Kelompok I (IX C) :
Valerie Chelsea Linardi (Bawang Putih).
Elora Citra (Bawang Merah).
Kiarra Nadine Wijayanto (Ibu Bawang Putih, dan Nenek).
Yunita Pricilia Lamalo (Ibu Bawang Merah, dan Ibu Tiri Bawang Putih).
Bryan Nathanael Oktavianus (Ayah, dan Pengawal).
Sean Jeremy Djie (Pangeran).
Bawang putih: "Ayah! Lihat sudah musim semi. Lihat Ayah! Semua bunganya sudah mekar."
Ibu: (Memanggil Bawang Putih dan Ayah) "Kalian berdua masuklah ke rumah saya sudah
selesai memasak sarapan."
Ibu: "Bawang Putih sini, Ibu sudah memasakan makanan favoritmu. Habiskan ya, nak."
Narrator: Bawang putih sungguh mempunyai hidup yang sempurna. Ayahnya merupakan
pedagang yang kaya, dan Ia memiliki Ibu yang selalu ada untuknya. Tetapi kebahagiaan
Bawang Putih tidak bertahan lama, karena Ibunya jatuh sakit dan meninggal. (Bawang Putih
menangis di adegan ini bersama dengan Ayahnya.)
Ayah: "Ibumu… telah pergi, Nak. Dan dia tidak akan pernah kembali lagi."
Narrator: Beberapa tahun berlalu, Bawang Putih telah tumbuh dari gadis kecil menjadi wanita
muda. Ayahnya pun telah menikah lagi kepada seorang janda cantik. Janda tersebut pun
memiliki anak yang bernama Bawang Merah.
Ayah: "Bawang putih, Bawang Merah, Ayah memiliki urusan kerja di luar negeri, dan mungkin
tidak akan balik untuk waktu yang lama. Apakah kedua anakku yang cantik ingin sebuah
souvenir?"
Ayah: "Gaun baru? Baiklah. Dan Bawang Putih apakah kamu ingin suatu hal?"
Bawang Putih : "Aku ingin ranting pertama yang menyentuh bahu Ayah!!”
Ibu Tiri : "Baiklah nak, Ayahmu sekarang harus pergi ucapkan selamat tinggal. (Ibu tiri
menghadap Ayah)"
Narrator: Setelah Ayah Bawang Putih meninggalkan rumah, Bawang Merah dan Ibu Tiri
sedikit demi sedikit mulai memperlakukan Bawang Putih dengan tidak adil.
Ibu Tiri: "Bawang Putih? Apakah kamu bisa membantuku untuk mencuci baju? Saya baru saja
mandi dan saya tidak mau pakaian saya kotor lagi."
Ibu Tiri: "Bawang Putih, tolonglah masak dan bersihkan rumah! Saya merasa sedikit pusing."
Narrator: Pertama-tama suruhan Bawang Merah dan Ibu Tirinya hanya merupakan
permintaan-permintaan kecil, tetapi semakin lama Bawang Merah dan Ibu Tirinya mulai
memperlakukan Bawang Putih dengan lebih kejam.
Bawang Merah : "Hahahaha…. Bawang Putih kamu itu adalah adikku yang sangat kusayangi,
tetapi kamu malasnya minta ampun… DIMANA KAU DARI TADI HAHHH!?? MAKSUDMU
AKU HARUS BERSIAP-SIAP SENDIRI SEPAGI INI? KAMU GAK KASIHAN SAMA
KAKAKMU HAH? DASAR BAWANG PUTIH BEGO!"
Bawang Merah : “Memang dasar kamu adik kurang ngajar dan pemalas! Pergi kamu dari
kamarku! Aku tidak mau melihat mukamu disini”
Bawang Putih keluar dari kamar Bawang Merah dan Ia melihat Ibu Tirinya
Ibu Tiri : "Bawang Putih, ya ampun. Makan paginya belum kamu masak? Ngapain aja kamu
dari tadi? Malas-malasan, ya?"
Bawang Putih : "Maaf Ibu… Tadi saya dipanggil oleh Bawang Merah."
