Anda di halaman 1dari 185

MENJADI PEMIMPIN PENDIDIKAN YANG EFEKTIF DAN STRATEGIS

Muhammad Riyas Amir


Rizal Fikri Firmansah
Achmad Sidik
Asa Qubaila Sitta Zidna Rizqia
Muhammad
Muhammad Azhar
Zuhairina Lailatul Izzah
Sofwan Farohi
Alfina Masruroh
Muhammad Rifqi Alfatah
Maghfirotun Nisa
Nur Afifah
Refina Henilalita
Mafruhatun Nadifah
KATA PENGANTAR

Peran Kepemimpinan di Era Digital


Prof. Dr. H. Fatah Syukur, M.Ag.
Guru Besar Ilmu Manajemen Pendidikan
Pascasarjana UIN Walisongo Semarang

Saya menyambut baik atas terbitnya buku bunga rampai ini. Bunga rampai tentang
kepemimpinan ini sangat menginspirasi bagi pembaca. Bahan-bahan yang ditulis dalam buku
ini awalnya merupakan tugas kuliah Kepemimpinan Strategik Pendidikan Islam, pada program
studi Magister Manajemen Pendidikan Islam Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang.
Para mahasiwa yang sebagaian besar fresh graduate yang masih idealis dan sebagian adalah
praktisi yang sudah terjun di dunia pendidikan, ini merupakan kombinasi yang menarik dalam
forum diskusi.
Dunia saat ini sedang berubah dengan cepat dan sangat dipengaruhi oleh teknologi
digital. Inovasi teknologi membawa banyak perubahan dalam berbagai aspek kehidupan,
termasuk dalam organisasi. Oleh karena itu, memimpin suatu organisasi di era digital
membutuhkan alat, keterampilan, dan mindset yang berbeda dibandingkan pada masa
sebelumnya.
Untuk dapat mengikuti perubahan kebutuhan organisasi tersebut, diperlukan
kepemimpinan yang mampu melibatkan dan mendorong seluruh karyawannya dalam
memanfaatkan teknologi digital. Harapannya agar kinerja organisasi dapat tercipta secara
optimal. Gaya kepemimpinan seperti ini yang oleh beberapa pakar disebut sebagai digital
leadership.
Peran kepemimpinan menjadi salah satu faktor kunci bagi keberhasilan transformasi
digital dalam suatu organisasi sebagaimana definisi peran kepemimpinan adalah kapasitas
seseorang untuk mengubah cita-cita bersama menjadi tindakan bersama. Dalam menghadapi
dinamika perubahan yang disruptif dewasa ini membutuhkan kepemimpinan digital
atau digital leadership berbasis teknologi. Kepemimpinan digital diperlukan dalam proses
transformasi digital yang tengah digalakkan pemerintah saat ini untuk mengawal perubahan,
pembuatan kebijakan, pemanfaatan teknologi, pengendalian dan pengawasan. Hadirnya
pemimpin digital ini dapat mendorong percepatan transformasi di dalam organisasi.
Transformasi digital adalah suatu keniscayaan yang menyentuh seluruh aspek
kehidupan manusia dengan pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dewasa
ini. Dalam transformasi digital kepemimpinan harus mengadopsi teknologi digital inovatif

i
yang membawa perubahan pada budaya dan cara kerja yang efektif dan efisien untuk
kepuasan pelanggan dan pelayanan publik yang lebih baik. Transformasi digital didorong
oleh disrupsi tidak hanya didorong kemajuan teknologi itu sendiri namun dipengaruhi juga
oleh pandemi Covid-19 dan tuntutan daya saing global.
Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo mengemukakan pandangannya tentang
Visi Indonesia kedepan, bahwa untuk kemajuan dan menumbuhkan daya saing bangsa, maka
kita harus membangun nilai-nilai baru dalam bekerja dengan membangun Indonesia yang
adaptif, produktif, inovatif dan kompetitif yang dicapai melalui transformasi digital.
Keberhasilan transformasi digital tidak hanya ditentukan oleh bagaimana organisasi
mengadopsi teknologi namun bagaimana tranformasi tersebut merambah seluruh aspek
organisasi yaitu kepemimpinan, pelayanan, perubahan, sumber daya manusia, inovasi, dan
budaya.
Sebagai pemimpin digital setidaknya ada tujuh kemampuan atau ketrampilan yang
dibutuhkan, yaitu (1) kemampuan berkomunikasi melalui media digital untuk meningkatkan
jejaring, (2) kemampuan menggunakan aset digital untuk membuat keputusan yang cepat dan
tepat, (3) keterampilan mengelola konektivitas dan kolaborasi dengan berbagai stakeholder
untuk pemecahan masalah, (4) keterampilan untuk menangani perubahan disruptif untuk
inovasi layanan organisasi (5) kemampuan berfikir analitik dan bekerja tanpa adanya batasan
ruang dan waktu dalam mengelola pekerjaan dengan efektif secara virtual, (6) kemampuan
beradaptasi dengan perubahan lingkungan teknologi, (7) menjaga hubungan antar anggota/
tim dalam mengelola sumber daya manusia lintas generasi antara Baby Boomers dengan
Generasi Z dan Milenial.
****
Untuk dapat memimpin dengan baik di era digital ini, dibutuhkan kemampuan berpikir
yang sistematis dan analitis. Seorang digital leader harus mampu memahami bagaimana
teknologi dapat membantu organisasinya, membuat keputusan yang cerdas, serta cepat
mengintegrasikan teknologi ke dalam proses bisnis organisasi. Hal ini tentunya memerlukan
pemahaman yang mendalam tentang teknologi dan bagaimana sesuatu tersebut dapat
membantu mencapai tujuan organisasi.
Digital leadership adalah kemampuan memimpin organisasi di era digital dengan
memanfaatkan teknologi dan inovasi untuk mencapai tujuan organisasi. Hal ini mencakup
penyusunan visi dan strategi organisasi serta pengelolaan karyawan dalam organisasi.
Misalnya saja seperti menciptakan visi dan strategi yang ikut mengintegrasikan teknologi

ii
digital di dalamnya, memimpin tim, dan mengelola sumber daya untuk mencapai tujuan, serta
membangun budaya organisasi yang mampu beradaptasi dengan perubahan.
Sebagai digital leader, seorang pemimpin juga harus mampu memimpin tim dalam
melalui perubahan. Contohnya saja dengan memberikan pemahaman yang kuat tentang visi
dan strategi organisasi dan membantu tim dalam mengatasi masalah dan tantangan yang
muncul saat mengimplementasikan teknologi baru.
Memimpin tim dalam melalui perubahan juga berarti membangun budaya organisasi
yang terbuka dan inovatif, di mana setiap anggota tim merasa nyaman untuk berbagi ide dan
bereksperimen dengan cara baru.Salah satu hal terpenting dalam memimpin organisasi di era
digital ini adalah membangun hubungan yang kuat dengan customer atau m asyarakat
pengguna layanan organisasi yang dipimpin. Customer saat ini sangat terpengaruh oleh
teknologi dan mengharapkan kita dapat menyediakan pengalaman yang lebih baik dan lebih
mudah.
Seorang digital leader harus memahami apa yang diinginkan customer dan
menciptakan solusi yang memenuhi kebutuhan mereka, misalnya berupa
aplikasi mobile, chatbot, atau layanan pelanggan yang lebih baik dengan menggunakan
bantuan teknologi.
***
Transformasi digital membutuhkan skill khusus, terlebih bagi pemimpin perusahaan.
Menariknya, fasih menggunakan aset teknologi bukanlah satu-satunya kemampuan yang harus
dimiliki. Seorang digital leader juga harus memiliki soft skill yang menunjang transformasi
digital perusahaan. Untuk lebih jelasnya, berikut skill digital leadership yang wajib dimiliki.
1. Komunikasi
Seorang pemimpin harus mampu mendelegasikan tugas ke jajaran di bawahnya. Untuk
melakukan hal tersebut, pemimpin harus bisa mengkomunikasikannya dengan baik. Itulah
kenapa komunikasi menjadi skill paling dasar bagi seorang pemimpin. Dalam
digital leadership, urgensi skill komunikasi bahkan jadi lebih penting.
Perlu diingat, digitalisasi memang mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pekerjaan. Akan tetapi, ada beberapa efek samping yang berpotensi mengganggu hubungan
interpersonal. Teknologi dapat mengurangi interaksi langsung antar karyawan.
Untuk menghemat waktu dan memudahkan pekerjaan, karyawan akan lebih sering
berkomunikasi secara virtual. Jika seorang pemimpin tidak memiliki kemampuan komunikasi
yang baik, kesalahpahaman akan lebih sering terjadi. Itulah kenapa seorang digital leaderharus
memiliki skill komunikasi yang baik dan sejalan dengan transformasi digital perusahaan.

iii
2. Visi
Seorang pemimpin memang harus bisa mengikuti perkembangan zaman. Namun
mengikuti perkembangan zaman bukan berarti hanya sekedar menjadi pengikut. Perlu diingat,
pemimpin adalah seseorang yang memimpin. Karena itu, ia harus memiliki kemampuan untuk
memimpin bawahannya.
Salah satu faktor yang menentukan apakah seorang pemimpin layak diikuti atau tidak,
semua itu bisa dilihat dari visi yang dimiliki. Seorang pemimpin tidak boleh hanya sekedar
mengikuti. Ia harus memiliki tujuan sendiri atau visi yang ingin diraih.
Visi menentukan arah kemana perusahaan akan dibawa. Jika seorang pemimpin tidak
memiliki visi, tidak mungkin ia mampu menentukan arah perusahaan. Pada akhirnya,
perusahaan hanya akan terombang-ambing tanpa arah.
Memiliki visi hanyalah tahap awal. Memilikinya saja tidaklah cukup. Seorang
pemimpin juga harus bisa mempengaruhi bawahannya agar mau bekerja sama untuk
mewujudkan visi tersebut. Di sinilah kemampuan seorang pemimpin dalam meyakinkan
bawahan sangat dibutuhkan.
3. Melek Digital
Jika ada satu hal yang membedakan antara pemimpin tradisional dengan digital leader,
hal tersebut pastilah kapabilitasnya dalam memanfaatkan teknologi, khususnya data dan
teknologi informasi. Melek digital adalah syarat wajib dalam digital leadership.
Jika seorang pemimpin tidak melek digital, bagaimana mungkin ia paham akan peran
teknologi dan bisa memanfaatkannya untuk mencapai tujuan perusahaan? Meski demikian,
bukan berarti seorang digital leader harus bisa merakit komputer dan membuat software.
Selama bisa menggunakan teknologi yang digunakan oleh perusahaan, hal tersebut
sebenarnya sudah cukup. Pemimpin yang melek digital juga lebih mudah dalam menentukan
teknologi yang dibutuhkan. Ia juga mudah beradaptasi dengan teknologi baru yang digunakan
perusahaan.
4. Adaptasi
Perubahan akan terus terjadi. Hanya saja, teknologi mempercepat perubahan tersebut.
Banyak perusahaan yang tenggelam karena merasa bahwa semuanya akan baik-baik saja. Alih-
alih beradaptasi dan melakukan transformasi digital, banyak dari perusahaan besar yang kukuh
bertahan dengan gaya lamanya.
Perubahan perusahaan pada dasarnya ditentukan oleh pemimpinnya. Jika pemimpinnya
tidak mau berubah, sulit bagi perusahaan untuk berubah. Ingat, saat ini perubahan terjadi jauh

iv
lebih cepat dibanding sebelumnya. Karena itu, kemampuan adaptasi menjadi salah satu skill
wajib untuk menguasai digital leadership.
5. Strategi
Selain visi, seorang pemimpin juga harus memiliki strategi untuk mewujudkan visi
tersebut. Bagaimana tujuan perusahaan dapat diraih, hal tersebut tentu membutuhkan strategi
yang tepat.
Transformasi digital juga demikian. Perusahaan memang harus berubah agar bisa tetap
relevan dengan zaman. Namun agar perubahan tersebut dapat dilakukan dengan lancar, seorang
pemimpin harus bisa melibatkan budaya perusahaan.
6. Inovasi
Dunia terus berubah. Agar perusahaan bisa bertahan dan berkembang, satu-satunya
pilihan adalah dengan merangkul perubahan tersebut. Seorang digital leader harus kreatif. Ia
harus terbuka dengan perubahan dan memiliki dorongan kuat untuk berinovasi.
Digital leadermemahami bahwa inovasi adalah harga mati. Jika perusahaan berhenti
berinovasi, pada saat itulah posisinya akan terganti.
7. Pengambilan Risiko
Pilihan tidak selalu antara baik dan buruk. Saat memimpin sebuah perusahaan,
terkadang seorang pemimpin akan dihadapkan pada pilihan yang sama-sama tidak enak.
Keduanya sama-sama memiliki risiko.
Namun jika tidak mengambil keputusan, konsekuensinya bisa jauh lebih buruk. Tidak
ada keputusan yang bebas risiko. Dalam setiap keputusan, pasti ada risikonya. Namun,
digital leader tidak hanya asal berani mengambil risiko. Risiko yang diambil juga harus
terukur.
Kualitas seorang pemimpin tidak terbentuk dalam waktu semalam. Ada proses yang
harus dilalui untuk menguasai seni dalam memimpin banyak orang. Bahkan untuk seorang
pemimpin sekalipun, mereka harus terus belajar hal-hal baru untuk bisa menjadi pemimpin
yang relevan dengan zaman.
Itulah kenapa seorang pemimpin tidak boleh berhenti belajar dan terus
mengembangkan dirinya. Ingin jadi pemimpin di era digital ini? Kini siapapun memiliki
kesempatan yang sama untuk menjadi seorang leader, khususnya di era digital saat ini.
***
Menjadi digital leader berarti harus mau untuk terus beradaptasi dan belajar. Era digital
berkembang sangat cepat saat ini. Teknologi dan inovasi baru teru muncul setiap hari.
Seorang digital leader harus siap untuk belajar dan beradaptasi dengan perubahan tersebut. Hal

v
yang dapat dilakukan untuk beradaptasi antara lain dengan terlibat dan mengikuti
perkembangan teknologi terbaru, berpartisipasi dalam komunitas teknologi, atau bergabung
dalam program pelatihan yang berkaitan dengan penggunaan dan pemanfaatan teknologi.
Dengan memahami dan menerapkan prinsip-prinsip digital leadership, seorang
pemimpin dapat memimpin organisasinya menuju masa depan yang lebih baik. Artinya, ia
menciptakan produk dan layanan yang lebih baik bagi pelanggan, membangun budaya
organisasi yang inovatif dan terbuka, dan memastikan bisnis tetap berkembang dan beradaptasi
dengan perubahan.
Jadi, teruslah mengembangkan diri untuk menjadi seorang digital leader. Jangan bosan
untuk belajar, beradaptasi, dan memimpin organisasi agar dapat mencapai goals secara
optimal. Dengan begitu, pemimpin mampu membantu organisasi menuju masa depan yang
lebih baik dengan memanfaatkan teknologi dan inovasi. Selamat berproses dan berkembang
pemimpin-pemimpin di era digital!

Mijen, Awal Bulan Kemerdekaan, Agustus 2023

vi
KATA PENGANTAR

Sambutan
Prof. Dr. H. Mustaqim, M.Pd
Guru Besar Ilmu Manajemen Pendidikan
Pascasarjana UIN Walisongo Semarang

Belajar adalah aktivitas fisik dan psikis yang menghasilkan beberapa perubahan yang relatif
permanen, meliputi pengetahuan ketrampilan abstrak dan ketrampilan konkrit serta sikap dan
perilaku nyata.Menyusun buku adalah salah satu karya tulis ilmiah yang sangat penting sebagai
wujud/hasil nyata berupa ketrampilan abstrak yang berharga,oleh karena itu saya sangat
menghargai dan sangat senang terbitnya buku berjudul" MENJADI PEMIMPIN
PENDIDIKAN YANG EFEKTIF DAN STRATEGIS" disusun oleh 14 mahasiswa
Pascasarjana Program Studi Manajemen Islam yang diketuai oleh saudara Muhammad Riyas
Amir.ini sebagai salah satu bukti kemampuan dan ketrampilan serta ketekunan mereka,semoga
hal ini menjadi modal dan pengalaman penting untuk Langkah Langkah berikutnya.

Akhirnya saya berharap semoga karya ini bermanfaat bagi para pembaca dan dihargai oleh
Allah SWT sebagai amal sholeh.

Semarang, 10 Agustus 2023

vii
KATA PENGANTAR EDITOR

Kepemimpinan pendidikan strategis dan efektif adalah kunci untuk membentuk masa
depan pendidikan yang lebih baik. Dalam dunia yang terus berubah dan inovasi yang terus
berkembang, pemimpin pendidikan harus memiliki pandangan jauh ke depan dan kemampuan
untuk merumuskan strategi yang relevan. Kepemimpinan efektif menginspirasi,
memberdayakan, dan mengarahkan staf serta siswa menuju prestasi optimal. Melalui
penggabungan strategi yang tepat dengan fokus pada pembelajaran yang berkualitas, pemimpin
pendidikan dapat membentuk lingkungan yang mendukung perkembangan holistik individu
dan menyumbangkan pada kemajuan pendidikan secara keseluruhan.
Melalui buku berjudul Menjadi Pemimpin Pendidikan yang Efektif dan Strategis tidak
hanya menjelaskan mengenai konsep kepemiminan saja melainkan membahas mengenai teori-
teori kepemiminan yang bisa diterpakan di era milenial, dan juga terdapat beberapa penelitian
mengenai kepemimpinan dari para ahli yang bisa dijadikan acuan untuk menjadi pemimpin.
Buku ini ditulis dengan bahasa yang sederhana sehingga pembaca dapat mudah membaca dan
memahami buku ini.
Buku ini cocok kepada kepala sekolah selaku pemimpin pendidikan di sekolah
dikarenakan pada buku ini menawarkan konsep kepemiminan dari para ahli dan buku ini berisi
10 bab yang saling terkait satu sama lain, diawali dengan pembahasan mengenai kepemimpinan
dan pengambilan keputusan dan diakhir dengan pembahasan mengenai tripusat pendidikan:
keluarga, sekolah, masyarakat. Pada bab teori kepemiminan menjadi salah satu bagian yang
terpentinting pada buku karena bab tersebut membahas beberapa teori kepemimpinan sehingga
kepala sekolah bisa implementasikan kepada sekolahnya.

Semarang, 14 Agustus, 2023

Editor

viii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................. i


DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... ix
BAB I KEPEMIMPINAN DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN ...................................................... 1
BAB II KEPEMIMPINAN VISIONER ............................................................................................... 21
BAB III KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL ....................................................................... 35
BAB IV KEPEMIMPINAN BERBASIS KECERDASAN SPIRITUAL ............................................ 59
BAB V KEPEMIMPINAN BERORIENTASI KINERJA PEGAWAI ................................................ 72
BAB VI KEPEMIMPINAN BERORIENTASI KUALITAS ............................................................... 85
BAB VII KEPEMIMPINAN BERORIENTASI KONFLIK ................................................................ 99
BAB VIII MANAJEMEN PERUBAHAN DAN PERAN PEMIMPIN DALAM PERUBAHAN
PENDIDIKAN ISLAM ...................................................................................................................... 112
BAB IX TEORI-TEORI KEPEMIMPINAN ...................................................................................... 130
BAB X TRIPUSAT PENDIDIKAN: KELUARGA, SEKOLAH, MASYARAKAT ........................ 143
BIOGRAFI PENULIS ........................................................................................................................ 163

ix
BAB I

KEPEMIMPINAN DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN


Oleh Rizal Fikri Firmansah

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang

Seorang pemimpin memiliki peran yang sangat besar bagi sebuah


organisasi yang dia pimpin. Hal ini karena bagaimana suatu organisasi dapat
berjalan ke depan adalah dengan melihat bagaimana pemimpin dengan
kepemimpinannya menjadi nahkoda di dalamnya. Sehingga dapat dikatakan
bahwa antara berhasil atau gagalnya suatu organisasi dalam mencapai dan
meraih tujuannya ditentukan bagaimana kepemimpinan yang ada di sana.
Sebagaimana dikatakan oleh Rusma Yulidawati, kepemimpinan adalah
bentuk-bentuk konkrit dari jiwa pemimpin.1 Salah satu dari bentuk konkrit
itu adalah sifat terampil dan berwibawa serta cerdas dalam mempengaruhi
orang lain untuk melaksanakan tugas-tugas yang merupakan cita-cita dan
tujuan yang ingin diraih oleh pemimpin.
Seorang pemimpin harus memiliki keterampilan berkomunikasi dengan
orang lain, memiliki keahlian dalam berinteraksi, membangun relasi, dan
bersosialisasi. Hal ini akan membuat kepemimpinannya diharapkan dapat
berjalan efektif. Selain daripada itu, pemimpin seringkali dihadapkan dalam
posisi yang menuntutnya untuk mengambil suatu keputusan. Oleh karena
itu, dalam hal ini ia harus mahir dalam mengambil keputusan.
Kepemimpinan seseorang memiliki peran yang sangat besar dalam
setiap pengambilan keputusan. Hal itu karena ia harus membuat keputusan
dan mengambil tanggung jawab atas hasilnya. Oleh karena itu, dalam
pengambilan keputusan tidak bisa dilakukan dengan sembarangan atau

1
Rusma Yulidawati, “Peran Kepemimpinan Pendidikan dalam Pengambilan Keputusan dan
Membangun Tim”, Jurnal Tarbawi, Vol. 8 No.2 Januari-Juni 2019, h 22

1
tanpa melalui pertimbangan tertentu. Bahkan dalam proses pengambilan
keputusan harus didasarkan pada alasan dan pertimbangan yang rasional
serta melewati proses-proses tertentu.
Namun, kadangkala kepemimpinan yang tidak mampu mengidentifikasi
dan menentukan pengambilan keputusan yang tepat masih tak jarang
ditemui. Sebagaimana apa yang terjadi pada perusahaan Nokia yang
mengalami kekalahan dalam persaingan pasar saat ini, kemudian dibeli
Microsoft pada tahun 2013. Hal ini yang mana sebelumnya pernah menjadi
suatu produk yang melegenda. Gaya kepemimpinan, pengaturan manajerial,
kesalahan mengidentifikasi masalah dan kebutuhan disebut sebagai
faktorfaktornya.2
Sehingga, banyak organisasi pendidikan maupun perusahaan yang
cenderung tertinggal dari yang lainnya. Tentu jika seorang pemimpin tidak
mampu mengambil keputusan yang baik, maka akan sangat mengancam
bertahannya sebuah organisasi. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa,
jika pemimpin tidak dapat membuat keputusan maka dia seharusnya tidak
dapat menjadi pemimpin.
Dibangun atas hal tersebut, dapat diketahui bahwa begitu pentingnya
kemampuan dan keahlian dalam mengambil sebuah keputusan bagi
kepemimpinan dalam organisasi. Serta, itu memiliki pengaruh signifikan
pada keberhasilan berjalannya organisasi ke depan. Maka dalam hal ini,
penulis memaparkan tentang pengambilan keputusan.

B. Konsep Dasar Pengambilan Keputusan


Secara bahasa, keputusan atau dalam bahasa Inggris decision berasal
dari bahasa latin yaitu decisionem yang maknanya putusan, penyelesaian,
dan persetujuan.3 Menurut Davis sebagaimana dikutip oleh Sukatin dkk.,

2
Wahyunanda Kusuma, “Studi Ungkap Kenapa Nokia Bangkrut,” Kompas, 30 Maret 2021/.
Diakses dari https://tekno.kompas.com/read/2021/03/30/08060077/studi-ungkap-
kenapahttps://tekno.kompas.com/read/2021/03/30/08060077/studi-ungkap-kenapa-
nokia-bangkrut?page=allnokia-bangkrut?page=all pada 10 Mei 2023 pukul 20.19
3
https://www.etymonline.com/word/decision, diakses pada 09 April 2023 pukul 22:29.

2
keputusan adalah hasil pemecahan masalah yang dihadapinya dengan tegas.
Menurut James A. F. Stoner keputusan adalah hasil pemilihan diantara
alternatif-alternatif.4 Definisi ini mengandung tiga pengertian, yaitu
pertama, ada pilihan atas dasar logika atau pertimbangan. Kedua, ada
beberapa alternatif yang harus dipilih salah satu yang terbaik. Dan yang
ketiga, ada tujuan yang ingin dicapai, dan keputusan itu main mendekatkan
pada tujuan tersebut. Adapun menurut Fahmi sebagaimana dikutip oleh
Agus dan Yuni, keputusan merupakan hasil dari proses penelusuran
terhadap masalah yang berawal dari latar belakang masalah, identifikasi
masalah hingga kepada terbentuknya kesimpulan atau rekomendasi (untuk
penentuan keputusan tersebut).5 Dari beberapa definisi mengenai
keputusan, dapat disimpulkan bahwa keputusan merupakan hasil dari
seleksi beberapa alternatif pilihan yang mungkin diproses dan ditentukan
sebagai sebuah keputusan.
Pengambilan keputusan dikenal dengan istilah decision making yaitu
sebuah mekanisme dalam melakukan penilaian atau menyeleksi beberapa
pilihan. Tentunya, pengambilan keputusan ini dilakukan setelah melalui
beberapa proses perhitungan dan pertimbangan.
Pengambilan keputusan memiliki beragam definisi yang dikemukakan
oleh beberapa ahli, seperti yang dikutip oleh Haudi.6 Menurut G.R Terry,
pengambilan keputusan adalah proses pemilihan alternatif berdasarkan
kriteria tertentu dari beberapa pilihan yang mungkin ada. Menurut Claude.
S. George, Jr, proses pengambilan keputusan melibatkan pemikiran dan
pertimbangan yang dilakukan oleh sebagian besar manajer untuk memilih
di antara beberapa alternatif yang ada. Horold dan Cyril Odonnell
menjelaskan bahwa pengambilan keputusan adalah kegiatan memilih
alternatif dalam hal bertindak. P. Siagian mendefinisikan pengambilan

4
Sukatin dkk., “Pengambilan Keputusan dalam Kepemimpinan”, Jurnal Ilmiah Multi Dsiplin
Indonesia, Vol. 1 No. 9 2022, h 1160
5
Agus Prastyawan dan Yuni Lestari, Pengambilan Keputusan (Surabaya: Unesa
University Press, 2020), h 3
6
Haudi, Pengambilan Keputusan (Solok: Insan Cendekia Mandiri, 2021), h 1-2

3
keputusan sebagai pendekatan teratur atau sistematis terhadap suatu
masalah, yang melibatkan pengumpulan fakta dan data penelitian yang teliti
untuk memilih alternatif dan mengambil tindakan yang tepat. Oleh karena
itu, dari beberapa definisi yang dikemukakan ahli tersebut dapat kita pahami
bahwa pengambilan keputusan adalah proses pemilihan alternatif
berdasarkan kriteria tertentu dari beberapa pilihan yang ada, dengan
melibatkan pemikiran, pertimbangan, dan pengumpulan fakta yang
sistematis untuk memilih alternatif yang tepat.

C. Dasar-Dasar Pengambilan Keputusan


Dalam pengambilan keputusan, ada beberapa hal yang menjadi landasan
atau dasar dalam mempertimbangkan suatu pengambilan keputusan.
Sebagaimana dikutip oleh Hadi Laksono, menurut George Terry ada lima
dasar pengambilan keputusan yang efektif, di antaranya sebagai berikut.7
1. Intuisi
Intuisi merupakan suatu proses bawah sadar yang timbul atau tercipta
akibat pengalaman yang terseleksi. Pengambilan keputusan yang
berdasarkan atas intusi atau perasaan memiliki sifat subjektif, sehingga
mudah terkena pengaruh. Kelebihan pengambilan keputusan yang intuitif
ini yaitu (a) Waktu yang digunakan untuk mengambil keputusan relatif
lebih pendek. (b) Untuk masalah yang pengaruhnya terbatas,
pengambilan keputusan akan memberikan kepuasan pada umumnya. (c)
Keampuan mengambil keputusan dari pengambil keputusan itu sangat
berperan, dan itu perlu dimanfaatkan dengan baik. Sedangkan
kelemahannya, mulai dari (a) Keputusan yang dihasilkan relatif kurang
baik. (b) Sulit mencari alat pembandingnya, sehingga sulit diukur
kebenaran dan keabsahannya. (c) Dasar-dasar lain dalam pengambilan
keputusan seringkali diabaikan.

7
Hadi Laksono, “Pengambilan Keputusan dalam Kepemimpinan Pendidikan”, Jurnal Al-
Afkar, Vol. 5 No. 1 2022, h 4

4
2. Rasional
Pengambilan keputusan yang diambil berdasar rasional atau logika
akan menghasilkan keputusan yang bersifat objektif, logis, transparan
dan konsisten karena berhubungan dengan tingkat pengetahuan
seseorang. Ada beberapa hal yg harus diperhatikan dalam pengambilan
keputusan secara rasional yaitu mulai dari kejelasan masalah, orientasi
tujuan, pengetahuan alternatif, preferensi yg jelas, dan hasil maksimal.
3. Fakta
Pengambilan keputusan yang didasarkan pada kenyataan objektif
yang terjadi akan menghasilkan keputusan yang diambil dapat lebih
sehat, solid dan baik. Dengan fakta, maka tingkat kepercayaan terhadap
pengambilan keputusan dapat lebih tinggi, sehingga orang dpt menerima
keputusan-keputusan yang dapat dibuat dengan rela dan lapang dada.
4. Wewenang
Pengambilan keputusan berdasarkan wewenang biasanya dilakukan
oleh pimpinan terhadap bawahannya atau orang yang lebih tinggi
kedudukannya kepada orang lebih rendah kedudukannya. Pengambilan
keputusan berdasarkan wewenang juga memiliki beberapa kelebihan dan
kelemahan. Di antara kelebihannya, yaitu: (a) Penerimaan tinggi karena
kebanyakan penerimanya adalah bawahan, terlepas apakah penerimaan
tersebut secara sukarela ataukah terpaksa, (b) keputusannya dapat
bertahan dalam jangka waktu yg cukup lama. (c) Memiliki otentisitas
(otentik). Adapun beberapa kelemahannya, yaitu: a. dapat menimbulkan
sifat rutinitas, (b) mengasosiakan dengan praktek diktatorial, dan (c)
sering melewati permasalahan yang seharusnya dipecahkan sehingga
dapat menimbulkan kekaburan.

5
5. Pengalaman
Pengambilan keputusan dalam hal ini didasarkan pada pengalaman
seorang manajer. Pengambilan keputusan berdasarkan pengalaman
memiliki manfaat bagi pengetahuan praktis. Karena pengalaman
seseorang dapat memperkirakan keadaan sesuatu, dapat memperhitungkan
untung ruginya, baik-buruknya keputusan yang akan dihasilkan. Karena
pengalaman, seseorang yang menduga masalahnya walaupun hanya
dengan melihat sepintas saja mungkin sudah dapat menduga cara
penyelesaiannya. Pengalaman merujuk pada pengetahuan dan
keterampilan yang diperoleh melalui pengalaman sebelumnya.
Pengalaman dapat diperoleh melalui belajar, mengamati, atau melalui
pengalaman langsung dalam situasi yang berbeda-beda. Pengalaman yang
baik dapat membantu seseorang membuat keputusan yang lebih baik
karena telah belajar dari pengalaman masa lalu.
Penggunaan dasar dalam pengambilan keputusan ini seringkali
disesuaikan dengan keadaan atau kondisi masalah yang dihadapi. Misalnya
dalam penelitian yang dilakukan oleh Proborukma Candra mengenai Peranan
Intuisi dalam proses pengambilan keputusan seleksi karyawan.8
Dari penelitian tersebut, hasil penelitian mengungkap bahwa peranan
intuisi dalam proses pengambilan keputusan seleksi karyawan, memiliki
peranan yang sangat besar. Dimulai dari awal seleksi, wawancara, sampai
pada saat melakukan interperetasi data hasil psikotes. Dalam melakukan
interpertasi data, Intuisi lebih melihat pada tes proyektif atau tes kepribadian.
Dengan adanya kemampuan intuisi, proses pengambilan keputusan dapat
berlangsung dengan lebih cepat dan tepat. Hasil penelitian ini juga
mengungkap bahwa kemampuan intuisi berasal dari pengalaman yang
berulang kali dilakukan, yang diikuti oleh penghayatan atau pemaknaan
terhadap pengalaman tersebut.

8
Proborukma Candra, “Peranan Intuisi dalam Proses Pengambilan Keputusan Seleksi Karyawan”,
Skripsi, (Semarang: UKS, 2007) h 20

6
D. Proses Pengambilan Keputusan
Dalam melakukan pengambilan keputusan, dilakukan proses-proses
tertentu hingga keputusan itu dapat ditentukan. Baik tidaknya proses yang
dilalui dalam melakukan pengambilan keputusan tentunya
akanmempengaruhi keputusan yang dihasilkan. Proses pengambilan
keputusan yang baik dan terstruktur dapat membantu meminimalkan
kesalahan dalam pengambilan keputusan dan menghasilkan keputusan yang
lebih berkualitas. Menurut Herbert A. Simon, ada tiga tahap utama yang
harus ada dalam pengambilan keputusan.9 Di antaranya adalah sebagai
berikut.
1. Aktivitas intelegensi, yaitu tahap dimana dilakukan penelusuran
terhadap kondisi lingkungan yang memerlukan pengambilan keputusan.
2. Aktivitas desain, yaitu dalam tahap ini dilakukan sejumlah kegiatan
berupa tindakan penemuan, pengembangan, dan analisis masalah.
3. Aktivitas memilih, yaitu tahap terakhir ini adalah tahap pemilihan
sebenarnya dimana akan dipilih tindakan tertentu dari pilihan yang
tersedia.
Berkaitan tahap-tahap tersebut, Mintzberg mengemukakan akan proses
pengambilan keputusan dalam sebuah organisasi adalah melalui
tahapantahapan berikut ini.10
1. Tahap identifikasi, dimana dilakukan pengenalan terhadap masalah,
pembuatan diagnosis. Masalah yang teridentifikasi nantinya akan
disesuaikan dengan diagnosis yang dibuat.
2. Tahap Pengembangan, dalam hal ini terdapat pencarian prosedur serta
aktivitas mendesain solusi. Di sini merupakan proses dimana dilakukan
proses pencarian dan percobaan berupa ide solusi yang ideal.

9
Fred Luthans, Perilaku Organisasi, Terj. Vivin dkk., (Yogyakarta: Andi, 2006), hlm 406.
10
Fred Luthans, Perilaku Organisasi ..., hlm 407.

7
3. Tahap seleksi, yaitu dibuat pilihan solusi. Seleksi dilakukan dengan cara
penilaian yang dilakukan pembuat keputusan (dengan intuisi atau
pengalaman), kemudian analisis alternatif, serta adanya tawar-menawar
yang melibatkan kelompok pembuat keputusan. Terakhir, jika
keputusan diterima secara formal maka dibuat otorisasi.

IDENTIFIKASI PENGEMBANGAN SELEKSI

• Pengenalan • Pencarian • Penilaian


• Diagnosis alternatif • Analisis
• Desain • Penawaran
• Otorisasi

Gambar 1.1 Tahap Pengambilan Keputusan menurut Mintzberg


Selanjutnya, Robbins dan Coulter sebagaimana dikutip oleh Agus dan
Yuni mengemukakan dalam proses pengambilan keputusan terdiri dari
beberapa tahap, yakni : mengidentifikasi masalah, memilih suatu alternatif dan
mengevaluasi keputusan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar
berikut.

8
Gambar 1.2 Tahap Pengambilan Keputusan menurut Robbins dan Coulter
Senada dengan bagan tahapan di atas, rinciannya sebagaimana
disebutkan oleh Rizky, juga dikatakan Muhammad Rifa’i dimana tiap
tahapan dijelaskan sebagai berikut.11
1. Identifikasi masalah, para pemimpin harus berhadapan dengan realitas
mengenai banyaknya masalah yang harus dihadapi, terdapat ban yak
penyimpangan dalam menjalankan program organisasi, misalnya:
penyimpangan kinerja, penyimpangan rencana, dan kritik pihak luar.
2. Pengumpulan dan penganalisisan, pengambil keputusan harus
mengumpulkan data yang diperlukan untuk menentukan pilihan. Tanpa
adanya data yang baik, maka keputusan yang baik akan menjadi sulit
juga diperoleh.
3. Membuat dan pengembangan alternatif, tidak semua keputusan berjalan
dengan baik, maka perlu dikembangkan keputusan alternatif, maka

11
Rizky Febriansah dan Dewi Meiliza, Teori Pengambilan Keputusan (Sidoarjo:
UMSIDA Press, 2020), h 3-4

9
perlu dirumuskan perkiraan dengan tahap sebagai berikut: asumsi
proyeksi yaitu membaca kecenderungan yang akan terjadi efek dari
sebuah keputusan; asumsi prediksi, yaitu merupakan anggapan yang
akan dicapai; asumsi konjeksi, yaitu mengandalkan kekuatan intuisi.
4. Evaluasi alternatif-alternatif, setelah manajer mengembangkan
sekumpulan alternatif, mereka harus mengevaluasinya untuk menilai
efektivitas setiap alternatif. Efektivitas dapat diukur dengan dua kriteria
: apakah alternatif realistik bila dihubungkan dengan tujuan dan sumber
daya organisasi, dan seberapa baik alternatif akan membantu pemecahan
masalah.
a. Pemilihan salah satu alternatif terbaik, tahap penting berikutnya
adalah menentukan pilihan terbaik yang telah melewati proses
panjang. Diharapkan pilihan yang tepat akan berdampak baik bagi
organisasi.
b. Implementasi keputusan, di tahap aplikasi bagaimana mewujudkan
secara nyata keputusan yang masih abstrak. Dalam tahap ini sebuah
keputusan bisa saja gagal dan bisa sukses, tergantung bagaimana
komitmen menjalankannya sesuai rencana.
c. Evaluasi hasil-hasil keputusan, guna menilai apakah implementasi
kebijakan berjalan sesuai dengan yang direncanakan dan
diharapkan, maka dilakukan evaluasi yang dilakukan untuk melihat
apa saja kekurangan dan juga sebagai pertimbangan dalam
pembuatan keputusan di masa mendatang.

10
E. Kriteria Pengambilan Keputusan yang Berkualitas
Kriteria pengambilan keputusan yang berkualitas adalah seperangkat
standar yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas suatu keputusan.
Keputusan yang berkualitas adalah keputusan yang didasarkan pada fakta,
data yang akurat, dan pemikiran yang rasional, serta diambil melalui proses
yang sistematis dan terstruktur. Keputusan yang berkualitas juga harus
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, relevan dengan situasi yang sedang
dihadapi, dan memperhitungkan dampak jangka panjang.
Kriteria pengambilan keputusan yang berkualitas dapat berbeda-beda
tergantung pada konteks dan jenis keputusan yang diambil. Namun,
beberapa kriteria umum yang sering digunakan antara lain keakuratan,
konsistensi, objektivitas, transparansi, responsivitas, dan kelayakan.
Penggunaan kriteria pengambilan keputusan yang berkualitas dapat
membantu mengurangi kesalahan dan keputusan yang tidak tepat, serta
meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam pengambilan keputusan.
Menurut Muhammad Rifa’i terdapat beberapa kriteria pengambilan
keputusan yang berkualitas, sebagai berikut.12
1. Mengumpulkan berbagai rencana pilihan.
2. Mendata sasaran yang mesti diberikan ketika mengambil keputusan.
3. Memperhitungkan dampak buruk keputusan.
4. Selalu peka terhadap data dan fakta baru.
5. Memperhitungkan pendapat para pakar.
6. Mengevaluasi dampak buruk dan baik pilihan.
7. Menetapkan aktivitas perinci dari sebuah pilihan.
Menurut Milan Zeleny, adanya kriteria dalam pengambilan keputusan
adalah sebuah hal yang dijadikan standar, aturan, dan tujuan yang dirujuk
oleh pengambil keputusan.13 Sebelum menetapkan kriteria dalam
pengambilan keputusan maka diperlukan pendefinisian permasalahan yang

12
(Jakarta: Kencana, 2020), h 41-42
13
Muhammad Rifa’i, Pengambilan Keputusan ..., h 132
14
Muhammad Rifa’i, Pengambilan Keputusan ..., h 133

11
sangat jelas dan perumusan sasaran spesifik serta tujuan yang terukur dari
apa yang akan dicapai dari kegiatan memecahkan masalah publik. Apabila
telah diketahui apa yang diinginkan dari dilakukannya pengambilan
keputusan ini, maka akan lebih mudah menetapkan kriteria apa yang tepat
untuk mencapai sasaran dan tujuan tersebut.
Sebuah pengambilan keputusan yang berkualitas dapat dilihat dari
beberapa kriteria tertentu sebagai sebuah standar untuk melihatnya. Bardach
(dalam Muhammad Rifa’i) membagi kriteria evaluasi menjadi empat
kriteria, yaitu:14

1. Technical feasibility yaitu mengukur apakah alternatif kebijakan yang


diajukan secara teknis dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
2. Economic and financial possibility yaituberkaitan dengan berapa biaya
yang harus dikeluarkan oleh setiap alternatif kebijakan dan apakah yang
nantinya dihasilkan dapat disebut dengan kemanfaatan.
3. Political viability yaitu mengukur apakah setiap alternatif kebijakan
akan memberi darnpak kekuatan secara politis bagi kelompok tertentu.
4. Administrative operatibility yaitu mengukur kemungkinan
diterapkannya alternatif kebijakan tersebut dari perspektif administratif
(ketersediaan sumber daya manusia, finansial, fasilitas, maupun,
waktu).
Untuk melihat apakah suatu pengambilan keputusan dikatakan baik dan
berkualitas bisa juga dengan menggunakan kategori kriteria evaluasi
menurut Dunn yang membagi kriteria tersebut menjadi enam kriteria berikut
ini.14

1. Efektifitas, yaitu apakah alternatif yang direkomendasikan memberikan


hasil (akibat) yang maksimal.
2. Efisiensi, yaitu apakah alternatif yang direkomendasikan membuahkan
hasil yang rasio efektivitas biayanya lebih tinggi dari batas tertentu.

14
..., h 134

12
3. Kecukupan, yaitu seberapa jauh alternatif tersebut dapat memenuhi
tingkat kebutuhan yang dipermasalahkan.
4. Kesamaan, yaitu apakah alternatif yang direkomendasikan
menghasilkan lebih banyak distribusi yang adil.
5. Responsifitas, yaitu seberapa jauh alternatif tersebut dapat memuaskan
kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok-kelompok tertentu.
6. Kelayakan, yaitu apakah alternatif yang direkomendasikan merupakan
pilihan yang layak.

