlukan untuk mendukung penelitian ini adalah data
sekunder, yaitu data yang telah ada dan tidak perlu dikumpulkan sendiri oleh
peneliti. Data laporan keuangan diperoleh dari www.idx.co.id dan Indonesia
Capital Market Directory (ICMD).

3.3. Definisi Operasional Variabel


Definisi Operasional Variabel adalah definisi dari variabel‐variabel yang
digunakan dalam penelitian ini, dan menunjukkan cara pengukuran dari masing‐
masing variabel tersebut, pada setiap indikator dihasilkan dari data sekunder dan
dari suatu perhitungan terhadap formulasi yang mendasarkan pada konsep teori.
Variabel-variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel independen dan
variabel dependen. Variabel independen yaitu rasio keuangan yang terdiri dari
CR, DER dan Size sedangkan variabel dependen yaitu ROE. Masing-masing
variabel penelitian secara operasional dapat didefinisikan sebagai berikut:
Tabel 3.2
Definisi Operasional Variabel
Variabel Definisi Operasional Metode Skala
Pengukuran
Current Rasio untuk mengukur likuiditas Total asset lancar Rasio
Ratio perusahaan dalam membayar hutang dibagi dengan
(CR) jangka pendek dengan aset lancar total kewajiban
perusahaan. lancar.
Debt to Rasio untuk mengetahui setiap rupiah total utang dibagi Rasio
Equity modal sendiri yang dijadikan untuk dengan modal.
Ratio jaminan hutang
(DER)
Ukuran Besar kecilnya perusahaan dilihat dari Ln Total Aset Rasio
Perusahaan besarnya nilai equity, nilai penjualan
(Firm atau nilai aktiva.
Size)
ROE Rasio ini untuk mengetahui seberapa Laba Bersih Rasio

1
besar kembalian yang diberikan oleh Nilai Ekuitas
perusahaan untuk setiap rupiah modal
dari pemilik.
Sumber: Hasil olahan penulis, 2020

3.4. Teknik Analisis Data


Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
data kuantitatif, untuk memperkirakan secara kuantitatif pengaruh dari
beberapa variabel independen secara bersama‐sama maupun secara sendiri‐
sendiri terhadap variabel dependen. Metode analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis statistik deskriptif dan model regresi. Tehnik
pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS
26.0.
Persamaan regresi adalah sebagai berikut:
Yit = β0+ β1X1it+ β2X2it +β3X3it + eit
Keterangan:
Yit : ROE
β0 : Konstanta
β1, β2, β3 : Koefisien variabel independent
X1it : CR
X2it : DER
X3it : SIZE
eit : Error

3.5. Uji Asumsi Klasik


Uji asumsi klasik merupakan persyaratan analisis regresi
berganda.Yang bertujuan untuk memperoleh hasil analisis yang valid. Dalam
uji asumsi klasik ini meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas, uji
heterokedastisitas, dan uji autokolerasi.

3.5.1. Uji Normalitas Data

1
Uji Normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data
berdistribusi normal atau tidak. Uji ini biasanya digunakan untuk
mengukur data berskala ordinal, interval ataupun rasio. Jika analisis
menggunakan metode parametrik maka persyaratan normalitas harus
terpenuhi. Jika data tidak berdistribusi normal atau jumlah sampel sedikit
dan jenis data adalah nominal atau ordinal maka metode yang digunakan
adalah statistik nonparametrik. Uji normalitas menggunakan uji one
sample Kolmogorov-Smirnov dengan menggunakan taraf signifikasi 5%
atau 0,05. Data dinyatakan berdistribusi normal jika signifikasi lebih
besar dari 5% atau 0,05.

3.5.2. Uji Multikolinearitas


Uji multikolinearitas digunakan untuk menguji apakah dalam
model regresi terdapat korelasi antara variabel bebas (independen). Dalam
model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel
independen. Multikolinearitas dapat diketahui dengan beberapa cara salah
satunya dengan melihat nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF)
yang dihasilkan oleh variabel-variabel independen (Ghozali, 2005).
Jika nilai tolerance > 0,10 dan Variance Inflation Factor (VIF) <
10, maka dapat diartikan bahwa tidak terdapat multikolinearitas pada
penelitian tersebut. Dan sebaliknya jika tolerance < 0,10 dan Variance
Inflation Factor (VIF) > 10, maka terjadi gangguan multikolinieritas pada
penelitian tersebut.

3.5.3. Uji Heterokedastisitas


Pengujian ini digunakan untuk menguji suatu model regresi terjadi
ketidaksamaan varians dari residual dari suatu pengamatan yang lain.
Model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heterokedastisitas.
Untuk mengetahuinya digunakan grafik scatter plot, yaitu dengan melihat
pola-pola tertentu pada grafik (Ghozali, 2005). Salah satu cara untuk
mendeteksi ada atau tidaknya heterokedastitas adalah dengan
menggunakan grafik Scatterplot antara nilai prediksi variabel terikat

1
(dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Apabila nilai
probabilitas signifikansinya di atas tingkat kepercayaan lima persen dan
grafik scatterplot, titik-titik menyebar di atas maupun dibawah angka nol
pada sumbu Y, maka dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung
adanya heterokedastisitas (Ghozali, 2005). Jika terdapat pola tertentu
yang teratur, seperti bergelombang, melebar kemudian menyempit maka
menunjukkan telah terjadi heteroskedastisitas.

3.5.4. Uji Autokorelasi


Uji autokorelasi adalah untuk melihat apakah terjadi korelasi antara
suatu periode t dengan periode sebelumnya (t -1). Secara sederhana
adalah bahwa analisis regresi adalah untuk melihat pengaruh antara
variabel bebas terhadap variabel terikat, jadi tidak boleh ada korelasi
antara observasi dengan data observasi sebelumnya. Model regresi yang
baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi atau tidak terjadi
autokorelasi. Untuk mengetahuinya dengan cara membandingkan nilai D-W
dengan nilai d dari tabel DurbinWatson:
1) Jika D-W < dL atau D-W > 4 – dL, kesimpulannya pada data
tersebut terdapat autokorelasi.
2) Jika dU < D-W < 4 – dU, kesimpulannya pada data tersebut tidak
terdapat autokorelasi.
3) Tidak ada kesimpulan jika: dL ≤ D-W≤ dU atau 4 – dU ≤ D-W≤ 4 – dL

Apabila hasil uji Durbin-Waston tidak dapat disimpulkan apakah terdapat


autokerelasi atau tidak maka dilanjutkan dengan runs test.

3.6. Pengujian Hipotesis


Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel
independen baik secara simultan maupun secara parsial mempengaruhi
variabel dependen dengan uji T (t-test) dan uji F (F-test) dengan tingkat
signifikasi (α) 5% atau α = 0,05.
3.6.1. Uji t

2
Uji statistik t ini digunakan untuk menguji tingkat signifikansi
pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen
secara parsial. Kesimpulan yang diambil dalam uji t ini adalah dengan
melihat signifikansi (α) dengan ketentuan :
α < 5% : Ha diterima. Berarti variabel independen secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
α > 5% : Ha ditolak. Berarti variabel independen secara parsial tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

3.6.2. Uji F
Uji statistik F digunakan untuk mengetahui apakah variabel
independen yang terdapat dalam persamaan regresi secara bersama-sama
berpengaruh terhadap nilai variabel dependen. Dalam uji F kesimpulan
yang diambil adalah dengan melihat signifikansi (α) dengan ketentuan :
α < 5% : Ha diterima. Berarti variabel independen secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
α > 5%: Ha ditolak. Berarti variabel independen secara simultan tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

3.6.3. Uji Koefisien Determinasi (R2)


Uji koefisien determinasi (R2) dilakukan untuk melihat seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen
(Ghozali, 2005). Nilai R2 berada antara 0 dan 1. Semakin mendekati 1
atau 100% maka semakin besar pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen.
Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias
terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model.
Setiap tambahan satu variabel independen maka R2 pasti meningkat tidak
perduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap
variabel dependen (memiliki nilai t yang signifikan atau tidak). Oleh
karena itu, banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai
adjusted R2 pada saat mengevaluasi mana model regresi yang terbaik.

2
Tidak seperti R2, nilai adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu
variabel independen ditambahkan ke dalam model (Kuncoro, 2003).

