Anda di halaman 1dari 5

Refleksi Sejarah Walisongo: Mengambil

Hikmah Moderasi Beragama demi


Terciptanya Kedamaian

Nama : Muhammad Riyas Amir

Email : m.riyasamir@gmail.com

Pendidikan : S1 MPI UIN Walisongo

Semarang

Santri Pondok Pesantren Asshiddiqiyah


Jakarta

Tholabul Ilmi

Refleksi sejarah santri dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia adalah bukti nyata
bahwa perjuangan kemerdekaan tidak hanya bersifat politik dan militer, tetapi juga
melibatkan dimensi spiritual dan intelektual. Peran santri dalam meraih kemerdekaan
menunjukkan bahwa semangat keagamaan dan nilai-nilai moral dapat menjadi sumber
inspirasi dan kekuatan dalam menghadapi penjajahan. Salah satu bentuk bukti santri dalam
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia ketika sangan umum 1 Maret 1949, Pada awal
tahun 1949, ketika Indonesia berada di ambang kemerdekaan, Belanda melancarkan serangan
militer untuk merebut kembali Yogyakarta yang saat itu menjadi ibu kota Republik
Indonesia. Pemerintahan Republik Indonesia yang dipimpin oleh Presiden Soekarno dan
Wakil Presiden Hatta tertahan di Yogyakarta dalam situasi yang kritis. Dalam menghadapi
ancaman ini, para santri dari berbagai pesantren di Yogyakarta, seperti pesantren Sunan
Drajat dan pesantren Tegalsari, bersatu untuk membentuk pasukan sukarelawan. Mereka
secara sukarela mendaftar sebagai pejuang dalam mempertahankan kemerdekaan. Puluhan
ribu santri dari berbagai pesantren datang dengan senjata tradisional seperti bambu runcing,
tombak, dan senjata sederhana lainnya untuk bergabung dalam pertahanan. Pada 1 Maret
1949, pasukan santri ini bersama dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan rakyat sipil
melancarkan perlawanan heroik terhadap pasukan Belanda yang jauh lebih kuat. Meskipun
menghadapi keterbatasan persenjataan dan logistik, semangat juang dan tekad mereka untuk
mempertahankan kemerdekaan sangat kuat. Serangan Umum 1 Maret 1949 berlangsung
dengan pertempuran sengit di berbagai titik di Yogyakarta. Santri-satri ini berjuang dengan
gigih melawan pasukan Belanda, menggunakan taktik gerilya dan semangat keberanian yang
menginspirasi. Mereka tidak hanya melindungi wilayah Yogyakarta, tetapi juga menjadi
simbol perlawanan nasional terhadap upaya kolonial untuk menghancurkan semangat
kemerdekaan Indonesia. Kesungguhan perjuangan santri dalam Serangan Umum 1 Maret
1949 memberikan dampak yang signifikan. Perlawanan ini menunjukkan kepada dunia
bahwa bangsa Indonesia siap mempertahankan kemerdekaannya dan bahwa semangat
nasionalisme dan persatuan sangat kuat di kalangan masyarakat, termasuk di kalangan santri.
Serangan Umum 1 Maret 1949 akhirnya menghasilkan gencatan senjata antara Indonesia dan
Belanda, membuka jalan menuju pengakuan internasional atas kemerdekaan Indonesia. Kisah
perjuangan santri dalam pertempuran ini menjadi warisan inspiratif bagi generasi muda
Indonesia, mengajarkan pentingnya semangat perjuangan, keberanian, dan pengorbanan
dalam menjaga dan mempertahankan kedaulatan bangsa. Dan juga ketika tanggal 22 Oktober
1945 terdapat seruan resolusi jihad yang disampaikan hadrotusyeikh KH. Hasyim As’ari. Ada
buku KH. Hasyim Asy'ari-Pengabdian Seorang Kyai Kepada Negara oleh Rijal Muumaziq,
menjelaskan bahwa saat itu Indonesia sedang mempertahankan kemerdekaannya dari tekanan
kolonial. Berbagai upaya dan provokasi telah dilakukan untuk memperlemah kemerdekaan
Indonesia. Mulai dari perobekan bendera Belanda pada 19 September 1945 hingga
perampasan senjata oleh tentara Jepang pada 23 September 1945. Situasi memanas,
mendorong Presiden Soekarno berkonsultasi dengan KH Hasyim Asy'ari. "Presiden Soekarno
berdiskusi dengan KH Hasyim Asy'ari yang berpengaruh di kalangan ulama. Melalui
utusannya, Presiden menanyakan tentang UU Pelindung Kemerdekaan," tulis Rijal di koran
Muumaziq. KH Hasyim Asy'ari mengatakan bahwa umat Islam harus mempertahankan tanah
airnya dari ancaman asing. Kemudian, pada tanggal 21 dan 22 Oktober 1945, KH Hasyim
Asy'ari berinisiatif mengadakan pertemuan konsul PBB di Jawa dan Madura di Bubutan,
Surabaya. 