D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan


Faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan adalah berbagai hal
yang memengaruhi proses pemilihan tindakan atau keputusan yang diambil
oleh seseorang atau kelompok dalam situasi tertentu. Ada beberapa
pendapat mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengambilan
keputusan sebagaimana dikutip oleh Muhammad Rifa’i sebagai berikut.15
1. Menurut Arroba bahwa faktor pengambilan keputusan di antaranya:
informasi akan masalah yang dihadapi organisasi; tingkat pendidikan;
personalitas; pengalaman hidup dan kebudayaan.
2. Selanjutnya menurut Phillip Kotter bahwa faktor yang mempengaruhi
keputusan sebagai berikut: (1) adanya faktor kebudayaan dan strata
sosial; (2) faktor sosial, bahwa keputusan tidak terlepaskan dari
permasalahan sosial; (3) faktor pribadi, meliputi demografi manusia; (4)
faktor psikologis meliputi persoalan psikologis seperti motivasi, dan
karakter.
3. Sedangkan menurut Miniard, dikatakan bahwa seorang individu dalam
mengambil keputusan sangat dipengaruhi di antaranya lingkungan,
individu, dan psikologis
4. Sedangkan menurut Muhammad Rifa’i sendiri, dalam sebuah organisasi
ada sejumlah hal yang menjadi faktor yang kemudian memiliki

15
..., h 23-24

13
pengaruh terhadap munculnya suatu keputusan, di antaranya sebagai
berikut.16
Posisi atau kedudukan, dimana para pemilik perusahaan sangat sering
menghilangkan kaidah pengambilan keputusan yang benar disebabkan
sang pemilik dengan posisinya membuat suatu keputusan dengan sepihak
atas intuisi atau kepentingan sepihak yang juga sering diakui dan disetujui
oleh para direksi dan karyawan sebagai wujud penghormatan dan
penghargaan atau disebabkan kekhawatiran beda pendapat yang berujung
pada ketidakpatuhan.
Pentingnya identifikasi masalah, yaitu bahwa untuk masuk pada suatu
keputusan atau solusi penyelesaian harus dimulai dengan mengetahui
permasalahan-permasalahan melalui berbagai formula evaluasi yang
melahirkan berbagai permasalahan yang akhimya ditetapkan sebagai
rujukan dalam menentukan keputusan penyelesaian. Situasi dan Kondisi,
dimana Faktor situasi dan kondisi dalam pengambilan keputusan sangat
rentan dengan kualitas keputusan yang dikeluarkan. Dapat kita contohkan
bahwa pada saat kenaikan bahan bakar minyak sangat tidak tepat para
produsen kendaraan meningkatkan produksinya. Maksudnya bahwa
momentum situasi dan kondisi tidak mendukungTujuan, yaitu keputusan
yang tidak didasari oleh faktor tujuan adalah mengambang sebab
keputusan tersebut tidak mempunyai arah dan sasaran yang dituju.
Sedangkan menurut Sukatin dkk., ada beberapa pula faktor yang
mempngaruhi pengambilan keputusan, yaitu sebagai berikut.17
1. Keadaan internal organisasi meluputi dana yang tersedia, kemampuan
karyawan, kelengkapan dari peralatan, struktut organisasinya,
tersedianya informasi yang dibutuhkan pimpinan, dan lainnya.
2. Keadaan Ekstern Organisasi, kegiatan organisasi tidak dapat terlepas
dari pengaruh luar. Antara organisasi dan lingkungan eksteren selalu

16
Muhammad Rifa’i, Pengambilan Keputusan ..., h 31-37
17
Sukatin dkk., “Pengambilan Keputusan dalam Kepemimpinan”, ... h 1163

14
mempengaruhi. Oleh karena itu, pengambilan keputusan itu harus
mempertimbangkan lingkungan diluar organisasi.
3. Tersedianya informasi yang dibutuhkan, suatu keputusan diambil untuk
mengatasi masalah dalam organisasi. Masalah dalam organisasi itu
beraneka ragam. Kadang masalah yang sama tetapi situasi dan kondisi
yang berbeda.
4. Kepribadian dan kecakapan pengambilan keputusan, tepat tidaknya
keputusan yang diambil juga sangat tergantung kecapan kepribadian
pengambilan keputusan. Hal ini meliputi: penilainnya, kebutuhannya,
dan juga tingkatan intelegensinya, kapasitasnya, kapabilitasnya,
keterampilannya, dan lainnya.

E. Kepemimpinan dan Efektifitas Pengambilan Keputusan Bidang


Pendidikan
Dalam istilah umum khusunya di manajemen kepemimpinan itu sering
disebut dengan istilah leader. Definisi lain dari kepemimpinan
yaitumenggerakan orang lain untuk mencapai hasil kerja yang diinginkan.
Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain.18
Keberhasilan seorang pemimpin tergantung pada kemampuannya untuk
mempengaruhi itu. Dengan kata lain kepemimpinan dapat diartikan sebagai
kemampuan seseorang untuk mempengaruhi ornag lain melalui komunikasi
baik langsung maupun tidak langsung.
Adapun kepemimpinan memiliki peran dalam pengambilan keputusan.
Menurut Henry Mintzerg, peran pemimpin dala pengambilan keputusan
meliputi, pemegang otoritas, seorang yang memiliki informasi, dan pembuat
keputusan.19 Dapat dikatakan sebuah kepemimpinan bisa dilihat dari
kualitas keputusan yang diambil seorang pemimpin organisasi. Sehingga

18
Sukatin dkk., “Pengambilan Keputusan dalam Kepemimpinan”, ... h 1158
19
Muhammad Rifa’i, Pengambilan Keputusan ..., h 31-37

15
sebagai pembuat keputusan ia berperan: sebagai wirausaha, sebagai pereda
masalah, negosiator, dan mengatur distribusi sumber daya. Kemudian,
dalam menjalankan peran kepemimpinannya dalam pengambilan
keputusan, berikut adalah langkah yang perlu ditempuh:20
1. Pemahaman masalah, dimana sejalan dengan peran kepemimpinan,
maka terdapat perbedaan antara permasalahan tentang tujuan dengan
metode. Peran pemimpin mengambil inisiatif dalam hubungannya
dengan tujuan dan arah daripada metode dan cara.
2. Identifikasi alternatif, yaitu kemampuan untuk memperoleh alternatif
yang relevan sebanyak-banyaknya.
3. Penentuan prioritas, dimana memilih di antara banyak alternatif adalah
esensi dari pengambilan keputusan.
4. Pengambilan langkah, yaitu bahwa upaya pengambilan tidak terhenti
pada tataran pilihan, melainkan berlanjut pada langkah implementasi
dan evaluasi guna memberikan umpan balik.
Kepemimpinan dan efektivitas dalam pengambilan keputusan sangat
berkaitan erat dalam konteks pendidikan. Seorang pemimpin yang baik di
bidang pendidikan harus mampu mengambil keputusan yang tepat dan
efektif, sehingga dapat mencapai tujuan dan visi-misi yang telah ditetapkan.
Pengambilan keputusan yang efektif di bidang pendidikan harus
didasarkan pada data dan informasi yang akurat, serta pertimbangan
terhadap berbagai faktor yang mempengaruhi keputusan tersebut. Seorang
pemimpin di bidang pendidikan harus mampu mengambil keputusan yang
berorientasi pada solusi, berdasarkan analisis terhadap berbagai pilihan dan
konsekuensi yang mungkin terjadi.
Selain itu, Kepemimpinan seseorang dalam sebuah organisasi sangat
besar perannya dalam setiap pengambilan keputusan, sehingga membuat
dan mengambil tanggung jawab terhadap hasilnya adalah salah satu tugas

20
Rusma Yulidawati, “Peran Kepemimpinan Pendidikan dalam ..., h 31

16
pemimpin.21 Seorang pemimpin yang efektif di bidang pendidikan harus
memiliki kemampuan untuk memotivasi dan melibatkan para stakeholder
dalam proses pengambilan keputusan. Dalam konteks pendidikan,
stakeholder termasuk siswa, guru, staf administrasi, orang tua, serta
pihakpihak terkait lainnya. Melibatkan para stakeholder dalam pengambilan
keputusan akan membantu memperoleh dukungan dan keterlibatan yang
lebih besar dalam proses implementasi keputusan.
Adanya kepemimpinan yang efektif juga dapat membantu dalam
meminimalkan konflik atau perbedaan pendapat dalam proses pengambilan
keputusan. Seorang pemimpin yang mampu mengelola konflik dan
memfasilitasi diskusi dan komunikasi yang produktif akan membantu
memperoleh kesepakatan bersama yang lebih baik dalam pengambilan
keputusan.
Hal ini dibuktikan dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh Sahar
Abood dan Thabet mengenai dampak gaya kepemimpinan terhadap gaya
pengambilan keputusan di antara tingkat manajerial perawat di Minia
University Hospitals in Minia Governorate, Mesir22. Setelah subjek
diarahkan untuk mengisi dua jenis tools yaitu kuisioner gaya administrasi
dan Decision Style Inventory untuk mengukur gaya pengambilan keputusan
perawat. Hasil penelitian yang didapatkan menunjukan bahwa ada korelasi
yang signifikan antara gaya kepemimpinan dan gaya pengambilan
keputusan. Signifikansi ini menyoroti pentingnya pemimpin dan gaya
mereka saat membuat keputusan. Oleh karena itu, sangat penting bagi para
pemimpin dan manajer untuk mengidentifikasi gaya mereka atau mengubah
gaya mereka sebaik mungkin terhadap situasi dan masalah.
Dalam bidang pendidikan, itu juga dibuktikan dari penelitian yang
dilakukan oleh Taty Fauzi dkk. yang ingin melihat ada tidaknya dampak
atau pengaruh gaya kepemimpinan terhadap pengambilan keputusan yang

21
Wahyu Bhudianto, “Kepemimpinan dalam Pengambilan Keputusan”, Jurnal
Tranfsormasi, Vol. 1 No. 27 2015, h 21
22
Sahar Abood dan Thabet, “Impact of Leadership Styles on Decision Making Styles among Nurses'
Managerial Levels”, IOSR Journal of Nursing and Health Science, Vol. 6 No. 5 2017, h 77

17
diambil di SMA dan SMK di Palembang.23 Ditemukan hasil bahwa
terdapat pengaruh gaya kepemimpinan berdampak dalam pengambilan
keputusan di SMA & SMK Muhammadiyah Kota Palembang.

F. Kesimpulan
Pengambilan keputusan melibatkan serangkaian proses penting yang
saling berhubungan. Untuk mencapai hasil yang diinginkan, dasar-dasar
pengambilan keputusan seperti intuisi, rasionalitas, fakta, wewenang, dan
pengalaman memainkan peran yang signifikan. Intuisi memungkinkan
pemahaman situasi secara cepat tanpa perlu analisis mendalam, sementara
rasionalitas mengacu pada pemikiran logis berdasarkan pertimbangan
matang. Fakta dan data yang akurat juga berperan penting dalam
pengambilan keputusan yang baik, sedangkan wewenang dan pengalaman
memberikan pandangan yang berharga dalam menghadapi situasi yang
kompleks.
Selain itu, proses pengambilan keputusan yang efektif harus mengikuti
pendekatan yang terstruktur. Aktivitas intelegensi, desain, dan pemilihan
adalah langkah-langkah yang harus diikuti. Aktivitas intelegensi melibatkan
pengumpulan dan analisis informasi yang relevan untuk memahami situasi
secara komprehensif. Selanjutnya, desain melibatkan pencarian alternatif
dan pengembangan skenario yang mungkin terjadi. Setelah itu, pemilihan
dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria dan tujuan yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Selama proses pengambilan keputusan, penting juga untuk
memperhatikan kriteria pengambilan keputusan yang berkualitas.
Keputusan yang baik harus memenuhi kriteria seperti keakuratan,
konsistensi, objektivitas, transparansi, responsivitas, dan kelayakan.
Keakuratan menuntut keputusan didasarkan pada informasi yang benar dan
dapat diandalkan, sedangkan konsistensi mengacu pada kesesuaian dengan

23
Taty Fauzi dkk., “Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Guru
Serta Dampaknya dalam Pengambilan Keputusan Di SMA Dan SMK Muhammadiyah Kota
Palembang”, Jurnal Manajemen dan Bisnis, Vol. 5 No. 1 2020, h 724

18
nilai dan prinsip yang telah ditetapkan. Objektivitas penting agar keputusan
dibuat secara adil tanpa prasangka, dan transparansi mengharuskan adanya
kejelasan dalam proses pengambilan keputusan. Responsivitas
memungkinkan pengambil keputusan untuk merespons perubahan situasi
dengan cepat, dan kelayakan mencakup aspek ekonomi, sosial, dan
lingkungan yang saling terkait.
Selanjutnya, pengambilan keputusan dipengaruhi oleh berbagai faktor
yang harus diperhatikan. Faktor-faktor ini meliputi kepribadian individu,
lingkungan di mana keputusan diambil, informasi yang tersedia, waktu yang
tersedia, risiko yang terkait, dan tekanan yang ada. Kepribadian individu
memainkan peran penting dalam gaya pengambilan keputusan, dengan
individu yang lebih rasional mungkin menggunakan analisis mendalam,
sementara individu yang lebih intuitif mungkin lebih mengandalkan insting
mereka. Selain itu, lingkungan juga dapat mempengaruhi pengambilan
keputusan, baik itu budaya organisasi atau situasi politik yang ada.
Terakhir, kepemimpinan yang efektif memainkan peran kunci dalam
pengambilan keputusan yang baik. Seorang pemimpin harus memberikan
arahan yang jelas dan memfasilitasi diskusi terbuka sehingga semua
pemangku kepentingan dapat berkontribusi dalam proses pengambilan
keputusan. Selain itu, pemimpin juga harus mempertimbangkan
kepentingan semua pihak yang terlibat dan mencari solusi yang
menguntungkan semua orang. Dengan kepemimpinan yang baik, proses
pengambilan keputusan menjadi lebih terarah, akurat, dan diterima oleh
semua pihak yang terlibat, sehingga mencapai hasil yang diinginkan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Abood, Sahar dan Thabet. 2017. “Impact of Leadership Styles on Decision


Making Styles among Nurses' Managerial Levels”, IOSR Journal of
Nursing and Health Science.Vol. 6 No. 5.
Bhudianto, Wahyu. 2015. “Kepemimpinan dalam Pengambilan Keputusan”, Jurnal
Tranfsormasi.Vol. 1 No. 27.
Candra, Proborukma. 2007. “Peranan Intuisi dalam Proses Pengambilan Keputusan
Seleksi Karyawan”. Skripsi. (Semarang: UKS, 2007) h 20
Fauzi, Taty dkk.. 2020. “Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan Kepuasan Kerja
terhadap Kinerja Guru Serta Dampaknya dalam Pengambilan Keputusan
Di SMA Dan SMK Muhammadiyah Kota Palembang”. Jurnal
Manajemen dan Bisnis.Vol. 5 No. 1.
Haudi. 2021.Pengambilan Keputusan. Solok: Insan Cendekia Mandiri.
https://www.etymonline.com/word/decision, diakses pada 09 April 2023 pukul
22:29.
Kusuma, Wahyunanda Kusuma. 2021. “Studi Ungkap Kenapa Nokia Bangkrut,”
Kompas, 30 Maret 2021/. Diakses dari
https://tekno.kompas.com/read/2021/03/30/08060077/studi-
ungkapkenapa-nokia-bangkrut?page=all pada 10 Mei 2023 pukul 20.19
Laksono, Hadi Laksono. 2022. “Pengambilan Keputusan dalam Kepemimpinan
Pendidikan”. Jurnal Al-Afkar.Vol. 5 No. 1.
Luthans, Fred. 2006. Perilaku Organisasi. Terj. Vivin dkk.. Yogyakarta: Andi.
Prastyawan, Prastyawan dan Yuni Lestari. 2020. Pengambilan Keputusan.
Surabaya: Unesa University Press.
Rifa’i, Muhammad. 2020.Pengambilan Keputusan. Jakarta: Kencana.
Sukatin dkk.. 2022. “Pengambilan Keputusan dalam Kepemimpinan”. Jurnal
Ilmiah Multi Dsiplin Indonesia,Vol. 1 No. 9.
Yulidawati, Rusma. 2019.“Peran Kepemimpinan Pendidikan dalam Pengamilan

20
BAB II

KEPEMIMPINAN VISIONER
Oleh Sofwan Farohi

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Kepemimpinan merupakan aspek penting dalam setiap organisasi atau
lingkungan. Sebuah kepemimpinan yang baik dapat membantu mencapai tujuan
organisasi atau lingkungan tersebut secara efektif dan efisien.

Kepemimpinan visioner dapat diartikan sebagai gaya kepemimpinan yang


berfokus pada pengembangan visi jangka panjang dan strategi untuk mencapainya.
Pemimpin visioner cenderung memiliki kecenderungan untuk berpikir jangka
panjang dan fokus pada tujuan yang lebih besar daripada kepentingan pribadi atau
kelompok. Mereka juga sering mencari cara baru untuk mengatasi masalah dan
menciptakan inovasi yang dapat memajukan organisasi atau lingkungan di
sekitarnya.

Namun, untuk menjadi pemimpin visioner yang efektif, diperlukan kombinasi


keterampilan kepemimpinan, termasuk kemampuan untuk memimpin dan
menginspirasi orang lain, kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif, dan
kemampuan untuk berpikir strategis. Oleh karena itu, dalam makalah ini, akan
dibahas lebih lanjut tentang kepemimpinan visioner, termasuk pengertian,
karakteristik, manfaat, dan tantangan dalam menerapkannya dalam organisasi atau
lingkungan di sekitarnya

B. Pengertian Kepemimpinan Visioner


Kepemimpinan merupakan faktor penentu keberhasilan suatu lembaga atau
organisasi. Sebagai roda penggerak, seorang pemimpin harus memiliki kemampuan
untuk mengantisipasi, mengelola, dan menggerakkan organisasi secara cepat dan
tepat. Kepemimpinan tidak hanya terbatas pada pengambilan keputusan (decision
making), namun juga menjadi kunci keberhasilan lembaga atau organisasi. Oleh

21
karena itu, seorang pemimpin (leader) harus memenuhi kualitas yang diperlukan
untuk mampu memimpin dengan baik dan mencapai tujuan yang diinginkan24.
Kepemimpinan, seperti yang dikutip oleh Nur Efendi25 dari A.M. Mangunharja,
berasal dari kata pemimpin yang dalam bahasa Inggris disebut sebagai leader. Kata
ini berasal dari akar kata to lead yang memiliki arti yang saling erat berhubungan,
seperti bergerak lebih awal, berjalan di depan, mengambil langkah pertama,
memelopori, mengarahkan pikiran, pendapat, dan tindakan orang lain, membimbing,
menuntun, dan menggerakkan orang lain melalui pengaruhnya.
Posisi kepemimpinan dalam fungsi manajemen sangat erat kaitannya dengan
fungsi manajemen yang mengandung kata leading dan directing. Meskipun sudah
banyak definisi kepemimpinan, namun makna kepemimpinan banyak dipahami
secara berbeda-beda sesuai dengan sudut pandang masing-masing. Menurut Husaini
Usman26, "kepemimpinan adalah proses memengaruhi orang lain untuk mencapai
tujuan secara efisien dan efektif. Beberapa pengertian kepemimpinan sebagai
berikut:
1. Katz dan Kahn dikutip oleh Cepi berpandangan : “ kepemimpinan adalah
peningkatan pengaruh sedikit demi sedikit berada di atas kepatuhan mekanis
terhadap pengarahan-pengarahan rutin organisasi”.27
2. Gary Yukl mengutip pendapatnya Darth dan Paulus mengatakan :
“Kepemimpinan adalah proses untuk memahami apa yang dilakukan orang
secara bersama-sama, sehingga mereka memahami dan mau melakukannya”.28
3. Sutikno mengungkapkan: “Kepemimpinan dalam organisasi diarahkan untuk
mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya, agar mau berbuat seperti yang
diharapkan ataupun diarahkan oleh orang lain yang memimpinnya”.6
4. Veithzal Rivai: “Kepemimpinan adalah suatu perilaku dengan tujuan tertentu
untuk mempengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mencapai tujuan
bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan organisasi,

24
Hadari Nawawi, Administrasi Dan Kepemimpinan Pendidikan (Jakarta: Haji Masagung, 2018).
Hlm. 81.
25
Nur Efendi, Islamic Educational Leadership (Memahami Integrasi Konsep Kepemimpinan Di Lembaga
Pendidikan Islam) (Yogyakarta: Kalimedia, 2015). Hlm. 2.
26
Husaini Usman, Administrasi, Manajemen, Dan Kepemimpinan Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2019).
Hlm. 145.
27
Cepi Priatna, Perilaku Organisasi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2015). Hlm, 30.
28
Gary Yulk, Leadership in Organizations, 7th ed. (Jakarta: PT. Indeks, 2015). Hlm, 3. 6 Sutikno, Pemimpin
Dan Kepemimpin: Tips Praktis Untuk Menjadi Pemimpin Yang Diidolakan (Lombok: Holistica, 2014). Hlm,
16.
22
sehingga dalam suatu organisasi kepemimpinan merupakan faktor yang sangat
penting dalam menentukan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh
organisasi”.29
Dari pernyataan di atas menggambarkan bahwa kepemimpinan bukan hanya
tentang memberikan arahan atau instruksi secara mekanis, tetapi juga tentang
meningkatkan pengaruh dan memimpin orang-orang dalam organisasi untuk
mencapai tujuan bersama. Kepemimpinan tidak hanya berkaitan dengan tugas-tugas
rutin, tetapi juga tentang menciptakan perubahan dan inovasi yang diperlukan untuk
memajukan organisasi atau lingkungan di sekitarnya. Pemimpin harus dapat
menginspirasi dan memotivasi orang lain untuk mengambil tindakan yang lebih dari
sekadar mengikuti instruksi rutin. Dalam hal ini, kepemimpinan lebih mengacu pada
kemampuan memimpin orang dalam suatu gerakan atau perubahan yang diharapkan
untuk mencapai tujuan yang lebih besar.
Setiap manusia memiliki impian, keinginan, dan ide yang ingin dicapai ketika
dewasa. Sebagai individu yang memiliki ambisi, menjadi pemimpin dalam sebuah
organisasi dan merancang organisasi yang maju, profesional, dan mampu bersaing
di tingkat global merupakan salah satu contoh dari impian atau visi. Hal ini
menunjukkan bahwa visi dapat membantu seseorang untuk mencapai tujuannya dan
menjadi sukses dalam karirnya.
Visi adalah gambaran masa depan yang realistis dan diinginkan bagi suatu
organisasi, yang mencerminkan arah dan tujuan yang diinginkan untuk mencapai
keberhasilan yang lebih baik dari saat ini. Visi merupakan ekspresi dari upaya
organisasi untuk menciptakan harapan dan motivasi bagi pelanggan dan karyawan
mereka. Seorang pemimpin yang mampu menjalankan rencananya dengan baik dapat
memberikan dampak positif bagi organisasi dan mencapai visi yang diinginkan.
Namun, penting untuk menciptakan peran dan fungsi yang jelas dan benar dalam
mencapai visi tersebut.30
Agar menjadi pemimpin yang visioner maka ia harus memahami konsep visi
sebagai berikut:

29
Veithzal Rivai, Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan Dari Teori Ke Praktek (Bandung: Raja
Grafindo Persada, 2013). Hlm, 3.
30
Ike Yessi Widowati, Aris Sarjito, and George Royke Deksino, “Kepemimpinan Visioner Demi
Terwujudnya Organisasi Yang Kuat Dan Taguh Dalam Menghadapi Vuca,” Prodi Manajemen Pertahanan,
Fakultas Manajemen Pertahanan, Universitas Pertahanan Republik Indonesia 9, no.
4 (2022): 1483–1490.
23
Lee Roy Beach31 mendefinisikan visisebagai berikut:" Vision defines the ideal
future, perhaps implying retention of the current culture and the activities,
orperhapsimplyingchange.
(Visi menentukan masa depan yang ideal, mungkin menyiratkan pelestarian budaya
dan aktivitas saat ini, atau mungkin menyiratkan perubahan). Gaffar menyebutkan
Visi terbentuk karena pengalaman hidup, pendidikan, pengalaman profesional,
interaksi dan komunikasi, penemuan keilmuan, serta kegiatan intelektual yang
membentuk pola pikir tertentu (mindset).
Danim dan Suparno32 menyatakan “Visi bukan hanya sebuah gagasan atau
gambaran tentang masa depan yang lebih baik bagi organisasi, tetapi merupakan
kekuatan yang mendorong untuk memulai masa depan dengan memanfaatkan
kemampuan, keterampilan, bakat, dan sumber daya untuk mewujudkannya. Individu
yang memiliki visi dapat menciptakan ide-ide berpengaruh dan menginspirasi orang-
orang kreatif untuk mewujudkan gagasan ke dalam kenyataan. Orang-orang berbakat
dan pembuat kebijakan selalu mencari tindakan dan kepemimpinan dari organisasi
pendidikan yang menunjukkan arah yang jelas dengan memberikan visi mengenai
masa depan yang lebih baik”.
Pendapat Blok yang dikutip oleh Bush33 mengatakan bahwa Visi adalah
gambaran masa depan yang diinginkan, merupakan keadaan yang dipilih. Visi juga
mengekspresikan optimisme dalam lingkungan baik birokrasi maupun non-birokrasi.
Nanus34 mengatakan “Something that articulates a view of a realistic, credible,
attractive future for the organization, a condition that is better in some important ways
than what now exists”.("Suatu hal yang mengartikulasikan pandangan tentang masa
depan yang realistis, kredibel, dan menarik bagi organisasi, sebuah kondisi yang lebih
baik dalam beberapa hal penting daripada apa yang ada saat ini"). Secara umum dapat
kita katakan bahwa visi adalah suatu gambaran mengenai masa depan yang kita
inginkan bersama.

31
Lee Roy Beach, Making The Right Decision Organiztional Culture, Vision and Planning (United States of
America: Prentice-Hall Inc, 1993). Hlm. 50.
32
Sudarwan dan Suparno Danim, Menjadi Pemimpin Besar Visioner. Berkarakter (Bandung:
Alfabeta, 2012). Hlm. 6.
33
Coleman & Bush, Leadership And Rategic Management in Education (London: A SAGE Publications
Company, 2006). Hlm. 36.
34
Werren Bennis and Burt Nanus, Leaders Strategi Untuk Mengemban Tanggung Jawab (Jakarta: PT. Buana
Ilmu Populer Kelompok Gramedia, 2006). Hlm. 19.
24
Pengertian pemimpin visioner juga akan dibahas guna memenuhi pemahaman
atas kepemimpinan visioner. Beberapa pengertiannya adalah sebagai berikut:

Marno35 menyebutkan bahwa Seorang pemimpin visioner adalah seseorang


yang memiliki pandangan ke depan dan selalu berorientasi pada apa yang ingin dicapai
di masa depan dari realitas yang sedang dihadapi. Bagi seorang pemimpin visioner,
ketika ia melihat sebuah batu, di dalam pikirannya tergambar keinginan untuk
membangun sebuah rumah yang besar dan megah. Pemimpin yang visioner sangat
penting dan menentukan keberlangsungan organisasi.
Goleman dalam pandangan lain menyebutkan bahwa Kepemimpinan visioner
merupakan pola kepemimpinan yang berusaha untuk menggerakkan orang-orang ke
arah impian bersama dengan dampak iklim emosi paling positif dan paling tepat
digunakan saat perubahan membutuhkan visi baru atau ketika dibutuhkan arah yang
jelas.36
Kepemimpinan visioner adalah sebuah model/pola kepemimpinan yang
dimaksudkan memberi arti pada kerja dan usaha yang dilakukan secara bersama-sama
oleh seluruh komponen organisasi dengan cara memberi arahan berdasarkan visi yang
dibuat secara jelas.37
Kesimpulan dari kepemimpinan visioner adalah bahwa pemimpin dengan gaya
ini memiliki tujuan untuk menciptakan visi yang jelas dan inspiratif, memberikan
arahan dan makna pada setiap tindakan yang dilakukan oleh anggota organisasi, serta
menciptakan lingkungan kerja yang positif dan inspiratif.
Dari penjelasan di atas pemimpin visioner memainkan peran penting untuk
fokus pada tujuan yang ingin dicapai dan memberikan pandangan jangka panjang bagi
organisasi atau tim. Melalui kepemimpinan visioner, pemimpin dapat memotivasi dan
menginspirasi anggota organisasi untuk mencapai tujuan bersama, serta membawa
dampak iklim emosi yang paling positif pada saat perubahan membutuhkan visi baru
atau ketika dibutuhkan arah yang jelas. Dengan demikian, kepemimpinan visioner

35
Marno and Triyo Supriyatno, Manajemen Dan Kepemimpinan Pendidikan Islam (Bandung: PT.
Refika Aditama, 2008). Hlm. 37.
36
Daniel Goleman, Kepemimpinan Berdasarkan Kecerdasan Emosi, Ter. Susi Purwoko (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2002). Hlm. 65.
37
Ara Hidayat and Imam Machali, Pengelolaan Pendidikan (Bandung: Pustaka Eduka, 2010). Hlm. 107.
25
dapat menjadi strategi kepemimpinan yang efektif dalam mencapai tujuan organisasi
dan memotivasi karyawan atau anggota tim untuk bekerja lebih produktif dan efektif.

C. Ciri, Karakteristik dan Peran Kepemimpinan Visioner


Goleman38 mengidentifikasi tiga ciri utama yang harus dimiliki oleh seorang
pemimpin, yaitu kepercayaan diri, kesadaran diri, dan empati. Kepercayaan diri
berarti memiliki keyakinan dan kepercayaan dalam kemampuan dan keputusan Anda
sebagai pemimpin. Hal ini dapat membantu Anda memotivasi dan memimpin tim
Anda dengan lebih efektif.
Kesadaran diri berarti memiliki pemahaman yang mendalam tentang diri
sendiri, termasuk kekuatan dan kelemahan Anda, nilai-nilai, dan reaksi terhadap
situasi tertentu. Dengan memiliki kesadaran diri yang tinggi, seorang pemimpin dapat
mengelola emosi mereka dengan baik dan menjadi lebih efektif dalam mengambil
keputusan yang baik.
Empati berarti memiliki kemampuan untuk memahami dan merasakan perasaan
dan perspektif orang lain. Seorang pemimpin yang memiliki empati yang baik dapat
membangun hubungan yang kuat dengan anggota tim dan membantu mereka merasa
didengar dan dihargai.
Dalam konteks kepemimpinan visioner, karakteristik-karakteristik yang
diidentifikasi oleh Goleman dapat membantu seorang pemimpin visioner
membangun hubungan yang kuat dengan anggota tim dan memotivasi mereka untuk
mencapai visi bersama.
Kepemimpinan visioner memiliki karakteristik khusus yang membedakan
dengan model-model kepemimpinan lainnya dan ciri-ciri tersebut membentuk
identitas yang dapat membedakan dengan model-model kepemimpinan lainnya.
Karakteristik ini membantu dalam memahami substansi kepemimpinan visioner dan
membedakan dengan model-model kepemimpinan lainnya, terutama model-model
kepemimpinan yang populer saat ini. Burt Nanus (1992) dikutip Suprayitno39
memberikan empat kompetensi kunci dalam kepemimpinan visioner. Yaitu:

38
Goleman, Kepemimpinan Berdasarkan Kecerdasan Emosi.
39
Suprayitno, “PEMIMPIN VISIONER DALAM PERUBAHAN ORGANISASIONAL,”
Fakultas Ekonomi Universitas Slamet Riyadi Surakarta (2018): 115–123.
26
1. Seorang pemimpin visioner harus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi
secara efektif dengan manajer dan karyawan lainnya dalam organisasi. Hal ini
membutuhkan pemimpin untuk menghasilkan “guidance, encouragement, and
motivation.”
2. Seorang pemimpin visioner harus memahami lingkungan luar dan memiliki
kemampuan bereaksi secara tepat atas segala ancaman dan peluang. Ini termasuk,
yang paling penting, dapat "relate skillfully" dengan orang-orang kunci di luar
organisasi, namun memainkan peran penting terhadap organisasi (investor, dan
pelanggan).
3. Seorang pemimpin harus memegang peran penting dalam membentuk dan
mempengaruhi praktik organisasi, prosedur, produk dan jasa. Seorangpemimpin
dalam hal ini harus terlibat dalam organisasi untuk menghasilkan dan
mempertahankan kesempurnaan pelayanan, sejalan dengan mempersiapkan dan
memandu jalan organisasi ke masa depan (successfully achieved vision).
4. Seorang pemimpin visioner harus memiliki atau mengembangkan "ceruk" untuk
mengantisipasi masa depan. Ceruk ini merupakan sebuah bentuk imajinatif, yang
berdasarkan atas kemampuan data untuk mengakses kebutuhan masa depan
konsumen, teknologi, dan lain sebagainya. Ini termasuk kemampuan untuk
mengatur sumberdaya organisasi guna memperiapkan diri menghadapi
kemunculan kebutuhan dan perubahan ini. Berbeda halnya dengan Aan Komariah
dan Cepi Triatna40 ia memberikan karakteristik dari pemimpin visioner adalah
sebagai berikut:
1. Fokus ke masa depan yang penuh tantangan dan mampu menyiasatinya.
Seorang pemimpin visioner harus mampu melihat jauh ke depan dan
memperhatikan tantangan-tantangan yang mungkin terjadi di masa depan.
Kemudian, ia harus memiliki kemampuan untuk merumuskan strategi dan
rencana tindakan untuk mengatasi tantangan tersebut.
2. Menjadi agen perubahan yang unggul. Seorang pemimpin visioner harus
memiliki kemampuan untuk menjadi agen perubahan yang unggul dalam
organisasi. Ia harus dapat memimpin organisasi melalui perubahan yang
diperlukan untuk mencapai visi dan tujuan yang telah ditetapkan.

40
Aan Komariah and Cepi Triatna, Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif, 4th ed. (Jakarta: Bumi
Aksara, 2010). Hlm. 81-82.
27
3. Menjadi penentu arah organisasi yang memahami prioritas. Seorang
pemimpin visioner harus dapat menentukan arah organisasi dan memahami
prioritas yang perlu dikejar. Ia harus memiliki pemahaman yang mendalam
tentang kebutuhan organisasi dan mampu membuat keputusan yang tepat
untuk mencapai visi yang diinginkan.
4. Menjadi pelatih profesional. Seorang pemimpin visioner harus memiliki
kemampuan untuk melatih dan mengembangkan karyawan dalam organisasi.
Ia harus dapat memberikan umpan balik dan bimbingan yang konstruktif,
serta memfasilitasi pelatihan dan pengembangan karyawan untuk
meningkatkan kinerja mereka.
5. Membimbing orang ke arah profesionalisme kerja yang di harapkan. Seorang
pemimpin visioner harus mampu membimbing orang ke arah profesionalisme
kerja yang diharapkan. Ia harus memiliki kemampuan untuk menginspirasi
dan memotivasi karyawan untuk mencapai tujuan bersama, serta memberikan
dukungan yang diperlukan untuk mencapai kesuksesan.
Nurul Hidayah mengemukakan karakteristik yang diberikan oleh Saskhin
dalam Haris Budiman41, menurutnya pemimpin visioner memiliki karakteristik
sebagai berikut:
1. Berpikir ke masa depan
Ia memfokuskan kerja pokoknya pada rekayasa masa depan yang penuh
tantangan. Ia juga mampu dan cerdik dalam menyiasati masa depan, yakni
memperkirakan dan menyiapkan diri atas perubahan yang terjadi akibat
globalisasi, reformasi dan pelaksanaan pemerintahan terhadap organisasi
yang di pimpinnya di masa depan.
2. Membangun dan menggambarkan visi secara jelas serta mengembangkan
metode mencapai visi tersebut. Pemimpin visioner memiliki kemampuan
merumuskan visi yang jelas, inspiratif, dan menggugah karena ia adalah
pemikir strategis.
3. Terlibat bersama orang lain dalam mencari dukungan untuk visi. Pemimpin
visioner selalu berusaha untuk memberdayakan orang lain dan memengaruhi
mereka untuk mendukung visi yang ingin dicapai. Pemimpin visioner tidak

41
Haris Budiman, “KEPEMIMPINAN VISIONER DALAM PERSPEKTIF ISLAM Haris Budiman
Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan UIN Raden Intan Lampung” (2017): 37–50. 20 Suprayitno, “PEMIMPIN
VISIONER DALAM PERUBAHAN ORGANISASIONAL.” Hlm.
28
hanya memimpin secara otoriter, tetapi juga memberikan kesempatan kepada
karyawan untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan
memberikan kontribusi untuk mencapai tujuan bersama.
Selain memiliki karakteristik, kepemimpinan visioner juga memiliki peran.
Burt Nanus mengemukakan ada 4 peran yang dimiliki oleh pemimpin visioner
sebagai mana dikutip oleh Suprayitno20 sebagai berikut:
1. Peran penentu arah (direction setter). Peran ini merupakan peran di mana
seorang pemimpin menyajikan suatu visi, meyakinkan gambaran atau target
untuk suatu organisasi, guna diraih pada masa depan, dan melibatkan orang-
orang dari "get-go." Hal ini bagi para ahli dalam studi dan praktik
kepemimpinan merupakan esensi dari kepemimpinan. Sebagai penentu arah,
seorang pemimpin menyampaikan visi, mengkomunikasikannya, memotivasi
pekerja dan rekan, serta meyakinkan orang bahwa apa yang dilakukan
merupakan hal yang benar, dan mendukung partisipasi pada seluruh tingkat
dan pada seluruh tahap usaha menuju masa depan.
2. Agen perubahan (agent of change). Agen perubahan merupakan peran
penting kedua dari seorang pemimpin visioner. Dalam konteks perubahan,
lingkungan eksternal adalah pusat. Ekonomi, sosial, teknologi, dan perubahan
politis terjadi secara terus-menerus, beberapa berlangsung secara dramatis
dan yang lainnya berlangsung dengan perlahan. Tentu saja, kebutuhan
pelanggan dan pilihan berubah sebagaimana halnya perubahan keinginan para
stakeholders. Para pemimpin yang efektif harus secara konstan menyesuaikan
terhadap perubahan ini dan berpikir ke depan tentang perubahan potensial dan
yang dapat dirubah. Hal ini menjamin bahwa pemimpin disediakan untuk
seluruh situasi atau peristiwa-peristiwa yang dapat mengancam kesuksesan
organisasi saat ini, dan yang paling penting masa depan. Akhirnya,
fleksibilitas dan risiko yang dihitung pengambilan adalah juga penting
lingkungan yang berubah.
3. Juru bicara (spokesperson). Memperoleh "pesan" ke luar, dan juga berbicara,
boleh dikatakan merupakan suatu bagian penting dari memimpikan masa
depan suatu organisasi. Seorang pemimpin efektif adalah juga seseorang yang
mengetahui dan menghargai segala bentuk komunikasi tersedia, guna
menjelaskan dan membangun dukungan untuk suatu visi masa depan.
Pemimpin, sebagai juru bicara untuk visi, harus mengkomunikasikan suatu
29
pesan yang mengikat semua orang agar melibatkan diri dan menyentuh visi
organisasi secara internal dan secara eksternal. Visi yang disampaikan harus
"bermanfaat, menarik, dan menimbulkan kegairahan tentang masa depan
organisasi."
4. Pelatih (coach). Pemimpin visioner yang efektif harus menjadi pelatih yang
baik. Dengan ini berarti bahwa seorang pemimpin harus menggunakan
kerjasama kelompok untuk mencapai visi yang dinyatakan.
Seorang pemimpin mengoptimalkan kemampuan seluruh "pemain" untuk
bekerja sama, mengkoordinir aktivitas atau usaha mereka, ke arah "pencapaian
kemenangan," atau menuju pencapaian suatu visi organisasi. Pemimpin, sebagai
pelatih, menjaga pekerja untuk memusatkan pada realisasi visi dengan
pengarahan.

D. Penerapan Teori Kepemimpinan Visioner di Lembaga Pendidikan


Penerapan Teori Kepemimpinan Visioner di lembaga pendidikan dapat
memberikan banyak manfaat dan dampak positif. Berikut adalah beberapa contoh
dalam jurnal penelitian tentang penerapan teori tersebut: Fitri42 dkk dalam jurnal
penelitian KEPEMIMPINAN VISIONER KEPALA MADRASAH MENUJU
MADRASAH UNGGULAN STUDI KASUS DI MTSN 3 KEDIRI memberikan
simpulan mengenai kepemimpinan visioner di dalam penerapan teorinya sebagai
berikut:
1. Kepemimpinan Kepala Madrasah dalam merumuskan visi menuju madrasah
unggul.
Ia menggunakan teori Bryson dalam penerapan visi yaitu:
a. Visi harus dapat memberikan panduan/arahan dan motivasi
b. Visi harus disebarkan di kalangan anggota organisasi (stakeholder)

c. Visi harus digunakan untuk menyebarluaskan keputusan43.

Yang dilakukan kepala sekolah dalam menjabarkan teori tersebut yaitu dengan
melakukan hal sebagai berikut:

42
Fitri Qurrota A’yunin Fuad and Ali Priyono, “Kepemimpinan Visioner Kepala Madrasah
Menuju Madrasah Unggulan Studi Kasus Di Mtsn 3 Kediri,” Journal of Education and Management Studies
(JoEMS) 4, no. 1 (2021): 9–16, https://ojs.unwaha.ac.id/index.php/joems/article/view/340.
43
Maya H, Kesalahan-Kesalahan Umum Kepala Sekolah Dalam Mengelola Pendidikan (Yogyakarta: Buku
Biru, 2012). Hlm. 50.
30
a. Visi dirumuskan secara bersama-sama denganstakeholder yang ada di
madrasah, yaitu komite madrasah dan seluruh wakil kepala madrasah beserta
tenaga pendidik dan tenaga kependidikan.
b. Visi madrasah kemudian di sosialisasikan kepada seluruh warga madrasah
c. Masing-masing pemangku kepentingan mengevaluasi bersama visi tersebut
setahun sekali dengan tujuan mengetahui visi tercapai atau tidak dan apakah visi
tersebut memiliki perubahan.
d. Bekerja sama dengan pihak lain yaitu wali murid untuk mengetahui sejauh mana
visi misi ini tercapai.
2. Implementasi visi kepemimpinan kepala madrasah menuju madrasah unggul.
Kepala Madrasah dalam penerapan visi sesuai dengan teori Frank Martinely.
Adapun langkahnya adalah sebagai berikut44:
a. Fokus kepada tujuan organisasi
b. Membuat rencana jangka panjang, menengah maupun pendek
c. Mengembangkan visi bagi masa depan organisasi
d. Selalu berada dalam kondisi siap dan dinamis untuk berubah.
e. Selalui mengetahui kebutuhan pelanggan.
Pelaksanaannya kepala madrasah melibatkan semua komponen, baik peserta didik,
pendidik serta tenaga kependidikan. Ketercapaian visi kepala madrasah menuju
madrasah unggul. Kepala madrasah MTsN 3 Kediri merupakan pemimpin visioner
karena sebagai seorang pemimpin dalam lembaga pendidikan atau biasa kita sebut
dengan kepala madrasah sudah dapat memenuhi kriteria-kriteria ketercapaian sebuah
visinya, yaitu melalui sebuah proses perencanaan dan juga pelaksanaan sebagai
implementasi dari sebuah pembentukan visi.
Dari penelitian di atas memberikan kesimpulan bahwa kepemimpinan visioner
Kepala Madrasah Unggulan di MTsN 3 kediri sesuai dengan teori dari Burt Nanus
dengan uraian perumusan sebuah visi, bentuk penerapan/strategi kepala sekolah,
yang mampu menjamin terwujudnya sebuah madrasah unggulan.

Andriansyah, “Kepemimpinan Visioner Kepala Daerah” (Jakarta Pusat: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
44

Universitas Prof. Dr. Moestopo Beragama, 2015). Hlm. 137.


31
E. Kesimpulan
Teori kepemimpinan visioner adalah pendekatan kepemimpinan yang
menekankan pentingnya visi yang jelas dan aspiratif untuk membimbing organisasi
mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam konteks lembaga pendidikan,
kepemimpinan visioner dapat membantu dalam mengembangkan arah strategis dan
misi yang jelas untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan mencapai tujuan
akademik.
Beberapa penerapan konkret dari kepemimpinan visioner dalam lembaga
pendidikan adalah sebagai berikut:
1. Menetapkan visi yang jelas dan berorientasi pada masa depan yang diinginkan
untuk lembaga pendidikan, serta mengkomunikasikan visi tersebut secara efektif
kepada semua pihak terkait.
2. Memimpin perubahan positif dalam lembaga pendidikan dengan
mengidentifikasi tantangan dan peluang yang ada, dan mengembangkan strategi
dan rencana aksi untuk mengatasi tantangan tersebut.
3. Mengembangkan budaya organisasi yang berfokus pada pencapaian tujuan dan
kualitas pendidikan yang tinggi, serta memberdayakan staf dan siswa untuk
mencapai potensi penuh mereka.
4. Menggunakan data dan informasi untuk mendukung pengambilan keputusan dan
memonitor kemajuan dalam mencapai tujuan pendidikan.
5. Melakukan pengembangan profesional terus-menerus untuk diri sendiri dan staf
pendidikan, sehingga mereka dapat mengembangkan keterampilan
kepemimpinan dan meningkatkan kualitas pengajaran dan pembelajaran.
Dalam rangka menerapkan teori kepemimpinan visioner dalam lembaga
pendidikan, perlu ada pemahaman yang mendalam tentang kebutuhan dan tantangan
khusus yang dihadapi dalam konteks pendidikan. Dalam hal ini, penelitian dan
jurnal yang membahas tentang teori kepemimpinan visioner dan penerapannya
dalam konteks pendidikan dapat memberikan informasi dan wawasan yang berguna.

