Anda di halaman 1dari 13

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Sample


Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi

Jawa Tengah yang memiliki laporan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.

Sample yang digunakan dalam penilitian ini berjumlah 29 kabupaten dan 6 kota di

Jawa Tengah yang akan diamati dari tahun 2015-2017. Metode penelitian yang

digunakan merupakan metode sensus adalah keseluruhan dari populasi yaitu yang

memiliki pendapatan daerah aktif dan dapat membiayai daerahnya sendiri yang

dapat dilihat dari Laporan Realisasi APBD.

4.2 Statistik Deskriptif


Setelah melalui berbagai tahapan penelitian yang telah direncanakan,

penelitian ini menghasilkan berbagai hal sehubungan dengan masalah yang

diajukan pada bagian awal. Hasil statistik deskriptif memberikan gambaran umum

terhadap data yang digunakan dalam penelitian ini. Berikut menunjukkan hasil

statistik deskriptif data penelitian :

Tabel 4.1
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

PAD 105 18.12 21.31 19.5002 .41536

DAU 105 14.15 21.05 20.5393 .70912

DAK 105 15.14 20.00 18.8967 .79998

SILPA 105 16.54 20.90 19.1558 .60861

BELANJA_MODAL 105 17.52 21.02 19.6154 .52413

Valid N (listwise) 105

45
Tabel 4.1 menyatakan bahwa jumlah observasi atau jumlah pengamatan

kabupaten/kota sebanyak 105, hasil perhitungan menunjukan bahwa :

1. Belanja Modal mempunyai nilai minimum setelah di LN sebesar 17.52

atau Rp. 40.594.743 merupakan Belanja Modal dari Kabupaten Tegal dan

nilai maksimum sebesar 21.02 atau Rp. 1.349.349.490 merupakan Belanja

Modal dari Kota Semarang dengan mean 19.6154 dan setandar deviasinya

0.52413.

2. Pendapatan Asli Daerah menunjukan nilai minimum sebesar 18.12 atau

Rp. 74.339.697 merupakan Pendapatan Asli Daerah dari Kabupaten Blora

dan nilai maksimum sebesar 21.31 atau Rp. 1.791.886.379 merupakan

Pendapatan Asli Daerah dari Kota Semarang dengan nilai mean 19.5002

dan standar deviasinya 0.41536.

3. Dana Alokasi Umum mempunyai nilai minimum sebesar 14.15 atau

Rp. 1.398.653 merupakan Dana Alokasi Umum dari Kabupaten Banyumas

dan nilai maksimum 21.05 atau Rp. 1.384.695.514. merupakan Dana

Alokasi Umum dari Kabupaten Cilacap dengan nilai mean 20.5393 dan

standar deviasinya 0.70912.

4. Dana Alokasi Khusus menunjukan nilai minimum sebesar 15.14 atau

Rp. 3.750.100 merupakan Dana Alokasi Khusus dari Kota Surakarta dan

nilai maksimum sebesar 20.00 atau Rp. 483.813.446 merupakan Dana

Alokasi Khusus dari Kabupaten Cilacap dengan nilai mean 18.8967 dan

standar deviasi 0.79998.

46
5. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran mempunyai nilai minimum 16.54 atau

Rp. 15.229.714 merupakan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran dari

Kabupaten Semarang dan nilai maksimum sebesar 20.90 atau Rp.

1.194.348.650 dari Kota Semarang dengan nilai mean 19.1558 dan standar

devisiasi 0.60861.

4.3 Uji Normalitas

Pengujian normalitas data pada penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov-

Smirnov. Hasil pengujian normalitas data ini diperoleh output yang dapat dilihat

pada tabel 4.2 adalah sebagai berikut

Table 4.2
Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized
Residual

N 105

Normal Parametersa Mean .0000000

Std. Deviation .45236501

Most Extreme Differences Absolute .131

Positive .072

Negative -.131

Kolmogorov-Smirnov Z 1.344

Asymp. Sig. (2-tailed) .054

a. Test distribution is Normal.