2
BAB 1.
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi
Indonesia kuartal II (Q2) 2020 mengalami kontraksi sebesar 5,32 persen.
Perekonomian Indonesia diprediksi akan kembali pulih pada Agustus 2020
dari dampak virus Corona atau Covid-19. Namun, hal ini akan tercapai jika
pemerintah tepat memberikan kebijakan dalam memulihkan ekonomi
Indonesia. Untuk wilayah Asia dan Pasifik, diproyeksikan akan semakin
menurun pada tahun 2020, hampir 6 persen pada tahun 2019. Penyebabnya
sebagian negara harus melaksanakan lockdown untuk dapat mengontrol
pandemi, namun mempengaruhi tingkat PDB negara-negara tersebut. Serta
disrupsi ekonomi yang dirasakan terparah pada negara-negara yang
mengalami domestik breakout, bagi negara-negara yang bergantung pada
perdagangan global, pariwisata, ekspor komoditas, serta pembiayaan atau
keuangan dari eksternal.
Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)
ini berpengaruh signifikan terhadap industri manufaktur Indonesia.
Berdasarkan catatan survei IHS markit menunjukan Purchasing Managers
Index (PMI) manufaktur Indonesia pada bulan Maret 2020 sebesar 45,3.
Padahal pada bulan Februari, PMI manufaktur masih berada di atas level 50
yakni 51,0. Meskipun sektor manufaktur diproyeksi masih akan menurun,
saham-saham sektor barang konsumsi diprediksi masih memiliki prospek
yang baik. Produsen makanan seperti INDF, UNVR, dan ICBP masih dapat
bertahan.
Untuk kuartal II-2020, Bank Indonesia memperkirakan perekonomian
Indonesia mengalami kontraksi berkisar di 0,9-1,9%. Kontraksi disebabkan
kinerja ekspor pada kuartal II turun, sejalan dengan kontraksi perekonomian
global. Sementara, konsumsi rumah tangga dan investasi juga menurun
akibat kebijakan PSBB yang mengurangi akitivitas ekonomi masyarakat
dan menurunkan daya beli masyarakat. Untuk itu, pemerintah fokus pada

1
sektor konsumsi dan investasi, agar pertumbuhan perekonomian di kuartal
II dan seterusnya dapat terjaga.
Pandemi cukup memukul keras ekonomi Indonesia pada sisi supply
dan demand, dari sisi supply produksi barang dan jasa bisa di atas 70 persen.
Bukan saja di dunia usaha (supply), seperti manufaktur, perdagangan,
transportasi, akomodasi dan industri makanan dan minuman, pertanian,
pertambangan, serta kontruksi juga tidak bisa menghindar dari dampak
Covid-19. Melihat kondisi, pilar-pilar pertumbuhan Indonesia berasal dari
konsumsi dan investasi. Oleh karena itu, agar growth terjaga, pemerintah
fokus pada konsumsi dan investasi.
Untuk itu, pemerintah memberikan perhatian khusus untuk
mendorong UMKM dan IKM agar bisa mempunyai jaringan
bisnis online melalui e-Commerce atau program e-Smart Industri Kecil dan
Menengah (IKM) dengan memanfaatkan platform digital melalui kerja
sama dengan perusahaan startup di Indonesia agar pengembangan kapasitas
sektor ini mendominasi populasi industri di Indonesia.
Setiap perusahaan berusaha bertahan saat ini dengan stimulus
ekonomi yang diberikan pemerintah. Salah satu tujuan perusahaan adalah
memperoleh profitabilitas yang maksimal dari aktivitas operasionalnya.
Aktivitas operasional perusahaan secara umum meliputi aktivitas produksi,
distribusi, promosi, dan penjualan. Agar tujuan tersebut dapat tercapai,
maka perusahaan memerlukan manajemen dengan tingkat efektifitas yang
tinggi. Pengukuran tingkat efektifitas dapat dilihat dari laba yang diperoleh
perusahaan. Besarnya laba yang diperoleh perusahaan dapat digunakan
sebagai gambaran untuk menilai kinerja keuangan perusahaan (Sefiani,
2016).
Laba atau profit merupakan salah satu tujuan utama berdirinya setiap
badan usaha. Tanpa diperolehnya laba, perusahaan tidak dapat memenuhi
tujuan lainnya yaitu pertumbuhan yang terus menerus dan tanggung jawab
sosial. Laba yang menjadi tujuan utama perusahaan dapat dicapai dengan
penjualan barang atau jasa. Semakin besar volume penjualan barang dan
jasa, maka laba yang dihasilkan oleh perusahaan juga akan semakin besar.

2
Kelangsungan hidup perusahaan dipengaruhi oleh banyak hal antara lain
profitabilitas perusahaan itu sendiri (Alpi, 2018).
Pentingnya profitabilitas dapat dilihat dengan mempertimbangkan
dampak yang berasal dari ketidak mampuan perusahaan dalam
mendapatkan laba yang maksimal untuk mendukung kegiatan
operasionalnya. Cara memperhitungkan profitabilitas adalah bermacam-
macam dan tergantung pada laba dan aktiva atau modal yang akan
diperbandingkan satu dengan yang lainnya.
Salah satu cara untuk menghitung profitabilitas adalah Return On
Equity (Alpi, 2018). Return On Equity merupakan bagian dari rasio
profitabilitas dalam menganalisa laporan keuangan atas laporan kinerja
keuangan perusahaan. Menurut Brigham and Houston (2012) Return On
Equity adalah pengembalian atas ekuitas biasa yaitu rasio laba bersih
terhadap ekuitas biasa atau mengukur tingkat pengembalian atas investasi
pemegang saham biasa. Dalam hal ini para pemegang saham mengharapkan
peningkatan dalam pengembalian modal pemegang saham dan menarik
investor baru untuk menginvestasikan dananya.
Sebuah perusahaan dalam menjalankan operasionalnya memerlukan
biaya yang tidak sedikit jumlahnya. Biaya yang diperlukan tidak
sepenuhnya dipenuhi dengan modal sendiri. Perusahaan perlu melakukan
pinjaman kepada pihak kreditur dalam upaya pemenuhan kebutuhan biaya
untuk kegiatan operasional perusahaan. Rasio yang digunakan untuk
mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka
pendeknya adalah Current Ratio (CR).
Current Ratio (CR) atau rasio lancar diperoleh dari perbandingan
antara aktiva lancar dengan hutang lancar (Prihadi, 2012). Apabila
presentase Current Ratio lancar dalam sebuah perusahaan rendah, maka
dianggap terjadinya masalah dalam likuidasi. Dengan kata lain, perusahaan
tidak memilki kemampuan dan kesempatan untuk memenuhi kewajiban
jangka pendeknya. Sebaliknya, jika rasio lancar dalam perusahaan tinggi
dikatakan baik bagi perusahaan tersebut. Hal ini dikarenakan, perusahaan
memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya

3
kepada pihak kreditur. Hasil penelitian Alpi (2018) menunjukkan bahwa
Current Ratio berpengaruh signifikan terhadap Return On Equity.
Debt to Equity Ratio yaitu total kewajiban dibagi total ekuitas yang
menunjukkan pengukur tingkat penggunaan utang (total hutang) terhadap
modal yang dimiliki perusahaan (Riyanto, 2010). Dari perspektif
kemampuan membayar kewajiban jangka panjang, semakin rendah rasio
akan semakin baik kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban
jangka panjang. Hasil penelitian Lokollo (2013) dan Rosyadah (2013)
menyatakan bahwa Debt to Equity Ratio berpengaruh negatif terhadap
Return On Equity, namun bertentangan dengan hasil penelitian Wahyuni
(2017), Singapurwoko (2011) dan Mareta (2013) yang menyatakan bahwa
Debt to Equity Ratio berpengaruh positif terhadap Return On Equity.
Berbeda juga dengan penelitian Fachrudin (2007) dan Alpi (2018) yang
menyatakan bahwa Debt to Equity Ratio tidak berpengaruh terhadap Return
On Equity.
Ukuran perusahaan (firm size) adalah skala perusahaan yang dilihat
dari total aktiva perusahaan pada akhir tahun. Total penjualan juga dapat
digunakan untuk mengukur besarnya perusahaan. Karena biaya - biaya yang
mengikuti penjualan cenderung lebih besar, maka perusahaan dengan
tingkat penjualan yang tinggi cenderung memilih kebijakan akuntansi yang
mengurangi laba (Utama, 2000). Perusahaan yang memiliki banyak aset
akan dapat meningkatkan kapasitas produksi yang berpotensi untuk
menghasilkan laba lebih baik.
Hasil penelitian Singapurwoko (2011) menyatakan bahwa ukuran
perusahaan berpengaruh positif terhadap Return On Equity, namun
bertentangan dengan hasil penelitian Kamaliah (2009) yang menyatakan
bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap ROE. Berbeda juga
dengan penelitian Fachrudin (2007) yang menyatakan bahwa ukuran
perusahaan tidak berpengaruh terhadap Return On Equity.

4
Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini berjudul:
“PENGARUH CURRENT RATIO (CR), DEBT EQUITY RATIO
(DER) DAN UKURAN PERUSAHAAN (SIZE) TERHADAP RETURN
ON EQUITY (ROE) (STUDI PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR
SUB SEKTOR KONSUMSI YANG TERDAFTAR DI BEI PERIODE
2015-2018)”.