32
DAFTAR PUSTAKA

Andriansyah. “Kepemimpinan Visioner Kepala Daerah.” Jakarta Pusat: Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Prof. Dr. Moestopo Beragama, 2015.

Beach, Lee Roy. Making The Right Decision Organiztional Culture, Vision and Planning.
United States of America: Prentice-Hall Inc, 1993.

Bennis, Werren, and Burt Nanus. Leaders Strategi Untuk Mengemban Tanggung Jawab.
Jakarta: PT. Buana Ilmu Populer Kelompok Gramedia, 2006. Budiman, Haris.
“KEPEMIMPINAN VISIONER DALAM PERSPEKTIF ISLAM Haris Budiman Fakultas
Tarbiyah Dan Keguruan UIN Raden Intan Lampung” (2017): 37–50.

Coleman & Bush. Leadership And Rategic Management in Education. London: A SAGE
Publications Company, 2006.

Danim, Sudarwan dan Suparno. Menjadi Pemimpin Besar Visioner. Berkarakter. Bandung:
Alfabeta, 2012.

Efendi, Nur. Islamic Educational Leadership (Memahami Integrasi Konsep Kepemimpinan


Di Lembaga Pendidikan Islam). Yogyakarta: Kalimedia, 2015.

Fuad, Fitri Qurrota A’yunin, and Ali Priyono. “Kepemimpinan Visioner Kepala Madrasah
Menuju Madrasah Unggulan Studi Kasus Di Mtsn 3 Kediri.” Journal of Education and
Management Studies (JoEMS) 4, no. 1 (2021): 9– 16.
https://ojs.unwaha.ac.id/index.php/joems/article/view/340.

Goleman, Daniel. Kepemimpinan Berdasarkan Kecerdasan Emosi. Edited by Susi Purwoko.


Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002.

Hidayat, Ara, and Imam Machali. Pengelolaan Pendidikan. Bandung: Pustaka Eduka, 2010.

Komariah, Aan, and Cepi Triatna. Visionary Leadership Menuju Sekolah Efektif. 4th ed.
Jakarta: Bumi Aksara, 2010.

Marno, and Triyo Supriyatno. Manajemen Dan Kepemimpinan Pendidikan Islam. Bandung:
PT. Refika Aditama, 2008.

33
Maya H. Kesalahan-Kesalahan Umum Kepala Sekolah Dalam Mengelola Pendidikan.
Yogyakarta: Buku Biru, 2012.

Nawawi, Hadari. Administrasi Dan Kepemimpinan Pendidikan. Jakarta: Haji Masagung,


2018.

Priatna, Cepi. Perilaku Organisasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2015.

Rivai, Veithzal. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan Dari

Teori Ke Praktek. Bandung: Raja Grafindo Persada, 2013.

Suleman, Triso, and Ansar Ansar. “Pengaruh Perilaku Kepemimpinan Visioner Kepala
Sekolah, Budaya Kerja Dan Iklim Kerja Terhadap Performance Guru
SMP Negeri Di Kabupaten Pohuwato.” Aksara: Jurnal Ilmu Pendidikan Nonformal 8,
no. 1 (2022): 303.

Suprayitno. “PEMIMPIN VISIONER DALAM PERUBAHAN ORGANISASIONAL.”


Fakultas Ekonomi Universitas Slamet Riyadi Surakarta (2018): 115–123.

Sutikno. Pemimpin Dan Kepemimpin: Tips Praktis Untuk Menjadi Pemimpin Yang
Diidolakan. Lombok: Holistica, 2014.

Usman, Husaini. Administrasi, Manajemen, Dan Kepemimpinan Pendidikan. Jakarta: Bumi


Aksara, 2019.

Widowati, Ike Yessi, Aris Sarjito, and George Royke Deksino. “Kepemimpinan
Visioner Demi Terwujudnya Organisasi Yang Kuat Dan Taguh Dalam Menghadapi
Vuca.” Prodi Manajemen Pertahanan, Fakultas Manajemen Pertahanan, Universitas
Pertahanan Republik Indonesia 9, no. 4 (2022): 1483–1490.

Yulk, Gary. Leadership in Organizations. 7th ed. Jakarta: PT. Indeks, 2015.

34
BAB III

KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL
Oleh Muhammad Riyas Amir

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Peringkat pendidikan Indonesia masih kalah dibandingkan negara-negara lain.
Untuk tingkat ASEAN, pendidikan Indonesia hanya berada pada peringkat lima di
bawah Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia dan Thailand. Sementara di dunia,
Indonesia berada pada peringkat 108 dengan skor 0,603.45 Menurut data dari PISA
(Programme for International Student Assessment) tahun 2018 Indonesia menduduki
peringkat ke-74 di bidang Literasi; ke-73 di bidang Matematika; dan ke-71 di bidang
Sains dari 79 negara yang berpartisipasi dalam penilaian yang dilakukan oleh PISA
terhadap kemampuan peserta didik di bidang Matematika, Sains, dan Literasi yang
dilakukan setiap tiga tahun sekali.46 Pada dasarnya penilaian yang dilakukan oleh
PISA menekankan pada keterampilan yang dibutuhkan abad 21, yang menurut
catatan PISA sebanyak 21 negara tidak memiliki kurikulum yang fokus pada
perencanaan masa depan yang dibutuhkan oleh industri global khususnya dalam
pembelajaran matematika, sementara yang dibutuhkan oleh industri abad 21 adalah
cara berpikir kritis, kreatif, berbasis riset, inisiatif, informatif, berpikir sistematis,
komunikatif dan refleksi.47 Dari penjelasan sebelumnya menunjukan bahwa selama
ini perbaikan yang dilakukan oleh pemerintah untuk menanggapi hasil penilaian dari
PISA dilakukan dengan beberapa perubahan, yaitu pada komponen pendidikan antara
lain perubahan kurikulum, peningkatan kompetensi guru, penyediaan sarana dan
prasarana yang menunjang pelaksanaan pembelajaran di lembaga-lembaga
pendidikan dasar dan menengah. Upaya-upaya yang telah dilakukan selama ini
nyatanya belum mampu untuk memberikan perbaikan yang maksimal terhadap hasil
penilaian dari PISA.

45
https://gurudikdas.kemdikbud.go.id/news/mengkaji-kembali-hasil-pisa-sebagai-pendekatan-inovasi-
pembelajaran--untuk-peningkatan-kompetensi-li diakses pada hari Jumaat tanggal 12 Mei 2023 pukul 20:00
46
https://gurudikdas.kemdikbud.go.id/news/mengkaji-kembali-hasil-pisa-sebagai-pendekatan-inovasi-
pembelajaran--untuk-peningkatan-kompetensi-li diakses pada hari Jumaat tanggal 12 Mei 2023 pukul 20:00
47
Suriagiri, Kepemimpinan Transformasional, (Jakarta, Cv. Radja Publika, 2020) hlm 4
35
Berkaitan dengan hal tersebut terdapat beberapa faktor yang menyebabkan
rendahnya peringkat pendidikan Indonesia. Salah satu faktornya adalah guru atau
tenaga pendidik.48 Guru memiliki peran yang cukup besar dalam menentukan
keberhasilan pendidikan. Seseorang yang menjadi guru hendaknya memiliki empat
kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial
dan kompetensi profesional.49 Pada penjelasan sebelumnya dapat kesimpulan bahwa
guru tidak hanya menguasai empat kompetensi tersebut, guru juga dituntut untuk
dapat mengimbangi arus perkembangan Iptek untuk dapat melakukan pembelajaran
berbasis media teknologi dan dapat melakukan inovasi dan kreatif dalam
melaksanakan proses pembelajaran.
Dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dinyatakan
bahwa tugas guru adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.50 Namun, seorang
guru tidak hanya harus dituntut dengan berbagai tugas dan kegiatan yang berat tanpa
harus diperhatikan tentang kesejahteraan baik dalam bidang material ataupun
immaterial.51 Kepuasan dalam menjalankan tugas merupakan aspek penting bagi
kinerja atau produktivitas seorang guru, ini disebabkan sebagian besar waktu guru
digunakan untuk bekerja dalam mendidik peserta didik di sekolah.52 Pada penjelasan
sebelumnya dapat diambil kesimpulan bahwa untuk memenuhi tugas guru tersebut,
mereka harus memiliki kepuasan kerja yang tinggi. Guru yang tidak memiliki
kepuasan kerja tentu saja tidak akan mampu melaksanakan tujuh tugas guru itu secara
maksimal.
Kepuasan kerja adalah sikap umum individu terhadap pekerjaannya. Tingkat
kepuasan kerja setiap orang seringkali berbeda-beda sesuai dengan cara dia
mengevaluasi pekerjaan yang telah dilakukannya.53 Dalam ajaran Islam, banyak ayat
dalam Al-Qur’an yang menjelaskan tentang kepuasan kerja. Salah satu diantaranya
yaitu Allah berfirman dalam Q.S. al-Mujadalah (58:11).54

48
Suriagiri, Kepemimpinan Transformasional,…hlm 4
49
Suriagiri, Kepemimpinan Transformasional,…hlm 5
50
Undang-undang No. 14 Tahun 2005, Guru dan Dosen, Pasal 24 ayat 5
51
Undang-undang No. 14 Tahun 2005, Guru dan Dosen, Pasal 14 ayat 2 dan Pasa l 15 ayat 1
52
Danim, S., Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok, (Jakarta, Rineka Cipta Utama, 2005) hlm 15
53
Danim, S., Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok,…hlm 15
54
Al-Qur’an dan Terjemahannya
36
ُ ‫ّٰللاُ َل ُك ْۚ ْم َو ِاذَا قِ ْي َل ا ْن‬
ُ ‫ش ُز ْوا فَا ْن‬
‫ش ُز ْوا َي ْرفَ ِع‬ ‫ح ه‬ ِ ‫س‬ َ ‫س ُح ْوا فِى ْال َمجٰ ل ِِس فَا ْف‬
َ ‫س ُح ْوا َي ْف‬ َّ َ‫ٰ ٰٓياَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْٰٓوا اِذَا قِ ْي َل لَ ُك ْم تَف‬
١١ – ‫ّٰللاُ ِب َما تَ ْع َملُ ْونَ َخ ِبي ٌْر‬ ‫ّٰللاُ الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا مِ ْن ُك ْۙ ْم َوالَّ ِذيْنَ ا ُ ْوتُوا ْالع ِْل َم دَ َرجٰ ٍۗت َو ه‬
‫ه‬
Dari ayat tersebut, dapat dipahami maksudnya yaitu untuk senantiasa bersabar
dan berlapang dada dalam menghadapi dan mengatasi permasalahan yang ada terkait
pekerjaan agar mendapatkan kepuasan dalam bekerja. Hal ini berarti bahwa dengan
guru ikhlas dalam bekerja dapat menumbuhkan rasa kepuasan itu sendiri.
Kepuasan kerja dan ketidakpuasan guru bekerja dapat berdampak pada diri
individu guru yang bersangkutan, maupun kepada organisasi dimana guru melakukan
aktivitas dan tugasnya.55 Untuk mencapai kepuasan tersebut ada beberapa hal yang
dapat mempengaruhinya. Menurut Robbins dan Judge beberapa faktor yang
berkontribusi terhadap kepuasan kerja, yaitu meliputi pekerjaan itu sendiri (work
itself), pengawasan (supervision), rekan kerja (co-worker), gaji (pay), dan promosi
(promotions).56 Faktor penting yang mempengaruhi kepuasan kerja guru adalah gaya
kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala sekolah.57 Pada penjelasan sebelumnya
dapat diambil kesimpulan bahwa perilaku-perilaku kepala sekolah dalam memberikan
pengaruh dapat menimbulkan persepsi yang pada akhirnya berdampak pada perilaku
guru. Apabila perilaku-perilaku yang ditunjukan dipersepsi positif oleh guru, maka
juga akan menimbulkan sikap positif pula pada organisasi. Demikian pula sebaliknya,
jika perilaku yang ditunjukan dinilai negatif atau tidak sesuai dengan harapan-
harapannya, maka akan menyebabkan munculnya sikap negatif dari guru.
Secara umum gaya kepemipinan terdapat dua gaya kepemimpinan yaitu gaya
dengan orientasi tugas (task oriente), dan gaya orientasi pada anggota (employee
oriented). Pada perkembangan selanjutnya seiring dengan perubahan sosial gaya
kepemimpinan mengalami pengembangan yaitu gaya kepemimpinan transaksional,
gaya kepemimpinan transformasional, dan kepemipinan visiner.58
Dari ketiga gaya kepemimpinan tersebut, penulis ingin mengulaskan lebih
konprehenshif tentang kepemimpinan transformasional. Dalam tulisan ini akan
membahas mengenai konsep kepemimpinan transformasional secara konfrehenshif
yang diawali pembahasan mengenai pengertian kepemimpinan transformasional,
dimensi-dimensi kepemimpinan transformasional, karakteristik kepemimpinan

55
Danim, S., Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok,…hlm 17
56
Robbins, Stephen P., and Timothy A. Judge. Organizational Behavior. 15 ed. New York: Pearson Education
nc,. Yang diterjemahkan oleh Suriagri pada buku nya, Kepemimpinan Transformasional, 2020
57
Suriagiri, Kepemimpinan Transformasional,…hlm 14
58
Suriagiri, Kepemimpinan Transformasional,…hlm 17
37
transformasinal, prinsip-prinsip kepemimpinan transformasional dan cara mendidik
dan membina seorang pempin untuk menumbuhkan sifat kepemimpinan
transformasional.

B. Pengertian Kepemimpinan Transformasional


1. Pengertian Kepemimpinan Transformasional
a. Kepemimpinan
Kepemimpinan dalam bahasa inggris “Leadership” secara umum
diartikan sebagai hubungan yang erat antara seorang dan kelompok manusia
karena mempunyai kepentingan yang sama.59 Kepemimpinan merupakan
aspek yang sangat urgen dalam menentukan keberhasilan suatu organisasi,
hal ini karena kepemimpinan menyangkut perilaku seorang pemimpin dalam
rangka memengaruhi para pegawai atau karyawannya, sehingga para pegawai
mau bekerja sama dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi.
Kepemimpinan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menyangkut perihal
pemimpin atau cara seseorang memimpin.60 Pada penjelasan sebelumnya
dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan menyangkut keberadaan sosok
orang yang dipercaya menjadi pemimpin, yang dipandang memiliki
kemampuan dan atau ketrampilan lebih baik dibandingkan rata-rata dari
pegawai lainnya, kepemimpinan juga seseorang dalam organisasi sangat
menentukan berhasil tidaknya organisasi yang dipimpinnya. Berikut beberapa
pendapat para ahli mengenai pengertian kepemimpinan, yaitu:
1) Boedjo Sujanto
Kepemimpinan adalah sebuah proses memberikan arti (pengarahan yang
berarti) terhadap usaha kolektif, dan yang mengakibatkan kesediaan untuk
melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran.61
2) Abdul Azis Wahab
Kepemimpinan merupakan inti manajemen yakni sebagai motor
penggerak bagi sumber-sumber dan alat-alat dalam organisasi. Sukses
tidaknya suatu organisasi mencapai tujuan yang telah ditetapkan

59
Aspizain, Pemimpin dan Kepemimpinan, (Jakarta: Lentera Ilmu Cendekia, 2017), hlm 20
60
Aspizain, Pemimpin dan Kepemimpinan,..hlm 20
61
Bedjo Sujanto, Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah, (Jakarta: Sagung Seto, 2007) hlm 25
38
tergantung atas cara- cara memimpin yang dipraktikkan orang-orang
atasan.62
3) P.Siagian Hasibuan
Kepemimpinan adalah pengaruh antarpribadi yang dijalankan dalam suatu
situasi tertentu, diarahkan melalui proses komunikasi ke arah pencapaian
satu atau beberapa tujuan tertentu.63
4) Ekosiswoyo
Kepemimpinan adalah peningkatan pengaruh sedikit demi sedikit, pada
dan berada di atas kepatuhan mekanis terhadap pengarahan- pengarahan
rutin organisasi.64
5) Deasy Rachmawati
Kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin
aktivitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang ingin dicapai Bersama
(Shared Goal).65
Berdasarkan berbagai pendapat mengenai kepemimpinan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa masing-masing definisi berbeda menurut sudut pandang
penulisnya. Namun dengan demikian, ada kesamaan dalam mendefinisikan
kepemimpinan, yaitu mengandung makna mempengaruhi orang lain untuk
berbuat seperti yang pemimpin kehendaki. Pada kesimpulannya yang
dimaksud dengan kepemimpinan adalah suatu usaha untuk memengaruhi
orang atau kelompok untuk bertindak dan berperilaku seperti yang diharapkan
agar tujuan dapat tercapai secara efektif dan efisien.
b. Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan transformasional pertama kali dijelaskan oleh Bass pada
tahun 1985. Menyatakan bahwa, tidak seperti pemimpin transaksional,
pemimpin transformasional menginspirasi anggotanya untuk meninggalkan
kepentingan pribadi demi organisasi dan memiliki dampak mendalam pada
anggota mereka.66 Bass menemukan pengurangan yang dihasilkan dalam

62
Abdul, Azis, Wahab, Anatomi Organisasi Kepemimpinan Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2008) hlm 12
63
P. Siagian Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2016), hlm 30
64
Ekosiswoyo, Kepemimpinan Kepala Sekolah yang Efektif Kunci Pencapaian Kualitas Pendidikan, Jurnal Ilmu
Pendidikan 14, no. 2 (2007): 76–82.
65
Deasy Rachmawati, Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Budaya Organisasi terhadap Kinerja
Guru dengan Kepuasan Kerja, Industrial Engineering Journal 7, no. 2 (2018): 18–24.
66
Bass, Bernard M., dan Ronald E. Riggio. Transformational Leadership. II. London: Lawrence Erlbaum
Associates Publishers, 2006. Yang diterjemahkan oleh Suriagri pada buku nya, Kepemimpinan Transformasional,
2020
39
pergantian anggota dan peningkatan produktivitas dengan tingkat kepuasan
anggota yang lebih tinggi.67 Pada penjelasan sebelumnya dapat diambil
kesimpulan bahwa kepemimpinan transformasional memandang pemimpin
sebagai katalis untuk pendekatan visioner sambil mempertahankan
pandangan strategis tentang apa yang perlu harus dilakukan. Berikut beberapa
pendapat mengenai pengertian kepemimpinan transformasional yang tertera
pada buku Kepemimpinan Transformasional yang dikarang oleh Suriagri,
yaitu:68
1) Danim
Kepemimpinan transformasional berasal dari kata “to transform” yang
berarti mentransformasikan atau mengubah sesuatu menjadi bentuk yang
berbeda, misalnya mentransformasi visi menjadi realita, potensi menjadi
aktual, laten menjadi manifes dan sebagainya.
2) Kartono
Kepemimpinan transformasional adalah aktivitas mempengaruhi orang-
orang agar mereka suka berusaha mencapai tujuan-tujuan kelompok.
3) Swandari
Kepemimpinan transformasional sebagai pemimpin yang mempunyai
kekuatan untuk mempengaruhi bawahan dengan cara-cara tertentu.
Dengan penerapan kepemimpinan transformasional bawahan akan
merasa dipercaya, dihargai, loyal dan respek kepada pimpinannya.
4) Komariah dan Triatna
Kepemimpinan transformasional adalah gaya kepemimpinan yang
digunakan oleh seseorang manajer bila ia ingin suatu kelompok
melebarkan batas dan memiliki kinerja melampaui status atau mencapai
serangkaian sasaran organisasi yang sepenuhnya baru. Kepemimpinan
transformasional pada prinsipnya memotivasi bawahan untuk berbuat
lebih baik dari apa yang bisa dilakukan, dengan kata lain dapat
meningkatkan kepercayaan atau keyakinan diri bawahan yang akan
berpengaruh terhadap peningkatan kinerja.

67
Bass, Bernard M., dan Ronald E. Riggio. Transformational Leadership,…Yang diterjemahkan oleh Suriagri
pada buku nya, Kepemimpinan Transformasional, 2020
68
Suriagiri, Kepemimpinan Transformasional,…hlm 40
40
Pada beberapa penjelasan sebelumnya dari menurut para ahli mengenai
kepemimpinan transformasional dapat disimpulkan bahwasanya
kepemimpinan transformasional dapat meningkatkan secara signifikan suatu
kegiatan lembaga karena bentuk kepemimpinan yang memupuk tingkat
tinggi pada motivasi intrinsik, kepercayaan, komitmen, dan juga loyalitas
dari anggotanya, sehingga atribut yang ada tertanam dalam kepemimpinan
manajemen diri. Akan tetapi, kepemimpinan transformasional dapat
ditingkatkan ketika ditambahkan ke kepemimpinan manajemen diri.
Pemimpin transformasional harus mampu untuk mentransformasikan secara
optimal sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang
bermakna sesuai dengan target yang telah ditentukan. Sumber daya
dimaksud tersebut berupa sumber daya manusia, fasilitas, dana, dan faktor
eksternal organisasi.

C. Dimensi-Dimensi Kepemimpinan Transformasional


Menurut Bass ada beberapa dimensi dalam gaya kepemimpinan transformasional,
yaitu sebagai berikut.69
1. Idealized influence (charisma)
Dimana para pemimpin dikagumi, dihormati, dan juga dipercaya. Pengikut
meniru pemimpin mereka dan mengidentifikasi bersama mereka. Pemimpin
menempatkan kebutuhan pengikut mereka di atas kebutuhan mereka sendiri.
Pemimpin berbagi risiko dengan pengikut dan berperilaku dalam acara yang
sejalan dengan etika, prinsip, dan nilai yang mendasarinya.
2. Inspirational motivation
Dimana para pemimpin berperilaku dengan cara yang memotivasi orang-orang di
sekitar mereka, memberikan makna untuk semua aktivitas yang mereka lakukan.
Mereka mengatur pribadi yang menantang tujuan. Semangat individu dan tim
dibangkitkan. Kelompok menunjukkan antusiasme dan optimisme. Pemimpin
mendorong anggotanya untuk membayangkan keadaan masa depan yang
menarik.

69
Bass, Bernard M., dan Ronald E. Riggio. Transformational Leadership,…Yang diterjemahkan oleh Suriagri
pada buku nya, Kepemimpinan Transformasional, 2020
41
3. Intellectual stimulation.70
Dimana para pemimpin merangsang upaya anggotanya untuk menjadi inovatif
dan kreatif, dengan mempertanyakan asumsi, membingkai ulang masalah, dan
juga mendekati situasi lama dengan cara baru. Tidak ada kritik publik terhadap
individu tersebut atas kesalahan anggota. Ide baru dan solusi kreatif untuk
masalah adalah didorong.
4. Individualized consideration
Dimana para pemimpin memperhatikan kebutuhan setiap individu anggotanya,
bertindak sebagai pelatih atau mentor dengan membina anggota. Anggotanya
diberdayakan dengan memberikan peluang pembelajaran baru diciptakan
dalam iklim organisasi yang mendukung. Perbedaan individu, dalam hal
kebutuhan dan keinginan, ditangani dan diakui.

D. Prinsip-Prinsip Kepemimpinan Transformasional


Menurut Ress, E terdapat prinsip-prinsip pada seorang pemimpin transformasional,
yaitu:71
1. Simplifikasi
Keberhasilan dari kepemimpinan diawali dengan sebuah visi yang akan menjadi
cermin dan tujuan bersama. Kemampuan serta keterampilan dalam
mengungkapkan visi secara jelas, praktis dan tentu saja transformasional yang
dapat menjawab kemana organisasi tersebut akan melangkah dan
implementasikannya.
2. Motivasi
Pemimpin transformasional dapat menciptakan suatu sinergitas di dalam
organisasi, berarti seharusnya dia dapat pula mengoptimalkan, memotivasi dan
memberi energi kepada setiap pengikutnya. Praktisnya dapat saja berupa tugas
atau pekerjaan yang betul-betul menantang serta memberikan peluang bagi
mereka pula untuk terlibat dalam suatu proses kreatif baik dalam hal memberikan
usulan atau pun mengambil keputusan dalam pemecahan masalah, sehingga hal
ini pula akan memberikan nilai tambah bagi mereka sendiri.

70
Safaria, T., Kepemimpinan Transformasional. Edisi Pertama, (Yogyakarta, Graha Ilmu, 2019), hlm 27
71
Rees, E., Seven Principles of Transformational Leadership: Creating A Synergy of Energy, 2007. Yang
diterjemahkan oleh Safaria, T. pada buku nya yang berjudul Kepemimpinan Transformasional, 2019
42
3. Fasilitasi
Pemimpin transformasional harus memfasilitasi pembelajaran yang terjadi di
dalam organisasi secara kelembagaan, kelompok, atau pun individual. Hal ini
akan berdampak pada semakin bertambahnya modal intelektual dari setiap
orang yang terlibat di dalam organisasi tersebut.
4. Mobilitasi
Pemimpin transformasional dapat mengerahkan semua sumber daya yang ada
untuk melengkapi dan memperkuat setiap orang yang terlibat di dalamnya
dalam mencapai visi dan tujuan. Pemimpin transformasional akan selalu
mengupayakan pengikut yang penuh dengan tanggung jawab.
5. Siap Siaga
Pemimpin transformasional harus mempuyai kemampuan untuk selalu siap
belajar tentang diri mereka sendiri dan menyambut perubahan dengan
paradigma baru yang positif.
6. Tekad
Pemimpin transformasional haris mempunyai tekad bulat sampai pada akhir,
tekad bulat untuk menyelesaikan sesuatu dengan baik dan tuntas. Untuk ini tentu
perlu pula didukung oleh pengembangan disiplin spiritualitas, emosi, dan fisik
serta komitmen.

E. Karakteristik Kepemimpian Transformasional


1. Karakteristik Kepemimpian Transformasional
Adapun karakteristik kepemimpinan transformasional menurut Safaria terdapat 4
karakter, yaitu sebagai berikut:72
a. Idealized influence
Idealized influence mempunyai makna bahwa seorang pemimpin
transformasional harus kharisma yang mampu “menyihir” bawahan untuk
bereaksi mengikuti pimppinan. Dalam bentuk konkrit, kharisma ini
ditunjukan melalui perilaku pemahaman terhadap visi dan misi organisasi,
mempunyai pendirian yang kukuh, komitmen dan konsisten terhadap setiap
keputusan yang telah diambil, dan menghargai bawahan. Dengan kata lain,

72
Safaria, T., Kepemimpinan Transformasional. Edisi Pertama,…hlm 50
43
pemimpin transformasional menjadi role model yang dikagumi, dihargai, dan
diikuti oleh bawahannya.
b. Inspirational motivation
Inspirational motivation berarti karakter seorang pemimpin mampu
menerapkan standar yang tinngi akan tetapi sekaligus mampu mendorong
bawahan untuk mencapai standar tersebut. Karakter seperti ini mampu
membangkitkan optimisme dan antusiasme yang tinggi dari pawa bawahan.
Dengan kata lain, pemimpin transformasional senantiasa memberikan
inspirasi dan memotivasi bawahannya.73
c. Intellectual stimulation
Intellectual stimulation karakter seorang pemimpin Transformasional yang
mampu mendorong bawahannya untuk menyelesaikan permasalahan dengan
cermat dan rasional. Selain itu, karakter ini mendorong para bawahan untuk
menemukan cara baru yang lbih efektif dalam menyelesaikan masalah.
Dengan kata lain, pemimpin transformasional mampu mendorong
(menstimulasi) bawahan untuk selalu kreatif dan inovatif.
d. Individualized consideration
Individualized consideration berarti karakter seorang pemimpin mampu
memahami perbedaan individual para bawahannya. Dalam hal ini, pemimpin
transformasional mau dan mampu untuk mendengar aspirasi, mendidik, dan
melatih bawahan. Selain itu, seorang pemimpin transformasional mampu
melihat potensi prestasi dan kebutuhan berkembang para bawahan serta
memfasilitasinya.
Pada penjelasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa karakteristik
pemimpin transformasional harus mampu memahami dan menghargai bawahan
berdasarkan kebutuhan bawahan dan memperhatikan keinginan berprestas dan
berkembang para bawahan.

2. Komponen kepemimpinan transformasional


Menurut pendapat Bernard M. Bass bahwa ada 4 komponen dalam kepemimpinan
transformasional, yaitu sebagai berikut:74

73
https://media.neliti.com/media/publications/publica tions/56599-ID-karakteristik-kepemimpinan-
transformasio.pdf, di akses pada hari Sabtu tanggal 13 Mei 2023 pukul 14:00
74
Bass, Bernard M., dan Ronald E. Riggio. Transformational Leadership,…Yang diterjemahkan oleh Suriagri
pada buku nya, Kepemimpinan Transformasional, 2020
44
a. Inspirational Motivation
Pemimpin transformasional memiliki visi yang jelas dan mempunyai
kemampuan mengartikulasikan visi kepada anggota tim.
b. Intellectual stimulation
Pemimpin Transformasional tidak hanya menantang status quo; melainkan
pemimpin transformasional juga mendorong kreativitas di kalangan anggota
tim. Pemimpin mampu mendorong anggota timnya untuk mengeksplorasi cara-
cara baru dalam melakukan sesuatu dan kesempatan baru untuk belajar.
c. Individualized Consideration
Kepemimpinan transformasional melibatkan, menawarkan dukungan dan
dorongan kepada masing-masing individu dalam tim. Pemimpin
transformasional harus juga menjaga jalur komunikasi tetap terbuka sehingga
anggota tim merasa bebas untuk berbagi ide dan memberikan pengakuan
langsung dari kontribusi unik dari setiap anggota tim.
d. Idealized Influence
Pemimpin transformasional berfungsi sebagai panutan bagi pengikutnya dan
tidak hanya memimpin tapi mereka juga memberikan contoh nyata.75
Pada penjelasan sebelumnya, pendapat dari Bernard M. Bass mengenai 4
komponen dalam kepemimpinan transformasional dapat disimpulkan bahwasanya
menjadi pemimpin transformational harus melakukan hal-hal untuk mendapatkan 4
komponen tersebut dalam diri kita. Caranya adalah dengan melakukan beberapa hal
berikut ini.
a. Membuat visi yang jelas Semua pemimpin besar bertindak dengan visi yang
jelas.
b. Mengelola penyampaian visi
c. Memotivasi tim
d. Kreatif dan Inovatif
e. Membangun budaya belajar di dalam organisasi
Dengan demikian untuk mewujudkan gaya kepemimpinan transformasional
harus berawal dari membuat visi yang jelas dan diakhiri dengan membangun
budaya belajar dalam organisasi. Jika hal ini dilakukan dengan baik, maka

75
Bass, Bernard M., dan Ronald E. Riggio. Transformational Leadership,…Yang diterjemahkan oleh Suriagri
pada buku nya, Kepemimpinan Transformasional, 2020
45
kualitas diri akan semakin meningkat yang pada akhirnya akan terwujud
organisasi yang maju dan organisasi yang bunafit dan kompetitisi.
F. Mendidik dan Membangun Kepemimpinan Transformasional
Teori kepemimpinan transformasional bukanlah penganut faham naturalistik,
walaupun banyak dimensinya, seperti misalnya karisma dan kemampuan intelektual,
yang seolah bersifat bawaan. Oleh karena itu Bass mengilustrasikan paling tidak dua
strategi untuk mendidik atau membina pemimpin transformasional.76
1. Strategi pertama dimulai dengan evaluasi kualitas kepemimpinan
transformasional yang dimiliki peserta training, yang diperoleh dari bawahan
dan atau rekan kerja. Hasil evaluasi tersebut kemudian didiskusikan dengan
seorang mentor dan dibandingkan dengan evaluasi yang dilakukan diri sendiri
(EDS). Evaluasi kualitas kepemimpinan transformasional tersebut dilakukan
dengan Multifactor Leadership Questionnaire (MLQ). Fokus dari diskusi
tersebut adalah jika terjadi kesenjangan antara hasil evaluasi orang lain dengan
hasil evaluasi diri sendiri. Kemudian ditanyakan mengapa orang lain memiliki
pandangan seperti itu, hal-hal apakah yang bisa dilakukan untuk menutup
kesenjangan tersebut dan sebagainya. Proses diskusi ini dapat juga dilakukan
secara kelompok. Dalam kelompok, masing-masing peserta dapat berbagi
pengalamannya tentang apa yang telah dilakukan sehingga, misalnya, dia
mendapatkan skor tinggi dalam hal stimulasi intelektual. Peserta lain kemudian
dapat mengambil pelajaran dari pengalaman rekannya.77
2. Strategi ke dua dengan membayangkan sosok pemimpin yang ideal dan mereka
pernah kenal. Kemudian dijabarkan dan ditelaah bagaimana perilaku sosok
pemimpin ideal tersebut. Biasanya akan muncul contoh-contoh yang
menunjukkan karisma, perhatian individual atau kemampuan stimulasi
intelektual. Pelatih harus menekankan bahwa kualitas seperti tersebut bukanlah
monopoli sang pemimpin ideal, melainkan dapat dikembangkan oleh siapa saja
yang mau berusaha. Kemudian perilaku-perilaku ideal yang sudah diidentifikasi
ditelaah lebih lanjut untuk dapat ditiru dan diterapkan dalam konteks
lingkungan kerja masing-masing peserta training. 78

76
Bass, Bernard M., dan Ronald E. Riggio. Transformational Leadership,…Yang diterjemahkan oleh Suriagri
pada buku nya, Kepemimpinan Transformasional, 2020
77
Bass, Bernard M., dan Ronald E. Riggio. Transformational Leadership,…Yang diterjemahkan oleh Suriagri
pada buku nya, Kepemimpinan Transformasional, 2020
78
Bass, Bernard M., dan Ronald E. Riggio. Transformational Leadership,…Yang diterjemahkan oleh Suriagri
pada buku nya, Kepemimpinan Transformasional, 2020
46
Pada penjelasan sebelumnya dapat diambil kesimpulan bahwa berbagai cara untuk
mendidik dan membina dalam pemimpin transformasional akan tetapi yang terpenting
adalah pemahaman yang mendalam akan keempat ciri-cirinya dan kemampuan untuk
mengukurnya. Tentu saja ukuran yang paling tepat adalah bagaimana prestasi
organisasi dari sang pemimpin tersebut.

G. Kesimpulan
Kepemimpinan transformasional adalah salah satu gaya kepemimpinan.
Pemimpin transformasional proaktif, karena mereka meningkatkan kesadaran
anggota dan membantu mereka untuk mencapai tujuan yang luar biasa. Seorang
kepala sekolah mungkin memiliki lebih dari satu gaya kepemimpinan dan lebih suka
menggunakan gaya kepemimpinan yang berbeda untuk situasi yang berbeda.
Kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang mampu
menciptakan perubahan yang mendasar dan dilandasi oleh nilai-nilai agama, sistem
dan budaya untuk menciptakan inovasi dan kreativitas pengikutnya dalam rangka
mencapai visi yang telah ditetapkan. Kepemimpinan yang mentransformasi dapat
dipandang sebagai proses mempengaruhi, pada tingkat mikro mempengaruhi antara
para individu dan di tingkat makro merupakan usaha memobilisasi kekuasaan untuk
mengubah sistem sosial dan memperbaiki lembaga-lembaga.
Pada kepemimpinan transformasional memiliki beberapa dimensi, yaitu
pertama idealized influence, pengikut meniru pemimpin mereka dan mengidentifikasi
bersama mereka. Kedua inspirational motivation, pemimpin berperilaku dengan cara
yang memotivasi orang-orang di sekitar mereka, memberikan makna untuk semua
aktivitas yang mereka lakukan. Ketiga intellectual stimulation, pemimpin
merangsang upaya anggotanya untuk menjadi inovatif dan kreatif, dengan
mempertanyakan asumsi, membingkai ulang masalah, dan mendekati situasi lama
dengan cara baru. Keempat individualized consideration, pemimpin memperhatikan
kebutuhan setiap individu anggotanya, bertindak sebagai pelatih atau mentor.
Prinsip-prinsip yang harus diciptakan oleh seorang pemimpin transformasional,
yaitu splifikasi, motivasi, fasilitasi, mobilitasi, siap siaga, dan tekad. Ciri-ciri
kepemimpinan transformasional, yaitu pengaruh ideal (idealized influence), motivasi
inspirasional (inspirational motivation), stimulasi intelektual (intellectual
stimulation), pertimbangan Individual (individualized consideration).

47
Karakteristik kepemimpinan transformasional terdapat 4 karakter, yaitu
idealized influence, inspirational motivation, intellectual stimulation, dan terakhir
individualize consideration. Karakteristik pemimpin transformasional harus mampu
memahami dan menghargai bawahan berdasarkan kebutuhan bawahan dan
memperhatikan keinginan berprestas dan berkembang para bawahan.
Berbagai cara untuk mendidik dan membina dalam pemimpin transformasional
akan tetapi yang terpenting adalah pemahaman yang mendalam akan keempat ciri-
cirinya dan kemampuan untuk mengukurnya. Tentu saja ukuran yang paling tepat
adalah bagaimana prestasi organisasi dari sang pemimpin tersebut.

48
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, Azis, Wahab, Anatomi Organisasi Kepemimpinan Pendidikan, (Bandung: Alfabeta,
2008)
Al-Qur’an dan Terjemahannya
Aspizain, Pemimpin dan Kepemimpinan, (Jakarta: Lentera Ilmu Cendekia, 2017),
Bedjo Sujanto, Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah, (Jakarta: Sagung Seto, 2007)
Danim, S., Motivasi Kepemimpinan dan Efektivitas Kelompok, (Jakarta, Rineka Cipta Utama,
2005)
Deasy Rachmawati, Pengaruh Gaya Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Budaya Organisasi
terhadap Kinerja Guru dengan Kepuasan Kerja, Industrial Engineering Journal 7, no.
2 (2018): 18–24
Ekosiswoyo, Kepemimpinan Kepala Sekolah yang Efektif Kunci Pencapaian Kualitas
Pendidikan, Jurnal Ilmu Pendidikan 14, no. 2 (2007): 76–82.
https://gurudikdas.kemdikbud.go.id/news/mengkaji-kembali-hasil-pisa-sebagai-pendekatan-
inovasi- pembelajaran--untuk-peningkatan-kompetensi-li diakses pada hari Jumaat
tanggal 12 Mei 2023 pukul 20:00
https://gurudikdas.kemdikbud.go.id/news/mengkaji-kembali-hasil-pisa-sebagai-pendekatan-
inovasi-pembelajaran--untuk-peningkatan-kompetensi-li diakses pada hari Jumaat
tanggal 12 Mei 2023 pukul 20:00
https://media.neliti.com/media/publications/publications/56599-ID-karakteristik
kepemimpinan- transformasio.pdf, di akses pada hari Sabtu tanggal 13 Mei 2023 pukul
14:00
P. Siagian Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2016)
Rees, E., Seven Principles of Transformational Leadership: Creating A Synergy of Energy,
2007. Yang diterjemahkan oleh Safaria, T. pada buku nya yang berjudul Kepemimpinan
Transformasional, 2019
Robbins, Stephen P., Timothy A. Judge. Organizational Behavior. 15 ed. New York: Pearson
Education nc,. Yang diterjemahkan oleh Suriagri pada buku nya, Kepemimpinan
Transformasional, 2020
Safaria, T., Kepemimpinan Transformasional, Edisi Pertama, (Yogyakarta, Graha Ilmu, 2019),
hlm 27
Suriagiri, Kepemimpinan Transformasional, (Jakarta, Cv. Radja Publika, 2020)
Undang-undang No. 14 Tahun 2005, Guru dan Dosen, Pasal 14 ayat 2 dan Pasa l 15 ayat 1
Undang-undang No. 14 Tahun 2005, Guru dan Dosen, Pasal 24 ayat 5
49
BAB IV

KEPEMIMPINAN PARTISIPATIF

Oleh Asa Qubaila Sitta Zidna Rizqia

A. Pengertian kepemimpinan partisipatif


Kepemimpinan partisipatif adalah suatu gaya kepemimpinan di mana pemimpin
bekerja sama dengan para anggota timnya untuk mencapai tujuan bersama. Menurut
Hasibuan kepemimpinan partisipatif adalah apabila seorang pemimpin dalam
melaksanakan kepemimpinannya dilakukan secara persuasif, menciptakan kerjasama
yang serasi, menumbuhkan loyalitas dan partisipasi bawahannya79. Dalam
kepemimpinan partisipatif, pemimpin memberikan kesempatan bagi para anggota
timnya untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan memperlihatkan
bahwa pendapat dan ide mereka sangat dihargai.
Dalam kepemimpinan partisipatif, pemimpin memfasilitasi diskusi antara para
anggota tim dan memberikan kesempatan bagi setiap orang untuk berbicara. Pemimpin
memperhatikan dan mendorong partisipasi aktif dari seluruh anggota timnya, serta
memperhatikan kebutuhan individu dan membangun hubungan yang positif dan saling
percaya.

B. Manfaat kepemimpinan partisipatif


Kepemimpinan partisipatif melibatkan aspek-aspek yang sering disebut sebagai
pengambilan keputusan bersama, konsultasi, pembagian kekuasaan, desentralisasi, dan
manajemen demokratis. Danang dan Burhanudin, mengatakan kepemimpinan
partisipatif memiliki banyak manfaat80. Adapun manfaat kepemimpinan partisipatif
antara lain:
1. Kualitas keputusan tinggi. Melibatkan orang lain dalam proses pengambilan
keputusan akan lebih meningkatkan kualitas keputusan dari pada dilakukan sendiri.
2. Penerimaan keputusan tinggi. Keputusan yang dibuat bersama dengan melibatkan
partisipasi orang lain, membuat orang-orang yang terlibat dengan keputusan
tersebut merasa bahwa itu adalah keputusan mereka.

79
E.D. Susanto dkk Prajitiasari, “Pengaruh Kompetensi, Gaya Kepemimpinan Partisipatif Dan Budaya
Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Pesen Kopi Di Malang,” Bussiness Studies 1 (2022): 37.
80
Danang Suntoyo & Burhanuddin, Penelitian Sumber Daya Manusia (Jakarta: PT Buku Seru, 2015).
50
3. Kepuasan. Orang yang dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan merasa
dihargai dan dihormati yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap kepuasan
kerja mereka.
4. Pengembangan keterampilan partisipan. Orang-orang yang terlibat dengan banyak
aspek dalam proses pengambilan keputusan akan belajar lebih banyak dari pada
orang-orang yang terlibat hanya pada satu atau beberapa aspek saja.

C. Sejarah kepemimpinan partisipatif


Kepemimpinan partisipatif berasal dari teori kepemimpinan yang berkembang
pada abad ke-20. Salah satu tokoh yang memperkenalkan konsep ini adalah Kurt
Lewin, seorang psikolog sosial dari Jerman yang mendirikan pusat riset kelompok di
MIT pada tahun 1944. Lewin mengembangkan teori kepemimpinan yang mencakup
tiga gaya kepemimpinan, yaitu otoriter, demokratis, dan laissez-faire81. Dalam gaya
kepemimpinan demokratis, pemimpin mengambil keputusan bersama dengan para
anggota timnya dan memfasilitasi partisipasi aktif dari seluruh anggota timnya.
Pada tahun 1950-an, Douglas McGregor, seorang teoritikus manajemen,
memperkenalkan teori X dan Y sebagai cara untuk menggambarkan dua pandangan
yang berbeda tentang manusia dan perilaku kerja mereka. Teori Y mendukung gaya
kepemimpinan partisipatif dengan anggapan bahwa karyawan secara alami ingin
bekerja dan memiliki motivasi intrinsik untuk mencapai tujuan bersama. Selanjutnya,
pada tahun 1960-an dan 1970-an, teori kepemimpinan partisipatif semakin populer
karena adanya permintaan untuk lebih banyak partisipasi karyawan dalam pengambilan
keputusan di tempat kerja. Teori ini juga mendapat dukungan dari gerakan hak sipil dan
gerakan feminis yang mengadvokasi partisipasi dan inklusivitas dalam segala aspek
kehidupan. Hingga saat ini, kepemimpinan partisipatif menjadi salah satu gaya
kepemimpinan yang populer di banyak organisasi dan menjadi salah satu konsep
penting dalam manajemen dan psikologi sosial.