Pada tabel diatas menujukkan nilai asymsig sebesar 0,054 > 0,05. Hal ini

berarti bahwa data terdistribusi dengan normal dan dapat dilanjutkan ketahap

selanjutnya.

47
4.4 Uji Asumsi Klasik

4.4.1 Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Salah satu cara

untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas adalah dengan melihat nilai

Variance Inflation Factor (VIF). Berikut menunjukkan hasil statistik deskriptif

data penelitian :

Tabel 4.3
Uji Multikolinieritas
Coefficientsa

Unstandardized Standardized

Coefficients Coefficients Collinearity Statistics

Std.

Model B Error Beta t Sig. Tolerance VIF

1 (Constant) 4.547 2.742 1.658 .100

PAD .355 .122 .281 2.911 .004 .796 1.256

DAU .095 .064 .128 1.478 .143 .989 1.011

DAK .173 .065 .264 2.663 .009 .761 1.315

SILPA .153 .080 .178 1.914 .058 .864 1.158

a. Dependent Variable:

BELANJA_MODAL

Berdasarkan tabel 4.3 di atas diketahui bahwa semua nilai VIF variabel

bebas yang memiliki tolerance lebih dari 0,1 (>0,1) dan semua variabel bebas

memiliki nilai VIF kurang dari 10 (Ghozali, 2006), jadi dapat disimpulkan tidak

ada gejala multikoliniearitas dalam model regresi.

48
4.4.2 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi antar

anggota sampel yang diurutkan berdasarkan waktu. Diagnosa adanya autokorelasi

dilakukan melalui pengujian terhadap nilai uji Durbin-Watson (DW). Berikut

menunjukkan hasil statistik deskriptif data penelitian :

Tabel 4.4
Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the

Model R R Square Square Estimate Durbin-Watson

1 .505a .255 .225 .46132 2.180

a. Predictors: (Constant), SILPA, DAU, PAD, DAK

b. Dependent Variable: BELANJA_MODAL

Berikut merupakan hasil pengujian Autokorelasi menunjukan bahwa nilai

D-W berada di daerah bebas autokorelasi, du < D-W < 4 – du yaitu 1.7617 < 2.180

< 2.2383. Hal ini menunjukan bahwa persamaan model regresi dalam penilitian

ini tidak terdapat autokorelasi.

4.4.3 Uji Heteroskedastisitas


Uji Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi

terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan

yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap,

maka disebut homokedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.

Model regresi yang baik adalah homoskedastisitas atau tidak heteroskedastisitas.

Kebanyakan data crossection mengandung situasi heteroskesdatisitas karena data

ini menghimpun data yang mewakili berbagai ukuran (kecil, sedang dan besar)

(Ghozali, 2012).

49
Tabel 4.5
Uji Heteroskedastisitas
Coefficientsa

Unstandardized Standardized

Coefficients Coefficients Collinearity Statistics

Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF

1 (Constant) .412 1.998 .206 .837

PAD -.098 .089 -.122 -1.100 .274 .796 1.256

DAU .016 .047 .034 .340 .735 .989 1.011

DAK .042 .047 .102 .896 .372 .761 1.315

SILPA .035 .058 .064 .604 .547 .864 1.158

a. Dependent Variable:

Abres

Dari hasil uji glejser diatas dapat disimpulkan bahwa salah satu variabel

independen yang digunakan dalam penelitian ini tidak terjadi heteroskedastisitas

yang dibuktikan nilai signifikansi semua variabel > 0,05.

4.5 Analisis Regresi Berganda

Secara umum, analisis regresi pada dasarnya adalah studi mengenai

ketergantungan variabel dependen (terikat) dengan satu atau lebih variabel

independen (vaiabel penjelas/bebas), dengan tujuan untuk mengestimasi dan atau

memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel dependen berdasarkan

nilai variabel independen yang diketahui (Gujarati, 2003) (Ghozali, 2012).