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Apakah Current Ratio (CR) berpengaruh terhadap Return On Equity
(ROE)?
2) Apakah Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh terhadap Return On
Equity (ROE)?
3) Apakah Ukuran perusahaan (Firm Size) berpengaruh terhadap Return On
Equity (ROE)?
4) Apakah Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER) dan Ukuran
perusahaan (Firm Size) berpengaruh secara bersama-sama terhadap
Return On Equity (ROE)?

1.3. Tujuan Penelitian


Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Current Ratio (CR)
berpengaruh terhadap Return On Equity (ROE).
2) Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Debt to Equity Ratio (DER)
terhadap Return On Equity (ROE).
3) Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Ukuran perusahaan (Firm Size)
terhadap Return On Equity (ROE).
4) Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Current Ratio (CR), Debt to
Equity Ratio (DER) dan Ukuran perusahaan (Firm Size) secara bersama-sama
terhadap Return On Equity (ROE).

5
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membaca, baik secara langsung maupun tidak langsung terkait di dalamnya.
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Akademik
Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya yang
berkaitan dengan determinan profitabilitas. Selain itu juga menambah
wawasan dan pengetahuan serta pengembangan ilmu khususnya
mangenai Manajemen Keuangan.
2. Manfaat Praktis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi informasi bagi
investor dan dapat menjadi pertimbangan keputusan investasinya
dengan memperhatikan profitabilitas perusahaan.

6
BAB II.
TELAAH LITERATUR DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

2.1. Gambaran Umum Objek Penelitian


Sektor industri barang konsumsi merupakan sektor penyumbang
utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sektor industri barang konsumsi
merupakan salah satu sektor yang mempunyai peranan penting dalam memicu
pertumbuhan ekonomi Negara. Dalam pelaksanaannya sektor industri barang
konsumsi terbagi menjadi lima macam yaitu subsektor makanan dan minuman,
subsektor rokok, sub sektor farmasi, sub sektor kosmetik dan keperluan
rumah tangga, dan sub sektor peralatan rumah tangga. Sektor industri barang
konsumsi merupakan penopang dalam perusahaan manufaktur.
Penelitian ini menggunakan salah satu perusahaan manufaktur
khususnya sektor industri barang konsumsi. Hal ini dikarenakan industri
barang konsumsi salah satu industri yang cukup menarik dan produk barang
konsumsi selalu dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Industri barang
konsumsi merupakan salah satu perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia. Industri barang konsumsi memiliki potensi bagi para
investor dalam menginvestasikan dana mereka. Industri barang konsumsi
terdiri dari 5 sub sektor.
Industri barang konsumsi di Indonesia dari tahun ke tahun semakin
tumbuh dengan baik sejalan dengan pertumbuhan ekonomi. Hal ini terlihat
pada tahun 2015, peningkatan nilai pasar industri barang konsumsi di
Indonesia tumbuh rata-rata 16,6% per tahun.

2.2. Kajian Literatur


2.2.1. Teori Sinyal (Signalling Theory)
Brigham and Houston (2013) mengatakan bahwa signalling theory
merupakan suatu perilaku manajemen perusahaan dalam memberi petunjuk
untuk investor terkait pandangan manajemen pada prospek perusahaan untuk
masa mendatang. Isyarat atau signal adalah tindakan yang diambil oleh
manajemen perusahaan dimana manajemen mengetahui informasi yang lebih

7
lengkap dan akurat mengenai internal perusahaan dan prospek perusahaan di
masa depan dari pada pihak investor.

2.2.2. Trade-off Theory


Model trade-off mengasumsikan bahwa struktur modal perusahaan
merupakan hasil trade-off dari keuntungan pajak dengan menggunakan
hutang dengan biaya yang akan timbul sebagai akibat penggunaan hutang
tersebut (Hartono, 2003). Esensi trade-off theory dalam struktur modal adalah
menyeimbangkan manfaat dan pengorbanan yang timbul sebagai akibat
penggunaan hutang. Sejauh manfaat lebih besar, tambahan hutang masih
diperkenankan.
Apabila pengorbanan karena penggunaan hutang sudah lebih besar,
maka tambahan hutang sudah tidak diperbolehkan. Trade-off theory telah
mempertimbangkan berbagai faktor seperti corporate tax, biaya kebangkrutan,
dan personal tax, dalam menjelaskan mengapa suatu perusahaan memilih
struktur modal tertentu (Suad Husnan, 2000). Kesimpulannya adalah
penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan tetapi hanya pada
sampai titik tertentu. Setelah titik tersebut, penggunaan hutang justru
menurunkan nilai perusahaan (Hartono, 2003)

2.3. Current Ratio (CR)


Current Ratio merupakan rasio yang mengukur kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang segera jatuh
tempo dengan menggunakan asset lancar yang tersedia (Hery, 2016). Dengan
kata lain, rasio lancar ini menggambarkan seberapa besar jumlah ketersediaan
asset lancar yang dimiliki perusahaan dibandingkan dengan total kewajiban
lancar. Oleh sebab itu, rasio lancar dihitung sebagai hasil bagi antara total
asset lancar dengan total kewajiban lancar. Current Ratio merupakan Rasio
yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar
membayar kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancar
yang dimiliki (Sujarweni, 2017).

8
Current Ratio merupakan rasio untuk mengukur kemampuan
perusahaan membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh
tempo pada saat ditagih secara keseluruhan. Dengan kata lain, seberapa
banyak aktiva lancar yang tersedia untuk menutupi kewajiban jangka pendek
yang segera jatuh tempo. Rasio lancar dapat pula dikatakan sebagai bentuk
untuk mengukur tingkat keamanan (margin of safety) suatu perusahaan
(Kasmir, 2014). Current Ratio lancar dihitung dengan membagi aktiva lancar
dengan hutang lancar. Rasio ini menunjukan besarnya kas yang dimiliki
perusahaan ditambah aset-aset yang bisa berubah menjadi kas dalam waktu
satu tahun, relatif terhadap besarnya hutang-hutang yang jatuh tempo dalam
jangka waktu dekat (tidak lebih dari 1 tahun), pada tanggal tertentu seperti
tercantum pada neraca (Hanafi dan Halim, 2012).
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
Current Ratio merupakan rasio untuk mengukur likuiditas perusahaan dalam
membayar hutang jangka pendek dengan aset lancar yang dimiliki perusahaan.
Berikut ini adalah tujuan dan manfaat yang dapat dipetik dari hasil rasio
likuiditas (Hery, 2016), yaitu :
1) Untuk mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban atau utang
yang segera jatuh tempo pada saat ditagih. Artinya, kemampuan untuk
membayar kewajiban yang sudah waktunya dibayar sesuai jadwal batas
waktu yang telah ditetapkan (tanggal dan bulan tertentu).
2) Untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban
jangka pendek dengan menggunakan total asset lancar.
3) Untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka
pendek dengan menggunakan asset sangat lancar (tanpa menghitung
persediaan barang dagang dan asset lancar lainnya).
4) Untuk mengukur tingkat ketersediaan uang kas perusahaan dalam membayar
utang jangka pendek.
5) Sebagai alat perencanaan keuangan di masa mendatang terutama yang
berkaitan dengan perencanaan kas dan utang jangka pendek.
Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendeknya. Tingkat likuiditas perusahaan dapat diukur

9
dengan membandingkan jumlah aktiva lancar dengan kewajiban lancar yang
dimiliki perusahaan. Semakin tinggi tingkat likuiditas maka semakin baik
bagi perusahaan. Ketidakmampuan perusahaan membayar kewajibannya
terutama utang jangka pendek (yang sudah jatuh tempo) disebabkan oleh
berbagai faktor: 1) bisa dikarenakan memang perusahaan sedang tidak
memiliki dana sama sekali, dan 2) bisa mungkin saja perusahaan memiliki
dana, namun saat jatuh tempo perusahaan tidak memiliki dana (tidak cukup)
secara tunai sehingga harus menunggu dalam waktu tertentu, untuk
mencairkan aktiva lainnya seperti menagih piutang, menjual surat-surat
berharga, atau menjual sediaan atau aktiva lainnya (Kasmir, 2014).