81
Purwanto, “Faktor Internal Yang Mempengaruhi Minat Belajar Seseorang,” 2016, 1–6.
51
D. Kepemimpinan partisipatif modern
Kepemimpinan partisipatif modern terus berkembang seiring dengan
perkembangan teknologi, globalisasi, dan perubahan sosial yang terjadi di dunia.
Beberapa karakteristik kepemimpinan partisipatif modern antara lain:
1. Keterlibatan karyawan melalui teknologi: Kepemimpinan partisipatif modern
menggunakan teknologi untuk meningkatkan keterlibatan karyawan. Misalnya,
dengan memanfaatkan aplikasi dan platform digital untuk mengumpulkan masukan
dan ide dari karyawan, dan memfasilitasi kolaborasi antar-tim yang berbeda.
2. Inklusivitas dan keanekaragaman: Kepemimpinan partisipatif modern
memperhatikan inklusivitas dan keanekaragaman sebagai nilai penting. Pemimpin
mendorong partisipasi dari semua anggota tim dan memperhatikan perspektif yang
berbeda dari berbagai latar belakang dan pengalaman.
3. Orientasi pada tujuan: Kepemimpinan partisipatif modern berfokus pada mencapai
tujuan bersama, dengan mengedepankan partisipasi karyawan dalam proses
pengambilan keputusan dan memperhatikan kebutuhan individu dan tim.
4. Fleksibilitas: Kepemimpinan partisipatif modern mengakui pentingnya fleksibilitas
dalam menjawab perubahan dan tantangan yang cepat dan kompleks. Pemimpin
harus mampu beradaptasi dan memfasilitasi partisipasi karyawan dalam
menyelesaikan masalah secara efektif dan efisien.
5. Keterlibatan pada semua tingkatan: Kepemimpinan partisipatif modern mendorong
partisipasi dari semua tingkatan dalam organisasi, tidak hanya pada level manajerial
atau eksekutif. Hal ini memungkinkan karyawan pada semua level untuk merasa
dihargai dan memiliki pengaruh dalam proses pengambilan keputusan.
Secara keseluruhan, kepemimpinan partisipatif modern tetap berpegang pada nilai-
nilai dasar kepemimpinan partisipatif, yaitu partisipasi aktif karyawan dalam
pengambilan keputusan dan mencapai tujuan bersama. Namun, penggunaan teknologi
dan perhatian pada inklusivitas dan keanekaragaman merupakan beberapa karakteristik
yang membuat kepemimpinan partisipatif menjadi lebih adaptif dan relevan di era
modern.

52
E. Pemberdayaan pegawai
Pemberdayaan pegawai atau employee empowerment adalah proses memberikan
karyawan kekuatan dan kewenangan untuk mengambil keputusan yang berdampak
pada pekerjaan mereka. Hal ini dapat dilakukan melalui pengembangan keterampilan
dan pengetahuan, memberikan otonomi dalam mengambil keputusan, dan memberikan
dukungan dari manajemen. Pada penelitian dijelaskan bahwa, employee empowerment
dapat didefinisikan sebagai proses penyediaan informasi, kekuatan, dan sumber daya
kepada karyawan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi82. Employee
empowerment dapat secara efektif membantu karyawan untuk menghadapi kondisi
yang membutuhkan upaya tinggi karena melalui employee empowerment, organisasi
akan memberikan karyawan sumber daya penting seperti kemandirian, partisipasi
dalam pengambilan keputusan, pendelegasian wewenang, menyerahkan kekuasaan
kepada karyawan untuk melakukan tugas atau proses tertentu, memberikan pengalaman
yang dibutuhkan, serta memberi ruang bagi karyawan untuk melakukan tugas secara
bertanggung jawab.

F. Manfaat pemberdayaan pegawai


Berikut adalah beberapa manfaat dari pemberdayaan pegawai:
1. Meningkatkan motivasi karyawan: Dengan memberikan karyawan otonomi dalam
mengambil keputusan, karyawan merasa dihargai dan merasa memiliki tanggung
jawab yang lebih besar. Hal ini dapat meningkatkan motivasi mereka dalam bekerja
dan memberikan dampak positif pada produktivitas.
2. Meningkatkan kualitas pekerjaan: Dengan memberikan karyawan kekuatan untuk
mengambil keputusan yang berdampak pada pekerjaan mereka, karyawan merasa
memiliki tanggung jawab yang lebih besar terhadap hasil kerja mereka. Hal ini
dapat meningkatkan kualitas pekerjaan dan mendorong karyawan untuk bekerja
lebih keras untuk mencapai hasil yang lebih baik.
3. Meningkatkan kreativitas dan inovasi: Dengan memberikan karyawan kebebasan
untuk berpikir dan membuat keputusan, karyawan dapat mengembangkan

82
Tiarapuspa. Asád, “Apakah Training and Development, Employee Empowerment Dan Juga
Performance Appraisal Memiliki Pengaruh Terhadap Employee Competencies,” The Journal of Bussiness and
Management 6 (2023): 88–100.
53
kreativitas dan inovasi mereka. Hal ini dapat memungkinkan munculnya ide-ide
baru dan solusi yang lebih baik untuk masalah yang dihadapi dalam pekerjaan.
4. Meningkatkan kepuasan karyawan: Dengan memberikan karyawan kekuatan untuk
mengambil keputusan yang berdampak pada pekerjaan mereka, karyawan merasa
dihargai dan memiliki pengaruh dalam organisasi.Hal ini dapat meningkatkan
kepuasan mereka terhadap pekerjaan dan organisasi secara keseluruhan.
5. Meningkatkan kinerja organisasi: Dengan meningkatkan motivasi, kualitas
pekerjaan, kreativitas, inovasi, dan kepuasan karyawan, pemberdayaan pegawai
dapat meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan.
Untuk menerapkan pemberdayaan pegawai, organisasi dapat memberikan pelatihan
dan pengembangan keterampilan kepada karyawan, memfasilitasi kolaborasi dan
komunikasi antar-tim, dan memberikan dukungan manajemen untuk pengambilan
keputusan karyawan.

G. Dukungan terhadap pemberdayaan pegawai


Dukungan untuk pemberdayaan pegawai sangat penting karena ini melibatkan
perubahan dalam budaya organisasi. Berikut adalah beberapa hal yang dapat dilakukan
untuk mendukung pemberdayaan pegawai:
1. Membangun budaya partisipasi: Manajemen harus membangun budaya yang
mendorong karyawan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan
memberikan umpan balik. Ini dapat dilakukan dengan membuka saluran
komunikasi antara manajemen dan karyawan, mengadakan rapat dan diskusi
terbuka, serta mengembangkan budaya kerja yang terbuka.
2. Memberikan pelatihan dan pengembangan karyawan: Manajemen harus
memberikan pelatihan dan pengembangan keterampilan kepada karyawan sehingga
mereka memiliki kemampuan dan kepercayaan diri untuk mengambil keputusan
yang lebih mandiri. Pelatihan ini dapat meliputi keterampilan teknis dan
kepemimpinan, serta memperkenalkan konsepkonsep pemberdayaan pegawai.
3. Memberikan dukungan dari manajemen: Manajemen harus memberikan dukungan
penuh untuk pemberdayaan pegawai. Ini dapat dilakukan dengan memberikan
otonomi dalam mengambil keputusan, memberikan sumber daya yang diperlukan
untuk melakukan pekerjaan, serta memberikan umpan balik dan penghargaan untuk
hasil kerja yang baik.

54
4. Mendorong kolaborasi tim: Pemberdayaan pegawai seringkali melibatkan
kolaborasi antar-tim. Manajemen harus mendorong kolaborasi tim dengan
memfasilitasi diskusi dan pertukaran ide, serta mengembangkan budaya yang
mendorong kerjasama.
5. Meningkatkan keterbukaan dan transparansi: Manajemen harus memastikan bahwa
karyawan memiliki akses ke informasi dan data yang mereka butuhkan untuk
membuat keputusan yang tepat. Ini dapat meningkatkan transparansi dan
memperkuat keyakinan karyawan dalam kemampuan mereka untuk mengambil
keputusan yang tepat.
Dengan mendukung pemberdayaan pegawai, organisasi dapat meningkatkan
kinerja mereka secara keseluruhan dan menciptakan budaya yang mendorong inovasi
dan pengembangan.

H. Model pemberdayaan pegawai


Menurut Khan (1997) menawarkan sebuah model pemberdayaan yang dapat
dikembangkan dalam sebuah organisasi83. Model pemberdayaan tersebut yaitu:
1. Desire. Tahap pertama dalam model pemberdayaan (empowerment)adalah
adanya keinginan dari manajemen untuk mendelegasikan dan melibatkan
pekerjaan. Yang termasuk hal ini antara lain: (a) Pekerja diberi kesempatan untuk
mengidentifikasikan permasalahan yang sedang berkembang; (b) Memperluas
keterlibatan pekerja; (c) Mendorong terciptanya perspektif baru dan memikirkan
strategi kerja; (d) Menggambarkan keahlian tim dan melatih karyawan untuk
mengawasi sendiri.
2. Trust. Setelah adanya keinginan dari manajemen untuk melakukan
pemberdayaan, langkah selanjutnya adalah membangun kepercayaan antara
manajemen dan karyawan. Adanya saling percaya diantara anggota organisasi akan
tercipta kondisi yang baik untuk pertukasan informasi dan saran adanya rasa takut.
Hal-hal yang termasuk dalam trust antara lain: (a) Memberi kesempatan pada
karyawan untuk berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan; (b) Menyediakan
waktu dan sumber daya yang mencukupi bagi karyawan dalam menyelesaikan
kerja; (c) Menyediakan pelatihan yang mencukupi bagi kebutuhan kerja; (d)

83
Leovvani, “No TitleImplementasi Model Pemberdayaan Karyawan (Employee Empowerment) Di Pt Fifgroup
Tbk Cabang Palembang,” Jurnal Manajemen 20 (2017).
55
Menghargai perbedaan pandangan dan menghargai kesuksesan yang diraih oleh
karyawan; (e) Menyediakan akses informasi yang cukup.
Confident. Langkah selanjutnya setelah adanya saling percaya adalah menimbulkan
rasa percaya diri karyawan dengan menghargai terhadap kemampuan yang dimiliki
oleh karyawan. Hal yang termasuk tindakan yang dapat menimbulkan confident antara
lain: (a) Mendelegasikan tugas yang penting kepada karyawan; (b) Menggali ide dan
saran dari karyawan; (c) Memperluas tugas dan membangun jaringan antara
departemen; (d) Menyediakan jadwal instruksi pekerjaan dan mendorong penyelesaian
yang baik.
3. Credibility. Langkah keempat menjaga kredibilitas dengan penghargaan dan
mengembangkan lingkungan kerja yang mendorong kompetisi yang sehat sehingga
terciptanya organisasi yang memiliki kinerja yang tinggi. Hal yang termasuk
credibility antara lain: (a) Memandang karyawan sebagai partner strategis; (b)
Peningkatan target di semua bagian pekerjaan; (c) Memperkenalkan inisiatif
individu untuk melakukan perubahan melalui partisipasi; (d) Membantu
menyelesaikan perbedaan-perbedaan dalam penentuan tujuan dan prioritas.
4. Accountability. Tahap dalam proses pemberdayaan selanjutnya adalah
pertanggung jawaban karyawan pada wewenang yang diberikan. Dengan
menetapkan secara konsisten dan jelas tentang peran, standard dan tujuan tentang
penilaian terhadap kinerja karyawan, tahap ini sebagai sarana evaluasi terhadap
kinerja karyawan dalam penyelesaian dan tanggung jawab terhadap wewenang
yang diberikan. Hal ini yang termasuk accountability antara lain: (a) Menggunakan
jalur pelatihan (training)dalam mengevaluasi kinerja karyawan; (b) Memberikan
tugas yang jelas dan ukuran yang jelas; (c) Melibatkan karyawan dalam penentuan
standar dan ukuran; (d) Memberikan bantuan kepada karyawan dalam penyelesaian
beban kerja.
5. Communication. Langkah terakhir adalah adanya komunikasi yang terbuka
untuk menciptakan saling memahami antara karyawan dan manajemen.
Keterbukaan ini dapat diwujudkan dengan adanya kritik dan saran terhadap hasil
dan prestasi yang dilakukan pekerja. Hal yang termasuk dalam communication
antara lain: (a) Menetapkan kebijakan komunikasi terbuka (open door
communication); (b)Menyediakan waktu untuk mendapatkan informasi dan
mendiskusikan permasalahan secara terbuka; (c) Menciptakan kesempatan untuk
pelatihan silang (cross training).
56
Ada beberapa model pemberdayaan pegawai yang telah dikembangkan, namun
umumnya model-model tersebut memiliki beberapa elemen umum, yaitu:
1. Delegasi wewenang: Manajemen memberikan wewenang kepada karyawan untuk
mengambil keputusan dan bertindak secara mandiri.
2. Otonomi: Karyawan diberikan kebebasan dalam mengatur waktu, sumber daya, dan
metode kerja untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3. Pengembangan keterampilan: Karyawan diberikan pelatihan dan pengembangan
keterampilan yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas yang diamanatkan
kepada mereka.
4. Partisipasi: Karyawan diajak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan,
memberikan masukan, dan memberikan umpan balik pada proses kerja.
5. Pembagian pengetahuan: Karyawan diajak untuk berbagi pengetahuan,
pengalaman, dan keterampilan mereka dengan kolega mereka.
6. Penghargaan: Karyawan diberikan penghargaan dan pengakuan atas hasil kerja
yang baik.
7. Pengukuran dan evaluasi: Hasil kerja karyawan dinilai dan dievaluasi secara teratur
untuk mengevaluasi kemajuan dan mencari cara-cara untuk memperbaiki proses
kerja.

H. Kesimpulan

Kepemimpinan partisipatif adalah gaya kepemimpinan di mana pemimpin


melibatkan anggota tim dalam proses pengambilan keputusan dan memberi mereka
peran yang lebih besar dalam mencapai tujuan organisasi. Dalam kepemimpinan
partisipatif, pemimpin bekerja sama dengan anggota tim untuk mengembangkan
strategi, membuat rencana, dan menyelesaikan masalah.
Untuk menjadi pemimpin partisipatif yang efektif, seseorang harus memiliki
keterampilan komunikasi yang kuat, kemampuan untuk mendengarkan dengan efektif,
dan kemampuan untuk memfasilitasi diskusi yang produktif. Pemimpin partisipatif
juga harus memahami tujuan organisasi dan kebutuhan anggota tim, serta mampu
mengembangkan hubungan yang baik dengan mereka.

57
Dalam era globalisasi dan persaingan yang semakin ketat, kepemimpinan partisipatif
menjadi semakin penting. Dengan melibatkan anggota tim dalam proses pengambilan
keputusan.

DAFTAR PUSTAKA

Leovvani. “No TitleImplementasi Model Pemberdayaan Karyawan (Employee


Empowerment) Di Pt Fifgroup Tbk Cabang Palembang.” Jurnal Manajemen 20 (2017).

Prajitiasari, E.D. Susanto dkk. “Pengaruh Kompetensi, Gaya Kepemimpinan Partisipatif Dan
Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan Pesen Kopi Di Malang.” Bussiness
Studies 1 (2022): 37.

Purwanto. “Faktor Internal Yang Mempengaruhi Minat Belajar Seseorang,” 2016, 1–6.

Qomar, Mujammil. Manajemen Pendidikan Islam. Jakarta: Erlangga, 2015.

Suntoyo & Burhanuddin, Danang. Penelitian Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Buku Seru,
2015.

Sutarto. Dasar-Dasar Kepemimpinan Administratif. Yogyakarta: Gadjah Madah University


Press, 1998.

Tiarapuspa. Asád. “Apakah Training and Development, Employee Empowerment Dan Juga
Performance Appraisal Memiliki Pengaruh Terhadap Employee Competencies.” The
Journal of Bussiness and Management 6 (2023): 88–100.

58
BAB IV

KEPEMIMPINAN BERBASIS KECERDASAN SPIRITUAL


Oleh Nur Afifa dan Mafruhatun Nadifah

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Berbicara mengenai kepemimpinan tentu menarik dan dapat dimulai dari sudut
mana saja. Dari waktu ke waktu, kepemimpinan menjadi perhatian manuasia.
Kepemimpinan dibutuhkan manusia, karena adanya suatu keterbatasan dan
kelebihankelebihan tertentu pada manusia. Di satu pihak manusia terbatas
kemampuannya untuk memimpin, di pihak lain ada orang yang mempunya kelebihan
kemampuan untu memimpin. Disinilah timbulnya kebutuhan akan pemimpin dan
kepemimpinan. Keberhasilan dan kegagalan suatu organisasi ditentukan oleh
pemimpin. Oleh karena itu, peran dan fungsi pemimpin harus menunjukkan manfaat
yang besar bagi kemajuan organisasi yang dipimpinnya. Kedudukan sebagai
pemimpin dalam suatu organisasi merupakan posisi yang sangat penting dan diakui
bahwa tanggung jawab dari seorang pemimpin sangat berat.
Tidak semua pemimpin mampu menjadi pemimpin yang efektif dan berhasil
melakukan perubahan-perubahan bagi organisasi ataupun negara yang dipimpinnya.
Banyak pemimpin yang tidak sepenuh hati melayani, tidak memberikan rasa keadilan
dan tidak memberikan kesejahteraan bagi orang-orang yang dipimpinnya. Untuk
menjawab permasalahan tersebut, dibutuhkan seorang pemimpin yang memiliki
kualitas kepribadian dan memiliki nilai-nilai spiritual dalam memimpin. Sehingga
pemimpin tersebut dapat melakukan perubahan-perubahan bagi organisasi atau negara
yang dipimpinnya, peduli terhadap lingkungan, lebih melayani kepada orang lain,
serta mampu memberikan karya-karya yang terbaik dari peran kepemimpinannya.
Ketidakhadiran pemimpin yang berkualitas, akan menyebabkan tujuan tidak terarah
dan tidak tercapai dengan maksimal.
Oleh karena itu, dibutuhkan seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan atau
nilai-nilai spiritual untuk mampu melaksanakan tugas, peran dan tanggung jawab

59
dengan baik serta mampu menjawab berbagai tantangan kepemimpinan yang semakin
kompleks.

B. Konsep Kecerdasan Spiritual


Pada akhir abad ke dua puluh, mulai muncul “Q” jenis ketiga setelah IQ
(Intelligence Quotient) dan EQ (Emotional Quotient), yaitu SQ (Spiritual Quotient).
IQ muncul pada awal abad ke-20 dan pertama kali dikembangkan oleh psikolog
Prancis bernama Alfred Binet pada tahun 1904. EQ pertama kali diperkenalkan oleh
dua psikolog Amerika, Peter Salovey dan John Mayer, pada tahun 1990. Kemudian,
dikenal lebih luas melalui karya Daniel Goleman dalam bukunya "Emotional
Intelligence" yang diterbitkan pada tahun 1995. Sedangkan SQ tidak memiliki tanggal
pasti atau titik awal yang jelas dalam sejarah. Kemunculan SQ untuk memfungsikan
IQ dan EQ secara efektif. Bahkan SQ ini disebut sebagai kecerdasan tertinggi.
Kecerdasan spiritual (SQ) saat ini menjadi trend di Indonesia. Hal tersebut bisa terlihat
dari perubahan kurikulum yang ada sekarang. Jika pada sebelumnya (Kurikulum
KTSP) kompetensi yang ditekankan hanya tiga yakni kompetensi kognitif, kompetensi
afektif, dan kompetensi psikomotorik. Sedangkan pada kurikulum saat ini (K-13)
terdapat penambahan satu kompetensi, bahkan menjadi kompetensi yang tertinggi
yakni kompetensi spiritual. Perubahan kurikulum ini terjadi karena keprihatinan
mayarakat dan pemerintah atas kondisi anak-anak yang terjebak pada dekadensi
moral. Memiliki pengetahuan akan tetapi minim akan sikap dan budipekerti, oleh
karena itulah agar akal dan budi dapat berkembang secara efektif maka perlu untuk
didukung oleh kecerdasan spiritual.84
Secara etimologis, kecerdasan spiritual (SQ) terdiri dari dua kata, yaitu
kecerdasan dan spiritual. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), kecerdasan
berasal dari kata “cerdas” yang artinya sempurnanya perkembangan akal dan budi
untuk berfikir, mengerti, atau ketajaman pikiran.85 Atau dapat dikatakan bahwa
kecerdasan merupakan pola pikir secara tauhidi, integralistik, serta berprinsip hanya
karena Allah SWT.86 Dalam pandangan John Dewey, kecerdasan adalah adalah

84
Rahmat Rifai Lubis, “Optimalisasi Kecerdasan Spiritual Anak”, Al Fatih: Jurnal Pendidikan dan Keislaman,
Vol. 1 No. 1 (Januari-Juni, 2018), hlm. 6
85
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1995), hlm. 164
86
Ary Ginanjar, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosional dan Spiritual, (Jakarta: Arga, 2005), hlm.
57
60
kemampuan seseorang dalam memaknai peristiwa kehidupan dan kemampuan dalam
mengelola segala problematika dan segala sesuatu yang ada dalam lingkungan
kehidupan itu sendiri. Bagi para ahli psikologi, kecerdasan dipandang sebagai
kemampuan memahami dunia, berpikir rasional, dan menggunakan sumber-sumber
secara efektif pada saat dihadapkan dengan tantangan. Ada juga yang berpendapat
bahwa pengertian kecerdasan adalah kemampuan general manusia untuk melakukan
tindakan-tindakan yang mempunyai tujuan dan berpikir dengan cara rasional. Selain
itu, kecerdasan dapat juga diartikan sebagai kemampuan pribadi untuk memahami,
melakukan inovasi dan memberikan solusi dalam berbagai situasi.87 Sedangkan
menurut Ali Bin Abi Thalib, kecerdasan adalah karunia dan amanah yang diberikan
Allah kepada manusia. Ia akan mencapai puncak aktualisasinya jika dipergunakan
sebagai mana visi keberadaan manusia yang telah ditetapkan Allah SWT bagi
manusia.88
Sedangkan spiritual berasal dari kata “spirit” yang berarti semangat, jiwa, roh,
sukma, mental, batin, rohani dan keagamaan.89 Spirit memberikan arti penting ke hal
apa saja yang sekiranya menjadi pusat dari seluruh aspek kehidupan seseorang.
Spiritual adalah suatu yang dipengaruhi oleh budaya, perkembangan, pengalaman
hidup kepercayaan dan nilai kehidupan. Spiritualitas mampu menghadirkan cinta,
kepercayaan, dan harapan, melihat arti dari kehidupan dan memelihara hubungan
dengan sesama. Spiritual adalah konsep yang unik pada masing-masing individu.
Masing-masing individu memiliki definisi yang berbeda mengenai spiritual hal ini
dipengaruhi oleh budaya, perkembangan, pengalaman hidup dan ide-ide mereka
sendiri tentang hidup. Spiritual menghubungkan antara intrapersonal (hubungan
dengan diri sendiri), interpersonal (hubungan antara diri sendiri dan orang lain), dan
transpersonal (hubungan antara diri sendiri dengan tuhan atau kekuatan gaib).90
Kecerdasan spiritual (SQ) merupakan suatu kemampuan kita untuk dapat
mengenal dan memahami diri kita sepenuhnya sebagai makhluk spiritual yang murni,
suci, kebaikan dan memiliki sifat illahiyyah serta mampu memahami sebagai makhluk
sosial. Kecerdasan spiritual (SQ) adalah kemampuan jiwa untuk melakukan segala

87
Darmadi, Kecerdasan Spiritual Anak Usia Dini dalam Cakrawala Pendidikan Islam, hlm. 13-14
88
Suharsono, Mencerdaskan Anak, (Jakarta: Inisiasi Press, 2004), hlm. 54
89
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia…, hlm. 857
90
Darmadi, Kecerdasan Spiritual…, hlm. 15-16
61
sesuatu berdasarkan sisi positif dan mampu memberikan makna spiritual dalam setiap
perbuatan. Kecerdasan spiritual (SQ) akan membuat orang lebih mengenali diri dan
lingkungannya dan berfikir dari sudut pandang yang positif sehingga orang yang
memiliki kecerdasan spiritual (SQ) mampu untuk bertindak bijaksana dan mampu
memaknai kehidupan.
Kecerdasan spiritual (SQ) disebut juga dengan Inteligensi Spiritual (IS),
dikarenakan kecerdasan ini bersumber dari fitrah manusia itu sendiri. Kecerdasan ini
tidak dibentuk melalui diskursus-diskursus atau memori-memori fenomenal, tetapi
merupakan aktualisasi fitrah itu sendiri yaitu fitrah beragama. Ia memancar dari
kedalaman diri manusia, karena suatu dorongan keingintahuan dilandasi kesucian,
ketulusan dan tanpa pretensi egoisme. Dalam bahasa yang sangat tepat, kecerdasan
spiritual ini akan aktual, jika manusia hidup berdasarkan visi dasar dan misi utamanya,
yakni sebagai 'Abid (hamba) dan sekaligus sebagai khalifah (pemimpin) di muka bumi
ini.
Kecerdasan spiritual secara istilah memiliki berbagai macam definisi menurut para
tokoh, diantaranya sebagai berikut:
1. Menurut Danah Zohar dan Ian Marshall, kecerdasan spiritual adalah kecerdasan
untuk menghadapi dan memecahkan masalah makna dan nilai menempatkan
perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, serta
menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan
dengan yang lainnya.91
2. Menurut Ary Ginanjar Agustian dalam bukunya Rahasia Sukses Membangun
Kecerdaan Emosi dan Spiritual The Esq Way 15 Jilid 1 bahwa kecerdasan spiritual
adalah kecerdasan untuk menghadapi persoalan makna atau kecerdasan untuk
menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks luas, dan kecerdasan untuk
menilai bahwa tindakan serta jalan hidup seseorang lebih bermakna dibanding yang
lain.92
3. Menurut Toto Tasmara dalam bukunya kecerdasan Ruhiah, bahwa kecerdasan
spiritual adalah kemampuan seseorang untuk mendengarkan hati nuraninya baik
buruk dan rasa moral dalam caranya menempatkan diri dalam pergaulan.93 Dari

91
Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ Kecerdasan Spiritual, (Bandung: Mizan, 2007), hlm. 14
92
Ary Ginanjar, ESQ (Emotional Spiritual Quotient), (Jakarta: Arga, 2001), hlm. 61
93
Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhiah (Transdental Intelegensi: Membentuk Kepribadian Yang
Bertanggung Jawab, Professional, danmBerakhlak), (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 49
62
beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan spiritual yakni
kemampuan seseorang dalam mengkompromikan akal dan budinya untuk menelaah
hal-hal yang berkaitan dengan ketuhanan, sehingga mampu melalui hidup dengan
penuh makna termasuk mengatasi masalah-masalah yang ada dalam kehidupan.

C. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kecerdasan Spiritual (SQ)


Dalam buku Cerdas Total karya Ustadz Rizem Aizid tertera bahwa ada
beberapa faktor yang turut memengaruhi kecerdasan spiritual seseorang sebagaimana
yang dikatakan oleh Danah Zohar dan lan Marshall, penulis buku laris SQ. Di
antaranya ialah sebagai berikut:94
1. Sel Saraf Otak
Sel saraf otak merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kecerdasan
spiritual (SQ). Meskipun berhubungan dengan intuisi, tetapi SQ juga memiliki
kaitan dengan otak. Di sini, otak berperan sebagai jembatan antara kehidupan
batin dan lahiriah. Mungkin kita pernah mendengar bahwa otak memiliki
gelombang-gelombang dengan frekuensi tertentu.
Sebenarnya, ada empat gelombang otak, yakni gelombang Beta (12-25 Hz),
gelombang Alfa (8-12 Hz), gelombang Theta (0,5-4 Hz), dan gelombang Delta
(48 Hz). Adapun SQ berada pada gelombang otak yang ketiga, yakni gelombang
Theta. Hal ini karena gelombang Theta merupakan gelombang yang dapat
membuat seseorang dalam keadaan sangat khusyuk, deep meditation, problem
solving, mimpi, intuisi, dan nurani bawah sadar.
Oleh karena itu, sel saraf otak menjadi salah satu faktor yang amat memengaruhi
perkembangan SQ. Penelitian yang pernah dilakukan pada tahun 1990-an
membuktikan bahwa osilasi sel saraf otak pada rentang 40 Hz merupakan basis
bagi kecerdasan spiritual.
2. Titik Tuhan (God Spot)
Titik Tuhan merupakan kesadaran spiritual yang hakiki dan merupakan ruh yang
ditiupkan Allah SWT ke diri individu. Atau bisa disebut nurani. Letaknya ialah
di lobus temporalis otak. Ia adalah kesadaran ruh yang bersifat holistik dan
berfungsi sebagai pengendali diri kita. Penemu Titik Tuhan ialah Dr. Michael
Persinger, seorang neuropsikolog. Ia melakukan suatu percobaan pada dirinya

94
Ustadz Rizem Aizid, Cerdas Total, (Yogyakarta: Safirah, 2017), hlm. 31-34
63
sendiri. Ia menghubungkan kepalanya. dengan stimulator magnet transkranial
suatu alat vana pada dirinya sendiri. Ia menghubungkan kepalanya dengan
stimulator magnet transkranial, suatu alat yang mengeluarkan medan magnet
yang kuat yang me- rangsang area lobus temporalis. Hasilnya, rangsangan
gelombang magnetis di lobus temporalis itu membuatnya mengalami kehadiran
Tuhan. Oleh karena itulah, ia menamai penemuannya dengan istilah God Spot.95
3. Faktor Internal
Yaitu, faktor yang berasal dari dalam diri individu, tepatnya ialah jiwa atau ruh.
Dengan demikian, jiwa yang memengaruhi kecerdasan spiritual. Jiwa mesti selalu
dijaga dari beragam hal yang boleh jadi merusak kesuciannya. Di antaranya ialah
dari beragam penyakit hati, seperti riya', sombong, marah, dan lain sebagainya.
4. Faktor Eksternal
Dintara faktor eksternal yang memengaruhi SQ ialah lingkungan keluarga,
sekolah, dan masyarakat. Lingkungan keluarga merupakan pondasi dasar dari
kecerdasan spiritual seseorang. sebab, pendidikan pertama seseorang diperoleh
dalam keluarga. Dasar kecerdasan spiritual yang diperoleh seseorang di rumah,
kemudian dikembangkan di sekolah dan masyarakat.

D. Dimensi Kecerdasan Spiritual


Seorang individu yang memiliki kecerdasan spiritual (SQ) ditandai dengan
keharmonisan hidup. Menurut Zohar dan Marshall, dimensi-dimensi kecerdasan
spiritual (spiritualitas) mencakup hal-hal sebagai berikut:96 1. Kemampuan bersikap
fleksibel (adaptif secara spontan dan aktif)
1. Tingkat kesadaran diri yang dimiliki tinggi
2. Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan
3. Kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit
4. Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai
5. Keengganan untuk mengalami kerugian yang tidak perlu
6. Kemampuan untuk melihat keterkaitan berbagai hal (berpandangan
“holistik”)
7. Memiliki kecenderungan bertanya "mengapa?” atau “bagaimana jika?"
dalam rangka mencari jawaban-jawaban yang mendasar

95
Darmadi, Kecerdasan Spiritual…, hlm. 50-51
96
Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ: Kecerdasan Spiritual, (Bandung: Mizan, 2007), hlm. 14
64
8. Memiliki kemampuan untuk bekerja mandiri.

Selain itu, Elkins dkk. juga turut mengemukakan dimensi kecerdasan spiritual yang
sedikit berbeda seperti Zohar dan Marshall. Beberapa dimensi Elkins sebagai berikut:97
1. A transcendent dimension (Dimensi transenden), yaitu: konsep yang
mendasarkan bahwa dalam hidup ini ada hal yang transenden (di luar jangkauan
akal manusia). Spiritualis mempercayai bahwa dimensi di luar yang terlihat tidak
semuanya berwujud. Dia mempercayai adanya "dunia yang tidak kasat mata" dan
berhubungan secara harmonis dan menyesuaikan diri dengan dimensi transenden
ini meguntungkan dirinya.
2. Meaning and purpose in life (Dimensi makna dan tujuan hidup), yaitu:
pencarian akan makna dan tujuan hidup, dan dari pencarian ini timbul keyakinan
bahwa hidup adalah betul-betul bermakna, dan eksistensi seseorang punya tujuan.
Dimensi makna dan tujuan hidup adalah perasaan memiliki makna hidup dan tujuan
hidup yang timbul dari keyakinan bahwa hidup itu penuh makna dan orang akan
memiliki eksistensi jika memiliki tujuan hidup.
3. Mission in life (Dimensi misi hidup), yaitu sebuah kesadaran akan "lapangan
kerja". Dia mempunyai rasa tanggung jawab terhadap kehidupan, sebuah panggilan
yang harus dijawab, misi yang harus diemban, atau bahkan takdir yang harus
dijalani. Dimensi misi hidup adalah perasaan bahwa dirinya harus bertanggung
jawab terhadap hidup.
4. Sacredness of life (Dimensi kesucian hidup), yaitu dimensi kesucian hidup
bahwa hidup diinfus oleh kesucian dan sering mengalami perasaan khidmad,
takzim, dan kagum meskipun dalam setting non religius. Dia percaya bahwa seluruh
kehidupannya adalah akhirat dan bahwa kesucian adalah sebuah keharusan.
5. Material values. Seorang spiritualis menghargai benda-benda materil seperti
uang dan kekayaan, tapi tidak mencari kepuasan puncak dengan itu, juga tidak
menggunakannya sebagai ganti akan kebutuhan spiritual yang tidak terpenuhi.
Rohaniawan tahu bahwa " kehausan ontologis: hanya bisa terpenuhi dengan hal
yang spiritual, dan puncak kepuasaan tidak didapat dari materi, tapi dari hal yang
bersifat rohani. Dimensi kepuasan hidup merupakan bentuk kepuasan spiritual

97
Imron, Aspek Spiritualitas dalam Kinerja, (Magelang: UNIMMA Press, 2018), hlm. 43-46
65
dalam diri, sebuah konsep bahwa kehidupan bukan dipandang dari aspek materi
belaka.
6. Altruism. Seorang spiritualis percaya bahwa kita semua adalah penjaga
persaudaraan, tersentuh dengan sakit dan derita yang dialami orang lain. Dimensi
ini mempercayai bahwa manusia tidak bisa hidup sendiri, dan manusia adalah
bagian dari kehidupan di dunia secara universal. Altruistik memahami bahwa semua
orang bersaudara dan tersentuh oleh penderitaan orang lain serta komitmen terhadap
cinta dan perilaku kebaikan.
7. Idealism. Dimensi ini memandang bahwa Spiritualis adalah seseorang yang
visioner, berkomitmen terhadap perbaikan dunia. Dia mencintai sesuatu apa adanya
dan juga karena kekuatan potensialnya.
8. Awareness of the tragic. Sebuah kesadaran akan realitas tragis eksistensi
manusia. Dia sadar betul akan sakit, derita, dan kematian manusia. Kesadaran ini
begitu mendalam dalam diri spiritualis, sehingga menjadikannya punya kesadaran
eksistensial dalam menghadapi hidup.

E. Dampak Kecerdasan Spiritual bagi Organisasi


Kecerdasan spiritual tentu akan berdampak baik bagi individu atau
organisasinya. Diantara dampaknya bagi individu adalah terbentuknya mentalitas
baru yang bercirikan orientasi lebih holistis, altruistis, pelayan kepada manusia,
komitmen pada kebenaran, kesadaran diri (self awareness), pengendalian diri,
optimisme, dorongan berbuat baik, dan hal lain yang terkait dengan self management.
Mentalitas sebagaimana diatas sangat penting bagi perubahan perusahaan.98
Jika tida ada perbaikan dalam self-awareness ataupun self-management maka
tidak ada peningkatan produktivitas . Produktivitas merupakan fungsi dari social
management. Sebelum bisa efektif mengelola interaksi antarindividu secara timbal
balik (social) diperlukan terlebih dahulu pengelolaan diri sendiri yang efektif
(selfmanagement). Jadi, efektivitas social managemer memerlukan efektivitas dalam
selfmanagement. Kecerdasan spiritual membantu mengarahkan individu untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan eksistensial, apa makna kehidupan? Mengapa saya

98
Sanerya Hendrawan, Spiritual Management: From Personal Enlightenment Towards God Corporate
Governance, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2009), hlm. 60-62
66
terlahir ke dunia ini? Untuk apa saya di dunia ini? Mengapa saya harus mati? Atau,
membantu menemukan makna, nilai, dan tujuan dalam hidup.
Individu yang cerdas secara spiritual melihat kehidupan ini lebih agung dan
sakral, menjalaninya sebagai sebuah panggilan untuk melakukan sesuatu yang unik,
menemukan ekstase-ekstase kehidupannya dari pelayanan kepada gagasan-gagasan
yang bukan pemuasan diri sendiri, melainkan kepada tujuan-tujuan luhur dan agung,
yang bahkan sering keluar dari dunia ini, bersifat abadi dan eskatologis. Kehidupan
menjadi instrument, bukan tujuan akhir.
Cerdas secara spiritual ditandai dimensi sebagaimana di atas, tentu dengan
gradasi dan kombinasi yang berbeda untuk setiap orang. Adapun dampak kecerdasan
pada organisasi belum tereksplorasi secara luas dan mendalam. Namun, tampaknya
ada hubungan yang erat antara kecerdasan dan empat kualitas yang sangat diperlukan
bagi eksistensi organisasi yang efektif dalam jangka panjang. yakni keunggulan
(excellence), kecerdasan (intelligence), kearifan (wisdom), dan cinta (love). Dengan
begitu, orang yang cerdas secara spiritual akan berdampak ke organisasinya baik dari
sisi produktivitasnya bahkan kinerjanya.

F. Spiritual Competency Inventory


Spiritual Competency Inventory (SCI) adalah alat penilaian yang digunakan
dalam konteks psikologi untuk mengukur kompetensi spiritual seseorang. Alat ini
dikembangkan oleh Dr. Lynn Underwood, seorang profesor di Baylor University, dan
pertama kali diterbitkan pada tahun 2006.
SCI dirancang untuk mengukur berbagai aspek kompetensi spiritual individu,
termasuk pemahaman diri spiritual, koneksi dengan yang lebih besar, nilai-nilai dan
tujuan hidup, serta kehadiran spiritual dalam kehidupan sehari-hari. Instrumen ini
memberikan kerangka penilaian yang sistematis untuk membantu memahami tingkat
kompetensi spiritual seseorang.
SCI terdiri dari sejumlah pernyataan atau pertanyaan yang dinilai berdasarkan
skala penilaian tertentu, yang memungkinkan individu untuk mengevaluasi diri
mereka sendiri dalam berbagai domain spiritual. Poin-poin penilaian ini kemudian
dapat digunakan untuk memberikan gambaran tentang sejauh mana seseorang
memiliki kompetensi spiritual yang berkembang.

67
Penting untuk dicatat bahwa SCI adalah salah satu alat penilaian yang dapat
digunakan dalam studi dan penelitian di bidang psikologi spiritual, namun
keberlanjutan atau penggunaannya dalam praktik klinis atau di luar penelitian
akademis mungkin berbeda-beda. Sebaiknya, jika tertarik dengan SCI, lebih baik
berkonsultasi dengan profesional yang berpengalaman dalam psikologi spiritual
untuk informasi lebih lanjut.Kompetensi Spiritual adalah kompetensi yang terkait
dengan nilai-nilai spiritual yang bersumber dari agama dan kepercayaan dalam
kaitannya dengan pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa dan tercermin di
pekerjaan dalam bentuk etos kerja, dedikasi, dan disiplin kerja.99
Dalam Spiritual leadership dikenal bahwa pemimpin adalah orang yang bisa
menerapkan kepemimpinannya sesuai dengan nurani atau akhlak. Spiritual
leadership atau kepemimpinan spiritual bukan berarti kepemimpinan yang anti
intelektualitas, kepemimpinan ini berusaha untuk menjernihkan rasionalitas dengan
bimbingan hati nurani. Spiritual leadership merupakan suatu nilai, sikap, dan perilaku
yang dimiliki seorang pemimpin sehingga mampu memotivasi diri sendiri dan orang
lain secara intrinsik.
Pola pergerakan spiritualitas muncul di tempat kerja berhubungan dengan
tradisi dari nilai yang berhubungan dengan agama. Hal ini merupakan kesan yang
umum di lingkungan agama tetapi tidak umum di organisasi klasik dan manajemen.
Spiritual leadership sangat diperlukan untuk terciptanya spiritualitas dalam diri
pekerja. Bahwa, domain spiritual merupakan bagian integral dari kepemimpinan R.
Boorom (2009). Spiritualitas di tempat kerja mempunyai karakteristik sikap
kooperatif, bertanggung jawab, adil, dan kesungguhan yang mendasari setiap
aktivitas individu dalam suatu organisasi.
Kompetensi merupakan landasan dasar karakteristik seseorang yang
mengindikasikan cara berperilaku atauberpikir, menyamakan situasi dan mendukung
untuk periode waktu yang cukup lama. Faktor yang dapat mempengaruhi kompetensi
seseorang ialah keyakinan terhadap nilai, keterampilan, dan karakteristik pribadi.
Kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu
pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta
didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut Wibowo .

99
Noor Fuad dan Gofur Ahmad, Integrated Human Resources Development, (Jakarta: PT Grasindo, 2009), hlm.
38-39
68
Dengan demikian kompetensi menunjukan keterampilan atau pengetahuan
yang dicirikan oleh profesionalisme dalam suatu bidang tertentu dan
diaplikasikan guna meningkatkan manfaat yang disepakati. Kompetensi juga
menunjukan karakteristik pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki atau
dibutuhkan oleh setiap individu yang memampukan mereka melakukan tugas dan
tanggung jawab mereka secara efektif dan meningkatkan standar kualitas
profesional dalam pekerjaan mereka. Kompetensi menjelaskan apa yang
dilakukan orang ditempat kerja pada berbagai tingkatan dan memperinci standar
masing-masing tingkatan, mengidentifikasi karakteristik pengetahuan dan
keterampilan yang diperlukan oleh individu yang memungkinkan menjalankan
tugas dan tanggung jawab secara efektif Kompetensi adalah suatu kemampuan
untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan yang dilandasi atas
keterampilan dan pengetahuan serta di dukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh
pekerjaan.

G. Kesimpulan

SQ atau kecerdasan spiritual yakni kemampuan seseorang dalam


mengkompromikan akal dan budinya untuk menelaah hal-hal yang berkaitan dengan
ketuhanan, sehingga mampu melalui hidup dengan penuh makna termasuk mengatasi
masalah-masalah yang ada dalam kehidupan. Faktor yang memengaruhi SQ seseorang
menurut Danah Zohar dan lan Marshall yaitu sel saraf otak, god spot, faktor internal,
dan faktor eksternal.
Adapun dimensi SQ sebagai berikut: Kemampuan bersikap fleksibel; Tingkat
kesadaran diri yang dimiliki tinggi; Kemampuan untuk menghadapi dan
memanfaatkan penderitaan; Kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa
sakit; Kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai; Keengganan untuk
mengalami kerugian yang tidak perlu; Kemampuan untuk melihat keterkaitan
berbagai hal; Memiliki kecenderungan bertanya "mengapa?” atau “bagaimana jika?"
dalam rangka mencari jawaban-jawaban yang mendasar; Memiliki kemampuan untuk
bekerja mandiri.
Kecerdasan spiritual tentu akan berdampak baik bagi individu atau
organisasinya. Diantara dampaknya bagi individu adalah terbentuknya mentalitas
baru yang bercirikan orientasi lebih holistis, altruistis, pelayan kepada manusia,

69
komitmen pada kebenaran, kesadaran diri (self awareness), pengendalian diri,
optimisme, dorongan berbuat baik, dan hal lain yang terkait dengan self management.
Spiritual Competency Inventory (SCI) adalah alat penilaian yang digunakan dalam
konteks psikologi untuk mengukur kompetensi spiritual seseorang. Alat ini
dikembangkan oleh Dr. Lynn Underwood, seorang profesor di Baylor University, dan
pertama kali diterbitkan pada tahun 2006. SCI dirancang untuk mengukur berbagai
aspek kompetensi spiritual individu, termasuk pemahaman diri spiritual, koneksi
dengan yang lebih besar, nilai-nilai dan tujuan hidup, serta kehadiran spiritual dalam
kehidupan sehari-hari. Instrumen ini memberikan kerangka penilaian yang sistematis
untuk membantu memahami tingkat kompetensi spiritual seseorang.
Kecerdasan spiritual yang tinggi akan memberikan kemudahan pemimpin
dalam memimpin organisasinya karena akan berdampak besar terhadap kinerja para
pegawai. Jadi, kecerdasan spiritual sangat diperlukan dalam kepemimpinan. Karena
dengan kecerdasan spiritual yang baik, perilaku dan tingkah laku pimpinan akan
terkontrol dan terhindar dari perbuatan yang tidak baik.