Ibu Tiri : "Diam bisa ga sih? Udahlah ga usah banyak alasan! Sana pergi masak cepat! Saya
sudah lapar!”
Narrator: Meskipun Bawang Merah dan Ibu Tirinya tidak menyayangi Bawang Putih, Bawang
putih tidak pernah sekalipun merasa bahwa ia membenci mereka. Bawang Putih masih
menganggap mereka sebagai keluarganya.
Ibu Tiri : "Putih, sini deh! Daripada kamu ga ada kerjaan, kamu mending beli kebutuhan
mingguan, gih! Ini uang sama catatannya. Ingat ya, uangnya jangan sampai hilang."
Nenek: “….. Ya Ampun nak, baru pagi sudah menangis saja. Apa yang membuatmu begitu
sedih, Nak?"
Bawang putih: "Maaf jika saya sudah mengganggu pagi nenek, saya hanya merasa terbebani."
Nenek: "Apakah Nenek dapat membantumu dengan sesuatu? Saya mungkin sudah tua, tapi
pendengaran saya masih muda. Ayo nak! Sini cerita kepada nenek semua keluh dan kesahmu.”
Bawang Putih : "Sebenarnya, Nek… Aku sudah capek sama semua ini. Aku rindu Ayah dan
Ibuku. Ibu Tiriku dan kakak tiriku… mereka memperlakukanku seperti sampah. Apakah mereka
tidak sadar bahwa aku juga seorang manusia dengan perasaan? Sungguh, aku sungguh capek
dengan semua ini. Aku hanya ingin ditelan oleh bumi dan menghilang saja."
Nenek: "Nak, ini semua pasti terasa sangat berat bagimu. Nenek tidak mungkin dapat
memahami bagaimana rasanya. Tetapi nenek hanya ingin mengatakan begini, semua cerita pasti
akan ada akhir bahagianya jika kamu melewatinya dengan terus bersabar. Jika ada masalah lain,
datanglah kepada Nenek ya nak…”
Narrator: Tatapan Bawang Putih menjadi lebih lembut dan Ia tidak dapat berhenti menatap
nenek tersebut. Sebab, nenek itu sungguh sangat mirip dengan Ibu mendiang Bawang Putih.
Nenek: "Hm..? Maaf, Nak? Tadi saya kurang tangkap apa yang kamu bilang tadi."
Bawang Putih: "Ah…Tidak ada apa-apa, Nek. Oh ya, Nek. Nenek ingin pergi ke mana?"
Bawang putih: "Eh, saya juga mau pergi ke pasar, nek! Bagaimana kalau kita pergi ke pasar
bersama?"
Narrator: Setiap minggu, Bawang Putih sering menjumpai nenek tersebut untuk pergi ke pasar
bersama. Namun, suatu hari nenek tidak dapat ditemukan dimanapun dan Bawang Putih pun
selalu pergi ke pasar sendiri. Suatu hari pada saat Ia berada di pasar, terlihat seorang pelayan
istana sedang membuat pengumuman.
Pelayan: "Dengarkanlah aku wahai warga semua! Pada malam bulan purnama Sang pangeran
akan mengadakan sebuah pesta perayaan kerajaan. Semuanya diharapkan hadir, karena kalian
semua diundang oleh Sang pangeran! Terima kasih.”
Narrator: Semua gadis muda di daerah tersebut mulai berbisik-bisik, beberapa dari mereka
terkejut dan saling berkata “oh Tuhan… mungkin aku dapat dipilih menjadi istri Sang pangeran
di pesta itu.” Dan diantara gadis-gadis tersebut terlihatlah Bawang Putih yang ikut
mendengarkan pengumuman dari pelayan istana.
(*Bawang Putih beradegan pulang berjalan ke rumah, dan adegan dimulai dengan Bawang Putih
sudah berada di rumah.)
Bawang Merah : “HAH!?? Yang benar saja kamu Bawang Putih!?? KAMU BERCANDA YA?
HAHAHAHAHAHAHAHHAHAHAHA”
Ibu Tiri: “Bawang Putih, kamu tidak boleh ikut!! Berani-beraninya kamu pergi kesana?!