2.4. Debt to Equity Ratio


Debt to Equity Ratio merupkan rasio yang digunakan untuk
mengukur besarnya proporsi utang terhadap modal. Rasio ini dihitung sebagai
hasil bagi antara total utang dengan modal. Rasio ini berguna untuk
mengetahui besarnya perbandingan antara jumlah dana yang disediakan oleh
kreditor dengan jumlah dana yang berasal dari pemilik perusahaan (Hery,
2016). Dengan kata lain, rasio ini berfungsi untuk mengetahui berapa bagian
dari setiap rupiah modal yang dijadikan sebagai jaminan utang. Rasio ini
memberikan petunjuk umum tentang kelayakan kredit dan resiko keuangan
debitor.
Debt to Equity Ratio merupakan salah satu rasio leverage atau
solvabilitas. Rasio solvabilitas adalah rasio untuk mengetahui kemampuan
perusahaan dalam membayar kewajiban jika perusahaan tersebut dilikuidasi.
Rasio ini juga disebut dengan rasio pengungkit (Leverage) yaitu menilai
batasan perusahaan dalam meminjam uang (Darsono dan Ashari, 2010).
Debt to Equity Ratio merupakan rasio yang menggambarkan
kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban-kewajibannya apabila
perusahaan likuidasi. Rasio ini dapat dihitung dari pos-pos yang sifatnya
jangka panjang seperti aktiva tetap dan utang jangka panjang (Harahap, 2017).
Horne dan Machowicz (2009) mengemukakan bahwa “leverage merupakan
penggunaan biaya tetap dalam usaha untuk meningkatkan (level up)

1
profitabilitas. Siegel dan Shim dalam Fahmi (2014) Debt to Equity Ratio
merupakan Ukuran yang dipakai dalam menganalisis laporan keuangan untuk
memperlihatkan besarnya jaminan yang tersedia untuk kreditor.
Debt to Equity ratio merupakan rasio yang digunakan untuk menilai
hutang dengan ekuitas. Rasio ini dicari dengan cara membandingkan antara
seluruh hutang, termasuk hutang lancar dengan seluruh ekuitas. Rasio ini
digunakan untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan peminjam (kredior)
dengan pemilik perusahaan. Dengan kata lain, rasio ini berfungsi untuk
mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan untuk jaminan hutang
(Kasmir, 2014).

2.5. Ukuran Perusahaan (Firm Size)


Perusahaan besar yang sudah well established akan lebih mudah
memperoleh modal di pasar modal dibanding dengan perusahaan kecil.
Karena kemudahan akses tersebut berarti perusahaan besar memiliki
fleksibilitas yang lebih besar pula (Sartono, 2010). Semakin baik kualitas
laporan keuangan yang disajikan maka akan semakin menyakinkan pihak
eksternal dalam melihat kinerja keuangan perusahaan tersebut, yang otomatis
tentunya pihak-pihak yang berhubungan dengan perusahaan akan merasa puas
dalam berbagai urusan dengan perusahaan (Fahmi, 2014). Perusahaan selalu
menginginkan perolehan laba bersih setelah pajak karena bersifat menambah
modal sendiri. Dengan kata lain, laba bersih dapat diperoleh jika jumlah
penjualan lebih besar daripada jumlah biaya operasi. Agar diperoleh laba
bersih yang sesuai dengan jumlah yang diinginkan, maka perencanaan dan
pengendalian menjadi hal yang sangat penting dilakukan oleh pihak
manajemen.
Perusahaan yang berada pada pertumbuhan penjualan yang tinggi
membutuhkan dukungan modal yang semakin besar, demikian juga
sebaliknya, pada perusahaan yang tingkat pertumbuhan penjualannya rendah
kebutuhan terhadap modal juga semakin kecil. Akan tetapi, jika dana dari
sumber intern sudah tidak mencukupi, maka tidak ada pilihan lain bagi

1
perusahaan untuk menggunakan dana yang berasal dari luar perusahaan, baik
utang maupun dengan mengeluarkan saham baru.
Perusahaan yang besar cenderung memiliki sumber permodalan yang
lebih banyak dan memiliki kemungkinan untuk bangkrut yang lebih kecil,
sehingga lebih mampu untuk memenuhi kewajiban finansialnya. Dengan kata
lain, perusahaan besar cenderung memiliki utang atau menggunakan dana
eksternal dalam jumlah yang lebih besar. Suatu perusahaan yang besar yang
sahamnya tersebar sangat luas, setiap perluasan modal saham hanya akan
mempunyai pengaruh yang kecil terhadap kemungkinan hilangnya atau
tergesernya pengendalian dari pihak yang dominan terhadap perusahaan
bersangkutan. Dengan demikian, maka perusahaan yang besar akan lebih
berani mengeluarkan saham baru dalam memenuhi kebutuhan untuk
membiayai pertumbuhan yang didasarkan pada penjualan, dibandingkan
dengan perusahaan yang kecil (Riyanto, 2010).

2.6. Return On Equity (ROE)


Return On Equity yaitu rasio antara laba setelah pajak terhadap total
modal sendiri (Equity) yang berasal dari setoran modal pemilik. Semakin
tinggi Return On Equity menunjukkan semakin efisien perusahaan dalam
mengelola modal sendiri untuk menghasilkan keuntungan/laba bersih. Rasio
ini digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian perusahaan atau
efektivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan
memanfaatkan ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan. Return On Equity
merupakan bagian dari rasio profitabilitas dalam menganalisa laporan
keuangan atas laporan kinerja keuangan perusahaan.
Menurut Brigham and Houston (2012) “Return On Equity merupakan
rasio laba bersih terhadap ekuitas biasa atau mengukur tingkat pengembalian
atas investasi pemegang saham biasa. Return On Equity merupakan rasio
yang digunakan untuk mengukur kemampuan dari modal sendiri untuk
menghasilkan keuntungan bagi seluruh pemegang saham, baik saham biasa
maupun saham preferen (Sujarweni, 2017). Return On Equity merupakan
rasio yang menunjukkan seberapa besar kontribusi ekuitas dalam menciptakan

1
laba bersih (Hery, 2016). Dengan kata lain, rasio ini digunakan untuk
mengukur seberapa besar jumlah laba bersih yang akan dihasilkan dari setiaap
rupiah dana yang tertanam dalam total ekuitas. Rasio ini dihitung dengan
membagi laba bersih terhadap ekuitas.
ROE dipengaruhi oleh tiga faktor seperti yang dikemukakan oleh
Hani (2015) adalah sebagai berikut : 1) volume penjualan, 2) struktur modal,
3) dan strukur utang. Adapun rumus untuk mencari Return On Equity menurut
Kasmir (2014) adalah sebagai berikut:
Earning After Interest and Tax
Return On Equity = Equity

Hasil pengembalian ekuitas atau Return On Equity atau rentabilitas


modal sendiri merupakan rasio untuk mengukur laba bersih dan modal sendiri.
Semakin tinggi rasio ini, maka akan semakin baik. Artinya posisi pemilik
perusahaan semakin kuat, demikian pula sebaliknya.

2.7. Perumusan Hipotesis


2.7.1. Pengaruh Current Ratio terhadap Return On Equity
Untuk menjalankan operasional dalam perusahaan dibutuhkan dana
yang cukup besar. Kebutuhan dana ini tidak dapat sepenuhnya dipenuhi
dengan menggunakan modal yang dimiliki perusahaan. Hutang
merupakan pelengkap kebutuhan dana operasional perusahaan dimana
adanya kekurangan dana dalam menjalankan kegiatan operasional
perusahaan. Perusahaan yang mampu mengelola hutang secara efektif
akan meringankan kewajibannya untuk membayar hutang jangka pendek
yang telah dijatuh tempokan.
Current Ratio atau Rasio Lancar merupakan rasio untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau
utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih sacara keseluruhan.
Dengan kata lain, seberapa banyak aktiva lancar yang tersedia untuk
menutupi kewajiban jangka pendek yang segera jatuh tempo (Kasmir,
2010). Hasil penelitian Alpi (2018) dan Wahyuni (2017) menunjukkan
bahwa Current Ratio berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas

1
Return On Equity. Selanjutnya penelitian Ardiatmi (2014) menunjukkan
semakin tinggi likuiditas perusahaan, semakin rendah profitabilitasnya.
Artinya likuiditas Current Ratio berpengaruh signifikan terhadap Return
On Equity.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Current Ratio
adalah rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar
hutang jangka pendeknya. Apabila Current Ratio perusahaan mengalami
kenaikan maka profitabilitas perusahaan akan menurun.
H1 : Current Ratio berpengaruh terhadap Return On Equity

2.7.2. Pengaruh Debt to Equity Ratio Terhadap Return On Equity


Tinggi rendahnya Debt to Equity Ratioakan mempengaruhi tingkat
pencapaian Return On Equity yang dicapai perusahaan. Jika biaya yang
ditimbulkan oleh pinjaman lebih kecil dari pada biaya modal sendiri,
maka sumber dana yang berasal dari pinjaman atau hutang akan lebih
efektif dalaam menghasilkan laba. Kasmir (2010) dalam praktiknya,
menyatakan apabila dari hasil perhitungan perusahaan ternyata memiliki
rasio solvabilitas yang tinggi, hal ini akan berdampak timbulnya risiko
kerugian lebih besar, tetapi juga ada kesempatan mendapat laba besar
juga. Sebaliknya apabila perusahaan memiliki rasio solvabilitas lebih
rendah tentu mempunyai resiko kerugian lebih kecil pula, terutama saat
perekonomian menurun. Dampak ini juga mengakibatkan rendahnya hasil
pengembalian (return) pada saat perekonomian tinggi.
Dari hasil penelitian Wahyuni (2017) bahwa Debt to Equity Ratio
berpengaruh signifikan terhadap Return On Equity. Berdasarkan uraian di
atas disimpulkan, tingginya rasio solvabilitas pada perusahaan, maka
perusahaan akan mengalami penurunan pada profitabilitasnya. Ini dapat
menyebabkan jumlah keuntungan yang diperoleh akan digunakan untuk
membayar beban bunga atas pinjaman yang dilakukan perusahaan dalam
menambah kebutuhan dana operasionalnya.
H2 : Debt to Equity Ratio berpengaruh terhadap Return On Equity