Santri, yang umumnya dididik di pesantren dengan fokus pada nilai-nilai agama dan moral,
tidak hanya berkontribusi dalam ranah agama, tetapi juga memiliki peran yang signifikan
dalam upaya mencapai kemerdekaan nasional. Mereka menunjukkan bahwa nilai-nilai seperti
keadilan, kebebasan, dan martabat manusia adalah prinsip-prinsip universal yang harus
dijunjung tinggi, terlepas dari latar belakang agama atau budaya. Dalam konteks refleksi ini,
penting untuk mengakui beberapa aspek yang menguatkan peran santri dalam perjuangan
kemerdekaan:

1. Pendidikan Holistik: Pesantren memberikan pendidikan holistik yang mencakup


aspek agama, moral, dan pengetahuan umum. Pendidikan ini membantu membentuk
karakter santri yang tidak hanya cerdas intelektual, tetapi juga memiliki kedalaman
spiritual dan kesadaran sosial.
2. Semangat Kebangsaan: Meskipun dididik dalam lingkungan agama, santri memiliki
semangat kebangsaan yang kuat. Mereka menyadari bahwa perjuangan kemerdekaan
adalah tanggung jawab bersama untuk menciptakan Indonesia yang merdeka dan
berdaulat.
3. Keterlibatan dalam Gerakan Nasional: Santri terlibat dalam berbagai gerakan
nasional, seperti organisasi-organisasi perjuangan, partai politik, dan konferensi
nasional. Partisipasi ini mencerminkan keterbukaan mereka terhadap dinamika
perjuangan politik dan nasional.
4. Penyebaran Pemikiran Kemerdekaan: Santri berperan dalam penyebaran pemikiran
kemerdekaan melalui kegiatan-kegiatan seperti pengajaran, ceramah, dan publikasi.
Mereka menjadi agen perubahan dalam menyebarkan ide-ide progresif di tengah
masyarakat.
5. Komitmen terhadap Kebebasan dan Keadilan: Santri menunjukkan komitmen yang
kuat terhadap nilai-nilai kebebasan dan keadilan. Pandangan agama mereka
menguatkan keyakinan bahwa perjuangan kemerdekaan adalah tugas yang mulia dan
diijinkan oleh agama.
6. Kolaborasi Lintas Agama: Peran santri juga mencakup kolaborasi lintas agama dalam
perjuangan kemerdekaan. Mereka bekerja sama dengan elemen-elemen dari berbagai
latar belakang agama untuk mencapai tujuan bersama.

Refleksi sejarah santri dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia mengajarkan kepada


kita bahwa perjuangan kemerdekaan adalah upaya kolektif yang melibatkan berbagai lapisan
masyarakat. Keterlibatan santri menunjukkan bahwa semangat keagamaan dan nasionalisme
dapat bersinergi untuk menciptakan perubahan positif. Melalui penghormatan terhadap
warisan perjuangan santri, kita tidak hanya menghargai sejarah, tetapi juga mengambil
inspirasi untuk menghadapi tantangan masa kini dan masa depan dengan semangat yang
sama.
Perjuangan kemerdekaan Indonesia adalah buah dari kolaborasi dan sumbangsih berbagai
elemen masyarakat, termasuk kelompok santri yang memiliki peran yang sangat penting
dalam meraih kemerdekaan. Santri, sebagai komunitas yang dididik di pesantren (sekolah
agama Islam tradisional), tidak hanya memainkan peran dalam ranah keagamaan, tetapi juga
terlibat aktif dalam perjuangan politik dan nasional. Melalui refleksi sejarah santri dalam
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, kita dapat melihat juga pada semangat,
pendidikan, dan peran aktif yang mereka lakukan.

1. Semangat Kebangsaan dan Perjuangan


Santri memiliki semangat kebangsaan dan perjuangan yang kuat dalam meraih
kemerdekaan. Banyak santri yang terlibat dalam gerakan-gerakan perlawanan
terhadap penjajahan, baik secara terang-terangan maupun secara rahasia. Mereka turut
serta dalam demonstrasi, penyelenggaraan pertemuan rahasia, dan menyebarkan ide-
ide kemerdekaan di kalangan masyarakat.
2. Pendidikan dan Penyebaran Pemikiran Kemerdekaan
Pesantren menjadi tempat yang penting dalam penyebaran pemikiran kemerdekaan.
Di sini, santri tidak hanya diajarkan tentang ajaran agama, tetapi juga tentang hak-hak
asasi manusia, pemerintahan yang adil, dan semangat nasionalisme. Pendidikan di
pesantren mendorong santri untuk berpikir kritis dan aktif dalam berkontribusi
terhadap perjuangan kemerdekaan.
7. Semangat Religius dan Kebersamaan

Santri juga memiliki semangat religius dan kebersamaan yang kuat dalam perjuangan
kemerdekaan. Pandangan religi tentang keadilan dan kebebasan menjadi inspirasi dalam
melawan penjajahan. Solidaritas di antara santri dan dengan masyarakat umum menciptakan
sinergi yang kuat dalam meraih kemerdekaan.

Melalui refleksi sejarah santri dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, kita dapat
melihat betapa pentingnya peran mereka dalam menggerakkan roda perubahan dan
memperjuangkan hak-hak rakyat. Semangat, pendidikan, dan peran aktif santri membantu
membentuk fondasi kebangsaan Indonesia yang merdeka dan berdaulat. Dengan
menghormati dan menghargai warisan perjuangan santri, kita menghormati peran kunci
mereka dalam membentuk Indonesia yang kita kenal hari ini.
Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945 berawal dari seruan KH Hasyim Asy'ari kepada para
santri dan ulama pondok pesantren dari berbagai penjuru Indonesia. Instruksi tersebut
menyebut untuk membulatkan tekad dalam melakukan jihad membela Tanah Air.

Lahirnya Resolusi Jihad tak lepas dari rangkaian peristiwa sejarah yang terjadi sebelumnya.
Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaan secara de facto pada 17 Agustus 1945,
Indonesia menetapkan Undang-Undang dan Pemerintahan serta Lembaga Legislatif yang
pada waktu itu PPKI, dan kemudian dinyatakan merdeka secara de jure.

Meski sudah merdeka baik secara de facto maupun de jure, namun berbagai pergolakan
masih terus memanas. Pendaratan Netherlands Indies Civil Administration (NICA) di
Indonesia turut memicu kemarahan rakyat Indonesia yang tidak rela untuk dijajah kembali
oleh Belanda.

Anda mungkin juga menyukai