Lihatlah dirimu. Jangan membuat malu keluarga ya kamu!"
Narrator: Ibu Tiri pun mendorong, dan mengunci Bawang Putih di dalam kamar agar dia tidak
dapat keluar.
Bawang Putih : “Hiks huu…uuu… uu.. Kenapa aku tidak boleh pergi ke pesta juga…….."
Narrator : Saat Bawang Putih menangis di kamar, tidak lama kemudian Bawang Putih melihat
sebuah cahaya kecil dari luar jendela kamarnya yang menghampiri dirinya.
(….)
Nenek: "Hai Bawang Putih, apakah kamu ingin mengikuti pesta itu?"
Bawang Putih: "Huh, Nenek bagaimana nenek bisa ada disini? Aku ingin sekali mengikuti
pesta itu.. tetapi aku terkunci didalam kamar ini."
Nenek: "Kalau begitu tenang saja, Bawang Putih… nenek dapat membantumu membebaskan
dirimu dari kamar ini. Tetapi dengan 1 syarat kamu harus pulang sebelum tengah malam."
Bawang Putih: "Hah… yang benar, Nek? Waaah Nenek, terima kasih ya, Nek…"
Narrator: Bawang Putih pun langsung bergegas pergi ke pesta tersebut. Saat sampai di istana,
Bawang Putih terkagum-kagum dengan kemewahan istana tersebut.
Bawang Putih: "Wah indah sekali istana nya, makanannya pun terlihat lezat, aku cicipi ahh.."
Narrator: Saat Bawang Putih sedang mencicipi kue-kue yang ada di istana, Pangeran melihat
Bawang Putih dari kejauhan… Sang pangeran pun terpesona dengan kecantikan Bawang Putih.
Perlahan, Sang pangeran mulai menghampiri Bawang Putih.
Narrator: Setelah beberapa perbincangan berlangsung antara Sang pangeran dengan Bawang
Putih, akhirnya Bawang Putih menyadari bahwa waktu sudah mendekati tengah malam.
Bawang Putih pun langsung bergegas untuk pulang ke rumah.
Bawang Putih: "Ah… Maaf pangeran sepertinya saya harus pergi sekarang…
saya harus bergegas pulang ke rumah."
Narrator: Setelah pesta selesai, Sang pangeran masih tidak dapat berhenti memikirkan gadis
yang Ia temui di pesta tadi. Ia pun menyuruh pengawalnya untuk menemukan gadis yang
bernama Bawang Putih karena Ia telah mengambil hati Sang pangeran.
Pangeran: "Pengawal, segera carikan saya seorang gadis yang bernama Bawang Putih!"
Pengawal: "Oh, itu dia Bawang Putih! Aku harus segera memberitahu pangeran."
yg
(Di Istana)
Pengawal: "Pangeran… aku menemukan Bawang Putih. Ia tinggal di dekat pusat kota bersama
Ibu Tirinya, dan bersama saudarinya Bawang Merah."
Pangeran: "Baiklah kalau begitu aku akan segera pergi ke pusat kota."
Narrator: Akhirnya Sang pangeran segera bergegas pergi ke pusat kota untuk menemui
Bawang Putih.
Pangeran: "Permisi nona, apakah anda bisa membantuku dengan suatu hal?"
Bawang Putih: "Apakah pangeran sedang mencari seseorang….? atau pangeran sedang mencari
suatu tempat?"
Pangeran: "Hahahaha… sebenarnya aku datang kesini untuk menemuimu, Bawang Putih”
Narrator: Setelah mengetahui bahwa Sang pangeran datang jauh dari istana ke kota hanya
untuk menemui Bawang Putih, Bawang Putih merasa terharu dan senang. Semenjak waktu itu,
Bawang Putih dan Sang pangeran sering menghabiskan banyak waktu bersama. Bawang Putih
pun perlahan mulai jatuh cinta terhadap pangeran yang sudah mencintai Bawang Putih
semenjak pandangan pertama.
Selesai.