1
2.7.3. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Return On Equity
Ukuran perusahaan dapat dilihat dari aset yang dimiliki oleh
perusahaan. Apabila suatu perusahaan asetnya lebih besar dari aset
perusahaan lainnya artinya perusahaan tersebut kapasitas produksinya
lebih besar. Maka akan lebih berpotensi mendapatkan keuntungan yang
lebih baik dan sejumlah asetnya akan maksimum dalam memenuhi
permintaan (Singapurwoko, 2011).
Ukuran perusahaan yang tercermin dari asetnya yang banyak dan
tersebar dapat berpengaruh terhadap kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba dalam dua arah. Jika kondisi ekonomi stabil, tidak ada
gejolak dan semua kondisi ideal dengan manajemen yang dapat
memanfaatkan asetnya, maka profit dapat meningkat. Namun pada saat
krisis, dalam sebagian besar perusahaan yang berukuran besar justru
profit mengalami penurunan. Hal ini dapat terjadi karena biaya
operasional perusahaan berukuran besar jauh lebih besar daripada biaya
operasional perusahaan kecil, sehingga dengan adanya krisis, asset yang
besar tersebut justru membebani perusahaan sehingga menurunkan
tingkat profitabilitas perusahaan (Riccardo, 2012 dalam Ardiatmi, 2014).
Hasil penelitian Kamaliah (2009) berkesimpulan bahwa ukuran
perusahaan berpengaruh negatif terhadap Return On Equity, namun
bertentangan dengan hasil penelitian Singapurwoko (2011) yang
menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap
Return On Equity. Penelitian Fachrudin (2007) yang menyatakan bahwa
ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap Return On Equity.
Sehingga berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Size
berpengaruh pada profitabilitas.
H3 : Firm Size berpengaruh terhadap Return On Equity

1
BAB III.
METODE PENELITIAN

3.1. Populasi dan Sampel Penelitian


Populasi dari penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar di BEI.
Pemilihan sampel menggunakan teknik purposive sampling yaitu teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2007). Kriteria
penentuan sampel adalah sebagai berikut:
1) Perusahaan menerbitkan laporan keuangan tahunan dari periode 31
Desember 2015 sampai 31 Desember 2018.
2) Perusahaan manufaktur sektor konsumsi yang terdaftar di BEI selama
periode 2015-2018.
3) Ketersediaan dan kelengkapan data selama penelitian. Apabila ada
perusahaan yang tidak bisa dihitung rasionya, maka akan dikeluarkan.
Tabel 3.1
Daftar Perusahaan yang Menjadi Sampel

No Kode Efek Nama Emiten

1 CEKA Wilmar Cahaya Indonesia Tbk.


2 DLTA Delta Djakarta Tbk.
3 ICBP Indofood CBP Sukses Makmur Tbk
4 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk.
5 MYOR Mayora Indah Tbk.
6 ROTI Nippon Indosari Corpindo Tbk.
7 SKBM Sekar Bumi Tbk.
8 ULTJ Ultra Jaya Milk Industry & Tra
9 GGRM Gudang Garam Tbk.
10 DVLA Darya-Varia Laboratoria Tbk.
11 KAEF Kimia Farma Tbk
12 KLBF Kalbe Farma Tbk.
13 TSPC Tempo Scan Pacific Tbk.
14 ADES Akasha Wira International Tbk.
15 TCID Mandom Indonesia Tbk.

Sumber: www.idx.co.id

1
3.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data dokumenter,
sehingga data yang diperlukan untuk mendukung penelitian ini adalah data
sekunder, yaitu data yang telah ada dan tidak perlu dikumpulkan sendiri oleh
peneliti. Data laporan keuangan diperoleh dari www.idx.co.id dan Indonesia
Capital Market Directory (ICMD).

3.3. Definisi Operasional Variabel


Definisi Operasional Variabel adalah definisi dari variabel‐variabel yang
digunakan dalam penelitian ini, dan menunjukkan cara pengukuran dari masing‐
masing variabel tersebut, pada setiap indikator dihasilkan dari data sekunder dan
dari suatu perhitungan terhadap formulasi yang mendasarkan pada konsep teori.
Variabel-variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel independen dan
variabel dependen. Variabel independen yaitu rasio keuangan yang terdiri dari
CR, DER dan Size sedangkan variabel dependen yaitu ROE. Masing-masing
variabel penelitian secara operasional dapat didefinisikan sebagai berikut:
Tabel 3.2
Definisi Operasional Variabel
Variabel Definisi Operasional Metode Skala
Pengukuran
Current Rasio untuk mengukur likuiditas Total asset lancar Rasio
Ratio perusahaan dalam membayar hutang dibagi dengan
(CR) jangka pendek dengan aset lancar total kewajiban
perusahaan. lancar.
Debt to Rasio untuk mengetahui setiap rupiah total utang dibagi Rasio
Equity modal sendiri yang dijadikan untuk dengan modal.
Ratio jaminan hutang
(DER)
Ukuran Besar kecilnya perusahaan dilihat dari Ln Total Aset Rasio
Perusahaan besarnya nilai equity, nilai penjualan
(Firm atau nilai aktiva.
Size)
ROE Rasio ini untuk mengetahui seberapa Laba Bersih Rasio

1
besar kembalian yang diberikan oleh Nilai Ekuitas
perusahaan untuk setiap rupiah modal
dari pemilik.
Sumber: Hasil olahan penulis, 2020

3.4. Teknik Analisis Data


Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
data kuantitatif, untuk memperkirakan secara kuantitatif pengaruh dari
beberapa variabel independen secara bersama‐sama maupun secara sendiri‐
sendiri terhadap variabel dependen. Metode analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis statistik deskriptif dan model regresi. Tehnik
pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS
26.0.
Persamaan regresi adalah sebagai berikut:
Yit = β0+ β1X1it+ β2X2it +β3X3it + eit
Keterangan:
Yit : ROE
β0 : Konstanta
β1, β2, β3 : Koefisien variabel independent
X1it : CR
X2it : DER
X3it : SIZE
eit : Error

3.5. Uji Asumsi Klasik


Uji asumsi klasik merupakan persyaratan analisis regresi
berganda.Yang bertujuan untuk memperoleh hasil analisis yang valid. Dalam
uji asumsi klasik ini meliputi uji normalitas, uji multikolinearitas, uji
heterokedastisitas, dan uji autokolerasi.

3.5.1. Uji Normalitas Data

1
Uji Normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data
berdistribusi normal atau tidak. Uji ini biasanya digunakan untuk
mengukur data berskala ordinal, interval ataupun rasio. Jika analisis
menggunakan metode parametrik maka persyaratan normalitas harus
terpenuhi. Jika data tidak berdistribusi normal atau jumlah sampel sedikit
dan jenis data adalah nominal atau ordinal maka metode yang digunakan
adalah statistik nonparametrik. Uji normalitas menggunakan uji one
sample Kolmogorov-Smirnov dengan menggunakan taraf signifikasi 5%
atau 0,05. Data dinyatakan berdistribusi normal jika signifikasi lebih
besar dari 5% atau 0,05.

3.5.2. Uji Multikolinearitas


Uji multikolinearitas digunakan untuk menguji apakah dalam
model regresi terdapat korelasi antara variabel bebas (independen). Dalam
model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel
independen. Multikolinearitas dapat diketahui dengan beberapa cara salah
satunya dengan melihat nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF)
yang dihasilkan oleh variabel-variabel independen (Ghozali, 2005).
Jika nilai tolerance > 0,10 dan Variance Inflation Factor (VIF) <
10, maka dapat diartikan bahwa tidak terdapat multikolinearitas pada
penelitian tersebut. Dan sebaliknya jika tolerance < 0,10 dan Variance
Inflation Factor (VIF) > 10, maka terjadi gangguan multikolinieritas pada
penelitian tersebut.

3.5.3. Uji Heterokedastisitas


Pengujian ini digunakan untuk menguji suatu model regresi terjadi
ketidaksamaan varians dari residual dari suatu pengamatan yang lain.
Model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heterokedastisitas.
Untuk mengetahuinya digunakan grafik scatter plot, yaitu dengan melihat
pola-pola tertentu pada grafik (Ghozali, 2005). Salah satu cara untuk
mendeteksi ada atau tidaknya heterokedastitas adalah dengan
menggunakan grafik Scatterplot antara nilai prediksi variabel terikat

1
(dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Apabila nilai
probabilitas signifikansinya di atas tingkat kepercayaan lima persen dan
grafik scatterplot, titik-titik menyebar di atas maupun dibawah angka nol
pada sumbu Y, maka dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung
adanya heterokedastisitas (Ghozali, 2005). Jika terdapat pola tertentu
yang teratur, seperti bergelombang, melebar kemudian menyempit maka
menunjukkan telah terjadi heteroskedastisitas.