70
DAFTAR PUSTAKA

Ary Ginanjar, 2001, ESQ (Emotional Spiritual Quotient), Jakarta: Arga


Ary Ginanjar, 2005, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosional dan
Spiritual, Jakarta: Arga
Danah Zohar dan Ian Marshall, 2007, SQ: Kecerdasan Spiritual, Bandung:
Mizan
Darmadi, Kecerdasan Spiritual Anak Usia Dini dalam Cakrawala Pendidikan
Islam,
Imron , 2018, Aspek Spiritualitas dalam Kinerja, Magelang: UNIMMA Press
Noor Fuad dan Gofur Ahmad, 2009, Integrated Human Resources
Development, Jakarta: PT Grasindo
Rahmat Rifai Lubis. Januari-Juni, 2018 . “Optimalisasi Kecerdasan Spiritual Anak”.
Al Fatih: Jurnal Pendidikan dan Keislaman. Vol. 1 No. 1
Sanerya Hendrawan, 2009, Spiritual Management: From Personal
Enlightenment Towards God Corporate Governance, Bandung: PT Mizan Pustaka
Suharsono, 2004, Mencerdaskan Anak, Jakarta: Inisiasi Press
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1995, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka
Toto Tasmara, 2001, Kecerdasan Ruhiah (Transdental Intelegensi:
Membentuk Kepribadian Yang Bertanggung Jawab, Professional, danmBerakhlak),
Jakarta: Gema Insani Press
Ustadz Rizem Aizid, 2017, Cerdas Total, Yogyakarta: Safirah

71
BAB V

KEPEMIMPINAN BERORIENTASI KINERJA PEGAWAI


Oleh Muhammad

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Di dalam suatu organisasi baik itu di sebuah perusahaan maupun instansi
pemerintahan, peran seorang pemimpin sangat penting artinya. Hal ini
dikarenakan seorang pemimpin adalah otak organisasi, pemimpin organisasi
selalu membuat keputusan, membuat rencana dasar dan menentukan tujuan
organisasi. Kesuksesan suatu organisasi sangat ditentukan oleh seorang
pemimpin dalam memimpin bawahannya.
Dalam memimpin bawahannya, seorang pemimpin umumnya mempunyai
gaya kepemimpinan yang berbeda-beda. Gaya kepemimpinan sendiri adalah cara
yang dilakukan oleh seseorang yaitu pemimpin dalam menjalin suatu hubungan
dan mempengaruhi bawahannya untuk bekerja sama secara sukarela dalam
mengerjakan tugas-tugas yang berhubungan untuk mencapai hal yang diinginkan
oleh pemimpin.
Hal ini akan dapat tercipta dalam suatu lingkungan kerja yang kondusif, yang
antara lain dipengaruhi oleh tipe kepemimpinan yang tepat. Kepemimpinan
dibutuhkan manusia, karena adanya suatu keterbatasan dan kelebihan-kelebihan
tertentu pada manusia.
Disinilah timbulnya kebutuhan akan pemimpin dan kepemimpinan
Pada dasarnya, kepemimpinan dianggap sebagai tulang punggung
pengembangan organisasi, karena tanpa kepemimpinan yang baik akan sulit
untuk mencapai tujuan organisasi. Jika seseorang berusaha untuk mempengaruhi
perilaku individu yang lain, maka orang tersebut perlu melakukan praktek model
kepemimpinan.
Peran pemimpin sendiri adalah untuk mengetahui apa yang dipikirkan
pegawai mengenai instansi. Itulah sebabnya seorang pemimpin perlu
mengadakan/1komunikasi aktif dengan para pegawainya. Sikap pemimpin akan
menentukan perkembangan tim dalam organisasi instansi serta perkembangan

72
yang dicapai yang pada akhirnya akan mempengaruhi pencapaian kinerja para
pegawainya.
Agar kinerja organisasi tersebut menjadi sukses a maka ada dua faktor yang
mempengaruhi agar tujuan organisasi tercapai yaitu faktor individual dan faktor
sistem. Kinerja tidak berada dibawah kendali masing-masing individu, tetapi
tergantung pada individu yang bekerja dalam suatu organisasi./1Berdasarkan
penjelasan diatas, terdapat keterkaitan antara kepemimpinan dengan kinerja
pegawai. Seorang pemimpin harus dapat memotivasi dan mengawasi
bawahannya dengan baik, sehingga dalam melaksanakan tugasnya para pegawai
dapat bekerja dengan baik.

B. Pengertian Kepemimpinan
Menurut George R. Terry, leadership is activity of influencing people to
strive willing for mutual objective, kepemimpinan adalah suatu proses
mempengaruhi aktivitas kelompok dalam upaya perumusan dan pencapaian
tujuan.100 Menurut Stoner, kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai suatu
proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-kegiatan dari
sekelompok anggota yang saling berhubungan.101
Robert Tannembaum, Irving R, Weschler, dan Fred Massarik
mendefinisikan kepemimpinan sebagai pengaruh perseorangan dalam situasi
tertentu secara langsung melalui proses komunikasi untuk mencapai tujuan-
tujuan umum dan khusus.
Hal yang sama dikemukakan oleh Stogdill bahwa kepemimpinan atau
leadership adalah proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan kelompok yang
terorganisir dalam usaha-usaha menentukan tujuan dan mencapainya.102
Kepemimpinan tidak harus diikat dalam suatu organisasi tertentu,
melainkan/1kepemimpinan/1terjadi/1dimana/1saja,/1asalkan/1seseorang
menunjukkan kemampuannya mempengaruhi prilaku orang lain ke arah tujuan

100
Sedarmayanti, Manajemen Sumber Daya Manusi, (Jakarta: Bumi Aksara, 201), hlm.249
101
T. Hani Handoko, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia
,(Yogyakarta: Liberty,2008), hlm.48
102
Kartini Kartono, Psikologi Sosial untuk Manajemen, Perusahaan dan
Industri,
(Jakarta:PPN Press, 2002), Hlm.35
73
tertentu.103 Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
bahwa/1kepemimpinan adalah perilaku/1atau seni memengaruhi perilaku
manusia, baik perorangan maupun kelompok.

C. Kinerja Pegawai
Menurut Helfert seperti yang dikutip oleh Veithzal Rivai dan
Ella Jauvani Sagalla dalam buku yang berjudul Manajemen Sumber Daya
Manusia untuk Perusahaan dari Teori ke Praktik, kinerja adalah suatu tampilan
keadaan secara utuh atas perusahaan selama periode waktu tertentu, merupakan
hasil atau prestasi yang dipengaruhi oleh kegiatan operasional perusahaan
dalam memanfaatkan sumber-sumber daya yang dimiliki.104
Menurut Henry Simamora, kinerja mengacu pada kadar pencapaian tugas-
tugas yang membentuk pekerjaan seluruh karyawan. Kinerja juga merefleksikan
seberapa baik para karyawan memenuhi persyaratan sebuah pekerjaan yang
sudah ditentukan oleh perusahaan sesuai dengan bidang kerjanya masing-
masing.105
Kinerja menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara seperti yang dikutip
oleh Arianto Samir Irhash menjelaskan bahwa kinerja adalah hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.106107
Menurut Helferd Veithzal Rifai kinerja merupakan perilaku nyata yang
ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan karyawan sesuai
dengan perannya dalam perusahaan, yang mana kinerja karyawan sangat
penting dalam upaya perusahaan untuk mencapai tujuannya.8
Menurut John Soeprianto seperti yang dikutip oleh Husain

103
Miftah Thoha, Kepemimpinan dalam Manajemen (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada,
2010),hlm, 9
104
Veithzal Rivai, Ella Jauvani Sagala, Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan dari Teori
ke Praktik, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2009), hlm. 604.
105
Henry Simamora, Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi III (Yogyakarta:
STIE YKPN, 2004), hlm. 339.
106
Anwar Prabu Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia, hlm. 70.
107
Riva’i Veithzal, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004),
Cet. Ke 2, hlm.309.
74
Umar, kinerja adalah hasil kerja seseorang atau kelompok selama periode
tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya standar, target,
dan kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan disepakati bersama.108
Kinerja karyawan muncul ketika mengukur keberhasilan seseorang atau
kelompok dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Pada saat tersebut dapat
menjadi tolak ukur pemimpin ketika ingin menilai terhadap penyelesaian tugas
yang diberikan pimpinan.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja pegawai
adalah “suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-
tugas yang dibebankan kepadanya didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan
kesungguhan serta waktu”.Kinerja terdiri dari 3 (tiga) tiga komponen penting,
yaitu tujuan, ukuran dan penilaian. Semakin tinggi ketiga faktor di atas maka
semakin besarlah kinerja pegawai yang bersangkutan. 109
Jika disederhanakan maka kinerja juga dapat dikatakan hasil atau tingkat
keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam
melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti
standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih
dahulu dan telah disepakati bersama.

D. Kriteria Instrumen Kinerja Pegawai


Menurut Mitcell yang dikutip oleh Soedarmayanti dalam bukunya yang
berjudul Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja mengemukakan
terdapat lima instrumen yang dapat digunakan dalam mengukur pengaruh
terhadap kinerja individu dalam organisasi, yaitu:
a. Kualitas Kerja/1
Kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan
kesiapannya. Kualitas kerja ini meliputi kerapian pekerjaan, kesesuaian
hasil kerja dengan tujuan perusahaan, dan kecermatan dan ketelitian dalam
mengerjakan tugas yang diberikan.

108
Husain Umar, Desain Penelitian MSDM dan Perilaku Karyawan Paradigma Positivistik dan Berbasis
Pemecahan Masalah), hlm. 209.
109
Malayu Hasibuan, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2007),hlm. 105

75
b. Ketepatan Waktu
Individu mampu menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan dan mampu memanfaatkan waktu untuk hal-hal berguna yang
berhubungan dengan pekerjaan.
c. Inisiatif
Individu memiliki keberanian untuk menyampaikan ide atau gagasan yang
berguna bagi kemajuan perusahaan. Selain itu, individu juga harus memiliki
kesadaran diri untuk melakukan sesuatu.
d. Kemampuan
Kemampuan di sini meliputi, keterampilan individu dan memiliki sikap
profesional.
e. Komunikasi
Individu mampu membangun komunikasi dengan atasan dan rekan kerja
dalam rangka pendiskusian tugas agar tidak terjadi kesalahan karena adanya
salah informasi. Individu pun mampu membangun lingkungan yang
menyenangkan untuk meningkatkan gairah kerja.110

Ketika seorang pegawai atau karyawan bisa memenuhi kriteria instrumen


kinerja di atas maka tentu saja akan berpengaruh terhadap kinerja dan tujuan
yang ingin dicapai oleh sebuah organisasi. Untuk
menghadirkankriteria/1instrumen ini pada setiap individu diperlukan sebuah
dorongan dan ketrempilan pemimpin yang berkarakter visioner.

E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Pegawai


Menurut Melayu S.P. Hasibuan mengungkapkan bahwa “Kinerja
merupakan gabungan tiga faktor penting, yaitu kemampuan dan minat seorang
pekerja, kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi/1dan peran serta
tingkat motivasi pekerja”. Apabila kinerja tiap individu atau karyawan baik,
maka diharapkan kinerja akan baik pula.
/1Kinerja merupakan suatu konstruksi multidimensional yang mencakup
banyak faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja antara lain adalah:
a. Faktor personal/individual,

110
Soedarmayanti, Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. (Bandung: Mandar Maju), hlm. 51.
76
Faktor ini meliputi pengetahuan, ketrampilan (skill), kemampuan, kepercayaan
diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh setiap individu.
b. Faktor kepemimpinan
Dalam faktor ini meliputi kualitas dalam memberikan dorongan, semangat,
arahan, dan dukungan yang diberikan manajer atau team leader.
c. Faktor tim
Faktor ini meliputi kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan
dalam satu tim, kepercayaan terhadap/1sesama/1anggota tim, kekompakan dan
keeratan anggota tim.
d. Faktor sistem
Meliputi sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh
12
organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja dalam organisasi;
(situasional).
/1Sebagai seorang pemimpin lembaga atau perusahaan, tentu saja perlu
untuk mengetahui berbagai faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai. Faktor-
faktor ini perlu diperhatikan guna menjaga kestabilan produktivitas setiap
pegawai yang bekerja di perusahaan atau organisasi.

F. Standar Kinerja Pegawai


Standar kinerja merupakan elemen penting dan sering dilupakan dalam
proses review kinerja. Standar kinerja menjelaskan apa yang diharapkan
manajer dari pekerja sehingga harus dipahami pekerja. Klarifikasi tentang apa
yang diharapkan merupakan hal yang penting untuk memberi pedoman prilaku
pekerja dan dipergunakan sebagai dasar untuk penilaian. Standar kinerja
merupakan tolak ukur terhadap mana kinerja diukur agar efektif. Standar kinerja
harus dihubungkan dengan hasil yang di inginkan dari setiap pekerjaan.
Terdapat delapan karakteristik yang membuat suatu standar kinerja
efektif, yaitu sebagai berikut:
1) Standar didasarkan pada pekerjaan
2) Standar dapat dicapai
3) Standar dapat dipahami
4) Standar disepakati

77
5) Standar itu spesifik dan sedapat mungkin terukur
6) Standar berorientasi pada waktu
7) Standar harus tertulis
8) Standar dapat berubah.111
Ukuran secara kualitatif dan kuantitatif yang menunjukkan tingkatan
pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan adalah merupakan
sesuatu yang dapat dihitung serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau
melihat bahwa kinerja setiap hari dalam perusahaan dan perseorangan terus
mengalami peningkatan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
Indikator Kinerja menurut Anwar Prabu Mangkunegara mengemukakan
bahwa indikator kinerja yaitu :
1) Kuantitas Kerja, standar ini dilakukan dengan cara membandingkan antara
besarnya volume kerja yang seharusnya (standar kerja normal) dengan
kemampuan sebenarnya.
2) Kualitas Kerja, standar ini menekankan pada mutu kerja yang dihasilkan
dibandingkan volume kerja.
3) Pemanfaatan Waktu, yang penggunaan masa kerja disesuaikan dengan
kebijaksanaan perusahaan.
4) Tingkat Kehadiran, asumsi yang digunakan dalam standar ini adalah jika
kehadiran pegawai di bawah standar kerja ditetapkan maka pegawai tersebut
tidak akan mampu memberikan kontribusi yang optimal bagi perusahaan.
5) Kerjasama, keterlibatan seluruh pegawai dalam mencapai target yang
ditetapkan akan mempengaruhi keberhasilan bagian yang diawasi.
Kerjasama antara pegawai dapat ditingkatkan apabila pimpinan mampu
memotivasi pegawai dengan baik.
Selain pendapat para ahli, pemerintah memiliki indikator kinerja pegawai
yaitu dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang penilaian
pelaksanaan pekerjaan PNS. Indikator tersebut adalah :
1) Kesetian, yaitu tekat dan kesanggupan untuk menaati, melaksanakan, dan
mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan penuh kesabaran dan tanggung
jawab.

111
Wibowo, Manajemen Kinerja. (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm.73-78
78
2) Prestasi Kerja, yaitu hasil kerja yang dicapai pegawai dalam melaksanakan
tugas yang diberkan kepadanya.
3) Tanggung jawab, yaitu kesanggupan pegawai dalam melakukan pekerjaan
yang diserahkan kepadanya dengan sebaik-baiknya dan tepat waktu, serta
berani menanggung resiko atau keputusan yang telah diambil.
4) Ketaatan, yaitu kesanggupan pegawai untuk menaati segala peraturan
Sedangkan menurut Peraturan Kementerian Agama Republik
Indonesia Nomor 49 Tahun 2014 menyangkut Penilaian Kinerja Pegawai yang
tercantum pada pasal 8/1
1) Penilaian kinerja pegawai didasarkan pada kehadiran kerja dan capaian
kinerja pegawai
2) Penilaian capaian kinerja pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan berdasarkan kontrak kinerja yang telah disepakati antara atasan
langsung dengan pegawai yang bersangkutan, dan;
3) Penilaian kinerja pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
sesuai dengan peraturan perundangundangan.

G. Keterampilan Pemimpin untuk Memotivasi Pegawai


Motivasi merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam menentukan
perilaku seseorang, termasuk perilaku kerja. Pentingnya motivasi karena motivasi
hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung perilaku manusia, supaya
mau bekerja giat dan ambisius mencapai hasil yang optimal./1
Motivasi semakin penting karena pimpinan membagikan pekerjaan pada
bawahan untuk dikerjakan dengan baik dan terintegrasi kepada tujuan yang
diinginkan. Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan atau
menggerakkan. Motivasi dalam manajemen hanya ditunjukkan pada sumber daya
manusia umumnya dan pada bawahan, agar mau bekerjasama secara produktif
berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan.
Menurut Marihot T.E.Hariandja dalam bukunya Manajemen Sumber Daya
Manusia (2003:321) berpendapat bahwa : Motivasi diartikan sebagai faktor-
faktor yang mengarahkan dan mendorong perilaku atau keinginan seseorang
untuk melakukan suatu kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk usaha yang keras
atau lemah.

79
Menurut Hasibuan dalam bukunya Sumber Daya Manusia (2003:143) yaitu:
Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja
seseorang mereka mau bekerja sama, bekerja efektif, dan terintegrasi dengan
segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan.112
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat diartikan bahwa
motivasi merupakan pendorong yang ada dalam diri invidu yang memberikan
daya penggerak untuk melakukan sesuatu dengan sebaik mungkin. Apabila
individu tersebut memiliki motivasi yang tinggi maka dia akan mencapai
kepuasan dalam melakukan pekerjaan, karena tujuan yang akan dicapai dan yang
diinginkan oleh organisasi dapat terwujud.
Setiap organisasi sangat memperhatikan faktor kepemimpinan sebagai
bagian yang penting bagi kemajuan organisasi, karena pemimpin merupakan
sumber daya kunci dalam organisasi apapun. Pemimpin yang efektif akan
menjadi penentu bagi hidup matinya dan maju mundurnya sebuah organisasi.
Tanpa kepemimpinan sebuah organisasi hanyalah kekacauan manusia dan mesin.
Pemimpin (leader) adalah seorang yang mempergunakan wewenang dan
kepemimpinannya, memotivasi dan mengarahkan bawahan untuk melaksanakan
sebagian pekerjaan mencapai tujuan organisasi
Kepemimpinan adalah seorang pemimpin yang mempengaruhi perilaku
bawahan agar mau bekerjasama dan bekerja secara produktif untuk mencapai
tujuan organisasi. Pimpinan adalah sebagai seorang atasan yang harus diikuti dan
dituruti serta dihormati oleh bawahannya, pemimpin sebagai atasan yang
membawahi bawahan, mengawasi, menjaga dan memberikan perintah. Maka
peranan pemimpin sangat penting bagi peningkatan prestasi kerja pegawai.

Pemimpin dalam memberikan tugas kepada para bawahannya selalu disertai


dengan petunjuk dan arahan. Karena dengan petunjuk dan arahan dari atasan
maka pegawai dapat mengerjakan pekerjaannya sesuai dengan sasaran yang akan
dicapai oleh organisasi yang bersangkutan dan tidak lepas dari tugas pokok dan
fungsi yang diemban oleh masing- masing pegawai.
Pemimpin memberikan kesempatan kepada para bawahannya untuk
mengembangkan diri sesuai dengan potensinya masing-masing, misalnya dengan

112
Hasibuan, Malayu. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:
PT Bumi Aksara
80
selalu memberikan kesempatan kepada para pegawai untuk mengikuti pelatihan
dan kegiatan lainnya untuk meningkatkan keterampilan dan wawasan. Serta
memberikan kesempatan mengembangkan sesuatu hal yang baru agar tidak
ketinggalan dari pegawai yang lain.
Pemimpin dalam memberikan sanksi administrasi maupun non administrasi
kepada semua bawahannya sesuai dengan besarnya pelanggaran/kesalahan yang
dilakukan tanpa membeda-bedakan. Oleh karena itu, kedisiplinan pegawai perlu
dilakukan penanganan secara jelas karena pada dasarnya mencerminkan kinerja
seorang pegawai itu sendiri. Dengan/1adanya disiplin kerja, pegawai tentunya
tidak akan melakukan tindakan penyelewengan dan akan lebih mampu
meningkatkan performa kinerjanya.
Seorang pegawai yang mempunyai tingkat kedisiplinan yang tinggi juga
akan bekerja dengan baik walaupun tanpa diawasi oleh atasan. Seorang pegawai
yang disiplin tidak akan mencuri waktu untuk melakukan hal-hal lain yang tidak
ada kaitannya dengan pekerjaan.
Dalam suatu organisasi untuk menciptakan seorang pegawai yang kreatif dan
mampu memainkan peranan dan dapat menyelesaikan pekerjaan yang sulit maka
pegawai tersebut dituntut untuk dapat bekerja dengan mandiri, berfikir kreatif
dalam mencari solusi atas masalah pekerjaan yang dihadapi. Dengan demikian
dapat mengembangkan daya berfikir pegawai guna mengembangkan organisasi
kearah yang lebih baik sehingga kinerja dari individu itu sendiri dapat lebih
optimal.
Kinerja yang baik tentunya didasarkan pada motivasi yang baik pula.
Pemimpin sebaiknya melakukan kedekatan emosional dengan bawahan, karena
kedekatan antara atasan dengan bawahan yang proporsional akan membuat
bawahan lebih nyaman dalam berinteraksi. Kenyamanan akan menumbuhkan
hubungan yang baik antara atasan dan bawahan, dan hubungan yang baik itu akan
menumbuhkan kecintaan kepada pekerjaan dan membuat seseorang memiliki
motivasi kerja yang baik terhadap tugas dan tanggungjawabnya.
Pemimpin sebaiknya memberikan kesempatan kepada bawahan untuk
memberikan usul, ide dan saran bagi pengembangan tujuan organisasi. Karena
motivasi pegawai akan terbangun apabila ia diberi kesempatan untuk
menyampaikan ide, gagasan dan saran dan hal tersebut juga akan membuat kualitas

81
pegawai semakin berkembang./1Gaya Kepemimpinan merupakan suatu cara yang
dimiliki oleh seseorang dalam mempengaruhi sekelompok orang atau bawahan
untuk bekerja sama dan berdaya upaya dengan penuh semangat dan keyakinan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Artinya, gaya kepemimpinan dapat menuntun pegawai untuk bekerja lebih
giat, lebih baik, lebih jujur dan bertanggung jawab penuh atas tugas yang
diembannya sehingga meraih pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik. Hubungan
pimpinan dan bawahan dapat diukur melalui penilaian pekerja terhadap gaya
kepemimpinan para pemimpin dalam mengarahkan dan membina para
bawahannya untuk melaksanakan pekerjaan.113
Keberhasilan suatu organisasi baik sebagai keseluruhan maupun berbagai
kelompok dalam suatu organisasi tertentu, sangat tergantung pada efektivitas
kepemimpinan yang terdapat dalam organisasi yang bersangkutan. Dapat
dikatakan bahwa mutu kepemimpinan yang terdapat dalam suatu organisasi
memainkan peranan yang sangat dominan dalam keberhasilan organisasi tersebut
dalam menyelenggarakan berbagai kegiatannya terutama terlihat dalam kinerja
para pegawainya.114 Pemimpin yang terdapat pada organisasi harus memiliki
kelebihan- kelebihan dibandingkan dengan bawahannya, yaitu pegawai yang
terdapat di organisasi yang bersangkutan, sehingga dapat menunjukkan kepada
bawahannya untuk bergerak, bergiat, berdaya upaya yang tinggi untuk mencapai
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan

H. Kesimpulan
1. Kepemimpinan adalah perilaku atau seni memengaruhi perilaku/1manusia, baik
perorangan maupun kelompok
2. Kinerja pegawai adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam
melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya didasarkan atas
kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu.
3. Kriteria kinerja pegawai di antaranya adalah kualitas kerja, ketepatan waktu,
inisiatif, kemampuan, dan komunikasi

113
Nawawi dan Martini Hadari, Kepemimpinan Yang Efektif, (Yogyakarta: Gadjah mada University Press,
1993), hlm. 45
114
Siagian, Sondang P. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.

82
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai di antaranya adalah faktor
personal/individual, faktor kepemimpinan, faktir tim, dan factor system
5. Pengukuran kinerja pegawai karakteristik yang membuat suatu standar kinerja
efektif, yaitu sebagai berikut
a. Standar didasarkan pada pekerjaan
b. Standar dapat dicapai
c. Standar dapat dipahami
d. Standar disepakat
e. Standar itu spesifik dan sedapat mungkin teruk
f. Standar berorientasi pada waktu
g. Standar harus tertulis
h. Standar dapat berubah.

83
DAFTAR PUSTAKA

Handoko T. Hani, 2008 Manajemen Personalia dan Sumber Daya


Manusia, Liberty
Kartono Kartini, 2002, Psikologi Sosial untuk Manajemen, Perusahaan dan Industri,
Jakarta:PPN Press,
Mahmudi, 2010, Manajemen Sektor Kinerja Publik., UPP - STIM YKPN:
Yogyakarta.
Malayu Hasibuan, 2007, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta:
Bumi Aksara.
Nawawi dan Martini Hadari, 1993, Kepemimpinan Yang Efektif, Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Prabu Mangkunegara Anwar, Manajemen Sumber Daya Manusia, .
Riva’i Veithzal, 2004, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2004), Cet. Ke 2,/1
Rivai Veithzal, Sagala Ella Jauvan, 2009 Manajemen Sumber Daya Manusia untuk
Perusahaan dari Teori ke Praktik, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada,
Sedarmayanti, 2001 Manajemen Sumber Daya Manusi,/1Bumi Aksara,/1
Simamora Henry, 2004 Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi III
Yogyakarta: STIE YKPN,
Soedarmayanti, Tt, Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja.
Bandung: Mandar Maju,/1
Sondang P Siagian. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Penerbit Bumi Aksara.
Thoha Miftah, 2010 Kepemimpinan dalam Manajemen,Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada.
Umar Husain, Desain Penelitian MSDM dan Perilaku Karyawan Paradigma
Positivistik dan Berbasis Pemecahan Masalah).
Wibowo, 2012, Manajemen Kinerja. Jakarta: Rajawali Pers.

84
BAB VI

KEPEMIMPINAN BERORIENTASI KUALITAS


Oleh Maghfirotun Nisa dan Muhammad Azhar

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Dalam era globalisasi dan persaingan yang semakin ketat, kualitas menjadi salah
satu faktor kunci dalam keberhasilan suatu organisasi. Kepemimpinan yang
berorientasi kualitas memainkan peran penting dalam mencapai dan mempertahankan
standar kualitas yang tinggi. Pada awalnya, manajemen lebih berfokus pada produksi
massal dan kuantitas. Namun, seiring perkembangan waktu, muncul pemahaman yang
lebih baik tentang pentingnya kualitas dalam mencapai kepuasan pelanggan dan
keberlanjutan organisasi. Hal ini mengarah pada perubahan paradigma manajemen dari
pendekatan berbasis kuantitas menjadi berbasis kualitas.
Seiring dengan perubahan paradigma manajemen dari pendekatan berbasis
kuantitas menjadi berbasis kualitas, penting bagi pemimpin untuk memahami
pentingnya memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan serta memastikan kepuasan
pelanggan. Kepemimpinan berorientasi kualitas melibatkan penerapan prinsip-prinsip
manajemen mutu total (total quality management/TQM), di mana seluruh anggota
organisasi berkomitmen untuk meningkatkan kualitas dalam segala aspek kegiatan
mereka. Pemimpin yang berorientasi kualitas berperan dalam memimpin implementasi
prinsipprinsip TQM, seperti fokus pada pelanggan, perbaikan berkelanjutan, dan
partisipasi karyawan.
Dalam konteks ini, latar belakang kepemimpinan berorientasi kualitas
menggarisbawahi pentingnya peran pemimpin dalam menciptakan budaya organisasi
yang berfokus pada kualitas, mempromosikan perubahan dan inovasi, serta
memotivasi karyawan untuk mencapai keunggulan dalam kualitas produk atau layanan
yang diberikan. Dari penjelasan tersebut penulis tertarik untuk melakukan penulisan
dengan judul “Kepemimpinan Berorientasi Kualitas”.

85
B. Konsep Dasar Kualitas
Kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda, dan bervariasi dari yang
konvesional sampai yang lebih strategik. Definisi konvensional dari kualitas biasanya
menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk seperti: performansi
(performance), keandalan (reliability), mudah dalam pengunaan (ease of use), estetika
(esthetics), dan sebagainya. Kualitas didefenisikan sebagai totalitas dari karakteristik
suatu produk yang menunjang kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang
dispeksifikasikan atau ditetapkan. Kualitas seringkali diartikan sebagai kepuasan
pelanggan (customer satisfaction) atau konformansi terhadap kebutuhan atau
persyaratan (conformance to the requirement).115
Berdasarkan definisi tentang kualitas baik yang konvesional maupun yang lebih
strategik, kita boleh menyatakan bahwa pada dasarnya kualitas mengacu kepada
pengertian pokok berikut116 :
1. kualitas terdiri dari sejumlah keistimewaan produk, baik keistimewaan langsung
maupun keistimewaan atraktif yang memenuhi keinginan pelanggan dan dengan
demikian memberikan kepuasan atas penggunaan produk itu.
2. Kualitas terdiri dari segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau kerusakan.
Suatu produk yang dihasilkan baru dapat dikatakan berkualitas apabila sesuai
dengan keinginan pelanggan, dapat dimanfaatkan dengan baik, serta diproduksi
(dihasilkan) dengan cara yang baik dan benar.
Menurut Harold L. Girline, kualitas adalah tingkat kesesuaian produk dan jasa
dengan desain yang sudah dibuat atau spesifikasi yang sudah ditetapkan. Ciri-ciri
kualitas dapat dijelaskan sebagai berikut117:
1. Fisik, yang berkaitan dengan Panjang, berat, ketebalan
2. Indera, yang berhubungan dengan panca indera, antara lain: rasa, penampilan,
warna
3. Orientasi waktu, menyangkut dengan keandalan (dapat dipercaya), dapat
dipelihara, dapat dirawat
Kualitas produk, jasa, dan keluaran (output) lain dari suatu organisasi
ditentukannya oleh kepuasan dari penggunaanya, dan dihasilkan dari

115
Munawaroh, Munjiati. 2015. Manajemen Operasi. Gramasurya: Yogyakarta, hlm. 15.
116
Gaspersz, Vincent, 2001, ISO 9001:2000 and Continual Quality Improvement, PT Gramedia Pustaka Utama,
hlm. 4-5.
117
Alfarabi, Faridudin. 2016. Pengaruh Kualitas Produk dan Kualitas Pelayanan terhadap Kepuasan Pelanggan
pada PDAM Kab. Grobogan. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Semarang. Semarang, hlm. 8.
86
proses yang efektif dan efisien yang membuat dan mendukungnya.
Peningkatan kualitas dicapai dengan memperbaiki kegiatan atau
pekerjaan dalam proses yang ada. Setiap kegiatan atau satuan dari
pekerjaan dalam suatu organisasi terdiri dari satu atau lebih proses. Pada
prinsipnya, pengertian kualitas adalah sama. Untuk lebih memudahkan
memahaminya, biasanya kualitas dikategorikan dalam beberapa aspek
berikut118:
a. Quality of Design
Kualitas dari sebuah desain berhubungan kuat dengan kebutuhan
(ekspektasi) costumer dari produk yang nantinya akan dihasilkan,
sehingga seminimal mungkin ketidaksesuaian antara desain yang
dirancang dengan desain yang diinginkan olehcostumer dapat
dikurangi. Kualitas dari desain biasanya dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti tipe dari produk, biaya, kebijakan profit yang ditetapkan
perusahaan, tingkat kebutuhan, tingkat ketersediaan komponen dan
material, serta safety produk.
b. Quality of Conformance
Kualitas disini berhubungan dengan kemampuan dari proses produksi
suatu produk atau jasa dengan standar-standar yang telah dipilih atau
ditetapkan dalam tahapan desain. Dengan keterlibatannya dengan
sektor manufaktur maka fase memfokuskan pada derajat kualitas yang
diukur dari kemampuan pengendalian pengadaan bahan baku untuk
diolah menjadi barang jadi. Didalamnya terdiri dari tiga bahasan luas
mengenai pencegahan cacat, identifikasi cacat, analisa cacat dan
perbaikannya.
c. Quality of Performance
Kualitas dari performance suatu produk dapat diartikan sebagai
kemampuan dan produk untuk dapat berfungsi sesuai dengan
kegunaannya ketika digunakan. Didalamnya mengukur seberapa besar
kemampuan produk untuk memuaskankebutuhan pelanggannya.
Kualitas dari performance merupakan/1ukuran keberhasilan dari dua
aspek kualitas sebelumnya, karena yang memberikan pada kualitas

118
Gaspersz, Vincent, 2001, ISO 9001:2000 and Continual Quality Improvement,..... hlm. 10.
87
adalah costumer pengguna produk yang dihasilkan, maka tujuan
utamanya adalah produk yang memiliki performance sesuai dengan
ekspektasi costumer.
d. Quality Assurance
Mencakup pengetahuan terhadap produk secara tepat, ketrampilan
memberi info dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh para staf
bebas dari bahaya resiko atau keragu-raguan. Serta mengacu pada
program untuk monitoring dan evaluasi yang sistematis dari berbagai
aspek dari suatu proyek, jasa, atau fasilitas, untuk memastikan bahwa
standar kualitas sedang dipenuhi.

Produk atau jasa yang berkualitas adalah sesuatu yang dapat memenuhi
atau melebihi harapan pelanggan dalam delapan dimensi berikut119:
1. Kinerja (Performance) : Dimensi ini berkaitan dengan kemampuan
produk atau jasa untuk memenuhi atau melebihi harapan pelanggan.
Kinerja melibatkan aspek seperti keandalan, kecepatan, kekuatan, dan
fungsi produk atau jasa.
2. Fitur (Feature) : Dimensi ini mencakup tambahan fitur atau kemampuan
produk atau jasa yang dapat meningkatkan nilai bagi pelanggan. Fitur-
fitur ini dapat meliputi inovasi, fleksibilitas, fungsionalitas tambahan,
atau keunikan produk atau jasa tersebut.
3. Keandalan (Reliability) : Keandalan mencerminkan kemampuan produk
atau jasa untuk melakukan fungsinya tanpa kegagalan atau kerusakan
dalam jangka waktu tertentu. Hal ini berkaitan dengan tingkat
kepercayaan pelanggan terhadap konsistensi dan kestabilan produk atau
jasa.
4. Kepemeliharaan (Conformance) : Dimensi ini mencerminkan sejauh
mana produk atau jasa sesuai dengan standar atau spesifikasi yang telah
ditetapkan. Kepemeliharaan berkaitan dengan tingkat kesesuaian produk
atau jasa dengan harapan atau persyaratan yang telah ditetapkan.
5. Durabilitas (Durability) : Durabilitas merujuk pada ketahanan produk
atau jasa terhadap penggunaan yang berulang atau pengaruh lingkungan

119
Yuri, M.Z. & Rahmat,N. (2013). TQM Manajemen Kualitas Total dalam Perspektif Teknik Industri. Jakarta:
PT. Indeks., hlm. 20.
88
dalam jangka waktu tertentu. Dimensi ini menilai sejauh mana produk
atau jasa dapat bertahan dan tetap berfungsi dengan baik selama masa
pakainya./1
6. Pelayanan (Serviceability) : Pelayanan mencakup kemudahan perbaikan,
pemeliharaan, dan dukungan pelanggan terkait produk atau jasa.
Dimensi ini menilai sejauh mana produk atau jasa dapat dengan mudah
diperbaiki, didukung, atau ditangani ketika terjadi masalah.
7. Estetika (Aesthetic) : Dimensi ini mengacu pada penampilan visual atau
aspek sensorik produk atau jasa. Estetika berkaitan dengan kesan visual,
desain, bentuk, warna, atau kesan sensorik lainnya yang dapat
meningkatkan daya tarik atau kepuasan pelanggan.
8. Citra (Perception) : Citra mencerminkan reputasi atau persepsi
pelanggan terhadap produk atau jasa. Dimensi ini berkaitan dengan
brand, kepercayaan, dan persepsi nilai produk atau jasa dalam pikiran
pelanggan.
Menggunakan delapan dimensi produk atau jasa yang berkualitas ini
dapat membantu organisasi untuk memahami elemen-elemen penting yang
mempengaruhi kualitas produk atau jasa mereka, serta memenuhi harapan
pelanggan.

C. Pemimpin Dan Kualitas Kerja Pegawai


Kepemimpinan merupakan cara pimpinan mempengaruhi sikap dan tindakan
anggotanya supaya mengikuti keinginan dan tujuan dalam organisasi untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Menurut Hersey bahwa gaya kepemimpinan adalah pola
tingkah laku berupa kalimat dan tindakan) dari seorang pemimpin yang dirasakan oleh
orang lain. Sedangkan Mulyasa memandang kepemimpinan sebagai kegiatan dalam
mempengaruhi orang-orang yang diarahkan terhadap pencapaian tujuan organisasi.120
Pengelolaan untuk mencapai kinerja pegawai yang sangat tinggi terutama untuk
meningkatkan kinerja pegaai secara keseluruhan. Kinerja biasa meningkatkan
kepuasan para pegawai dalam organisasi dengan kerja tinggi dari pada organisasi
dengan kinerja rendah. Menurut Cokroaminoto defenisi dari kinerja pegawai merujuk

120
Ruslan, R., Ilyas, G. B., & Tamsah, H. (2018). Diklat, Kepemimpinan, dan Kompensasi terhadap Motivasi
Kerja pada Kantor Otoritas. Jurnal Mirai Management, 3(2), hlm. 79.
89
pada keahlian (skill) pegawai dalam melaksanakan seluruh tugas yang menjadi
tanggung jawabnya.121 Sedangakan menurut Rivai kinerja adalah perilaku nyata yang
ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh pegawai sesuai
dengan perannya dalam organisasi.122/1
Kepemimpinan sangat diperlukan dalam suatu organisasi, kemampuan seorang
pemimpin untuk menggerakkan bawahan atau pegawai sangat dipengaruhi oleh faktor
astern kepemimpinannya. Secara individu, manusia mempunyai karakteristik khusus,
dan tiap-tiap manusia mempunyai pendekatan tersendiri untuk dipengaruhi atau
mempengaruhi orang lain. Bawahan yang bekerja dengan tingkat kinerja yang tinggi
atau baik akan mendapatkan tingkat produktivitas. Seorang pemimpin yang sukses
harus mampu melihat dan menganalisis dengan tepat tentang motif-motif dari bawahan
atau pegawai sehingga mendorong mereka bekerja dengan baik. Oleh karena itu
keberhasilan suatu organisasi atau perusahaan bukan hanya ditentukan oleh
kepemimpinan pemimpin, melainkan juga dari bawahan sebagai pelaksana dari
kegiatan perusahaan yang memberikan peranan sangat penting.
Setiap pemimpin mungkin telah mengamati perbedaan antara apa yang mendorong
mereka bertindak dan apa yang memicu seorang rekan untuk bertindak. Pengalaman
ini merupakan syarat mutlak bagi setiap perubahan cara-cara mendorong kinerja. Bagi
para bawahan atau pegawai cenderung untuk bekerja dengan semangat tinggi apabila
telah sesuai dengan apa yang diinginkannya. Dimana hal ini sesuai dengan pendapat
umum yang menyatakan bahwa pada dasarnya kenapa seseorang bekerja dengan
semangat yang tinggi karena pekerjaan tersebut memberikan apa yang ingin
didapatkannya. Oleh karena itu jelaslah bahwa salah satu unsur atau faktor yang
mampu memberi semangat kerja atau peningkatan kinerja pegawai tidak lain adalah
sistem kepemimpinan itu sendiri, sehingga apabila kepemimpinan yang diterapkan
sesuai dengan situasi atau keadaan organisasi khususnya terhadap bawahan maka akan
dapat meningkatkan kinerja pegawai, begitu pula sebaliknya. Dengan demikian maka
kepemimpinan sangat berpengaruh besar terhadap kinerja pegawai.

121
Cokroaminoto, 2007, Membangun Kinerja Melalui Motivasi Kerja Karyawan, Jakarta:Rineka Cipta, hlm. 27.
122
Veithzal Rivai. 2005. Performance Appraisal; Sistem yang Tepat untuk Menilai Kinerja Karyawan dan
Meningkatkan Daya Saing Perusahan. PT. RajaGrafindo Persada. Jakarta.
90
1. Ciri Pemimpin yang berkualitas

Burnham menyebutkan bahwa kualitas kepemimpinan terdiri dari empat komponen


pokok yakni123:
a. Vision (visi)
Kepemimpinan yang berkualitas dimulai dengan adanya visi yang jelas dan
inspirasional. Visi ini merujuk pada gambaran masa depan yang diinginkan dan
arah yang diinginkan untuk organisasi atau tim. Seorang pemimpin yang/1baik
harus mampu mengartikulasikan visi ini dengan jelas kepada para anggota tim,
mengilhami mereka, dan membantu mereka memahami tujuan yang ingin
dicapai.
b. Creativity (kreativitas)
Kreativitas adalah kemampuan untuk berpikir dan bertindak di luar batasan
konvensional. Seorang pemimpin yang berkualitas harus mendorong inovasi
dan pemikiran kreatif dalam timnya. Mereka harus mendorong anggota tim
untuk berpikir out-of-the-box, mencari solusi baru, dan menerapkan ide-ide
kreatif dalam mencapai tujuan yang ditetapkan.
c. Sensitivity (sensitivitas)
Sensitivitas merujuk pada kemampuan pemimpin untuk memahami dan
merespons kebutuhan, harapan, dan perasaan anggota tim. Pemimpin yang
sensitif terhadap orang lain dapat membangun hubungan yang kuat,
mendengarkan dengan empati, dan mempertimbangkan perspektif dan
kepentingan orang lain dalam pengambilan keputusan. Sensitivitas juga
melibatkan pengenalan dan penghormatan terhadap keanekaragaman individu
dalam tim.
d. Subsidiarity (subsidiaritas)
Subsidiaritas adalah prinsip yang mengedepankan pemberian otoritas dan
tanggung jawab kepada anggota tim yang memiliki pengetahuan dan
kemampuan yang sesuai. Dalam konteks kepemimpinan berorientasi kualitas,
subsidiaritas menekankan pentingnya memberdayakan anggota tim dan
mempercayai mereka untuk mengambil keputusan yang relevan dalam area

123
Burnham, John West, 1997, Managing Quality in School (Effective Strategies for Quality-Based School
Improvement), London: Prentice Hall., hlm. 48.
91
tanggung jawab mereka. Pemimpin berperan sebagai fasilitator dan mentor
yang memberikan dukungan, saran, dan arahan yang diperlukan.
Komponen-komponen ini saling melengkapi dan membantu membentuk
kepemimpinan yang berorientasi pada kualitas. Seorang pemimpin yang memiliki
visi yang kuat, kreativitas, sensitivitas terhadap orang lain, dan menerapkan
subsidiaritas dalam kepemimpinannya memiliki peluang yang lebih besar untuk
mencapai keberhasilan dan membangun budaya organisasi yang berorientasi pada
kualitas.
Sedangkan menurut Burwash (1996), pemimpin yang berkualitas tidak puas
dengan “status quo” dan memiliki keinginan untuk terus mengembangkan dirinya.
Beberapa kriteria kualitas kepemimpinan yang baik antara lain, memiliki komitmen
organisasional yang kuat, visionary, disiplin diri yang tinggi, antusias, berwawasan
luas, kemampuan komunikasi yang tinggi, manajemen waktu, mampu menangani
setiap tekanan, mampu sebagai pendidik bagi bawahannya, empati, berpikir positif,
memiliki dasar spiritual yang kuat, dan selalu siap melayani.