50
Tabel 4.6
Uji Regresi Linier Berganda
Coefficientsa

Standardized

Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 4.547 2.742 1.658 .100

PAD .355 .122 .281 2.911 .004

DAU .095 .064 .128 1.478 .143

DAK .173 .065 .264 2.663 .009

SILPA .153 .080 .178 1.914 .058

a. Dependent Variable: BELANJA_MODAL

Persamaan regresi linier berganda yang dipergunakan untuk menganalisis

variable tersebut adalah sebagai berikut:

Belanja Modal = 4.547 + 0.355PAD + 0.095DAU + 0.173DAK + 0.153SILPA

+e

4.5.1 Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh

kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independen. Nilai

koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti

kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel

dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel

independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk

memprediksi variasi variabel dependen. Sebagai berikut tabel koefisien

determinasi :

51
Tabel 4.7
Uji Koefisien Determinasi
Model Summary
Adjusted R Std. Error of the

Model R R Square Square Estimate

1 .505a .255 .225 .46132

a. Predictors: (Constant), SILPA, DAU, PAD, DAK

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan nilai Adjusted R² sebesar 0.225

atau 22,5 % berarti variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen

sekitar 22,5 % dan sisanya 77,5% % dijelaskan oleh variabel-variabel lain diluar

model.

4.5.2 Uji Statistik F

Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel

independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh

secara bersama-sama terhadap variabel dependen/terikat (Ghozali, 2001:88).

Tabel 4.8

Uji Statistik F

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 7.288 4 1.822 8.562 .000a

Residual 21.282 100 .213

Total 28.570 104

a. Predictors: (Constant), SILPA, DAU, PAD, DAK

b. Dependent Variable: BELANJA_MODAL

52
Pada uji F diatas menujukkan bahwa f hitung sebesar 8.562 dan nilai

signifikansi sebesar 0,000 < 0,05. Halini menujukkan bahwa model yang dipakai

dalam penelitian ini layak digunakan atau fixs.

4.6 Pengujian Hipotesis

Uji Signifikan Parameter Individual (Uji Statistik t)

Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu

variabel penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi

variabel dependen (Ghozali, 2001:88).

Tabel 4.9
Coefficientsa

Standardized

Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 4.547 2.742 1.658 .100

PAD .355 .122 .281 2.911 .004

DAU .095 .064 .128 1.478 .143

DAK .173 .065 .264 2.663 .009

SILPA .153 .080 .178 1.914 .058

a. Dependent Variable: BELANJA_MODAL

Hasil pengujian dengan spss :

1. Pada variabel PAD diperoleh nilai signifikan sebesar 0.004 lebih kecil dari

0.05. Ini berarti variabel PAD secara statistik berpengaruh signifikan terhadap

belanja modal.

53
2. Pada variabel DAU diperoleh nilai signifikan sebesar 0.143 lebih besar dari

0.05. Ini berarti variabel DAU secara statistik tidak berpengaruh signifikan

terhadap belanja modal.

3. Pada variabel DAK diperoleh nilai signifikan sebesar 0.009 lebih kecil dari

0.05. Ini berarti variabel DAK secara statistik berpengaruh positif signifikan

terhadap belanja modal.

4. Pada variabel SILPA diperoleh nilai signifikan sebesar 0.058 lebih besar dari

0.05. Ini berarti variabel SILPA secara statistik tidak berpengaruh signifikan

terhadap belanja modal.

4.7 Pembahasan

Untuk menganalisis dan membahas hasil penelitian yang telah dilakukan.

4.7.1 Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Modal

Hasil penilitian ini menunjukan bahwa Pendapatan Asli Daerah

berpengaruh terhadap belanja modal. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi

Pendapatan Asli Daerah yang diterima maka pengeluaran pemerintah atas Belanja

Modal akan semakin tinggi.

Dalam Stewardship Theory, hubungan antara pemerintah dengan

masyarakat dalam konteks Pendapatan Asli Daerah dapat dilihat dari kemampuan

dan tanggung jawab pemerintah dalam memberikan pelayanan publik yang baik

serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui alokasi belanja modal

seperti pembangunan jalan, irigasi, pengadaan mesin dan lain sebagainya.