3.5.4. Uji Autokorelasi


Uji autokorelasi adalah untuk melihat apakah terjadi korelasi antara
suatu periode t dengan periode sebelumnya (t -1). Secara sederhana
adalah bahwa analisis regresi adalah untuk melihat pengaruh antara
variabel bebas terhadap variabel terikat, jadi tidak boleh ada korelasi
antara observasi dengan data observasi sebelumnya. Model regresi yang
baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi atau tidak terjadi
autokorelasi. Untuk mengetahuinya dengan cara membandingkan nilai D-W
dengan nilai d dari tabel DurbinWatson:
1) Jika D-W < dL atau D-W > 4 – dL, kesimpulannya pada data
tersebut terdapat autokorelasi.
2) Jika dU < D-W < 4 – dU, kesimpulannya pada data tersebut tidak
terdapat autokorelasi.
3) Tidak ada kesimpulan jika: dL ≤ D-W≤ dU atau 4 – dU ≤ D-W≤ 4 – dL

Apabila hasil uji Durbin-Waston tidak dapat disimpulkan apakah terdapat


autokerelasi atau tidak maka dilanjutkan dengan runs test.

3.6. Pengujian Hipotesis


Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel
independen baik secara simultan maupun secara parsial mempengaruhi
variabel dependen dengan uji T (t-test) dan uji F (F-test) dengan tingkat
signifikasi (α) 5% atau α = 0,05.
3.6.1. Uji t

2
Uji statistik t ini digunakan untuk menguji tingkat signifikansi
pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen
secara parsial. Kesimpulan yang diambil dalam uji t ini adalah dengan
melihat signifikansi (α) dengan ketentuan :
α < 5% : Ha diterima. Berarti variabel independen secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
α > 5% : Ha ditolak. Berarti variabel independen secara parsial tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

3.6.2. Uji F
Uji statistik F digunakan untuk mengetahui apakah variabel
independen yang terdapat dalam persamaan regresi secara bersama-sama
berpengaruh terhadap nilai variabel dependen. Dalam uji F kesimpulan
yang diambil adalah dengan melihat signifikansi (α) dengan ketentuan :
α < 5% : Ha diterima. Berarti variabel independen secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
α > 5%: Ha ditolak. Berarti variabel independen secara simultan tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

3.6.3. Uji Koefisien Determinasi (R2)


Uji koefisien determinasi (R2) dilakukan untuk melihat seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen
(Ghozali, 2005). Nilai R2 berada antara 0 dan 1. Semakin mendekati 1
atau 100% maka semakin besar pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen.
Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias
terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model.
Setiap tambahan satu variabel independen maka R2 pasti meningkat tidak
perduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap
variabel dependen (memiliki nilai t yang signifikan atau tidak). Oleh
karena itu, banyak peneliti menganjurkan untuk menggunakan nilai
adjusted R2 pada saat mengevaluasi mana model regresi yang terbaik.

2
Tidak seperti R2, nilai adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu
variabel independen ditambahkan ke dalam model (Kuncoro, 2003).

2
BAB 4.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Uji Asumsi Klasik


Uji asumsi klasik merupakan prasyarat analisis regresi berganda,
pengujian ini harus dipenuhi agar penaksiran parameter dan koefisien regresi
tidak bias. Pengujian asumsi klasik ini meliputi uji normalitas, uji
multikolinearitas, uji autokorelasi dan uji heteroskedastisitas. Hasil uji
asumsi klasik dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

4.1.1. Uji Normalitas


Dalam penelitian ini pengujian normalitas data menggunakan uji
Kolmogorov-Smirnov (Kolmogorov-Smirnov Test) dengan melihat
signifikansi dari residual yang dihasilkan dan pendekatan grafik normal
probability plot. Deteksi normalitas dengan melihat penyebaran data (titik)
pada sumbu diagonal dari grafik. Hasil uji normalitas data dari residual yang
diperoleh sebagai berikut :
Tabel 4.1.
Hasil Uji Normalitas Data
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
CR DER SIZE Profitabilitas
N 60 60 60 60
Normal Mean 2,16265 ,55778 29,31922 ,16028
Parameters a,b Std. ,530361 ,383593 1,435261 ,082867
Deviation

Most Extreme Absolute ,103 ,151 ,115 ,083


Differences Positive ,078 ,151 ,115 ,083
Negative -,103 -,136 -,073 -,080
Test Statistic ,103 ,151 ,115 ,083
c c c
Asymp. Sig. (2-tailed) ,179 ,002 ,047 ,200c,d
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance.

Sumber : Output SPSS Versi 26.0

2
Berdasarkan hasil pada Tabel 4.1 di atas, menunjukkan bahwa nilai
signifikansi di atas 0,05 yaitu sebesar 0,200. Hal ini berarti data residual
tersebut terdistribusi secara normal. Hal tersebut juga dapat dijelaskan
dengan hasil analisis grafik yaitu grafik Normal Probability plot-nya sebagai
berikut :
Gambar 4.1
Grafik Normal Probality Plot

Sumber : Output SPSS Versi 26.0

4.1.2. Uji Heteroskedastisitas


Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika varian dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika
berbeda akan disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah
model yang tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2013).
Untuk menentukan heteroskedastisitas dapat menggunakan uji
Glejser. Dasar pengambilan keputusan pada uji ini adalah jika nilai
signifikansi ≥ 0,05 maka dapat disimpulkan tidak terjadi masalah
heteroskedastisitas, namun sebaliknya jika nilai signifikansi < 0,05 maka
dapat disimpulkan terjadi

2
masalah heteroskedastisitas. Hasil uji heteroskedastisitas yang diperoleh
sebagai berikut :
Tabel 4.2
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) ,269 ,140 1,914 ,061
CR ,028 ,015 ,279 1,887 ,064
DER ,024 ,021 ,175 1,160 ,251
SIZE -,010 ,005 -,265 -2,065 ,044
a. Dependent Variable: abs_res
Sumber : Output SPSS Versi 26.0

Dalam hasil perhitungan di atas diketahui bahwa nilai signifikasi dari


variabel Current Ratio dan variabel DER lebih dari 0,05 (masing-masing
0,064 dan 0,251), sedangkan variabel SIZE kurang dari 0,05 yaitu 0,044.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi heteroskedastisitas
antar variabel independent dalam model regresi. Maka hasil diatas dapat
dijelaskan dengan hasil analisis grafik yaitu grafik scatterplot, titik-titik yang
terbentuk harus menyebar secara acak, tersebar baik diatas maupun dibawah
angka 0 pada sumbu Y. Apabila kondisi ini terpenuhi maka tidak terjadi
heteroskedastisitas dan model regresi layak digunakan. Hasil uji
heteroskedastisitas dengan menggunakan grafik scatterplot ditunjukkan pada
Gambar 4.2 di bawah ini:
Gambar 4.2
Grafik Scatterplot

Sumber : Output SPSS Versi 26.0

2
Dengan melihat grafik scatterplot di atas, terlihat titik-titik menyebar
secara acak, serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 (nol) pada
sumbu Y. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat gejala
heteroskedastisitas pada model regresi yang digunakan.

4.1.3. Uji Multikolonieritas


Pengujian ini dimaksudkan untuk melihat apakah terdapat dua atau
lebih variabel bebas yang berkorelasi secara linier. Apabila terjadi keadaan
ini maka kita akan menghadapi kesulitan untuk membedakan pengaruh
masing- masing variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Untuk
mendeteksi adanya gejala multikolonieritas dalam model penelitian dapat
dilihat dari nilai toleransi (tolerance value) atau nilai Variance Inflation
Factor (VIF). Batas tolerance > 0,10 dan batas VIF < 10,00, sehingga dapat
disimpulkan tidak terdapat multikolinearitas diantara variabel bebas.
Hasil dari pengujian multikolonieritas pada penelitian ini ditunjukkan
seperti pada tabel 4.3 berikut ini :
Tabel 4.3
Hasil Uji Multikolonieritas
Collinearity Statistics
Model Partial Part Tolerance VIF
1 (Constant)
CR ,285 ,277 ,720 1,388
DER -,057 -,053 ,697 1,434
SIZE ,055 ,051 ,962 1,040
Sumber : Output SPSS Versi 26.0

4.1.4. Uji Autokorelasi


Uji autokorelasi adalah untuk melihat apakah terjadi korelasi antara
suatu periode t dengan periode sebelumnya (t -1). Secara sederhana adalah
bahwa analisis regresi adalah untuk melihat pengaruh antara variabel bebas
terhadap variabel terikat, jadi tidak boleh ada korelasi antara observasi
dengan data observasi sebelumnya. Model regresi yang baik adalah regresi
yang bebas dari autokorelasi atau tidak terjadi autokorelasi. Untuk mengetahuinya
dengan cara membandingkan nilai D-W dengan nilai d dari tabel DurbinWatson:

2
1. Jika D-W < dL atau D-W > 4 – dL, kesimpulannya pada data
tersebut terdapat autokorelasi.
2. Jika dU < D-W < 4 – dU, kesimpulannya pada data tersebut tidak terdapat
autokorelasi.
3. Tidak ada kesimpulan jika: dL ≤ D-W≤ dU atau 4 – dU ≤ D-W≤ 4 – dL

Apabila hasil uji Durbin-Waston tidak dapat disimpulkan apakah


terdapat autokerelasi atau tidak maka dilanjutkan dengan runs test. Hasil dari
pengujian autokorelasi pada penelitian ini ditunjukkan seperti pada tabel 4.4
berikut ini :
Tabel 4.4
Hasil Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Change Statistics

R Adjusted R Std. Error of R Square F Sig. F Durbin-


Model R Square Square the Estimate Change Change df1 df2 Change Watson
1 ,364a ,132 ,086 ,079230 ,132 2,847 3 56 ,046 1,169

a. Predictors: (Constant), SIZE, CR, DER


b. Dependent Variable: Profitabilitas

Sumber : Output SPSS Versi 26.0

Berdasarkan tabel di atas, nilai DW dapat diketahui sebesar 1,169,


nilai ini akan dibandingkan dengan nilai tabel signifikansi 5%, dengan
jumlah sampel 60 (n) dan jumlah variabel independen 3 (k = 3), maka diperoleh
nilai du sebesar 1,6889, dan nilai DW sebesar 1,169 lebih kecil dari batas atas
(du) yakni 1,6889 dan kurang dari (4-du) atau 4 - 1,6889 = 2,3111. Jadi dapat
disimpulkan bahwa terdapat autokorelasi.

4.2. Analisis Regresi Linier Berganda

Setelah semua uji asumsi klasik terpenuhi selanjutnya dilakukan


analisis regresi linier berganda. Untuk menguji Pengaruh Current Ratio,
DER, dan SIZE terhadap Profitabilitas. Adapun hasil persamaan regresi
linier berganda untuk melihat Pengaruh Current Ratio, DER, dan SIZE
terhadap Profitabilitas ditunjukkan dengan hasil perhitungan regresi seperti
tabel 4.5. di bawah ini :
2
Tabel 4.5
Hasil Perhitungan Regresi Berganda

Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients Correlations Collinearity Statistics
Std. Zero-
Model B Error Beta t Sig. order Partial Part Tolerance VIF
1 (Constant) -,031 ,217 -,141 ,888
CR ,051 ,023 ,326 2,223 ,030 ,357 ,285 ,277 ,720 1,388
DER -,014 ,032 -,063 -,425 ,672 -,225 -,057 -,053 ,697 1,434
SIZE ,003 ,007 ,052 ,411 ,682 ,029 ,055 ,051 ,962 1,040
a. Dependent Variable: Profitabilitas

Sumber : Output SPSS Versi 26.0

Dari tabel Sig. di atas dapat diinterprestasikan sebagai berikut :

1. Current Ratio berpengaruh terhadap Profitabilitas dengan sig. (0,030) dengan


taraf α = 5%
2. DER tidak berpengaruh terhadap Profitabilitas dengan sig. (0,672) dengan
taraf α = 5%
3. SIZE tidak berpengaruh terhadap Profitabilitas dengan sig. (0,682) dengan
taraf α = 5%
4.3. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (Adj. R2) dari hasil regresi menunjukkan
seberapa besar variabel dependen bisa dijelaskan oleh variabel-variabel
bebasnya.
Tabel 4.6
Hasil Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Std. Error Change Statistics
R Adjusted of the R Square F Sig. F Durbin-
Model R Square R Square Estimate Change Change df1 df2 Change Watson
a
1 ,364 ,132 ,086 ,079230 ,132 2,847 3 56 ,046 1,169
a. Predictors: (Constant), SIZE, CR, DER
b. Dependent Variable: Profitabilitas

Sumber : Output SPSS Versi 26.0

2
Berdasarkan tabel 4.6 di atas, menunjukkan bahwa besarnya koefisien
determinasi (Adj. R2) sebesar 0,086. Hal ini berarti kontribusi Current Ratio,
DER dan SIZE terhadap Profitabilitas adalah sebesar 8,6%, sedangkan
sisanya 91,4% dijelaskan oleh variabel Current Ratio, DER dan SIZE yang
tidak diungkap dalam penelitian ini.

4.4. Uji Hipotesis


Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis
regresi linier berganda. Hal ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
variabel independen terhadap variabel dependen. Teknik analisis tersebut
dilakukan dengan menggunakan program SPSS 26.0

4.4.1. Hasil Uji t (Parsial)


Uji stastistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh
satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variabel
dependen. Uji parsial ini dilakukan dengan membandingkan nilai α (alpha)
dengan nilai p-value. Apabila nilai p-value < α (0,05), maka H0 ditolak.
Sehingga dapat dikatakan terdapat pengaruh secara parsial antara variabel
independen dengan variabel dependen, dan sebaliknya. Berikut adalah hasil
pengujian statistic t, yang dapat dilihat pada tabel 4.7 di bawah ini.
Tabel 4.7
Uji Parsial

Variabel P-Value Sig. Keputusan

Current Ratio (X1) 0,030 0,05 Berpengaruh


DER (X2) 0,672 0,05 Tidak Berpengaruh
SIZE (X3) 0,0682 0,05 Tidak Berpengaruh

Sumber: Data diolah (2020)

Berdasarkan pada tabel 4.7 di atas, ditunjukkan bahwa variabel


Current Ratio memiliki nilai P-Value 0,030 dimana nilai probabilitas ini
dibawah 0,05. Dengan demikian, sesuai dengan ketentuan dalam kriteria
pengujian, jika nilai probabilitas < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa
variabel Current Ratio berpengaruh terhadap Profitabilitas. Berikutnya
ditunjukkan bahwa variabel

2
DER memiliki nilai P-Value sebesar 0,672 dimana nilai probabilitas ini lebih
dari 0,05. Dengan demikian, sesuai dengan ketentuan dalam kriteria
pengujian, jika nilai prob. > 0,05, maka hal ini berarti secara parsial variabel
DER tidak berpengaruh terhadap Profitabilitas. Berikutnya ditunjukkan
bahwa variabel SIZE memiliki nilai P-Value sebesar 0,682 dimana nilai
probabilitas ini diatas 0,05. Dengan demikian, sesuai dengan ketentuan
dalam kriteria pengujian, jika nilai prob. > 0,05, maka hal ini berarti secara
parsial variabel SIZE tidak berpengaruh terhadap Profitabilitas.

4.4.2. Hasil Uji F (Simultan)

Uji stastistik F pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh


variabel independen secara simultan dalam menerangkan variabel dependen.
Uji simultan ini dilakukan dengan membandingkan nilai α (alpha) dengan
nilai p-value. Apabila nilai p-value < α (0,05), maka H 0 ditolak. Sehingga
dapat dikatakan terdapat pengaruh secara simultan antara variabel
independen dengan variabel dependen, dan sebaliknya. Jika nilai p-value > α
(0,05), maka H0 diterima yang artinya tidak terdapat pengaruh antara variabel
independen terhadap variabel dependen secara simultan. Berikut adalah hasil
pengujian statistic F, yang dapat dilihat pada tabel 4.8 di bawah ini:

Tabel 4.8
Uji Simultan

ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression ,054 3 ,018 2,847 ,046b
Residual ,352 56 ,006
Total ,405 59
a. Dependent Variable: Profitabilitas
b. Predictors: (Constant), SIZE, CR, DER

Sumber : Output SPSS Versi 26.0

3
Berdasarkan pada tabel 4.8 diatas, menunjukkan bahwa variabel
independen memiliki nilai P-Value 0,046 dimana nilai probabilitas ini
dibawah 0,05. Dengan demikian, maka sesuai dengan ketentuan dalam
kriteria pengujian, jika nilai probabilitas < 0,05 maka dapat disimpulkan
bahwa variabel Current Ratio, DER dan SIZE secara bersama-sama
berpengaruh terhadap Profitabilitas.

3
BAB 5.
SIMPULAN DAN SARAN

5.1. SIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut
:
1. Secara parsial variabel Current Ratio (CR) memiliki pengaruh terhadap
profitabilitas/ Return On Equity (ROE) pada perusahaan manufaktur sektor
barang konsumsi periode 2015-2018.
2. Secara parsial variabel Debt Equity Ratio (DER) tidak memiliki pengaruh
terhadap profitabilitas/Return On Equity (ROE) pada perusahaan
manufaktur sektor barang konsumsi periode 2015-2018.
3. Secara parsial ukuran perusahaan (SIZE) tidak memiliki pengaruh
terhadap profitabilitas/Return On Equity (ROE) pada perusahaan
manufaktur sektor barang konsumsi periode 2015-2018.
4. Secara simultan variabel CR, DER, dan SIZE memiliki pengaruh terhadap
profitabilitas/Return On Equity (ROE) pada perusahaan manufaktur sektor
barang konsumsi periode 2015-2018.