2. Ciri-ciri pegawai yang berkualitas

Menurut Ruky mengatakan bahwa karakteristik atau ciri-ciri


pegawai/1berkualitas adalah124:
a. Kompeten: Pegawai berkualitas memiliki keahlian dan pengetahuan yang
diperlukan untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab mereka dengan
baik. Mereka memiliki pemahaman yang mendalam dalam bidang pekerjaan
mereka dan terus meningkatkan keterampilan mereka melalui pendidikan dan
pengembangan diri.
b. Tanggung jawab: Pegawai berkualitas bertanggung jawab terhadap pekerjaan
mereka. Mereka menghormati tenggat waktu, mengikuti prosedur kerja yang
ditetapkan, dan melakukan tugas mereka dengan komitmen dan integritas.
Mereka tidak menghindar dari tanggung jawab dan siap mengambil inisiatif
untuk mengatasi masalah atau tantangan yang muncul.
c. Kerjasama: Pegawai berkualitas mampu bekerja secara efektif dalam tim.
Mereka memiliki keterampilan komunikasi dan kemampuan untuk bekerja
sama dengan orang lain. Mereka menghargai perbedaan pendapat,

124
Achmad, S. Ruky. 2006. “Sistem Manajemen Kenerja”, PT. Gramedia Pustaka. Jakarta. Aditama, hlm. 16.
92
mendengarkan dengan baik, dan berkontribusi secara positif untuk mencapai
tujuan bersama.
d. Kualitas kerja: Pegawai berkualitas selalu berusaha untuk memberikan hasil
kerja yang tinggi. Mereka memiliki standar kualitas yang tinggi dan
memastikan bahwa pekerjaan yang mereka lakukan memenuhi atau melebihi
ekspektasi. Mereka berusaha untuk terus belajar dan meningkatkan kualitas
kerja mereka.
e. Kedisiplinan: Pegawai berkualitas memiliki disiplin yang tinggi dalam
menjalankan tugas-tugas mereka. Mereka menghormati peraturan dan
kebijakan perusahaan, hadir secara tepat waktu, dan menjaga integritas dalam
melakukan pekerjaan. Mereka mampu mengatur waktu dan sumber daya
dengan efisien.
f. Proaktif: Pegawai berkualitas tidak hanya menunggu instruksi atau arahan,
tetapi juga memiliki inisiatif untuk mengidentifikasi masalah, menawarkan
solusi, dan mengambil langkah-langkah proaktif untuk meningkatkan
efisiensi dan kualitas kerja. Mereka berpikir secara kritis, kreatif, dan mencari
peluang untuk meningkatkan diri dan organisasi.
g. Fleksibilitas: Pegawai berkualitas dapat beradaptasi dengan perubahan dan
menghadapi tantangan dengan sikap terbuka. Mereka memiliki kemampuan
untuk berfleksibilitas dalam lingkungan kerja yang dinamis dan siap untuk
belajar hal-hal baru atau mengubah pendekatan kerja mereka sesuai
kebutuhan.
h. Etika kerja: Pegawai berkualitas memiliki etika kerja yang tinggi. Mereka
bertindak secara jujur, adil, dan bertanggung jawab dalam hubungan dengan
rekan kerja, atasan, dan pelanggan. Mereka menghormati kerahasiaan
informasi dan menjaga integritas pribadi dan profesional.
Ciri-ciri ini dapat membantu membedakan pegawai berkualitas yang
berkontribusi positif terhadap organisasi dan berpotensi untuk mencapai
kesuksesan dalam karir mereka.

D. Total Quality Management (TQM)


Total Quality Management atau manajemen kualitas terpadu sebenarnya adalah
filosofi dan budaya (kerja) organisasi (phylosopy of management) yang berorentasi

93
pada kualitas. Tujuan (goal) yang akan dicapai dalam organisasi dengan budaya TQM
adalah memenuhi atau bahkan melebihi apa yang dibutuhkan (needs) dan yang
diharapkan atau diinginkan (desire) oleh pelanggan.125 Dengan demikian, TQM dapat
diartikan sebagai pengelolaan kualitas semua komponen (stakehorder) yang
berkepentingan dengan visi dan misi organisasi. Jadi, pada dasarnya TQM itu bukanlah
pembebanan ataupun pemeriksaan.

Tetapi, TQM adalah lebih dari usaha untuk melakukan sesuatu yang benar setiap
waktu, daripada melakukan pemeriksaan (cheking) pada waktu tertentu ketika terjadi
kesalahan. TQM bukan bekerja untuk agenda orang lain, walaupun agenda itu
dikhususkan untuk pelanggan (customer) dan klien. Demikian juga, TQM bukan
sesuatu yang diperuntukkan bagi menajer senior dan kemudian melewatkan tujuan
yang telah dirumuskan. Total Quality Management adalah pelibatan semua komponen
organisasi yang berlangsung secara terus-menerus. Sementara manajemen di dalam
TQM berarti pengelolaan setiap orang yang berada di dalam organisasi, apapun status,
posisi atau perannya. Mereka semua adalah manajer dari tanggung jawab yang
dimilikinya. Senada dengan pengertian ini, Lesley dan Malcolm menyatakan bahwa
dalam TQM, maka semua fungsionaris organisasi, tanpa kecuali dituntut memiliki tiga
kemampuan, yaitu126

1. Mengerjakan hal-hal yang benar. Ini berarti bahwa hanya kegiatan yang
menunjang bisnis demi memuaskan kebutuhan pelanggan yang dapat diterima.
Kegiatan yang tidak perlu maka jangan dilanjutkan lagi.
2. Mengerjakan hal-hal dengan benar. Ini berarti bahwa semua kegiatan harus
dijalankan dengan benar, sehingga hasil kegiatan tersebut sesuai dengan
kebutuhan pelanggan.
3. Mengerjakan hal-hal dengan benar sejak pertama kali setiap waktu. Hal ini
dilandasi dengan dasar pemikiran untuk mencegah kesalahan yang timbul.
Prinsipnya, menurut Lesley dan Malcolm, TQM itu merupakan suatu
pendekatan sistematis terhadap perencanaan dan manajemen aktivitas, yang

125
Mulyadi. (2003) Total Quality Management, Edisi IV. Yogyakarta : Aditya Media, hlm. 4.
126
Munro, Lesley Malcolm, 1996. Implementing Total Quality Management: Menerapkan Manajemen Mutu
Terpadu. Jakarta: PT Gramedia, hlm. 36.
94
memiliki motto: Do the right think, first time, every time, yaitu “kerjakan sesuatu
yang benar dengan benar, sejak pertama kali, setiap waktu”.127
Konsep TQM dalam pendidikan dapat diimplementasikan atau dilakasanakan
dengan menggunakan model yang diadopsi dari Tenner & Detoro. Berdasarkan
model tersebut dapat dijelaskan beberapa hal yang terait di dalamnya di
antaranya128:
1. Tujuan TQM

Tujuan utama TQM dalam pendidikan adalah meningkatkan mutu pendidikan


secara berkelanjutan, terus-menerus, dan terpadu. Dimana tujuan TQM ini
mengkhususkan pada bimbingan belajar
2. Prinsip TQM

Pencapaian tujuan di atas dapat terwujud jika menggunakan prinsip-prinsip


sebagai berikut: pemfokusan pada pengguna atau pelanggan peningkatan/1
kualitas pada proses melibatkan semua komponen pendidikan (bimbingan
belajar).
3. Elemen Pendukung TQM
a. Kepemimpinan, Seorang manajer bimbingan belajar harus mampu
memimpin anak buahnya untuk mencapai tujuan lembaga tersebut. Ketika
TQM digunakan sebagai kunci proses manajemen, peranan manajer adalah
sebagai penasehat, pembimbing dan pemimpin tidak boleh terabaikan.
Artinya, ia harus memahami tujuan, prinsip, dan elemen-elemen pendukung
TQM dan mampu memanaj secara terusmenerus untuk mencapai kualitas
pendidikan yang di harapkan.
b. Pendidikan dan Pelatihan. Elemen pendidikan dan pelatihan bagi semua
sumber daya manusia yang ada seharusnya dapat menyediakan informasi
yang dibutuhkan oleh mereka sesuai dengan peningkatan kualitas
pendidikan di Bimbingan Belajar. Misalnya, keterampilan pegawai
(tentor/tutor atau staff pengajar) dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas
dan pemecahan masalah di lingkungan bimbingan belajar. Hal utama untuk

127
Munro, Lesley Malcolm, 1996. Implementing Total Quality Management: Menerapkan Manajemen Mutu
Terpadu,..... hlm. 39.
128
Tjiptono, F. dan Diana, A., (1996). Total Quality Management. Yogyakarta: Penerbit ANDI., hlm. 32.
95
mendukung pendidikan dan pelatihan ini antara lain: program, materi dan
sumber daya yang memadai.
c. Struktur Pendukung, Struktur pendukung bisa berasal dari internal dan
eksternal bimbingan belajar. Dukungan yang cukup/baik dapat membantu
jaringan kerja dengan manajer kulaitas lain pada bagian lain di lembaga
bimbingan belajar.
d. Komunikasi, Komunikasi menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam
mengimplementasikan program kualitas. Semua pegawai harus menerima
informasi kualitas yang jelas agar mereka sungguh-sungguh melaksanakan
program peningkatan kualitas. Secara ideal, pimpinan harus bertemu secara
personal dengan pegawai untuk mendesiminasikan informasi, memberikan
arahan, dan merespon pertanyaan dari setiap orang. Pengalaman sukses dari
seseorang dalam mengimplementasikan alat dan teknik TQM dapat
meningkatkan kepuasan pelanggan pada semua bidang komunikasi kualitas.
e. Penghargaan, Penghargaan perlu diberikan kepada tim maupun individu
yang sukses dalam mengaplikasikan proses peningkatan kualitas. Hal ini
dapat memacu mereka untuk lebih terdorong lagi mencapai kesuksesan, dan
ini sangat berarti bagi organisasi atau lembaga bimbingan belajar.
Pengukuran, Keberhasilan program perlu diukur. Ukuran yang digunakan
tidak lain adalah kepuasan pelanggan di luar lembaga. Data-datanya perlu
dikumpulkan secara sistematis. Data yang terkumpul perlu diolah untuk
melihat kepuasan mereka sekaligus untuk menemukan berbagai persoalan yang
timbul sekaligus sebagai dasar untuk perbaikan terus-menerus melalui program
TQM.

E. Kesimpulan
Kualitas didefenisikan sebagai totalitas dari karakteristik suatu produk yang
menunjang kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dispeksifikasikan atau
ditetapkan. Ciri-ciri kualitas dapat dijelaskan sebagai berikut: Fisik, yang berkaitan
dengan panjang, berat, ketebalan. Indera, yang berhubungan dengan panca indera,
antara lain : rasa, penampilan, warna, serta Orientasi waktu, menyangkut dengan
keandalan (dapat dipercaya), dapat dipelihara, dapat dirawat. kualitas dikategorikan
dalam beberapa aspek berikut: Quality of Design, Quality of Conformance, Quality of
Performance, Quality of Assurance./1
96
Kepemimpinan sangat diperlukan dalam suatu organisasi, kemampuan seorang
pemimpin untuk menggerakkan bawahan atau pegawai sangat dipengaruhi oleh faktor
astern kepemimpinannya. salah satu unsur atau faktor yang mampu memberi semangat
kerja atau peningkatan kinerja pegawai tidak lain adalah sistem kepemimpinan itu
sendiri, sehingga apabila kepemimpinan yang diterapkan sesuai dengan situasi atau
keadaan organisasi khususnya terhadap bawahan maka akan dapat meningkatkan
kinerja pegawai, begitu pula sebaliknya.
Total Quality Management (TQM) dapat diartikan sebagai pengelolaan kualitas
semua komponen (stakehorder) yang berkepentingan dengan visi dan misi organisasi.
TQM itu merupakan suatu pendekatan sistematis terhadap perencanaan dan
manajemen aktivitas, yang memiliki motto: Do the right think, first time, every time,
yaitu “kerjakan sesuatu yang benar dengan benar, sejak pertama kali, setiap waktu”.

97
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, S. Ruky. 2006. Sistem Manajemen Kenerja. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.
Alfarabi, Faridudin. 2016. Pengaruh Kualitas Produk dan Kualitas Pelayanan terhadap
Kepuasan Pelanggan pada PDAM Kab. Grobogan. Skripsi. Universitas
Muhammadiyah Semarang. Semarang.
Cokroaminoto. 2007. Membangun Kinerja Melalui Motivasi Kerja Karyawan, Jakarta: Rineka
Cipta.
Gaspersz, Vincent. 2001. ISO 9001:2000 and Continual Quality Improvement. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Mulyadi. 2003. Total Quality Management, Edisi IV. Yogyakarta: Aditya
Media,/1Munawaroh, Munjiati. 2015. Manajemen Operasi. Yogyakarta: Gramasurya.
Munro, Lesley Malcolm. 1996. Implementing Total Quality Management: Menerapkan
Manajemen Mutu Terpadu. Jakarta: PT Gramedia
Ruslan, R., Ilyas, G. B., & Tamsah, H. 2018. Diklat, Kepemimpinan, dan Kompensasi terhadap
Motivasi Kerja pada Kantor Otoritas. Jurnal Mirai Management, 3(2).
Tjiptono, F. dan Diana, A. 1996. Total Quality Management. Yogyakarta: Penerbit ANDI
Veithzal Rivai. 2005. Performance Appraisal; Sistem yang Tepat untuk Menilai Kinerja
Karyawan dan Meningkatkan Daya Saing Perusahan. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada./1
Yuri, M.Z. & Rahmat,N. 2013. TQM Manajemen Kualitas Total dalam Perspektif Teknik
Industri. Jakarta: PT. Indeks

98
BAB VII

KEPEMIMPINAN BERORIENTASI KONFLIK


Oleh Zuhairina Lailatul Izzah dan Muhammad Rifqi Alfatah

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Konflik terjadi akibat dari proses interaksi yang disebabkan oleh berbagai
faktor, seperti perbedaan pandangan, ketidaksesuaian kebijakan pemimpin, dan lain
sebagainya. Semakin besar ukuran organisasi tersebut semakin menjadi kompleks
keadannya. Konflik yang terjadi dalam suatu organisasi apabila tidak dapat
diselesaikan akan mengancam dan membahayakan organisasi tersebut. Perlu adanya
manajemen organisasi sebagai bagian dari administrasi yang mampu menjadikan
seorang pemimpin dalam kepemimpinan suatu organisasi mampu berdiri kokoh dan
kuat mengatasi konflik yang terjadi. Dikarenakan persoalan kepemimpinan selalu
memberikan kesan yang menarik. Senantiasa memberikan daya tariik yang kuat
kepada setiap orang. Suatu ungkapan mulia mengatakan bahwasannya piminanlah
yang bertanggungjawab atas kegagalan pelaksanaan suatu pekerjaan, merupakan
ungkapan yang mendudukkan posisi pemimpin dalam suatu organisasi kepada posisi
yang terpenting.129
Perlunya manajemen konflik dalam organisiasi diantaranya ialah untuk
mengatasi perbedaan pendapat, meingkatkan kinerja tim, mempromosikan inovasi dan
pemikiran kritis, mencegah gangguan organisasi, meningkatkan kepuasan karyawan,
membangun kepemimpinan yang efektif. Dengan melakukan manajemen konflik yang
baik dalam organisasi, sebuah organisasi tersebut akan mencapai tujuan yang
diharapkan. Sehingga dapat meminimalisir persoalan yang sedang terjadi, baik secara
langsung maupun tidak langsung.

B. Definisi Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah adalah proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah
kelompok yang diorganisasi ke arah pencapaian tujuan. Dalam pengertian lain
kepemimpinan adalah kemampuan dan keterampilan seseorang yang menduduki

Abdul Basyar, “Pentingnya Peran Pemimpin Dalam Permasalahan Sosial”, Jurnal: AnNidhom Manajemen
129

Pendidikan Islam, Vol. 1, No. 1, 2016, hlm. 16.


99
jabatan sebagai pimpinan satuan kerja untuk mempengaruhi orang lain, terutama
bawahannya, untuk berfikir dan bertindak sedemikian rupa sehingga melalui perilaku
yang positif ia memberikan sumbangan nyata dalam pencapaian tujuan organisasi.
Sedangkan penertian manajemen adalah suatu proses perencanaan, pengorganisasian,
kepemimpinan dan pengendalian upaya dari anggota organsasi serta penggunaan semua
sumber daya yang ada pada organisasi untuk mencapai tujaun organisasi yang telah
ditetapkan sebelumnya.130
Pengertian peran itu sendiri adalah perilaku yang diatur dan diharapkan dari
seseorang dalam posisi tertentu. Jadi dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa
peranan kepemimpinan adalah seperangkat perilaku yang diharapkan dilakukan oleh
seseorang sesuai kedudukannya sebagai seorang pemimpin. Ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan agar kepemimpinan dapat berperan dengan baik, diantaranya:
1. Yang menjadi dasar utama dalam efektivitas kepemimpinan bukan pengangkatan
atau penunjukannya, melainkan penerimanaan orang lain terhadap kepemimpinan
yang bersangkutan.
2. Efektivitas kepemimpinan tercermin dari kemampuannya untuk tumbuh dan
berkembang.
3. Efektivitas kepemimpinan menuntut kemahiran untuk “membaca” situasi.
4. Perilaku seseorang tidak terbentuk begitu saja, melainkan melalui pertumbuhan dan
perkembangan.
5. Kehidupan organisasi yang dinamis dan serasi dapat tercipta bila setiap anggota
mau menyesuaikan cara berfikir dan bertindaknya untuk mencapai organisasi./1

C. Definisi Konflik
Robbins131 dalam bukunya “Organization Behavior” menjelaskan bahwa
konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara
dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik
pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Artinya konflik itu sendiri terjadi
dikarenakan terdapat sebab-akibat antara dua sudut pandang baik, baik dari persoalan
yang ringan maupun yang berat./1

130
TA. Brata, “Peran Kepemimpinan Dalam Mengendalikan Konflik”, Jurnal Media Wahana Ekonomika, Vol.
7, No. 4, Januari, 2011. hlm. 56.
131
Stephen P. Robbins, Organizational Behavior, (Prentice Hall: Sidding, 1979), hlm. 231.
100
Konflik itu sendiri bersumber pada keinginan. Persaingan sangat erat
hubungannya dengan konflik karena dalam persaingan beberapa pihak menginginkan
hal yang sama tetapi hanya satu yang mungkin mendapatkannya. Persaingan tidak sama
dengan konflik namun mudah menjurus ke arah konflik, terutama apabila ada
persaingan yang menggunakan cara-cara yang bertentengan dengan aturan yang
disepakati. Permusuhan bukanlah konflik karena orang yang terlibat konflik bisa saja
tidak memiliki rasa permusuhan. Sebaliknya orang yang saling bermusuhan bisa saja
tidak berada dalam keadaan konflik. Konflik tidak selalu harus dihindari karena tidak
selalu negatif akibatnya. Berbagai konflik yang ringan dapat dikendalikan juga dapat
berakibat positif bagi mereka yang terlibat maupun bagi organisasi.

D. Jenis-Jenis Konflik
Terdapat lima jenis konflik dalam organisasi, diantaranya;132

1. Konflik di dalam individu


Konflik ini timbul apabila individu merasa bimbang terhadap pekerjaan mana yang
harus dilakukan, bila berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan atau
individu diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuannya.
2. Konflik antar individu dalam organisasi yang sama/1
Konflik ini timbul akibat tekanan yang berhubungan dengan kedudukan atau
perbedaan - perbedaan kepribadian. Kepribadian.
3. Konflik antara individu dan kelompok/1
Konflik ini berhubungan dengan cara individu menanggapi tekanan untuk
keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka. Contoh, seseorang
yang dihukum karena melanggar norma-norma kelompok
4. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama/1
Konflik ini terjadi dikarenakan adanya pertentangan kepentingan antar kelompok/1
5. Konflik antar organisasi/1
Akibat adanya bentuk persaingan ekonomi dalam sistem perekonomian suatu
Negara. Konflik semacam ini sebagai sarana untuk mengembangkan produk baru,
teknologi, jasa-jasa, harga yang lebih rendah dan pemanfaatan sumber daya yang
tersedia secara efisien.

132
Andri Wahyudi, Konflik, Konsep Teori dan Permasalahan. Dalam Jurnal unita.ac.id, hal. 6
101
E. Komponen Konflik
Secara umum konflik terbagi atas tiga jenis seperti:133

1. Kepentingan (interest), yaitu sesuatu yang memotivasi orang untuk melakukan atau
tidak melakukan sesuatu./1
2. Emosi (emotion), yaitu sesuatu yang sering diwujudkan melalui perasaan yang
menyertai sebagian besar interaksi manusia, seperti marah, benci, takut, dan lain-
lain.
3. Nilai (values), yaitu komponen konflik yang paling susah untuk dipecahkan sebab
nilai merupakan hal yang tidak bisa diraba dan dinyatakan secara rata./1

F. Sumber Konflik
Sumber konflik merujuk pada faktor-faktor yang menyebabkan atau memicu
terjadinya konflik. Sumber konflik dapat bervariasi tergantung pada konteks dan situasi
yang spesifik. Konflik bersumber dari berbagai macam persoalan yang ada dalam
organisasi. Davis dan Newstrom berpendapat bahwa konflik mucul disebabkan oleh
Organizational change, personality clashes, different sets of values, threats to status,
costrasting perseptions and points of view.134 Artinya organisasi yang dinamis selalu
mengalami perubahan, dan perubahan yang terjadi sebagai usaha menyesuaikan
perkembangan ilmu pengetahuan dan tekonologi, ataupun berupaya meningkatkan
pelayanan kepada pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder)./1
Konflik terjadi disebabkan oleh berbagai faktor dalam organisasi maupun faktor
dari dalam organisasi maupun faktor lain dari luar organisasi. Wahyudi135
mengemukakan penyebab konflik dari dalam organisasi, diantaranya adalah;
1. Biosoial atau Keterbatasan sumber daya organisasi, yang dimaksud disini ialah
sumber daya material dan keuangan yang selalu ada batasnya, tidak semua
kebtuhan terpenuhi sehingga sering menimbulkan persaingan dan pertentangan
antar unit kerja untuk mengalokasikan atau memanfaatkan sumber daya yang
terbatas bagi pencapaian sasaran organisasi.
2. Kepribadian dan Interaksi. Penyebab konflik ini biasanya dialami oleh masing-
masing individu untuk memahami segala perbedaan yang dialami. Yang termasuk

133
TA. Brata, “Peran Kepemimpinan Dalam Mengendalikan Konflik”, hlm. 58.
Inom Nasution, “Manajemen Konflik di Sekolah”, Jurnal: ISSN 2086-1397, Vol. 1, No. 1, Januari-Juni,
134

2010, hlm. 48.

135
Wahyudi, Manajemen Konflik dalam Organisasi, (Bandung: Alfabeta, 2006), hlm. 96.
102
diantaranya: abrasive (suka menghasut), gangguan psikologi, kemiskinan,
keterampilan interpersonial, kejengkelan, perbedayaan gaya iteraksi, dll./1
3. Saling bergantungan tugas, masing-masing individu sudah ditetapkan tugasnya
masing-masing. Akan tetapi, jika salah seorang tidak menyelesaikan tugasnya dan
menimbulkan dampak antar satu dengan lainnya maka akan menimbulkan konflik.
4. Struktural, konflik yang melekat pada sstruktur organisasi masyarakat ini sering
terjadi yang sering disebabkan oleh kekuasaan, status, dan kelas sosial./1
5. Budaya dan ideologi. Intensitas konflik dari sumber ini sering dihasilkan dari
beberapa perbedaan diantaranya perbedaan politik, sosial, agama, dan budaya./1

G. Strategi Mengatasi Konflik


Taktik-taktik/strategi yang digunakan dalam mengatasi konflik di antaranya
adalah melalui langkah-langkah yaitu Berbicara pada orang lain pada saat suasana hati
sedang senang agar dapat menularkan rasa senang dan gembira pada orang lain,
membangun suasana keakraban dengan sering bertemu, menunjukkan rasa suka dan
menghormati orang lain, memperbesar kesamaan, memperkecil perbedaan, bersikap
agar orang lain merasa nyaman, menyesuaikan diri dengan kebiasaan, sikap, dan gaya
bicara orang lain, membiarkan orang lain membantu, dan memaklumi kesalahan atau
kekurangan orang lain sebagai manusia biasa.136 Beberapa strategi mengatasi konflik
antara lain adalah contending (bertanding), Yielding (mengalah), Problem solving
(pemecahan masalah), beberapa strategi mengatasi konflik antara lain adalah
contending (bertanding), Yielding (mengalah), Problem solving (pemecahan masalah),
with drawing (menarik diri), dan Inaction (diam) tidak melakukann apapun, dimana
masing-masing pihak saling menunggu langkah berikut dan pihak lain.9

Memahami konflik tidak cukup dengan melihat satu aspek dan satu perspektif
saja, tetapi perlu melihat dari berbagai disiplin ilmu. Sebab, penanganan konflik yang
menyeluruh membutuhkan pemahaman multidisipliner agar penanganan resolusi
konflik sesuai akar permasalahannya.137 Dari penjelasan diatas diartikan bahwa strategi
untuk mengatasi konflik adalah dengan cara bertanding, mengalah, pemecahan

136
Weni Puspita, Manajemen Konflik (Suatu Pendekatan Psikologi, Komunikasi, dan Pendidikan), (Yogyakarta
: Deepublish, 2018), hlm. 86
137
Soni A. Nulhaqim dkk, Tinjauan Teoritis Manajemen Konflik Sosial dan Hukum. (Yogyakarta: Pandiva
Buku, 2020).

103
masalah, menarik diri dan diam. Beberapa hal tersebut dapat kita lakukan apabila kita
menemukan konflik-konflik yang menimpa pada diri kita.
Adapun Konflik dalam organisasi apabila tidak ditangani dengan baik bisa
menimbulkan tindakan pelecehan terhadap aturan main yang telah disepakati bersama.
Oleh karena itu pelecehan ataupun pelanggaran terhadap peraturan permainan
(peraturan organisasi) haruslah dikenai tindakan pendisiplinan agar peraturan tersebut
memiliki wibawa Tindakan pendisiplinan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
pendisiplinan yang bersifat positif dan yang bersifat negatif. Yang positif adalah
dengan memberi nasihat untuk kebaikan pada masa yang akan datang, sedangkan cara-
cara yang negatif menerapkan sangsi mulai dari yang ringan sampai yang berat. Berikut
langkah-langkah mengatasi konlfik melalui peran kepemimpinan:138

Tabel 2.1 langkah-langkah mengatasi konlfik melalui peran kepemimpinan

No.139 Strategi Deskripsi


1. Menerima dan Langkah ini sangat penting karena
mendefinisikan pokok kekeliruan dalam mengetahui
masalah yang menimbulkan masalah yang sebenarnya

ketidakpuasan akan menimbulkan kekeliruan pula


dalam merumuskan cara
mengatasinya.
2. Mengumpulkan fakta-fakta Fakta yang dikumpulkan haruslah

(sumber keterangan) lengkap dan akurat, tetapi juga harus


dihindari tercampurnya dengan opini
atau pendapat. Opini atau pendapat
sudah dimasuki unsur subjektif. Oleh
karena itu pengumpulan fakta
haruslah dilakukan dengan hati-hati.

138
Farid Wajdi dan Asmani Arif, “Peran Kepemimpinan dalam Manajemen Organisasi: Studi Kasus Konflik
Internal Partai Demokrat dalam Perebutan Kepemimpinan”, Jurnal Tanah Pilih, Vol. 1, No. 2, 2021, hlm. 100-
101.
139
Dean G. Pruitt & Jeffrey Z. Rubin, Teori Konflik Sosial, (Jogjakarta : Pustaka Pelajar, 2004), hlm. 7-8.
104
3./1 Menganalisis dan Dengan diketahuinya masalah dan
memutuskan terkumpulnya data, manajemen
organisasi haruslah mulai melakukan
evaluasi terhadap keadaan. Sering kali
dari hasil analisa bisa mendapatkan
berbagai alternatif jawaban.
4. Memberikan jawaban Dengan adanya manajemen
organisasi, kemudian memutuskan,
setelah membuat keputusan kemudian
diberitahukan kepada pihak bawahan
masing-masing.
5. Menindaklanjuti Langkah ini diperlukan untuk
mengawasi akibat dari keputusan yang
telah diperbuat./1

Kepemimpinan sangat diperlukan oleh suatu organisasi. Berhasil tidaknya


organisasi mencapai tujuannya akan sangat tergantung pada pemimpinnya.
Kepemimpinan adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi aktifitas yang berkaitan
dengan pekerjaan dari anggota kelompok. Pemimpin bertanggung jawab dalam
mengintegrasikan antara kebutuhan dan keinginan dari anggota organisasi dengan
kebutuhan-kebutuhan organisasi. Penting kiranya dalam organisasi untuk
melaksanakan manajemen kepemimpinan yang akan mendukung organisasi dalam
mencapai tujuannya.
Kepemimpinan yang dilaksanakan di organisasi harus didukung dengan adanya
karakter kepemimpinan (leadership characters) yang kuat dan pelaksanaan prinsip-
prinsip kepemimpinan (leadership principles) secara baik dan benar. Karakter dan
prinsip kepemimpinan tersebut kemudian apabila dibudayakan ke seluruh anak buah
maka mereka akan mereka memahami, menghayati, dan melakukannya sehingga akan
dapat membentuk iklim kepemimpinan (leadership climate) dalam organisasi. Iklim
kepemimpinan ini memungkinkan organisasi menjalankan siklus manajemen
(planning, organizing, actuating, dan controlling) secara efektif. Dengan demikian
maka pencapaian tujuan organisasi akan dapat dilaksanakan dengan lebih mudah dan
dengan hasil yang lebih baik.

105
H. Peranan Pemimpin Dalam Mengendalikan Konflik
Konflik dapat diibaratkan seperti api yang dapat membakar dan menjalar
kemana-mana dan dapat memusnahkan jika tidak ditangani dengan baik. Proses
pengendalian konflik itu sendiri bermula dari persepsi tentang konflik itu sendiri, apa
yang menjadi komponennya dan bersumber dari mana, kemudian menuju ke tahap
realisasi, penghindaran, dan intervensi. Pemilihan strategi dan implementasi serta
evaluasi akan menjadi dampak yang ditimbulkan oleh konflik. Ada beberapa proses
dalam menganalisis masalah melalui teknik Pohon masalah140, diantaranya;

Tabel 2.2 beberapa proses dalam menganalisis masalah melalui teknik

No. Strategi Deskripsi


1. Langkah 1 Lakukan kajian mendalam menyangkut berbagai isu,
keluhan, keberatan dan masalah yang paling mendasar
dengan mengajukan pertanyaan sebagai berikut; 1. apa
yang menimbulkan kesenjangan antara harapan dan
kenyataan yang dirasakan oleh para pihak? 2. apa
masalah utama yang menimbulkan rusaknya hubungan
diantara para pihak?
2. Langkah 2 jawaban pertanyaan tersebut akan menentukan jenis
masalah utama (inti) yang akan diletakkan sebagai
batang. Misalnya, dalam persoalan pembagian jam tugas
belajar masingmasing guru.
3. Langkah 3 jika terdapat lebih dari satu masalah maka pilih yang

memiliki tingkat kepentingan/prioritas dan cakupan yang


lebih luas.
4. Langkah 4 faktor penyebab masalah itu muncul. dengan
menempelkannya di bawah masalah inti sebagai akar.
setiap jawaban kemudian diajukan pertanyaan yang

140
Pido, S.A.T, Manajemen Konflik Teori dan Aplikasi, (Gorontalo: Pustaka Cendikia, 2017), hlm. 59.
106
sama untuk masing-masing jawaban hingga ditemukan
jawaban akhirnya

5. Langkah 5 Setelah faktor penyebab masalah telah teridentifikasi


secara lengkap, selanjutnya dari masalah tersebut
diajukan pertanyaan “akibat apa saja yang ditimbulnya
dari masalah tersebut?”. tuliskan semua jawab dari
masalah tersebut dalam bagian daun dan ranting pohon
dan buahnya.

Adapun kriteria keberhasilan Seorang Pemimpin dalam mengelola konflik, diantaranya


adalah;141

Tabel 2.3 kriteria keberhasilan Seorang Pemimpin dalam mengelola konflik

No. Strategi Deskripsi


1. Organisasi yang adaptif Organisasi yang dipimpinnya menjadi
organisasi yang adaptif, artinya apabila
terjadi perubahan yang tidak menentu secara
mendadak, dengan segera organisasi tersebut
mampu menyesuaikan diri dengan keadaan,
pemimpin terus melakukan pelatihan,
pemberdayaan dan peningkatan kompetensi
kepada anggota, guna penyesuaian terhadap
peralatan yang baru dibeli oleh organisasi
serta untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya perubahan.
2. Menyadarkan Menyadarkan kepada anggota bahwa
perbedaan masing-masing individu mempunyai
perbedaan-perbedaan, yaitu pendapat,
kemampuan, kreativitas, inovasi, tujuan,

141
Farid Wajdi dan Asmani Arif, “Peran Kepemimpinan dalam Manajemen Organisasi: Studi Kasus Konflik
Internal Partai Demokrat dalam Perebutan Kepemimpinan”, hlm. 104.
107
lingkungan, asal usul, pendidikan, tata nilai,
keluarga, persepsi, kebiasaan/adat-istiadat
dll, yang

kesemuanya itu merupakan kodrat dan


anugerah dari Tuhan Yang Maha kuasa. Hal
ini harus disyukuri, karena perbedaan sebagai
kekayaan dan keindahan, bukan untuk
dipertentangkan. Setiap anggota harus
menyadarinya dan berpikiran dewasa dalam
menyikapi hal ini. Mereka harus berfokus
pada pencapaian tujuan organisasi.
3. Mendeteksi konflik Pemimpin sesuai dengan pengalaman dan
berdasarkan keterampilannya, secara sadar ia mampu
pengalaman mendeteksi keberadaan maupun mengetahui
tingkatan konflik yang ada dalam
organisasinya, mampu mengubah dan
mengarahkan perkembangan konflik yang
fungsional untuk pengembangan organisasi.
4. Memotivasi Anggota Setiap anggota dimotivasi, didorong untuk
dapat menjadi anggota yang kreatif, sehingga
yang bersangkutan mampu memberikan
kontribusi yang positif, serta dapat
melakukan tugas dan tanggungjawab dengan
baik.

108
5. Manajemen konflik yang Manajemen konflik yang diterapkan dalam
positif dan organisasi berdampak positif dan konstruktif
konstuktif serta mampu meningkatkan persepsi anggota
terhadap berbagai permasalahan yang ada
dalam organisasi, mampu menumbuhkan
saling pengertian dan menghargai gagasan
orang lain, saling mendukung/kerja sama
dalam penyelesaian permasalahan yang ada,
memiliki komitmen terhadap penyelesaian,
serta memiliki komitmen terhadap
penyelesaian serta keberhasilan tugas dan
tanggungjawab.
6. Pemimpin kreatif/1 Melalui manajemen konflik yang fungsional
pemimpin yang kreatif mampu mendongkrak
kinerja anggota, dengan cara misalnya
menyatukan kelompok yang sedang
berkonflik, dilakukan

Berdasarkan uraian di atas, maka strategi manajemen organisasi melalui peran


kepemimpinan dalam mengatasi konflik adalah cara (metode) seorang pemimpin dengan
membuat perencanaan, pengaturan dan pengorganisasian yang dilakukan pada sebuah
organisasinya pada sumber daya manusia yang memiliki kompetensi, kemampuan dan
keterampilan dalam memimpin guna tercapainya tujuan organisasi untuk menghindari dan
mengatasi konflik yang terjadi dengan strategi saling membutuhkan, saling mendukung,
saling bergantung, mengontrol emosional, berkomunikasi dengan baik serta berkolaborasi
dan berkompromi antara pimpinan organisasi dengan para anggotanya.

I. Kesimpulan
Konflik (polemik) akan selalu di alami manusia, baik secara individu maupun
kelompok. Organisasi yang baik dan sukses sesuai harapan dan tujuan yang diinginkan akan
mendesain sebuah perencanaan berupa pengelolaan (manajemen) organisasi. Sehingga,
dengan adanya seorang pemimpin sebagai salah satu sumber daya manusia yang kompeten,

109
memiliki keterampilan dan kemampuan dalam menjalankan tanggung jawabnya mampu
berkomunikasi dengan baik disertai kriteria lain sebagai seorang pemimpin.
Kemudian dengan adanya gaya kepemimpinan yang baik dari seorang pemimpin
akan memudahkan untuk cepat mengenal, mengidentifikasi dan mengukur besarnya konflik
serta mengetahui sebab dan akibat dari masalah tersebut. Sehingga seorang pemimpin dapat
mengendalikan dan meminimalisir sumber-sumber konflik yang sering terjadi dalam sebuah
organisasi.

110
DAFTAR PUSTAKA

Andri Wahyudi, Konflik, Konsep Teori dan Permasalahan. Dalam Jurnal


unita.ac.id,
Basyar, Abdul. “Pentingnya Peran Pemimpin Dalam Permasalahan Sosial”, Jurnal: An-
Nidhom Manajemen Pendidikan Islam, Vol. 1, No. 1, 2016.
Brata, T.A. “Peran Kepemimpinan Dalam Mengendalikan Konflik”, Jurnal Media Wahana
Ekonomika, Vol. 7, No. 4, Januari, 2011.
Nasution, Inom. “Manajemen Konflik di Sekolah”, Jurnal: ISSN 2086-1397, Vol.
1, No. 1, Januari-Juni, 2010.

Nulhaqim, Soni A., dkk. Tinjauan Teoritis Manajemen Konflik Sosial dan Hukum. Yogyakarta:
Pandiva Buku, 2020.
Pido, S.A.T. Manajemen Konflik Teori dan Aplikasi. Gorontalo: Pustaka Cendikia, 2017.
Robbins, Stephen P. Organizational Behavior. Prentice Hall: Sidding, 1979.

Wahyudi. Manajemen Konflik dalam Organisasi. Bandung: Alfabeta, 2006.

Wajdi, Farid dan Asmani Arif. “Peran Kepemimpinan dalam Manajemen Organisasi: Studi
Kasus Konflik Internal Partai Demokrat dalam Perebutan Kepemimpinan”, Jurnal
Tanah Pilih, Vol. 1, No. 2, 2021.
Weni Puspita, Manajemen Konflik (Suatu Pendekatan Psikologi, Komunikasi, dan
Pendidikan), (Yogyakarta : Deepublish, 2018)

111
BAB VIII

MANAJEMEN PERUBAHAN DAN PERAN PEMIMPIN DALAM PERUBAHAN

PENDIDIKAN ISLAM
Oleh Asa Qubaila Sitta Zidna dan Alfina Masruroh

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Di dalam organisasi pendidikan agar dapat bertahan hidup di lingkungannya yang
kompetitif seyogyanya harus terus-menerus melakukan perubahan yang disesuaikan
dengan perkembangan kondisi zaman. Pada dasarnya setiap perubahan itu bersifat logis
karana dengan adanya perubahan bisa dapat membawa dampak sesuatu hal yang baru
atau penyegaran142. Tanggap dalam merespon positif perubahan-perubahan yang
terjadi, peluang dan ancaman, memperkuat integrasi sumber daya perusahaan baik
internal maupun eksternal serta mengoptimalkan semua sisi. Sejatinya apabila ada
sebuah organisasi tidak respom cepat atau tanggap terhadap perubahan yang terjadi
pada lingkungannya, maka dapat dipastikan organisasi tersebut secara tidak langsung
sudah mematikan pasarnya sendiri.
Jika dikaitkan dengan lingkungan yang ada, maka dalam kepemimpinan saat ini
sangat diperlukan kemampuan pemimpin untuk menyesuaikan dengan perubahan.
Peran sentral kepemimpinan dan proses penyesuaian terhadap perubahan yang ada
merupakan tantangan terbesar masa kini bagi seorang pemimpin. Peranan seorang
pemimpin dalam hubungan antar manusia sangat terkait dengan gaya kepemimpinan
yang ditampilkan nya. Seorang pemimpin diharapkan dapat memperlihatkan sebuah
gaya kepemimpinan yang berorientasi pada segala situasi tergantung kondisi. Di dalam
jurnal Soliha dan Hersegundo, (2008) beberapa penelitian menunjukkan bahwa gaya
kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan yang disesuaikan dengan situasi dan
kondisi dari orangorang yang dipimpinnya2. Penelitian lain kepemimpinan efektif
dikaitkan dengan kekuasaan, dapat dipahami bahwa perubahan lingkungan tersebut

Fiona Graetz dan Aaron C. T. Smith, “Managing Organizational Change: A Philosophies of Change
142

Approach, Journal of Change Management 10 (2010), 135–154.


2 Euis Soliha dan Hersugondo, Kepemimpinan Yang Efektif Dan Perubahan Organisasi, Jurnal Fokus Ekonomi
(FE) 7 (2008).
112
memberikan gambaran pertimbangan kepada organisasi khusunya pemimpin lembaga
pendidikan tentang bagaimanakah seharusnya meresponsnya yang bukan hanya
merupakan respon secara rasional-empirik tetapi juga respons secara sosial, kultural
dan psikologis.
Oleh sebab itu diperlukannya sosok pemimpin yang efektif dan berkualitas, yaitu
seorang pemimpin yang mampu mengahadapi dan mengikuti perkembangan zaman,
serta gerak masyarakat yang selalu berkembang dan terkadang perkembangannya
sangatlah cepat. Kepemimpinan memainkan peranan yang penting dalam organisasi.
Hal ini dikarenakan sebuah organisasi pendidikan berhasil atau tidaknya sangat
ditentukan oleh sumber daya yang ada dalam organisasi tersebut. Selain itu faktor yang
sangat menentukan dan sangat berperan penting yaitu faktor kepemimpinan. Peran
utama kepemimpinan yaitu untuk mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya. Selain itu dijelaskan bahwa dalam pengembangan
organisasi lembaga pendidikan merupakan suatu kegiatan mengadakan perubahan
secara berencana yang mencakup suatu diagnosa secara sistematis. Maka dari itu
seorang pemimpin harus ikut aktif dalam mengatur pelaksanaan kegiatan usaha
pengembangan organisasi. Sejatinya penulis katakan bahwa keberhasilan kegiatan
usaha pengembangan organisasi sebagian besar ditentukan oleh kualitas
kepemimpinannya atau pengelola dan komitmen pimpinan pucuk organisasi.
Kepemimpinan merupakan suatu hal yang seharusnya dimiliki oleh pemimpin
organisasi. Efektivitas seorang pemimpin ditentukan oleh keahlian dan kehandalannya
dalam mempengaruhi dan mengarahkan para anggotanya dalam sebuah organisasi.
Kualitas kepemimpinan baru dapat dicapai apabila dalam diri setiap pemimpin tumbuh
kesadaran dan pemahaman yang mendalam terhadap makna kepemimpinan dengan
segala aspeknya sehingga pemimpin mampu mengembangkan keterampilan serta
mewujudkan berbagai fungsi kepemimpinan yang diperlukan.

B. Konsep Dasar Manajemen Perubahan


1. Pengertian Manajemen Perubahan
Perubahan merupakan keadaan yang beralih dari sebelumnya (the before
condition) menjadi keadaan sesudahnya (the after condition). Peralihan ini
dimungkinkan akan memunculkan beragam permasalahan yang perlu diselesaikan.
Definisi yang serupa tentang perubahan adalah making things different yakni membuat
sesuatu secara berbeda atau mentransformasikan dari sisi tempat, sifat ukuran maupun

113
sebagainya143. Maka dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa perubahan
merupakan transformasi, peralihan, modifikasi, dari bentuk sebelumnya ke bentuk
sesudahnya.