Pada penilitian ini menunjukan hasil yang signifikan dapat disebabkan

adanya peningkatan Pendapatan Asli Daerah yang diikuti dengan meningkatnya

54
alokasi anggaran Belanja Modal daerah tersebut. Karena Pendapatan Asli Daerah

merupakan sumber utama pendapatan pemerintah yang berasal dari daerah itu

sendiri. Maka dari itu hendaknya pemerintah daerah lebih memperhatikan potensi

daerah guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah sehingga dapat membantu

pemerintah dalam meningkatkan Belanja Modal. Hasil ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Akbarurrizqillah dan Bambang (2017), Farah dan

Ikhsan (2017). Yang menyatakan bahwa Pendapatan Asli Daerah berpengaruh

terhadap Belanja Modal.

4.7.2 Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Modal

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Dana Alokasi Umum tidak

berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Yang berarti Pemerintah Daerah

belum berhasil menggunakan Dana Alokasi Umum untuk pelaksanaan

program/kegiatan kepada pelayanan publik, dikarenakan Dana Alokasi Umum

yang diperoleh sebagian besar disumbangkan ke belanja operasional dibandingkan

Belanja Modal.

Dalam Stewardship Theory mengasumsikan hubungan yang kuat antara

kesuksesan organisasi dengan kepuasam masyarakat. Dengan menggunakan dana

alokasi umum untuk memberikan pelayanan kepada publik yang direalisasikan

melalui belanja modal. Maka peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam

rangka pelaksanaan otonomi daerah berjalan dengan baik, sehingga masyarakat

merasa puas atas penggunaan dana alokasi umum untk kebtuhan daerah tersebut.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penilitian yang dilakukan oleh Anita dkk

55
(2016) yang menyatakan bahwa Dana Alokasi Umum tidak berpengaruh terhadap

Belanja Modal.

4.7.3 Pengaruh Dana Alokasi Khusus terhadap Belanja Modal

Hasil Penilitian ini menunjukan bahwa Dana Alokasi Khusus berpengaruh

signifikan terhadap belanja modal. Yang berarti apabila Dana Alokasi Khusus

yang di terima oleh daerah maka semakin besar pula Belanja Modal yang dapat

dialokasikan oleh daerah tersebut.

Dalam Stewardship Theory penggunaan Dana Alokasi Khusus yaitu

eksistensi pemerintah daerah sebagai organisasi sektor publik yang dapat

dipercaya atas pengelolaan kekayaan daerah, sehingga tujuan organisasi untuk

mensejahterakan masyarakat dapat tercapai secara maksimal. Pemerintah yang

baik dapat dilihat dari baik tidaknya akuntailitas kinerja. Hasil penelitian ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Binti dan Bambang (2016) dan

Akbarurrizqillah dan Bambang (2017) yang menyatakan bahwa Dana Alokasi

Khusus berpengaruh terhadap Belanja Modal.

4.7.4 Pengaruh Sisa Lebih Pembiayaaan Anggaran terhadap Belanja

Modal

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran

tidak berpengaruh signifikan terhadap belanja modal. Yang berarti Pemerintah

Daerah belum berhasil menggunakan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran untuk

pelaksanaan program/kegiatan kepada pelayanan publik, dikarenakan Sisa Lebih

Pembiayaan Anggaran yang diperoleh sebagian besar disumbangkan ke belanja

operasional dibandingkan Belanja Modal.

56
Dalam Stewardship Theory bahwa prosedur yang digunakan untuk

melakukan tugas sudah cukup baik atau belum dalam kecukupan prosedur

administrasi, sistem informasi, pengawasan, serta pemeriksaan terhadap

akuntabilitas proses. Dengan memeriksa ada tidaknya mark up dana serta sumber-

sumber inefisiensi yang menyebabkan pelayanan publik mengalami kelambanan

sehingga akan berpengaruh terhadap Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran. Sisa

Lebih Pembiayaan Anggaran yang tinggi akan menurunkan pengalokasian

Belanja Modal, semakin baik pengolaan dan tingginya belanja suatu daerah maka

Sisa Lbeih Pembiayaan Anggaran yang dihasilkan juga semakin kecil. Penelitian

ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Zia dan Bambang (2017) bahwa Sisa

Lebih Pembiayaan Anggaran tidak berpengaruh signifikan terhadap Belanja

Modal.

57

Anda mungkin juga menyukai