5.2. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian, penulis akan memberikan saran untuk


mengatasi dan mengurangi kelemahan yang terjadi, yaitu sebagai berikut :

1. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan memperluas variabel penelitian


dengan menggunakan variabel lain, misalnya untuk variabel independen
dapat menggunakan variabel Total Aset Turnover (TATO), Earning per
Share (EPS), Debt Aset Ratio (DAR). Untuk variabel dependen dapat
menggunakan variabel Divident Payout Ratio (DPR), Return Saham,
Harga Saham, Price to Book Value (PBV), Leverage.
2. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat memperluas lingkup
perusahaan yang akan dijadikan sampel penelitian, dan menambah periode
penelitian agar sampel penelitian lebih besar dan mendapat hasil penelitian
yang lebih baik.

3
3. Bagi Perusahaan disarankan untuk lebih memperhatikan aspek-aspek yang
dapat mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan, salah satunya aset yang
dimiliki. Hal tersebut dikarenakan total aset merupakan alat ukur besar
kecilnya suatu perusahaan, yang dapat dijadikan pertimbangan investor
untuk berinvestasi. Total aset harus digunakan dengan efisien agar dapat
menghasilkan laba yang maksimal.
4. Bagi Investor disarankan harus lebih selektif untuk memilih perusahaan
dengan melihat bagaimana perusahaan mengelola aset perusahaan yang
akan mempengaruhi laba. Hal tersebut dikarenakan pengelolaan aset
perusahaan yang efisien, akan menghasilkan laba yang maksimal.

3
DAFTAR PUSTAKA

Ardiatmi, U. D. (2014). Analisis Pengaruh Current Ratio, Debt to Equity Ratio,


Total Asset Turn Over, Firm Size dan Debt to Asset Ratio terhadap Profitabilitas
(ROE). Skripsi. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro
Semarang.

Bolek, Monika. (2013). Profitability as a Liquidity and Risk Function Basing on


The New Connect Market in Poland. European Scientific Journal, 9 (28).

Alpi, M.F. (2018), Pengaruh Debt to Equity Ratio, Inventory Turn Over, Dan
Current Ratio Terhadap Return On Equity Pada Perusahaan Sektor Farmasi Yang
Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia, Prosiding: The National

Brigham E.F, & Houston J, F. (2012). Dasar-dasar Manajemen Keuangan, (Edisi


11) Jakarta : Salemba Empat.

Brigham, Eugene F. dan Joe F Houston.(2010). Dasar-dasar Manajemen


Keuangan, Jakarta : Salemba Empat.

Darsono dan Ashari.(2010). Pedoman Praktis Memahami Laporan Keuangan


(Tips Bagi Investor.Direksi, dan Pemegang Saham). Penerbit Andi. Yogyakarta

Murtizanah, D.I (2013), Analisis Pengaruh Rasio Likuiditas Dan Rasioaktivitas


Terhadap Profitabilitas KPRI “Makmur” Krian, Jurnal Pendidikan Ekonomi
(JUPE), 1 (3) ; 1-20

Fachrudin, K.A. (2011). Analisis Pengaruh Struktur Modal, Ukuran Perusahaan,


dan Agency Cost terhadap Kinerja Perusahaan.Jurnal Akuntansi dan Keuangan,
13 (1).

Fahmi, I. (2014). Analisis Laporan Keuangan. Edisi Ketiga. CV Alfabeta. Bandung.

Hanafi, dan Halim.A (2012). Analisis Laporan Keuangan, Edisi ke 4 Unit penerbit
dan percetakan sekolah tinggi ilmu manajemen YKPN. Yogyakarta.

Hani, S. (2015). Teknik Analisa Laporan Keuangan. Medan : Penertbit Umsu Press.

Harahap, S. S. (2017). Analisis Kritis atas Laporan Keuangan, Cetakan Kedua


belas.Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada

Hery.(2016). Analisis Laporan Keuangan. Cetakan Pertama. Jakarta: PT Gramedia

Horne, J. C. Van dan Wachowicz, JR. J.M.(2009). Prinsip-prinsip Manajemen


Keuangan., Jakarta : Salemba Empat.

Juliandi, A, Irfan and Manurung. S. (2015). Metodologi Penelitian Bisnis Konsep


dan Aplikasi.Medan : UMSU Press.

3
Jufrizen dan Maya Sari. Pengaruh Current Ratio, Debt to Equity Ratio, dan Firm
Size Terhadap Return On Equity. Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas
Muhammadiyah Sumatera Utara. Vol. 18, No.1, Juni 2019.

Kamaliah, A. N, dan Kinanti.L. (2009). Analisis Pengaruh Rasio Aktivitas,


Leverage Keuangan, Ukuran, dan Umur Perusahaan Terhadap Profitabilitas
Perusahaan Wholesale and Retail Trade yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Jurnal Ekonomi. Universitas Riau.

Kasmir.(2010). Pengantar Manajemen Keuangan. Jakarta: Kencana Kasmir.

(2014). Analisis Laporan Keuangan.PT Raja Grafindo Persada. Jakarta

Lokollo, A, (2013), Pengaruh Manajemen Modal Kerja Dan Rasio Keuangan


Terhadap Profitabilitas Pada Industri Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) Tahun 2011, Journal of Accounting, 2 (2) : 1-13

Mareta, A. D. (2013). Pengaruh Financial Leverage Terhadap Profitabilitas (Studi


Pada Perusahaan Sektor Makanan Dan Minuman Yang Terdaftar Di Bursa Efek
Indonesia Periode 2009-2011). Jurnal Administrasi Bisnis, 1(2), 132-139

Nugroho, E. (2011). Analisis Pengaruh Likuiditas, Pertumbuhan Penjualan,


Perputaran Modal Kerja, Ukuran Perusahaan dan Leverage terhadap Profitabilitas
Perusahaan (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar pada BEI pada
Tahun 2005-2009).

Pongrangga, R A et al. (2015). Pengaruh Current Ratio, Total Asset Turm Over
dan Debt to Equity Ratio Terhadap Return On Equity (Studi pada Perusahaan Sub
Sektor Property dan Real Estate yang Terdaftar di BEI periode 2011-2014).
Jurnal,. Universitas Brawijaya. Malang.

Prastowo, D. (2010). Analisis Laporan Keuangan Konsep Dan Aplikasi. Edisi Ke-
3. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Prastowo, D. (2015). Analisis Laporan Keuangan Konsep dan Aplikasi.Unit


Penerbit dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN. Yogyakarta.

Prihadi, T. (2012).Memahami Laporan Keuangan Sesuai IFRS dan PSAK.


Jakarta: PPM.

Riyanto, B. (2010). Dasar-dasar pembelanjaan perusahaan. BPFE: Yogyakarta.

Rosyadah, F, (2012). Pengaruh Struktur Modal Terhadap Profitabilitas (Studi


Pada Perusahaan Real Estate and Property Yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) Periode 2009 – 2011), Jurnal, Fakultas Ilmu Administrasi,
Universitas Brawijaya Malang.

3
Sartono, A. (2009). Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. Edisi Keempat.
Yogyakarta: BPFE.

Sawir, A. (2009). Analisa Kinerja Keuangan dan Perencanaan keauangan


Perusahaan, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Sefiani, C. Y. K. (2016). Pengaruh Current Ratio, Total Asset Turn Over, Dan
Umur Perusahaan Terhadap Profitabilitas. Jurnal Ilmu & Riset Manajemen, 4(11)

Singapurwoko, A. (2011). The Impact of Financial Leverage to Profitability Study


of Non-Financial Companies Listed in Indonesia Stock Exchange. European
Journal of Economics, Finance and Administrative Sciences. ISSN 1450-2275
Issue 32

Sujarweni, V.Wiratna. 2015. Metode Penelitian Bisnis dan Ekonomi, Yogyakarta:


Pustaka Baru Press. 190Vol. 18, No.1, Juni 2019

Sujarweni, V. W. (2017). Analisis Laporan Keuangan. Pustaka Baru Press:


Yogyakarta.

Utama, S. (2000). Teori dan Riset Akuntansi Positif : Suatu Tinjauan Literatur.
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. No. 1 : 83-96

Wahyuni, S. F. (2017). Peran kepemilikan institusional dalam memoderasi


pengaruh Current Ratio, Debt to Equity ratio, Total asset turnover dan inventory
turnover terhadap Return On Equity di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Riset
Finansial Bisnis, 1(2), 147-158.

Anda mungkin juga menyukai