Manajemen perubahan merupakan metode yang dilaksanakan secara sistematis


dalam menerapkan suatu pengetahuan, sarana prasarana, sumber daya, kepada orang
atau lembaga yang memerlukan perubahan, serta orang atau lembaga yang tersentuh
dampak dari proses tersebut144. Oleh sebab itu dalam manajemen perubahan
membutuhkan kepada siapa perubahan itu ditujukan dan pengelola perubahan tersebut.
Pada dasarnya perubahan mengupayakan untuk melakukan perubahan secara efektif,
efisien, serta berlangsung dalam waktu berkala. Manajemen Perubahan dapat
didefinisikan sebagai tujuan terencana untuk mengubah arah perusahaan dari posisi
saat ini ke posisi masa depan yang diinginkan dalam lingkungan bisnis sebagai
tanggapan terhadap tantangan dan peluang baru145. Manajemen perubahan melibatkan
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan perubahan yang
dilakukan dalam suatu organisasi. Manajemen perubahan juga mencakup strategi
untuk mempersiapkan karyawan dan tim untuk menghadapi perubahan,
mengidentifikasi dan mengelola risiko yang terkait dengan perubahan, serta mengukur
dampak perubahan terhadap kinerja. organisasi. Proses ini dapat melibatkan perubahan
dalam budaya organisasi, struktur organisasi, teknologi, dan proses bisnis 146. Sejalan
dengan itu teori Tyagi mengemukakan bahwasanya model perubahan adalah
transformasi sistem yang berfokus pada agent of change (agen perubahan) atau biasa
disebut dengan fasilitator dalam pengelolaan perubahan. Sedangkan dalam tahap
pelaksanaannya manajemen perubahan mencakup perencanaan, pengorganisasian, dan
pengaplikasian perubahan dari kondisi sekarang menuju pada perubahan yang
diinginkan. Berikut beberapa komponen perubahan yang dikemukakan oleh Tyagi:

143
Muhammad & Sulistyorini Fathurrohman, Belajar Dan Pembelajaran, Meningkatkan Mutu Pembelajaran
Sesuai Standar Nasional, (Yogyakarta: Teras, 2012).
144
Wibowo, Manajemen Perubahan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016).
145
Ranna Bhatt, “Theoretical Perspective of Change Management,” International Journal of Research in
Commerce & Management, 8 (2017): 34–37.
146
Rusydi Fauzan dkk., Manajemen Perubahan, ed. Ari Yanto, 1st ed. (Padang: PT. Global Eksekutif Teknologi,
2023).
114
a. Terdapat kekuasaan untuk melakukan perubahan
b. Mengetahui dan mngidentifikasi masalah
c. Proses penyelesaian masalah
d. Mengimplementasikan perubahan
e. Mengukur, mengevaluasi, dan mengontrol hasil

2. Tujuan Manajemen Perubahan


Tujuan utama dari perubahan itu adalah untuk meningkatkan kinerja organisasi
dengan cara merubah bagaimana cara mengerjakan pekerjaan yang lebih baik147.
Artinya manajemen perubahan diperlukan untuk memastikan bahwa perubahan
tersebut terjadi secara teratur, terkoordinasi, dan efektif, sehingga organisasi dapat
mencapai tujuan yang diinginkan. Manajemen perubahan juga merupakan suatu
pendekatan yang sistematis dan terstruktur untuk mengubah cara kerja organisasi agar
dapat lebih efektif dan efisien. Ini termasuk identifikasi masalah yang membutuhkan
perubahan, pengembangan rencana perubahan, implementasi perubahan, dan evaluasi
hasil perubahan.

3. Pihak yang Berperan dalam Manajemen Perubahan di Sekolah


Perubahan yang telah direncanakan akan sukses jika organisasi atau sekolah
memiliki kepemimpinan yang kuat. Seperti dinyatakan oleh Mike Gren (2007) bahwa
"Successful implementation and control of change rely on strong and effective
leadership and a clear school vision". Suksesnya pelaksanaan dan kontrol perubahan
yang telah direncanakan akan tergantung pada kuat dan efektivitasnya kepemimpinan
dan visi sekolah yang jelas. Berdasarkan pengertian tersebut, maka kepala sekolah
sebagai seorang manajer dan pimpinan sekolah, harus mampu memimpin dan
mempengaruhi warga sekolah untuk melaksanakan perubahan sekolah148. Pada
tahapan perubahan kurikulum saat ini, suatu perubahan dalam lingkup pengelolaan
manajemen perubahan perlu dikenal, dipahami, dan dikelola secara baik demi
meningkatkan kinerja dan mencapai tujuan yang diharapkan, baik individu, kelompok,

147
Apri Nuryanto.
148
Apri Nuryanto.
115
maupun organisasi. Untuk itu, sumber daya manusia perlu dipersiapkan untuk
menerima dan menjalankan proses perubahan 149.

4. Tahapan Manajemen Perubahan


Jika dihubungkan dengan pendidikan, maka akan muncul sebuah formulasi pertanyaan
bagaimanakah relevensi sebuah pendidikan dalam dunia kerja, bagaimanakah efsiensi
dan juga efektiftas pendidikan? Maka dari itu, istilah manajemen perubahan berkorelasi
lurus dengan manajemen pembaharuan 150.

Memberikan visi
perubahan

Memulai
perubahan

Mengimplementasikan
perubahan

Gambar 1.3 Konsep Perubahan

(Sumber: Arsyad, Azhar. 2013. Pokok-Pokok Manajemen, Yogyakarta:


Pustaka Pelajar)

Tahapan pertama di atas merupakan pandangan dan visi dasar yang


mengandung pertanyaan perubahan apa yang akan dilakukan. Apa yang penting dan
merupakan skala prioritas untuk dikerjakan.Tahapan kedua merupakan tahapan
dimana yang mendukung perubahan dan yang tidak telah diidentifkasi, begitu pula
pemegang kekuasaan di sekitar mana perubahan akan dilakukan.Tahap ketiga adalah

149
Fia Ayuning Pertiwi, Analisis Proses Adaptasi Perubahan Kurikulum KTSP Ke Kurikulum 2013 Di SMA
Muhammadiyah 3 Surakarta, (Surakarta: Repository UMM, 2018): 1–23.
150
Pertiwi.
116
tahap implementasi dimana perubahan siap dilakukan dan tugas-tugas serta dokumen
lainnya telah dipersiapkan sebelumnya151.

5. Contoh Manajemen Perubahan di Dunia Pendidikan


Pendidikan di Indonesia telah mengalami perubahan kurikulum. Hal ini
ditunjukkan pada gambar 2.2. Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa, kurikulum
dimulai tahun 1947 yang dinamakan dengan Rencana Pelajaran-dirinci dalam mata
pelajaran terurai. Pada tahun 1964 perubahan kurikulum untuk sekolah dasar
dinamakan Rencana Pendidikan Sekolah Dasar. Pada tahun 1968 kurikulum
pendidikan dasar dirubah menjadi Kurikulum Sekolah Dasar. Pada tahun 1973,
kurikulum dirubah dengan nama Kurikulum Proyek Perintis Sekolah Pembangunan
(PPSP). Pada tahun 1975, kurikulum sekolah dasar dirubah dengan nama Kurikulum
Sekolah Dasar. Pada tahun 1984, kurikulum dirubah dengan nama Kurikulum 1984.
Pada tahun 1984 kurikulum dirubah dengan nama Kurikulum 1994. Pada tahun 1997
ada revisi kurikulum 1994. Pada tahun 2004 kurikulum dirubah dengan diberi nama
Rintisan Kurikulum Berbasis Komptensi (KBK). Pada tahun 2006 kurikulum dirubah
dengan nama Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan pada tahun 2013
kurikulum dirubah dengan nama Kurikulum 2013.

Gambar 1.4 Perkembangan Kurikulum Pendidikan di Indonesia sejak tahun


1947, sd tahun 2013

Manajemen perubahan merupakan pengelolaan sumber daya untuk mencapai


tujuan, dalam kondisi lingkungan yang terus bergerak maju, sebagaimana proses
kebutuhan dan juga sistem pendidikan yang terus berubah sesuai kebutuhan waktu.

151
Azhar Arsyad, Pokok-Pokok Manajemen (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013).
117
Salah satu transisi perubahan yang terjadi saat ini adalah peralihan kurikulum KTSP
menjadi Kurikulum 2013.

Gambar 1.5 Sistem Pengendalian Manajemen Perubahan

Berdasarkan gambar 2.3 tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. Kepala


sekolah pada tahap pertama menetapkan tujuan dan indikator keterlaksanaan dan
ketercapaian kurikulum sekolah 2013. Berdasarkan tujuan dan indikator tersebut,
selanjutya disusun instrumen untuk mengukur tingkat keterlaksanaan dan ketercapaian
kurikulum 2013. Pada tahap kedua, setelah kurikulum 2013 dilaksanakan selama satu
semester, maka kepala sekolah dengan tim yang diberi tugas (dinamakan detektor)
melaksanakan pengukuran, tingkat keterlaksanaan dan ketercapaian kurikulum 2013.
Hasil pengukuran digunakan detektor. Selanjutnya berdasarkan data hasil pengukuran
tersebut, asesor (evaluator), bertugas membandingkan antara standar (program dan
tujuan kurikulum 2013) dengan yang terlaksana. Bila antara standar dan pelaksanaan
serta hasil yang dicapai tidak berbeda secara berarti, maka kegiatan perubahan
dilanjutkan. Tetapi bila program perubahan jauh dari standar yang ditetapkan, maka
perlu ada analisis untuk mencari sebab-sebab, kenapa terjadi penyimpangan.
Berdasarkan sebab-sebab tersebut, selanjutnya digunakan untuk mencari alternatif
tindakan baru yang dipandang efektif untuk untuk membawa perubahan. Tindakan
tersebut selanjutnya dilaksanakan dan dievaluasi hasilnya. Bila berhasil, maka
kegiatan perubahan dilanjutkan dan bila tidak berhasil maka perlu dilakuan analisis
lagi untuk mencari sebab-sebab, menentukan alternatif tindakan baru, melaksanakan
118
tindakan dan mengevaluasi tindakan. Fungsi efektor adalah melakukan analisis sebab-
sebab, mencari tindakan alternatif, melaksanakan tindakan, mengevaluasi tindakan
dan melaporkan hasil pengedalian kepada kepala sekolah.

C. Peran Pemimpin dalam Perubahan Pendidikan Islam 1. Konsep Dasar Pemimpin


dalam Perubahan Pendidikan Islam
1. Konsep Dasar Pemimpin dalam Perubahan Pendidikan Islam
Peran menurut kamus besar bahasa Indonesia berarti pemain sandiwara (film),
tukang lawak pada permainan makyong, atau perangkat tingkah yang diharapkan
dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat. Peranan adalah prilaku yang
diharapkan oleh pihak lain dalam melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan
status yang dimilikinyaPeranan dan status tidak dapat dipisahkan, karena dalam
penerapannya tidak ada peranan tanpa status dan sebaliknya tidak ada status tanpa
peranan. Sedangkan Ranoh, (2006) mengatakan bahwa peran adalah tindakan
seseorang dalam status tertentu. Seseorang dalam melaksanakan peranan melibatkan
bakat, keterampilan, kemampuan, dan talenta152 Dari tersebut diatas dapat penulis
sintesakan bahwa peran suatu rangkaian tingkah laku atau perilaku yang dilakukan
seseorang atau kelompok dalam suatu peristiwa dan merupakan pembentuk tingkah
laku yang diharapkan dari seseorang yng memiliki kedudukan di masyarakat. Menurut
Burhanuddin dalam Mesiono, (2015) kepemimpinan (leadership) merupakan inti
manajemen, sebab kepemimpinanlah yang menentukan arah dan tujuan sebuah
organisasi dengan memberikan bimbingan dan menciptakan iklim kerja yang
mendukung pelaksanaan proses manajemen secara keseluruhan153. Dalam konteks
lembaga pendidikan Islam bahwa sejatinya kepemimpinan pendidikan merupakan
kepemimpinan y154ang mampu berkreasi, memberi inspirasi dan mampu memotivasi
segenap potensi yang dimiliki oleh lembaga pendidikan Islam, baik potensi internal
maupun eksternal (Syafaruddin, 2016). Sehingga apabila suatu organisasi ingin
mencapai tujuan yang telah direncanakan secara maksimal maka peran seorang
pemimpin sangatlah penting dalam menunjang tercapainya tujuan organisasi.

152
Adi Darma dan Oda kinata Banurea, “Peran Kepempimpinan Kepala Sekolah Dalam Manajemen Perubahan
di Lembaga Pendidikan,” Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 3 (2019): 1-8
153
Ayub Ranoh, Kepemimpinan Kharismatis: Tinjauan Teologis Etis Atas Kepemimpinan Soekarno, (Jakarta:
Gunung Mulia, 2006)
154
Mesiono, Manajemen Organisasi, (Bandung: Cita Pustaka Media Perintis, 2015).
119
Seorang pemimpin dalam sebuah organisasi sangat penting untuk dipahami
tindakan-tindakan apa yang harus dilakukanya. Sikap Fleksibilitas pemimpin yang
tercermin pada tiga unsure pokok perlu dimiliki yaitu cocok, sejalan, dan taat asas.
Cocok dalam pengertian, seorang pemimpin selalu mengatur dan menegendalikan
perilakunya sesuai dengan situasi dimana proses kepemimpinan itu dilaksanakan.
Sejalan, dalam artian mengarahkan perilaku kepemimpinannya sesuai dengan tugas
dan kenyataan organisasi yang dipimpinnya. Sedangkan taat asas, yaitu ketaatan atau
sikap konsisten pemimpin pada kepribadian dan keyakinannya (Veithzal Rivai,
2011)155. Atas dasar ketiga hal tersebut, kepemimpinan sebagai suatu proses dan
merupakan suatu interaksi antar sesame manusia yang orientasinya berada pada
tindakan. Menurut pendapat lain sebagaimana yang diungkapkan dalam jurnal
irawaty A Kahar (2008) untuk melihat secara jelas bagaimana peran kempimpinan
dalam perubahan ada beberapa peran pemimpin antara lain:
a. Peran pemimpin sebagai pemberi visi dan strategi, maksudnya
pemimpin adalah seorang yang bertanggung jawab untuk menggerakan
organisasi ke arah yang benar. Selanjutnya pemimpin atau kepala sekolah
menetapkan, menyebarkan dan mengembangkan visi dengan jelas serta
menunjukkan cara-cara baru di masa yang akan datang. Selain itu ia memberikan
inspirasi dan pengetahuan pada anggotanya serta mendesain strategi untuk
mencapai visi dan misi organisasi.
b. Peran pemimpin sebagai politisi dan juru bicara, artinya pemimpin berperan
sebagai penasehat, juru bicara dan sebagai negosiator terhadap bawahannya. Ia
juga membangun hubungan dengan menggunakan sumber-sumber informasi
c. Peran pemimpin sebagai pelatih, maksudnya didalam diri pemimpin telah
jmmmm tertanam sifat membangun regu dan membina orang-orang dalam
organisasi, ini merupakan tanggungjawabnya. Selain itu pemimpin juga berperan
membangun kepercayaan yang menjadi pegangan organisasi dan ia juga pemberi
semangat serta inspirasi pada setiap individu.
d. Peran pemimpin sebagai agen perubahan (change agent) dalam posisi
untuk masa yang akan datang. Ia memiliki pengaruh besar dalam pengambilan
keputusan untuk perubahan dan ia memperkenalkan programpraogram baru,
menciptakan strategi kerja sama dengan publik. Kadang-kadang ia seorang

155
Veithzal Rivai & Deddy Mulyadi, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi (Jakarta: Rajawali Pers, 2011).
120
restruktur organisasi dan seorang inovator. Sebagai Agent of Change pemimpin
adalah individu yang bertanggung jawab untuk mengubah sistem dan tingkah
laku anggota organisasi156. Selain daripada itu lebih spesifiknya wibowo
mengemukakan ada beberapa peran dari pemimpin dalam manajemen perubahan
antara lain:Menciptakan hubungan kerja efektif

a. Pergeseran fungsi manajer


b. Memimpin dengan contoh
c. Mempengaruhi orang lain
d. Megembangkan team work
e. Melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan
f. Menjadikan pemberdayaan kepada bawahan sebagai way of life; dan
g. Membangun komitmen157.
Selain perannya yang besar dalam membawa perubahan, seorang
pemimpin juga harus mempunyai strategi yang matang untuk mewujudkan
perubahan tersebut menjadi nyata. Sejatinya bahwa menurut hemat penulis
bahwa Kepemimpinan yang efektif akan mendorong bawahan untuk mengubah
upaya menjadi kinerja. Pemimpin dalam organisasi yang berubah selalu
berhadapan dengan pilihan terhadap gaya kepemimpinan yang mana yang tepat
dan sesuai untuk diterapkan di organisasi. Seorang pemimpin diharapkan dapat
menampilkan gaya kepemimpinan segala situasi tergantung kondisi dan situasi
serta kepada bawahan mana yang dipimpinnya. Seorang pemimpin yang hanya
menampilkan satu gaya saja akan kurang efektif. Selain itu diharapkan seorang
pemimpin tampil sebagai pemberi ilham dalam masamasa sulit, sehingga
terpancar rasa keyakinan kepada pemimpin dalam diri bawahan.

2. Langkah-Langkah Seorang Pemimpin dalam Mengelola Perubahan


Proses perubahan budaya sekolah dari kondisi sekarang menuju kondisi yang
diinginkan tidaklah mudah seperti membalik telapak tangan. Proses ini terkadang

156
Irawaty A. Kahar, “Konsep Kepemimpinan Dalam Perubahan Organisasi (Organizational Change) Pada
Perpustakaan Perguruan Tinggi,” Jurnal Studi Perpustakaan Dan Informasi 4 (2008): 21-27.
157
Wibowo, Managing Change, Pengantar Manajemen Perubahan, Pemahaman Tentang Mengelola
Perubahan dalam Manajemen, (Bandung: Alfabeta, 2008).

121
memerlukan waktu lama dan sering terjadi gesekan-gesekan di antara warga sekolah,
sehingga untuk mencapai perubahan yang berhasil sebaiknya dilaksanakan melalui
langkah yang bisa ditempuh oleh seorang pimpinan yaitu dalam mengelola perubahan
antara lain:
a. Menemukan. Dalam langkah ini kepala sekolah dapat menemukan komponen apa
saja yang perlu dirubah dan pada unsur apa perubahan itu dilakukan. Misalnya
kepala sekolah menemukan adanya tenaga guru dan karyawan yang kurang disiplin
dalam melaksanakan tugasnya. Demikian pula, misalnya kepala sekolah
mengetahui adanya guru atau karyawan yang berprestasi, baik melalui kegiatan
yang ada di dalam sekolah maupun di luar sekolah. Selain itu, misalnya kepala
sekolah menemukan adanya konflik antara guru dengan karyawan, ataupun konflik
sesama guru.
b. Mengkomunikasikan. Selanjutnya pada langkah ini temuan tersebut
dikomunikasikan dengan pihak terkait untuk mendapatkan konfirmasi apakah hal
tersebut benar-benar terjadi. Misalnya kepala sekolah memanggil guru atau
karyawan yang kurang disiplin untuk mendapat konfirmasi apakah yang
bersangkutan benar-benar melakukan tindakan ketidakdisiplinan.
c. Mengkaji dan menganalisis. Masalah tersebut dikaji untuk ditemukan faktor
penyebabnya melalui berbagai data yang relevan, kemudian dianalisis secara
cermat.
d. Mencari dukungan. Untuk meyakinkan bahwa masalah benar-benar terjadi, kepala
sekolah mencari sumber, baik orang maupun sarana yang menguatkan adanya
masalah dan mencari jalan untuk melakukan perubahan.
e. Mencoba. Dalam tahap ini ditentukan langkah-langkah perubahan yang akan
ditempuh, termasuk para pelaksananya. Pada tahap ini dimungkinkan terjadinya pro
dan kontra terhadap perubahan, karenanya dalam proses ini perlu dipertimbangkan
adanya faktor pendukung sehingga perubahan dapat terjadi dengan baik.
f. Menerima perubahan. Pada tahap ini perubahan dimulai, sebagai problem solving
untuk memecahkan. Dalam tahap ini, warga sekolah perlu membangun
kebersamaan dan komunikasi yang efektif, karena dengan adanya komunikasi yang
baik, maka akan tercipta suasana yang harmonis yang melahirkan tim kerja yang
kompak dalam rangka pencapaian tujuan perubahan158.

158
Enco Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004).
122
Tidak semua orang di sekolah mendukung perubahan. Sering terjadi penolakan
dari beberapa pihak terhadap kebijakan kepala sekolah apakah yang datang dari
komite sekolah, guru, karyawan sekolah, bahkan adakalanya dari siswa. Artinya
adakalanya orang menolak perubahan yang digagas dan akan dilaksanakan di
sekolah oleh kepala sekolah baik menyangkut tugas pokok dan fungsi maupun
tugas-tugas penunjang. Bukan tidak mungkin perubahan menimbulkan penolakan
oleh pihakpihak tertentu yang disebut resistensi sehingga menjadi faktor
penghambat dalam perubahan. Alasan Orang menolak perubahan menurut Robbins
and Mary Coulter (2007) adalah sebagai berikut:
a. Uncertainty (ketidakpastian)
Perubahan dalam bentuk gagasan baru yang diluncurkan dianggap belum tentu
menjanjikan yang lebih baik. Dengan kata lain masih terdapat ketidakpastian
atau kejelasan apakah gagasan yang baru dilaksanakan menjanjikan yang lebih
baik sehingga orang cenderung tidak menerima perubahan.
b. Habit (kebiasaan)
Perubahan yang dilakukan dianggap mengusik kemapanan yang selama ini
dirasakan para staf sudah menjadi kebiasaan sehingga merasa lebih mudah
melaksanakannya ketimbang perubahan baru yang dianggap dapat merepotkan
dan mengganggu kebiasaan dalam bekerja yang selama ini telah terbiasa
dilakukan.
c. Concern over personal loss (kekhawatiran akan kerugian diri pribadi)
Perubahan yang diluncurkan oleh pimpinan dikhawatirkan berdampak kepada
kerugian yang dideritanya karena boleh jadi perubahan memangkas prosedur
tertentu yang melewati yang bersangkutan sehingga pekerjaan yang biasa
dilakukan dan membawa keuntungan menghilang dari pekerjaannya sehingga
menolak perubahan yang dilakukan pimpinan. And the belife that the change is
not in the organization’s best interest (keyakinan bahwa perubahan itu tidak
menguntungkan organisasi)

Terdapat keyakinan yang dilatar belakangi oleh keyakinan bahwa akan terjadi
pekerjaan yang sia-sia dalam perubahan yang dilakukan dalam lingkup organisasi,
bahkan dianggap tidak menguntungkan bagi unit organisasi yang ditekuni sehingga
dianggap perubahan akan sia-sia159.

159
Robbins, Stephen P and Mary Coulter, Management, (New Jersey: Pearson Prentice Hall, 2007).
123
Terkait dengan manajemen perubahan sekolah, Apri Nuryanto menjelaskan
pernah terjadi penolakan disebabkan karena terjadinya perubahan dari KTSP
menuju kurikulum 2013, maka pada tahap ini kepala sekolah perlu menjelaskan
tentang pentingnya perubahan dari KTSP menuju kurikulum 2013, mencari dan
memperkuat dukungan untuk berubah, dan mengurangi hambatan dan
memperkecil adanya penolakan terhadap perubahan dari KTSP ke kurikulum
2013160. Proses edukasi tersebut memerlukan desakan dan motivasi bahwa
perubahan yang dilakukan tersebut merupakan hal yang positif, mendatangkan
keuntungan, serta membantu kegiatan dalam perusahaan kedepannya. Selain itu,
manajer juga perlu memperhatikan dan mengatasi faktor-faktor lainnya yang dapat
menghambat perubahan tersebut, sehingga akhirnya perubahan tersebut
mendapatkan dukungan penuh dari berbagai pihak. Kemudian, manajer perlu
membuat rencana-rencana yang berkaitan dengan perubahan tersebut secara lebih
terencana untuk dapat mencapai hasil yang lebih efektif dan efesien. Efektif dalam
arti mencapai tujuan, efesien dalam arti hemat sumber daya.
Terhadap adanya penolakan tersebut idealnya ada upaya terus menerus secara
konsisten dari pemimpin jika terdapat orang yang resistance terhadap perubahan.
Solusi cara mengatasi orang yang menolak perubahan menurut Robbins and Mary
Coulter (2007) adalah sebagai berikut:
a. Education and communication
Pendidikan dan komunikasi, yaitu berupa penjelasan secara tuntas tentang latar
belakang, tujuan, akibat, dari diadakannya perubahan kepada semua pihak.
Komunikasi tersebut bisa dalam berbagai macam bentuk, seperti : ceramah,
diskusi, laporan, dan presentasi. Diskusi dianggap penting dikarenakan pada
dasarnya terdapat rasa ketakutan yang tidak diketahui yang juga dapat menjadi
salah satu hambatan utama untuk berubah. Ketakutan ini dapat dikurangi
dengan mendiskusikan perubahan yang akan datang dengan karyawan yang
terkena dampak tersebut. Selama diskusi, seorang manajer harus terbuka dan
jujur. Persyaratan penting untuk sukses dalam diskusi adalah manajer
memberikan karyawan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dan manajer
juga harus mencoba untuk menjawab setiap pertanyaan semaksimal mungkin.

160
Apri Nuryanto, Manajemen Perubahan dalam Peningkatan Mutu Sekolah, Jakarta: Direktorat Pendidik dan
Tenaga Kependidikan, (2015).

124
Orang yang menolak perubahan dapat dilakukan dengan melalui pendidikan,
melibatkannya dalam berbagai kegiatan atau partisipasi, memberikan fasilitas
dan support, melalui negosiasi, memanipulasi, menyeleksi manusia untuk
penerimaan perubahan, atau jika perlu melakukan paksaan.

b. Participation

Partisipasi dalam hal ini dapat berupa ajakan kepada semua pihak untuk
mengambil keputusan. Pimpinan hanya bertindak sebagai fasilitator dan
motivator sedangkan anggota organisasi yang mengambil keputusan. Hal ini
sangat diperlukan mengingat karyawan ikut serta dalam perubahan yang ada.
Pendekatan yang baik adalah untuk meminta masukan ide sedini mungkin
dalam proses perubahan kepada karyawan. Karyawan yang telah terlibat dalam
perubahan dari awal akan semakin aktif mendukung perubahan.
c. Facilitation and support
Jika pegawai takut atau cemas maka sebaiknya dilakukan konsultasi atau
bahkan terapi. Walaupun membutuhkan banyak waktu, namun akan
mengurangi tingkat penolakan terhadap perubahan. Selain itu, dengan adanya
dukungan maka akan terbangun pula kepercayaan antara manajemen dan
karyawan. Hal ini sangatlah penting mengingat apabila karyawan memiliki
kepercayaan dan keyakinan dalam manajemen maka tentunya mereka jauh lebih
mungkin 11 untuk menerima perubahan. Kepercayaan tersebut tidak datang
hanya dalam waktu semalam, tetapi itu dibangun dari waktu ke waktu. Tindakan
manajemen menentukan tingkat kepercayaan di antara karyawan. Jika
karyawan melihat manajemen seperti adil, jujur, dan terus terang, maka
kepercayaan berkembang. Jika mereka berpikir manajemen selalu berusaha
untuk menempatkan sesuatu yang lebih dari pada mereka, maka mereka tidak
akan menunjukkan kepercayaan.
d. Negotiation
Cara lain yang juga bisa dilakukan adalah melakukan negosiasi dengan pihak
yang menentang perubahan. Cara ini bisa dilakukan jika yang menentang
mempunyai kekuatan yang tidak kecil. Misalnya dengan serikat pekerja,
tawarkan alternatif yang bisa memenuhi keinginan mereka.
e. Manipulation and co-optation
Manipulasi adalah menutupi kondisi yang sesungguhnya. Misalnya memlintir
(twisting) fakta agar tampak lebih menarik, tidak mengutarakan hal yang
125
negative bahkan menyeebarkan rumor. Kooptasi dilakukan dengan cara
memberikan kedudukan penting kepada pimpinan penentang perubahan dalam
mengambil keputusan. Selecting people who accept change (Memilih orang
yang menerima perubahan)
f. Coercion (paksaan)
Taktik terakhir adalah paksaan, caranya adalah dengan memberikan ancaman
dan hukuman bagi siapapun yang menentang dilakukannya perubahan. Manajer
yang mencoba untuk memaksa perubahan melalui penggunaan ancaman ini
termasuk dalam pendekatan negatif. Taktik seperti ini biasanya juga memiliki
dampak negatif terhadap semangat kerja karyawannya.
Seorang pemimpin yang mampu menghadapi timbulnya resistensi dalam
organisasinya dengan menerapkan tindakan solusi yang sesuai, akan dimungkinkan
permasalan tersebut dapat diselesaikan dengan baik. Hal ini sangat penting
diketahui oleh seorang pemimpin, sebab tanpa adanya penanganan atau solusi yang
tepat terhadap gejolak resistensi dalam organisasi, maka dapat menghambat
keberlangsungan proses organisasi dalam mancapai tujuan yang diharapkan.

D. Peran Pemimpin dalam Perspektif Islam


1. Hikmah
Ajaklah manusia ke dalam Tuhan mu dengan hikmah dan nasehat yang baik bagi
bijaksana (QS. al-Nahl:125):
‫س ٍۗ ُن ا َِّن َربَّكَ ه َُو اَ ْعلَ ُم ِب َم ْن‬ َ ‫سنَ ِة َو َجاد ِْل ُه ْم ِبالَّ ِت ْي ه‬
َ ‫ِي اَ ْح‬ َ ‫ظ ِة ْال َح‬ َ ‫ع ا ِٰلى‬
َ ‫س ِب ْي ِل َر ِبكَ ِب ْالحِ ْك َم ِة َو ْال َم ْو ِع‬ ُ ْ‫اُد‬
َ‫سبِ ْيل ِٖه َوه َُو ا َ ْعلَ ُم بِ ْال ُم ْهتَ ِديْن‬َ ‫ع ْن‬َ ‫ض َّل‬
َ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang
baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu
Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS.
alNahl:125).
a. Diskusi
Jika ada perbedaan dan ketidaksamaan pandangan, maka seorang pemimpin
menyelesaikan dengan diskusi dan bertukar pikiran (QS. an-Nahl:125)
b. Qudwah
Kepemimpinan menjadi efektif apabila dilakukan tidak hanya dengan nasihat
tapi juga dengan ketauladanan yang baik dan bijaksana (QS. at-Ahzab: 21):

126
Berdasarkan beberapa peran pemimpin dalam perspektif Islam yang yang telah
diuraikan diatas, maka kedudukan seorang pemimpin sangatlah penting dalam suatu
organisasi. Namun tidak hanya cukup dengan adanya pemimpin melainkan juga
dibutuhkan pemimpin yang memiliki jiwa kepemimpinan yang mampu
mengarahkan anggotanya untuk mencapai visi yang telah direncanakan.

E. Simpulan
Kesimpulannya dalam paparan makalah ini dapat dinyatakan dalam uraian berikut ini:
1. penerapan manajemen perubahan dalam pendidikan dapat membantu sekolah
dalam mengatasi tantangan dan mencapai tujuan mereka. Hal ini juga dapat
membantu sekolah dalam memperbaiki kualitas pengajaran, meningkatkan efisiensi
operasional, dan memperkuat hubungan dengan siswa dan orang tua.
2. Peran pemimpin dalam manajemen perubahan menentukan arah dan tujuan sebuah
organisasi dengan memberikan bimbingan dan menciptakan iklim kerja yang
mendukung pelaksanaan proses manajemen secara keseluruhan. Dalam konteks
lembaga pendidikan Islam bahwa sejatinya kepemimpinan pendidikan merupakan
kepemimpinan yang mampu berkreasi, memberi inspirasi dan mampu memotivasi
segenap potensi yang dimiliki oleh lembaga pendidikan Islam, baik potensi internal
maupun eksternal.

127
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Azhar. Pokok-Pokok Manajemen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2013.

Bhatt, Ranna. “Theoretical Perspective of Change Management.” International Journal of


Research in Commerce & Management 8, no. 2 (2017): 34–37.

Darma, A & Oda K. B. "Peran Kepempimpinan Kepala Sekolah Dalam Manajemen


Perubahan Di Lembaga Pendidikan". Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 3 (2019):
1-8.

Fathurrohman, Muhammad & Sulistyorini. Belajar Dan Pembelajaran, Meningkatkan Mutu


Pembelajaran Sesuai Standar Nasional. Yogyakarta: Teras, 2012.

Fauzan, Rusydi, Roy Setiawan, Aprizal, Suryati Eko Putro, NannyMayasari, Mashadi, Iwan
Henry Kusnadi, and Ahmad Arwani Raharjo. Manajemen Perubahan. Edited by Ari
Yanto. 1st ed. Padang: PT. Global Eksekutif Teknologi, 2023.

Graetz, F., & Smith, A. C. T. Managing Organizational Change: A Philosophies of Change


Approach. Journal of Change Management, 10 (2010), 135–154.

Kahar, Irawaty A. Konsep Kepemimpinan Dalam Perubahan Organisasi (Organizational


Change) Pada Perpustakaan Perguruan Tinggi, Jurnal Studi Perpustakaan Dan
Informasi, 4 (2008): 21-27.

Mesiono. (2015). Manajemen Organisasi. Bandung: Cita Pustaka Media Perintis.

Mulyasa, E. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004.

Nuryanto, A. Manajemen Perubahan Dalam Peningkatan Mutu Sekolah, Jakarta: Direktorat


Pendidik dan Tenaga Kependidikan. (2015).

Pertiwi, Fia Ayuning. “Analisis Proses Adaptasi Perubahan Kurikulum KTSP Ke Kurikulum
2013 Di SMA Muhammadiyah 3 Surakarta.” Repository UMM, no. 2006 (2018): 1–
23.

Ranoh, A. Kepemimpinan Kharismatis: Tinjauan Teologis-Etis Atas Kepemimpinan


Soekarno. Jakarta: Gunung Mulia, 2006.

Rivai, V dan Mulyadi, D. (2011). Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta: Rajawali
Pers.

Robbins. Stephen P and Mary Coulter. Management. New Jersey: Pearson Prentice Hall,
2007.

Soliha E. Dan Hersugondo. Kepemimpinan Yang Efektif Dan Perubahan Organisasi, Jurnal
Fokus Ekonomi (FE), 7 (2008).
128
Syafaruddin. (2016). Kepemimpinan Pendidikan Kontemporer. Cita Pustaka Media.

Wibowo. Managing Change, Pengantar Manajemen Perubahan, Pemahaman


Tentang Mengelola Perubahan dalam Manajemen. Bandung: Alfabeta, 2006.

129
BAB IX

TEORI-TEORI KEPEMIMPINAN
Oleh Muhammad Riyas Amir dan Muhammad

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Teori adalah serangkaian bagian atau variable, definsi, dan dalil yang saling
berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena
dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena
alamiah. 161 Dalam kata lain teori juga merupakan rangkaian ide, gagasan dan konsep
secara ilmiah untuk memahami dan memastikan suatu persoalan.
Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan
pencapaian visi, misi dan tujuan dari suatu lembaga atau organisasi. Dalam lembaga
pendidikan, komponen yang menjadi motor penggerak kepemimpinan tersebut
adalah kepala sekolah/madrasah, guru, staf dan seluruh elemen pendidikan.162 Dalam
tulisan ini, penulis menemukan ada 9 teori kepemimpinan yang ada relevansinya
dengan tipe kepemimpinan dalam lembaga pendidikan yaitu; teori sifat orang-orang
besar (the great man), teori pendekatan sifat, teori pengaruh dan kekuasaan, teori
pendekatan prilaku, teori keterampilan, teori kepemimpinan situasional, teori
kepemimpinan kontigensi, kepemimpinan atribut, teori pelayan, teori kelakuan
pribadi.3 Teori-teori tersebut dapat dijadikan tolak ukur untuk mengetahui,
mengidentifikasi dan mengevaluasi sikap, perilaku, kebijakan, hingga gaya
kepemimpinan seseorang. Biasanya, kebijakan seorang pemimpin dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti perilaku, pengetahuan, situasi dan kepentingan. Maka,
menjadi menarik jika keberadaan teori kepemimpian tersebut dijadikan nilainilai
dasar pengetahuan untuk mempelajari lebih dalam model dan karakteristik
kepemimpinan dalam lembaga Pendidikan.
Kepemimpian adalah roda penggerak sebuah lembaga atau organisasi. Kualitas
kepemimpinan menentukan arah keberhasilan lembaga atau organisasinya. Sehingga

161
John W Creswell, Research Design: Qualitative & Quantitative Approach, (London: Sage, 1993) hlm 120
162
Imam Machali, Kepemimpinan Pendidikan dan Pembangunan Karakter, (Yogyakarta: Pedagogia, 2012),
hlm 7 3 Husaini Usman, Administrasi, manajemen, dan kepemimpinan Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara,2019)
hlm
70
130
seorang pemimpin harus mampu mengantisipasi, mengelola dan menggerakan roda
organisasi secara cepat dan tepat. Oleh karena itu seorang pemimpin (leader) bukan
sekedar pengambilan keputusan (decision making) tapi sebagai kunci keberhasilan
sebuah lembaga atau organisasi.163 Pemimpin mempunyai peran strategis penting
dalam lembaga pendidikan dalam mewujudkan visi kelembagaan khususnya dalam
pengembangan mutu kelembagaan, peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) dan
daya saing dalam berbagai bidang. Peran aktif kepemimpinan tentu bukan sekedar
mengemban fungsi secara structural saja tapi sebagai perealisasi tujuan dan program
kelembagaan yang telah direncanakan secara kolektif164. Kepemimpinan dalam
berbagai lembaga pendidikan saat ini, seperti sekolah/madrasah yang kurang
memenuhi standar kualifikasi dan standar kompetensi pendidikan karena kepala
sekolah/madrasah sebagian besar berpendidikan baru atau kurang dari strata S1,
rendahnya pengetahuan atau keilmuan mengenai teori-teori kepemimpinan, serta
posisi jabatan kepemimpinan yang tidak sesuai dengan profesionalisme atau bidang
keilmuan yang ditekuni, sehingga hal tersebut dapat menjadi kendala dalam
pengelolaan dan pengembangan suatu lembaga pendidikan.165 Penulis memahami
bahwa aktivitas kepemimpinan pada umumnya berfungsi untuk mengajak dan
menggerakkan roda organisasi untuk mencapai suatu tujuan.

B. Pengertian dan Perbedaan Pemimpin, Pimpinan, dan Kepemimpinan


1. Pemimpin
Pemimpin bersifat formal dan non formal. Pemimpin formal ialah pemimpin
yang diangkat dengan Surat Keputusan (SK), mendapat gaji, dan memiliki
kekuasaan, wewenang, serta tugas dan tanggung jawab. Sebaliknya disebut
pemimpin non formal. Ada dua kemungkinan berikut orang yang dapat menjadi
pemimpin:166

a. Pemimpin dilahirkan (leader are born)


Menurut teori genetis bahwa “pemimpin dilahirkan dan tidak dibuat”. Teori
genitika bisa muncul karena seorang yang dilahirkan dengan mempunyai
potensi atau bakat untuk menjadi pemimpin, dengan kata lain seorang yang

163
Hadari Nawawi, Administrasi dan Kepemimpinan Pendidikan, (Jakarta: Haji Masagung, 2018), hlm 81
164
Hadari Nawawi, Administrasi dan Kepemimpinan Pendidikan…, hlm 85
165
https://jendela.kemdikbud.go.id/v2/berita/detail/mengembalikan-profesionalisme-guru diakses pada tanggal
20 Febuari 2023, pukul 13:00 WIB
166
Robbins, the truth about managing people. Second Edition, (Upper Sadle River, New Jersey, 2008)
diterjemahkan oleh Husaini Usman, hlm 140
131
menjadi pemimpin kerena keturunan atau lahir dengan mempunyai bakat
menjadi pemimpin.
b. Pemimpin dibentuk (leader are built)
Menurut teori leaders are made non born” bahwa “pemimpin dibuat bukan
dilahirkan”. Teori ini tidak mematahkan teori yang lain bahwa pemimpin
adalah bawaan, tetapi mendorong siapa pun bisa menjadi pemimpin. Teori
ini mendorong setiap orang untuk belajar menjadi pemimpin dan
mendukung yang orang bisa menjadi orang.

2. Pimpinan
Pimpinan adalah posisi atau jabatan, orang yang memiliki kedudukan setinggi
dalam suatu organisasi. Setiap manusia adalah pemimpin minimal memimpin
dirinya sendiri. Oleh karena itu, kepemimpinan adalah urusan setiap orang. Setiap
pemimpin diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Jika ingin
menjadi pemimpin, maka harus memiliki skill pemimpin:167
a. Leadership
b. Digital literacy
c. Communication
d. Emotional intelligence
e. Global citizenship
f. Problem solving
g. Team working

3. Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan objek dan subjek yang menarik dan tidak
membosankan untuk dipelajari, diteliti, ditulis, didiskusikan, dan refleksikan baik
oleh orang awam, akademisi, atau praktisi, karena aspek dinamis yang
terkandung di dalam kepemimpinan.168 Posisi kepemimpinan dalam fungsi
manajemen erat kaitannya dengan fungsi manajamen yang mengandung kata
leading dan directing. Kepemimpinan banyak memartikan berbeda-beda, hal
tersebut sesuai dengan sudut pandang masing-masing, meskipun sudah banyak

167
Robbins, the truth about managing people…, diterjemahkan oleh Husaini Usman, hlm 141
168
Marno dan Triyo Supriyatno, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam, (Bandung, Refika Aditama,
2008). hlm 50
132
definisi kepemimpinan, tetapi tidak satupun yang dapat memuaskan semua orang.
Menurut Husaini Usman ”kepemimpinan adalah proses memengaruhi orang lain
untuk mencapai tujuan secara efesien dan efektif”169

C. Tujuan dan Manfaat Kepemimpinan


1. Tujuan Kepemimpinan Pendidikan di Sekolah Adalah Sebagai Berikut:170

a. Terwujudnya peningkatan mutu proses dan hasil belajar siswa secara terus-
menurus.
b. Tersedianya visi sekolah dan agen perubahan.
c. Terkoordinasinya warga sekolah dalam mewujudkan visi.
d. Terberdayakannya guru secara optimal.
e. Terbinanya pengembangan karier guru.
f. Tingginya kinerja sekolah.

2. Manfaat Kepemimpinan Pendidikan di Sekolah Adalah Sebagai Berikut:171

a. Mampu menilai dengan SWOT kemampuan dirinya yang diperlukan sebagai


kepemimpinan efektif.
b. Menggunakan kekuasaan dengan tepat dan berpengaruh positif dalam
meningkatkan komitmen bawahannya.
c. Menguji nilai-nilai personal dan keyakinan dirinya yang berkaitan dengan
asumsi tentang kepemimpinan dan bawahannya.
d. Memahami sejumlah peranan kepemimpinan.
e. Mengenal pentingnya tujuan moral dan nilai etika dalam kepemimpinan

169
Husaini Usman, Administrasi, manajemen, dan kepemimpinan Pendidikan…, hlm 145
170
Kartini Kartono, Pemimpin dan Sekolah, Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya, Kepemimpinan, (Jakarta:
PT
Raja Grafindo Persada, 2008) hlm 83
171
Kartini Kartono, Pemimpin dan Sekolah, Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya, Kepemimpinan…,hlm 83
133
D. Teori-Teori Kepemimpinan Pendidikan

Penulis memilih pendapat Saddler (1970) karena paling lengkap (komprehensif)


untuk menambah pengetahuan tentang teori kepemimpinan dan relevansi dengan
kondisi pendidakan saat ini. Menurut Sadler (1970) 172terdapat 9 teori kepemimpinan
yang terdapat, yaitu:
1. Teori The Great Man
Menurut teori ini, jika seseorang dilahirkan sebagai pemimpin maka akan
menjadi pemimpin. Teori orang besar (The Great Man) menyatakan bahwa
seseorang menjadi pemimpin karena dia keturunan orang besar. Seseorang yang
diangkat sebagai pemimpin karena warisan dari orang tuanya secara turun-
menurun. Contoh: anak raja akan menjadi raja.173

2. Teori Pendekatan Sifat


Pendekatan ini berdasarkan pada sifat seseorang yang dilakukan dengan cara
berikut:

a. Membandingkan sifat timbul sebagai pemimpin dan bukan pemimpin


b. Membandingkan sifat pemimpin yang efektif dengan pemimpin yang tidak
efektif
174
Sebagai contoh: penelitian Kouzes dan Posner (2007) yang meneliti 20.000
pemimpin di empat benua selama 20 tahub (1987-2007) menemukan bahwa urutan
sifat-sifat kepemimpinan efektif atau keektifan pemimpin sebagai berikut:

a. Jujur
b. Visioner
c. Inspiratif
d. Kompoten
e. Adil
f. Mendukung
g. Berpikir luas
h. Cerdas
i. Tegas

172
Sadler, leadership, (Kogan Page Limited, London, 1970), hlm 30
173
Sadler, leadership…,30
174
Husaini Usman, Kepemimpinan Berkarakter Sebagai Model Pendidikan Karakter, (Jurnal Pendidikan
Karakter,
Tahun III, No.3, 2013), hlm 5
134
j. Konsisten
k. Kooperatif
l. Empati
m. Imajinasi
n. Dewasa
o. Mandiri
p. Setia

3. Teori Pendakatan Pengaruh dan Kekuasaan


Setiap pemimpin hanya dapat menjalankan kepemimpinan jika memiliki
pengaruh dan kekuasaan. Pengaruh dan kekuasaan bersifat timbal balik., seseorang
yang berpengaruh karena memiliki kekuasaan, dan sebaliknya seseorang yang
berkuasa karena memiliki pengaruh. Pengaruh dan kekuasaan diperlukan untuk
menjalankan kepemimpinan. Tanpa pengaruh tidak ada kepemimpinan, kerena
kepemimpinan adalah proses mempengaruhi orang lain melalui sumber
kekuasaannya.175
Setiap manusia pada hakikatnya ingin bersahabat, berkuasa, berprestasi.
Manusia berambisi untuk berkuasa karena memenuhi kebutuhan, yaitu kebutuhan
ingin dihargai atau dihormati, berpengaruh, ditakuti, disegani, mendapatkan
fasilitas, dan menambah kekayaan.
Seseorang yang berkuasa karena menggunakan paksaan terhadap orang lain
dengan ancaman fisik dan psikologis. Seseorang yang berkuasa karena memiliki
koneksi atau orang kuat yang mendukung di belakangnya (backing).176 Seseorang
yang berkuasa karena mampu memberikan ganjaran (hadiah uang atau fasilitas)
kepada pemilihnya. Seseorang berkuasa karena memiliki legitimasi atau diangkat
berdasarkan surat keputusan. Seseorang berkuasa karena memiliki kewibaan.
Seseorang berkuasa karena menguasai informasi. Seseorang berkuasa karena
menguasai media sosial seperti Instagram, Facebook, YouTube, dan lain-lain.
Seseorang berkuasa karena memiliki keahlian. Seseorang berkuasa karena memiliki
wilayah kekuasaan misalnya tuan tanah177
Dijelaskan oleh Husaini Usman bahwa:

175
Husaini Usman, Administrasi, manajemen, dan kepemimpinan Pendidikan…, hlm 147
176
Raihani, Kepemimpinan Sekolah Transformatif, (Yogyakarta, LKiS, 2011), hlm 25
177
Husaini Usman, Administrasi, manajemen, dan kepemimpinan Pendidikan…, hlm 147
135
Kekuasaan yang absolut cenderung membuat penguasa korup karena
tidak ada kontrol dari pihak lain. Jika ingin mengetahui watak asli seseorang
berilah dia kekuasaan atau lihatlah ketika seseorang berkuasa atau menjadi
pemimpin yang sedang berkuasa.178
Orang yang mabuk kekuasaan membuat ia terjebak dalam kelupaan. Lupa
dengan diri sendiri, lupa dengan orang yang pernah berjasa, lupa keluarga, teman,
dan lupa lawan. Kekuasaan dapat membuat teman dapat menjadi lawan, lawan
dapat menjadi teman dan bahkan kadang-kadang menghalalkan segala cara agar
dapat berkuasa dan mempertahankan kekuasaannya.

4. Teori Pendakatan Perilaku


Pendakatan sifat ternyata tidak mampu menjelaskan apa yang menyebabkan
seseorang menjadi pemimpin yang efektif. Oleh karena itu, pendakatan perilaku
merivisinya karena perilaku dapat dipelajari, dan dapat dilatih dengan perilaku
kepemimpinan yang tepat agar menjadi pemimpin yang efektif.179

Perilaku adalah gaya (style) yang ditampilkan pemimpin ketika memimpin


bawahannya. Perilaku dibagi dalam dua katagori umum, yaitu berorientasi pada
tugas dan berorientasi pada hubungan manusia. Menurut Plato (427-347) dalam
bukunya yang berjudul Republic membagi tiga perilaku kepemimpinan sebagai
berikut:180

a. Filosofer
b. Militer
c. Entrepreneur

5. Teori Kepemimpinan Kontigensi


Kepemimpinan kontigensi adalah pemimpin yang menggabungkan gaya
kepemimpinan dengan situasi. Teori kontigensi menyatakan tidak ada satu pun teori
kepemimpinan yang terbaik. Kesuksesan pemimpin tergantung terhadap
penggunaan gaya kepemimpinan disesuaikan dengan situasi dan pengikutnya.181
Teori kontigensi dikembangkan oleh Fiedler yang popular pada tahun 1970-an
sampai 1980-an. Fidler berpendapat bahwa “pemimpin akan berhasil menjalankan

178
Husaini Usman, Administrasi, manajemen, dan kepemimpinan Pendidikan…, hlm 147
179
Rohmat, Kepemimpinan Pendidikan, (Purwokerto, STAIN Press Purwokerto, 2010), hlm 80
180
Plato, The Republic: Penerjemahan Sylvester G. Sukur, Plato Republik, (Yogyakarta, Narasi, 2018), hlm 50
181
Shulhan, Muwahid, Model Kepemimpinan Kepala Madrasah Dalam Meningkatkan Kinerja Guru,
(Yogyakarta,
Teras, 2013), hlm 100
136
kepemimpinannya jika menerapkan gaya kepemimpinan yang berbeda di suatu
situasi yang berbeda”182. Artinya gaya kepemimpinan yang digunakan tergantung
situasi.
Tiga sifat situasi yang dapat mempengaruhi suatu keefektifan kepemimpinan,
yaitu sebagai berikut:
a. Hubungan pemimpin-bawahan yang menguntungkan situasi
b. Derajat susunan tugas yang menguntungkan situasi
c. Kekuasaan formal yang menguntungkan situasi
Hubungan pemimpin-bawahan yang menguntungkan situasi ditandai hubungan
yang harmonis antara atasan dengan bawahan, pemimpin diterima oleh
bawahannya (acceptable). Darajat susunan tugas yang menguntungkan situasi
ditandai pembagaian tugas yang berdasarkan profesionalisme, pemimpin yang
mampu memimpin (capable), dan kekuasaan formal yang menguntungkan situasi,
ditandai oleh kekuasaan yang sah (legal) dan semua tugas bawahan serta
kepemimpinannya dapat dipertanggungjawabkan.

Perilaku kepemimpinan tergantung pada lima factor, yaitu:

a. Wewenang anggota kelompok terdapat masalah


b. Pentingnya penerimaan
c. Pemberian keputusan pada pimpinan
d. Pentingnya penerimaan keputusan pada anggota kelompok/bawahan
e. Tekanan waktu
Kelima factor tersebut dapat mempengaruhi hubungan antara perilaku
pemimpin dan pembaharuan kelompok sebagai ukuran kinerja. Berdasarkan lima
faktor maka ada lima kemungkinan perilaku kepemimpinan situasional muncul,
yaitu sebagai berikut:183

a. Jika pengawas dan bawahan mempunyai wewenang menggunakan


pengaruh terhadap masalah maka kerja sama, penguasaan, atau pelimpahan
merupakan perilaku kepemimpinan yang tepat.
b. Jika pengawas mempunyai wewenang, bawahan tidak memiliki wewenang
maka perilaku kepemimpinan berupa penguasaan yang paling tepat.

182
Sadler, leadership, (Kogan Page Limited, London, 1970), hlm 30
Shulhan, Muwahid, Model Kepemimpinan Kepala Madrasah Dalam Meningkatkan Kinerja Guru…, hlm
183

105
137
c. Jika bawahan memiliki wewenang, sedangkan atasan tidak maka
pelimpahan merupakan perilaku kepemimpinan yang tepat
d. Jika penerimaan pimpinan dan bawahan penting maka Kerjasama
merupakan perilaku kepemimpinan yang tepat
e. Jika tekanan waktu tinggi maka penguasaan atau pelimpahan merupakan
perilaku kepemimpinan yang tepat

6. Teori Kepemimpinan Situasional


Kepemimpinan situasional adalah kepemimpinan yang menggunakan gaya
kepemimpinan sesuai dengan tingkat komitmen bawahannya. Gibson (2007) yang
menyatakan bahwa keefektifan kepemimpinan dipengaruhi fungsi pemimpin,
bawahan, dan situasi, rumusnya sebagai berikut.184
KE=fpbs
KE = Kepemimpinan efektif
F = Fungsi
P = Pemimpin
B = bawahan
S = Situasi
Kepemimpinan aka efektif jika kehebatan pemimpinnya berfungsi optimal.
Bawahan sebagai pengikut yang banyak dan patuh berfungsi optimal. Situasi yang
mendukung kepemimpinan berfungsi optimal. Pemimpin menurut kepemimpinan
situasional fokus pada situasi.

7. Teori Kepemimpinan Atribut

Kepemimpinan Atribut adalah pemimpin yang diangkat sebagai lambang.


Kepemimpinannya mewakili organisasi yang mengatkatnya.185 Sebagai contoh:
dalam Komite Sekolah diangkat seseorang pemimpin yang melambangkan
perwakilan orang-orang yang menjadi anggota organisasi Komite Sekolah.
Contoh lainnya: Ketua Asosiasi Pengawas Sekolah Indonesia, Ketua Kelompoj
Kerja Pengawas Sekolah, Ketua Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah, Ketua
Kelompok Kerja Kepala Sekolah, Ketua Musyawarah Kerja Kepala Sekolah,

184
Gibson. J.L, Organizational Behavior, Structure, Process (New York, McGraw Hill, 2009), hlm 140
185
Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya, (Jakarta, Raja
Grafindo Persada, 2003) hlm 45
138
Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia. Kepemimpinan lambang dapat pula
dimaknai seseorang diangkat sebagai pemimpin untuk lambang saja.

E. Model Kepemimpinan Pendidikan Efektif


1. Kepemimpinan Manajerial
Kepemimpinan manajerial adalah kepemimpinan yang sangat patuh pada sistem,
sangat kaku dengan aturan (managerialism), birokratis, hierarki, dan formalitas.
Kepemimpinan manajerial berfokus pada pengelolaan aktivitas yang ada, sehingga
kepemimpinan kepala sekolah mencapai kesuksesan, dan menjadi kepemimpinan
visioner yang berisi masa depan sekolah yang lebih baik.186
Kepemimpinan manajerial bersumsi bahwa fokus kepemimpinan harus pada
fungsi, tugas, dan perilaku. Jikakalau fokus itu dikerjakan dengan baik maka akan
difasilitasi.187 Selain itu, kepemimpinan ini juga berasumsi bahwa perilaku anggota
organisasi pada umumnya rasional. Manajer dan pimpinan manajemen sekolah harus
dapat mengembangkan dan mengimplementasikan fungsi manajerial sebagai
berikut:188
a. Pengaturan tujuan
b. Identifikasi kebutuhan
c. Pengaturan prioritas
d. Perencanaan
e. Penentuan anggaran
f. Implementasi
g. Evalusasi

2. Kepemimpinan Partisipatif

Kepemimpinan partisipatif adalah kepemimpinan yang melibatkan semua pihak


terkait secara aktif dalam membuat keputusan, dan pemimpin memberi peluang
kepada bawahannya untuk menyumbangkan pikiran, waktu, dan tenaga.
Kepemimpinan partisipatif mengasumsikan bahwa proses pembuatan keputusan
dalam kelompok sebaiknya menjadi fokus utama dalam kelompok. Dalam

186
Husaini Usman, Administrasi, manajemen, dan kepemimpinan Pendidikan…, hlm 166
187
Husaini Usman, Administrasi, manajemen, dan kepemimpinan Pendidikan…, hlm 166
188
Husaini Usman, Administrasi, manajemen, dan kepemimpinan Pendidikan…, hlm 167
139
menentukan keputusan terdapat beberapa teknik yang harus dilakukan, sebagai
berikut:189
a. Sumbangan saran (brainstorming)
b. Focus group discussion (FGD)
c. Nominal group technique (NGT)
d. Delphy
Partisipasi dibina dengan cara berikut:

a. Mempromosikan tujuan bersama dan membangun kepercayaan


b. Kepala sekolah lebih sering menggunakan kata “kami” daripada kata “saya”
c. Perkuat guru dan tenaga kependidikan dengan membagi kekuasaan dan
wewenang
d. Beri peluang guru dan tenaga kependidikan untuk magang menjadi pemimpin

3. Kepemimpinan Transformasional
Kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang fokus pada perubahan
kearah perbaikan secara terus menerus. Kepemimpinan ini cenderung normatif,
sentralistik, otoriter, konsisten, dan karismatik.190

4. Kepemimpinan Distributed
Kepemimpinan distributed adalah kepemimpinan yang menggabungkan
kepemimpinan formal dan informal, keduanya itu tidak dapat dipisahkan dan
dipertentangkan. Kepemimpinan distributed pada dasarnya melibatkan dimensi praktik
kepemimpinan vertikal dan horizontal. Kepemimpinan vertikal adalah hubungan
kepemimpinan antara atasan dengan bawahan. Kepemimpinan horizontal adalah
hubungan kepemimpinan dengan sejawat.191
Kepemimpinan distributed menyatakan bahwa keberhasilan kepemimpinan
bukanlah menyederhanakan fungsi pengawas sekolah, kepala sekolah, dan wakilnya
bekerja di sekolah tetapi juga pentingnya kualitas hubungan dan interaksi yang terjadi.192
Kepemimpinan distributed merupakan cara terbaik memahami pendistribusian praktik
terhadap, pengikut dalam situasi di sekolahnya dalam kegiatan berbagai kelompok dan

189
Husaini Usman, Administrasi, manajemen, dan kepemimpinan Pendidikan…, hlm 168
190
Husaini Usman, Administrasi, manajemen, dan kepemimpinan Pendidikan…, hlm 169
191
Husaini Usman, Administrasi, manajemen, dan kepemimpinan Pendidikan…, hlm 169
192
Husaini Usman, Administrasi, manajemen, dan kepemimpinan Pendidikan…, hlm 169
140
individual. kepemimpinan distributed memfungsikan kepemimpinan melampaui
pekerjaan sejumlah individu dan penyelesaian tugas melalui interaksi dengan pemimpin.
Kepemimpinan distributed memperhatikan dua hal sebagai berikut:193
a. Proses kepemimpinan
b. Aktivitas kepemimpinan

F. Kesimpulan
Teori merupakan serangkaian ide, gagasan dan konsep secara ilmiah untuk
memahami dan memastikan suatu persoalan. Teori-teori kepemimpinan yang relevan
dengan praktek kepemimpinan dalam lembaga pendidikan Islam yaitu; teori the great
man, teori pendekatan sifat, teori pendekatan pengaruh dan kekuasaan, teori
pendekatan perilaku, teori kepemimpinan kontigensi, teori kepemimpinan
situasional, dan teori kepemimpinan atribut. Diantara rangkaian teori tersebut, ada
teori yang relevan namun ada juga yang tidak. Keberadaan teori tersebut hanya
sebagai tolak ukur dan alat evaluasi yang melihat persoalan-persoalan dan praktek
kepemimpinan dalam lembaga pendidikan Islam, sehingga penting untuk dijadikan
dasar keilmuan untuk mengkaji lebih dalam terkait tipe dan gaya kepemimpinan.
Beberapa karakteristik kepemimpin yang relevan untuk dipraktekkan dalam lembaga
pendidikan Islam yaitu; mempunyai energi jasmaniah dan mental (physical and
nervous energy), memiliki kesadaran akan tujuan dan arah (A sense of purpose and
deriction), keramahan dan kecintaan (friendliness and affection), integritas
(integrity), penguasaan tekhnis (technical mastery), ketegasan dalam mengambil
keputusan (decisiveness), kecerdasan (intelligence), keterampilan mengajar
(teaching skill), kepercayaan (faith). Serta dapat diperkaya dengan nilai-nilai dan
karakteristik kepemimpinan lainnya yang relevan dengan tujuan dan kebutuhan
lembaga pendidikan
Islam itu sendiri.

193
Khoiri, Ahmad, Manajemen Strategik dan Mutu Pendidikan Islam, Manageria: Jurnal Manajemen
Pendidikan
Islam, UIN SUKA Yogyakarta, 2016. Vol. 1, No. 1, hlm. 79.
141
DAFTAR PUSTAKA

Gibson. J.L, Organizational Behavior, Structure, Process (New York, McGraw Hill, 2009)
Hadari Nawawi, Administrasi dan Kepemimpinan Pendidikan, (Jakarta: Haji Masagung,
2018), hlm
Https://jendela.kemdikbud.go.id/v2/berita/detail/mengembalikan-profesionalisme-guru
diakses pada tanggal 20 Febuari 2023, pukul 13:00 WIB
Husaini Usman, Administrasi, manajemen, dan kepemimpinan Pendidikan, (Jakarta: Bumi
Aksara,2019) hlm
Husaini Usman, Kepemimpinan Berkarakter Sebagai Model Pendidikan Karakter, (Jurnal
Pendidikan Karakter, Tahun III, No.3, 2013)
Imam Machali, Kepemimpinan Pendidikan dan Pembangunan Karakter, (Yogyakarta:
Pedagogia, 2012),
Kartini Kartono, Pemimpin dan Sekolah, Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya,
Kepemimpinan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008)
Khoiri, Ahmad, Manajemen Strategik dan Mutu Pendidikan Islam, Manageria: Jurnal
Manajemen Pendidikan Islam, UIN SUKA Yogyakarta, 2016. Vol. 1, No. 1.
Marno dan Triyo Supriyatno, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam, (Bandung,
Refika Aditama, 2008).
Plato, The Republic: Penerjemahan Sylvester G. Sukur, Plato Republik, (Yogyakarta, Narasi,
2018), hlm 50
Raihani, Kepemimpinan Sekolah Transformatif, (Yogyakarta, LKiS, 2011)
Robbins, the truth about managing people. Second Edition, (Upper Sadle River, New Jersey,
2008) diterjemahkan oleh Husaini Usman,
Rohmat, Kepemimpinan Pendidikan, (Purwokerto, STAIN Press Purwokerto, 2010), hlm 80
Sadler, leadership, (Kogan Page Limited, London, 1970)
Sadler, leadership, (Kogan Page Limited, London, 1970), hlm 30

142
BAB X

TRIPUSAT PENDIDIKAN: KELUARGA, SEKOLAH, MASYARAKAT


Oleh Achamad Sidik dan Refina Henilalita

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Pendidikan adalah sebuah proses usaha untuk mendewasakan manusia dan
mengarahkan kepada fitahnya.194 Pendidikan dalam perspektif pendidikan Islam
sejatinya memiliki pengertian dan tujuan yang beragam.195 Praktik pendidikan tidak
sekedar bersifat kognitif intelektualistik, namun perlu direvitalisasi sebagai wahana
pengembangan pendidikan karakter bangsa, pembangunan kecerdasan, akhlak dan
kepribadian peserta didik secara utuh sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.196
Dengan kata lain pendidikan bertujuan membentuk manusia yang mandiri cakap dan
terampil dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotoriknya.197
Pendidikan dalam Islam bertujuan untuk membimbing manusia sesuai dengan
kodratnya.198 Aly menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam dapat dibagi menjadi
tiga, yaitu tujuan agama, tujuan dunia, dan tujuan ilmu demi ilmu. Tiga tujuan ini
terpadu dalam tujuan tertinggi pendidikan Islam, yaitu mencapai insan kamil.199 Dari
pemahaman dan tujuan pendidikan tersebut, dapat dilihat bahwa pendidikan Islam
menekankan pada bimbingan yang meliputi iman, ilmu, amal, akhlak, dan aspek sosial.
Tujuan akhir pendidikan Islam adalah untuk mencapai ketundukan yang sempurna
kepada Allah, baik secara individu, dalam masyarakat, maupun dalam seluruh umat
manusia.200

194 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, ed. Tjun Surjaman, 11th ed, Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2014.
195 Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, 2nd ed, Jakarta: Kencana, 2012
196 Darul Ilmi, Pendidikan Karakter Berbasis Nilai-Nilai Kearifan Lokal Melalui Ungkapan Bijak
Minangkabau, ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies 1, no. 1, 2015, hlm.48
197 Abu Ahmadi and Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2015
198 Kristi Wardani, PERAN GURU DALAM PENDIDIKAN KARAKTER KI HADJAR
DEWANTARA, in Proceedings of The 4th International Conference on Teacher Education; Join
Conference UPI & UPSI Bandung, Indonesia, 8-10 November 2010, Bandung: UPI & UPSI Bandung,
2010, hlm. 8–10.
199 Aas Siti Sholikhah, Teori-Teori Pendidikan, Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam 7,
no. 1, 2018.
200 Kamrani Buseri, Dasar, Asas, Dan Prinsip Pendidikan Islam, ed. Ahmad Juhaidi, 1st ed,
Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2014.
143
Tidak dapat disangkal bahwa pendidikan memiliki peran yang sangat penting, karena
hanya melalui pendidikan individu dapat mengalami perubahan baik dalam perilaku,
pola pikir, wawasan, maupun karya-karya nyata yang bermanfaat bagi kehidupan
banyak orang. Oleh karena itu, pendidikan harus menjadi prioritas utama dalam
dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal ini tentunya
dipengaruhi oleh tiga lingkungan pendidikan, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah, dan lingkungan masyarakat yang dikenal sebagai tripusat pendidikan, yang
memiliki peran besar dalam pengembangan kualitas sumber daya manusia.
Lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat memainkan peran yang penting dalam
membentuk kepribadian anak. Namun, peran lingkungan keluarga sangatlah krusial.
Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama dalam membentuk karakter
seseorang, baik sebelum kelahiran maupun setelah kelahiran. Lingkungan keluarga
adalah awal kehidupan bagi setiap manusia dan peran pendidik sangatlah penting. Di
rumah, orang tua berperan sebagai pendidik, di sekolah adalah guru, dan di masyarakat
adalah tokoh atau pemimpin yang perilaku dan ucapannya dapat dijadikan sebagai
contoh atau panutan bagi peserta didik.
Lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan anak, terutama perkembangan
psikologis dan sosiologis anak. Pengaruh ini semakin dirasakan pengaruhnya dengan
semakin dewasanya perkembangan anak, karena arena hubungan dan ruang gerak di
sekitar anak berinteraksi, menjadi semakin luas, maka pengetahuan lingkungan
pendidikan yang islami yang dibahas selanjutnya yang dapat mengarahkan anak
tumbuh dan berkembang sesuai dengan perintah Allah swt., yang telah menciptakan
hambanya sebagai khalifah di Bumi

B. Landasan Teori
Pendidikan tidak hanya terjadi saat seorang anak bersekolah, karena sekolah
hanya merupakan salah satu metode untuk memperoleh pendidikan. Sebaliknya,
lingkungan sekitar seperti keluarga dan masyarakat tempat manusia hidup juga
berperan dalam membentuk sikap dan perilaku seseorang. Oleh karena itu, untuk
menjadi terdidik, tiga komponen tersebut harus saling berpengaruh dalam proses
pendidikan. Pernyataan ini sejalan dengan pendapat bahwa lingkungan adalah segala
hal yang merangsang individu dan mempengaruhi perkembangannya.201

201 Mohammad Surya. Psikologi Guru: Konsep Dan Aplikas inya. Bandung: ALFABETA CV, 2014. Hlm 34.
144
Secara literal, lingkungan merujuk pada segala sesuatu yang ada di sekitar kehidupan
manusia, baik yang bersifat fisik seperti alam semesta dengan segala isinya, maupun
yang bersifat non-fisik seperti suasana kehidupan beragama, nilai-nilai, dan adat
istiadat yang diterapkan dalam masyarakat, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan yang
sedang berkembang. Kedua lingkungan tersebut hadir secara kebetulan, yakni tanpa
direncanakan atau diminta oleh manusia.202
Sartain menjelaskan bahwa lingkungan mencakup semua kondisi dalam dunia
ini yang dalam cara tertentu mempengaruhi tingkah laku, pertumbuhan, perkembangan,
atau proses kehidupan kita, kecuali gen-gen. Bahkan, gen-gen dapat dipandang sebagai
menyiapkan lingkungan bagi gen lain.10 Oleh karena itu, lingkungan memainkan peran
yang sangat penting dalam pendidikan, karena anak-anak belajar tentang hidup juga
dari lingkungan di sekitarnya. Keluarga adalah lingkungan terkecil yang
mempengaruhi anakanak dalam belajar tentang norma, nilai, sopan santun, adat
istiadat, pergaulan, kerja sama, dan pelajaran tentang kehidupan pada tahap awal.
Dengan demikian, keluarga memainkan peran yang sangat penting dalam membentuk
dasar-dasar hidup anak. Namun, kehidupan keluarga juga dipengaruhi oleh lingkungan
masyarakat tempat mereka tinggal. Ketika anak memasuki masa remaja, mereka juga
belajar tentang adat dan budaya yang ada dalam masyarakat sekitar. Oleh karena itu,
masyarakat juga memiliki peran yang penting dalam membentuk sumber daya manusia
yang berkualitas melalui pendidikan.
Menurut Sertain, lingkungan itu dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian sebagai berikut:
a. Lingkungan alam\luar (external or physical environment)
b. lingkungan dalam ( enternal environment)
c. lingkungan sosial\masyarakat (social environment)
Istilah Tri Pusat Pendidikan adalah istilah yang digunakan oleh tokoh pendidikan
Indonesia, yaitu Ki Hajar Dewantara. Ki Hajar Dewantara, membedakan pendidikan
menjadi tiga, tiga pendidikan tersebut disebut dengan Tri Pusat Pendidikan. Tri pusat
pendidikan adalah tiga pusat pendidikan yang meliputi; Pendidikan dalam keluarga,
pendidikan dalam sekolah, dan pendidikan di dalam masyarakat.
Sehingga tiga lingkungan yang mempengaruhi pendidikan adalah keluarga, sekolah,
dan masyarakat. Ketiganya sangat penting dalam membentuk kepribadian anak,
meskipun dampaknya relatif. Hal ini sejalan dengan latar tempat di mana pendidikan

202 Abuddin Nata. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2010.. Hlm 290. 10 M.
Ngalim Purwanto. Psikologi Pendidikan.Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset Bandung, 2000. Hlm 28.
145
berlangsung terutama terjadi dalam tiga lingkungan utama pendidikan yaitu keluarga,
sekolah, dan masyarakat.203

C. Fungsi Lingkungan Pendidikan


Dari klasifikasi lingkungan pendidikan yang terdiri dari lingkungan keluarga,
sekolah, dan masyarakat, ketiganya berfungsi untuk membantu peserta didik
berinteraksi dengan berbagai lingkungan sekitarnya, baik fisik, sosial, maupun budaya,
serta memanfaatkan sumber daya pendidikan yang tersedia guna mencapai tujuan
pendidikan yang optimal. Oleh karena itu, penataan lingkungan pendidikan seperti
ketiga lingkungan pendidikan di atas, dimaksudkan agar manusia dapat tumbuh dan
berkembang selama hidupnya melalui interaksi dengan lingkungan pendidikan yang
baik. Lingkungan yang baik akan memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak
dengan baik.204
Dengan demikian, tujuan dari lingkungan pendidikan secara umum adalah
untuk membantu peserta didik dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, baik
lingkungan fisik, sosial, maupun budaya. Selain itu, lingkungan pendidikan juga
bertujuan untuk menyediakan sumber daya pendidikan yang dapat membantu peserta
didik mencapai tujuan pendidikan yang optimal.

D. Tri Pusat Pendidikan dan Pengaruhnya Terhadap Pengembangan Peserta Didik


Dalam Pasal 13 ayat 1 UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional disebutkan bahwa ada tiga jalur pendidikan yang terdiri dari pendidikan
formal, nonformal, dan informal. Ketiga jalur ini saling melengkapi dan dapat
memberikan nilai tambah pada proses pendidikan.205
Pendidikan informal terjadi selama anak masih berada di bawah asuhan orang
tua sebelum memasuki dunia sekolah.14 Selama berada dalam lingkungan keluarga,
anak belajar tentang nilai-nilai dan budaya yang berlaku dalam keluarga dan melakukan
identifikasi dengan orang tua. Pendidikan informal terjadi secara alamiah tanpa
aturanaturan tertentu dan tidak berjenjang. Di sisi lain, pendidikan formal terjadi dalam
lingkungan yang direncanakan dan dilakukan melalui kegiatan pembelajaran yang

203 Umar Tirtaraharja, dan Lasula, Pengantar Pendidikan. Jakarta:Rineka Cipta, 1998.Hlm 163
204 , Nurul Hidayati “Konsep Integrasi Tripusat Pendidikan Terhadap Kemajuan Masyarakat”, dalam Jurnal
Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam, Vol. 11, No. 1, Februari 2016
205 Undang-undang Nomor 20 Tahun2003, Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 13, ayat(1)/ 14
Hidayati “Konsep Integrasi Tripusat Pendidikan.
146
berjenjang dan berkesinambungan dengan aturan-aturan tertentu. Sedangkan
pendidikan non-formal terjadi di masyarakat, seperti kursus-kursus yang tidak
berjenjang dan tidak menggunakan kurikulum yang ketat serta tidak memiliki aturan-
aturan tertentu. Ketiga lingkungan pendidikan ini sesuai dengan Tri Pusat
Pendidikan.206
Dalam memenuhi tujuan pendidikan, kerjasama yang harmonis antara ketiga
lingkungan pendidikan atau yang dikenal dengan Tri Pusat Pendidikan harus
dilakukan.16
Tri Pusat Pendidikan ini terdiri dari tiga lingkungan, yaitu lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga
lingkungan pendidikan tersebut memiliki peran yang penting dalam membentuk
karakter dan kualitas pendidikan seorang individu sepanjang hidupnya.
1. Lingkungan Keluarga
Dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial, keluarga merupakan unit
terkecil yang menjadi bagian dari masyarakat. Keluarga merupakan tahap awal
dalam proses sosialisasi dan perkembangan individu manusia.
Keluarga merupakan komunitas alami di mana interaksi antar anggotanya
memiliki karakteristik yang unik. Di dalam keluarga, terletak dasar-dasar proses
pendidikan yang secara alami terjadi sesuai dengan norma dan tata cara
pergaulan yang berlaku di dalamnya. Selain itu, keluarga juga memiliki peran
sebagai unit tempat tinggal yang ditandai dengan adanya kolaborasi ekonomi
serta berfungsi untuk berkembangbiak, sosialisasi dan pendidikan anak, serta
perlindungan terhadap individu yang lemah.207
Tanggung jawab pendidikan yang perlu disadarkan dan dibina oleh orang tua
terhadap anak antara lain sebagai berikut:
a. Memelihara, membesarkan agar hidup berkelanjutan
b. Melindungi, mengayumi secara jasmani dan rohani
c. Mendidik berbagai ilmu pengetahuan, keterampilan yang berguna bagi
hidupnya

206 Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 1995. Hlm 66. 16
Made Pidarta. Landasan Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
207 Ms.Wahyu. Wawasan Ilmu Sosial Dasar.Surabaya: Usaha Nsional, 1986. Hlm 57.
147
Membahagiakan anak dunia akhirat dengan membarikan pendidikan
agama sesuai ketentuan Allah. Sebagai tujuan hidup muslim tanggung jawab
juga di katagorikan sebagai tanggung jawab kepada Allah.
Anak adalah anggota keluarga, dimana orang tua adalah pimpinan
Keluarga, sebagai penanggung jawab atas keselamatan warganya di dunia dan
khususnya di akhirat. Maka dari itu orang tualah yang wajib mendidik anak-
anaknya. Allah berfirman dalam surat at-Tahrim, ayat 6:
‫ظ ِشدَادٌ َّّل‬ ٌ ‫علَ ْي َها َم ٰٰۤل ِٕى َكةٌ غ ََِل‬ َ ‫اس َو ْالحِ َج‬
َ ُ ‫ارة‬ ُ َّ‫َارا َّوقُ ْودُهَا الن‬ َ ُ‫ٰ ٰٓياَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا قُ ْٰٓوا ا َ ْنف‬
ً ‫س ُك ْم َواَ ْه ِل ْي ُك ْم ن‬
َ‫ّٰللا َما ٰٓ ا َ َم َرهُ ْم َويَ ْفعَلُ ْونَ َما يُؤْ َم ُر ْون‬
َ ‫ص ْونَ ه‬ ُ ‫يَ ْع‬
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari
api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya adalah
malaikat-malaikat yang kasar dan keras. Mereka tidak durhaka kepada Allah
terhadap apa yang Dia perintahkan kepadanya dan selalu mengerjakan apa yang
diperintahkan.

2. Lingkungan Sekolah
Dalam pendidikan, sekolah memiliki peran yang sangat penting karena memiliki
pengaruh besar terhadap perkembangan jiwa anak. Selain keluarga, sekolah juga
berfungsi sebagai pusat pendidikan yang penting dalam membentuk karakter anak.
Sekolah adalah institusi pendidikan yang secara sengaja, teratur, dan terencana
memberikan bimbingan dan pengajaran. Guru-guru di sekolah bertanggung jawab
atas tugas-tugas pendidikan, pengajaran, dan bimbingan yang telah dipersiapkan
sebelumnya, serta memiliki pengetahuan tentang siswa dan kemampuan untuk
melaksanakan tugastugas tersebut.208
Pemerintah memiliki peran penting dalam memberikan pendidikan pada anak bangsa
melalui sekolah agar anak-anak dapat menjadi ahli di bidangnya dan berguna bagi
negara. Sekolah didirikan khusus sebagai tempat pembelajaran dengan guru yang
memiliki pengetahuan tentang anak didik dan kemampuan untuk memberikan
pembinaan, pendidikan, dan pengajaran. Sekolah merupakan lembaga pendidikan
kedua setelah keluarga dan berfungsi sebagai kelanjutan dari pendidikan di keluarga
dengan guru sebagai pengganti orang tua. Di lingkungan sekolah, anak-anak
mendapatkan informasi dan keterampilan yang berguna dalam kehidupan.19

208 Zakiyah Daradjat. Pendidikan Islam dalam Keluarga da Sekolah. Bandung: CV Ruhama, 1995. Hlm 77.
19
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 1995. Hlm 180.
148
Anak mengalami perkembangan fisik dan psikologi yang memungkinkannya untuk
mendapatkan pengalaman baru dalam hubungan sosialnya dengan individu lain yang
berbeda status sosial, kesukuan, agama, jenis kelamin, dan kepribadian. Seiring
waktu, anak belajar melepaskan diri dari keterikatan keluarga untuk mencapai
kedewasaan dalam hubungan sosialnya dengan masyarakat secara keseluruhan.
Lingkungan pendidikan sekolah/madrasah ini diselenggarakan dari jejang yang
paling rendah sampai jenjang yang paling tinggi. Hal ini disebabkan orang tua sudah
tidak mampu lagi memberikan pendidikan kepada anaknya sesuai dengan
perkembangan dan tuntutan kemajuan masyarakat. Apalagi peran orang tua
sudahdisibukkan dengan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Pendidikan di sekolah pada dasarnya merupakan proses pendidikan yang
diorganisasikan secara formal berdasarkan struktur hierarkis dan kronologis dari
jenjang kanak-kanak hingga perguruan tinggi.
Selain mengacu pada pelaksanaan pendidikan yang diterapkan secara berjenjang,
bermaksud untuk membantu anak untuk mewujudkan kedewasaannya masing-
masing secara bertahap. Keberhasilan suatu jenjang pendidikan formal, akan
menjadi dukungan bagi keberhasilan ke jenjang berikutnya, sehingga secara
keseluruhan mampu mewujudkan orang dewasa yang memiliki kepribadian
seutuhnya. Untuk itu fungsi sekolah sebagai lembaga pendidikan formal adalah20:
a. Membantu mempersiapkan anak-anak- agar menjadi anggota masyarakat yang
memiliki kesiapan, keterampilan dan keahlianyang dapat dipergunakan untuk
memperoleh nafkah hidupnya masing-masing.
b. Membantu mempersiapkan anak-anak agar menjadi anggota masyarakat yang
memiliki kemampuan memecahkan masalah kehidupan. Dengan menggunakan
akal serta pikirnya. Allah swt berfirmann dalam Q.S ar-Rahmaan ( 55):33.
َ‫ض فَا ْنفُذُ ْو ٍۗا َّل تَ ْنفُذُ ْون‬ َ ْ ‫ت َو‬
ِ ‫اّل ْر‬ ِ ‫ار السَّمٰ ٰو‬
ِ ‫ط‬َ ‫ط ْعت ُ ْم ا َ ْن ت َ ْنفُذُ ْوا مِ ْن ا َ ْق‬ ِ ْ ‫ٰي َم ْعش ََر ْال ِج ِن َو‬
َ َ ‫اّل ْن ِس ا ِِن ا ْست‬
‫س ْل ٰط ْۚن‬
ُ ‫ا َِّّل ِب‬
Artinya Wahai segenap jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus
(melintasi) penjuru langit dan bumi, tembuslah. Kamu tidak akan mampu
menembusnya, kecuali dengan kekuatan (dari Allah).
c. Sekolah berfungsi juga dalam meletakkan dasar-dasar hubungan sosial yang
harmonis dan manusiawi, agar anak-anak mampu mewujudkan realisasi dirinya
(self realization) secara bersama-sama dalam masyarakat yang dilindungi Allah
swt. Dari sekolah pun anak-anak dapat belajar bertenggang rasa dan menghargai
prestasi dan perbedaan orang lain dengan dirinya.
149
d. Membantu anak-anak menjadi muslim, mukmin dan mutaqqin, sesuai dengan
tingkat perkembangan dan potensinya masing-masing. Fungsi ini mengaruskan
madrasah, pesantren dan perguruan tinggi yang bercirian khusus Islam, untuk
memprogramkan kurikulumnya, dengan memberikan bobot yang tinggi
dibidang keagamaan.21 Bersamaan dengan itu di lingkungan lembaga inipun
anak-anak perlu dikenali dengan pengetahuan/ilmu dan penguasaan teknologi,
berupa keterampilan dan keahlian, agar sebagai orang dewasa yang beriman
kelak, akan mampu juga mencari nafkah yang diridhai Allah swt untuk dirinya
dan keluarganya..
Untuk itulah sangat penting artinya bagi umat Islam memasukkan anak-anaknya
ke madrasah, pesantern dan perguruan tinggi berciri Islam, atau sekurang-
kurangnya mendukung secara moral dan material dalam penyelenggaraan
lembaga Pendidikan tersebut. Dengan demikian berarti telah ikut memelihara
kesinambungan penciptaan kader para pendidik yang Islami, para da’i, ustazd,
dan para ulama masa depan, sebagaiperbuatan amal kebaikan yang pasti
diberikan pahala oleh Allah swt.
3. Lingkungan Masyarakat
Masyarakat dapat dijelaskan sebagai kelompok orang yang tinggal di wilayah
tertentu, memiliki pengalaman yang sama, memiliki kesamaan dan kesadaran
akan kebersamaannya, dan dapat bekerja sama untuk mengatasi masalah yang
dihadapi.209 Manusia hidup dalam masyarakat sejak lahir hingga mati.
Kehidupan dalam masyarakat berarti terlibat dalam interaksi sosial dengan
orang-orang di sekitarnya, dan dengan demikian, orang tersebut dipengaruhi dan
memengaruhi orang lain. Interaksi sosial menjadi sangat penting dalam setiap
masyarakat.
Terdapat beberapa unsur penting dalam sebuah masyarakat, yaitu: pertama,
terdiri dari sekelompok manusia yang tinggal di suatu wilayah tertentu. Kedua,
memiliki tujuan yang sama. Ketiga, mengikuti nilai-nilai dan norma-norma
bersama. Keempat, memiliki perasaan yang saling terkait, baik dalam
kebahagiaan maupun kesedihan. Kelima, memiliki organisasi yang dapat
diikuti.210

209 Hasbullah. Dasar – Dasar Ilmu Pendidikan.Jakarta: Rajawali Pers, 2012. Hlm 55.
210 Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 1995. Hlm 31.
150
Norma-norma masyarakat yang mempengaruhi merupakan aturan-aturan yang
disampaikan oleh generasi tua kepada generasi muda sebagai proses pendidikan
masyarakat. Ketiga lingkungan pendidikan, yaitu keluarga, sekolah, dan
masyarakat memiliki pengaruh yang saling membentuk pembudayaan yang baik
pada anak, yang akan membentuk karakter yang baik pada mereka. Kegagalan
pendidikan seringkali disebabkan oleh kurang berfungsinya ketiga lingkungan
tersebut. Kurangnya harmonisasi dari fungsi ketiga lingkungan pendidikan
tersebut dapat membentuk bangunan yang tidak saling mendukung secara
sinergis.
Terdapat tiga faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan peserta didik yaitu
faktor heriditas, lingkungan proses tumbuh kembang, dan fitrah. Terdapat dua
faktor utama yang memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan manusia, yaitu
faktor anak sebagai hasil dari lingkungan di sekitarnya dan faktor dari dalam
tubuh, yaitu aksi gen-gen.211 Selain itu, perkembangan manusia memiliki
tahapan-tahapan tertentu seperti yang dijelaskan oleh Piaget. menyatakan bahwa
terdapat empat periode perkembangan manusia, di antaranya tahap sensori-motor
yang terjadi dari lahir hingga 2 tahun, di mana bayi mengorganisasikan skema
tindakan fisik seperti menghisap, menggenggam, dan memukul untuk
menghadapi dunia yang muncul di hadapannya.25
Pada awal perkembangan manusia, anak cenderung mengandalkan gerakan
tangan dan kaki untuk mencapai tujuannya. Selanjutnya, terdapat empat tahapan
perkembangan manusia menurut Piaget dalam Hidayati.26 Tahap pertama adalah
tahap sensori-motor yang berlangsung dari lahir hingga 2 tahun, di mana bayi
mengorganisasikan skema tindakan fisiknya untuk berinteraksi dengan dunia
sekitarnya. Tahap kedua adalah tahap praoperasional yang terjadi pada usia 2-7
tahun, di mana anak-anak belajar menggunakan simbol dan pencitraan, namun
pikiran mereka masih belum sistematis dan logis seperti orang dewasa. Tahap
ketiga adalah tahap operasional konkret yang terjadi pada usia 7-11 tahun, di
mana anak-anak mulai mengembangkan kemampuan berpikir sistematis tetapi
hanya terbatas pada objek dan aktivitas konkret. Terakhir, tahap keempat adalah
tahap operasional formal yang terjadi pada usia 11 tahun hingga dewasa awal, di

211 William Crain. Teori Perkembangan Konsep danAplikasinya Terj. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.
25
Nurul Hidayati “Konsep Integrasi Tripusat Pendidikan Terhadap Kemajuan Masyarakat”, dalam Jurnal
Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam, Vol. 11, No. 1, Februari 2016. 26 Hidayati. Konsep Integrasi...
151
mana orang muda dapat mengembangkan kemampuan berpikir sistematis yang
berdasarkan pada konsep abstrak dan hipotesis.
Dalam hal ini, keberhasilan tri pusat pendidikan, yaitu lingkungan keluarga,
masyarakat, dan sekolah, sangat ditentukan oleh penggunaan masa ini dengan
berbagai bentuk pembinaan dan pendidikan yang efektif. Peran dari tiga pusat
pendidikan tersebut, yaitu mengajar, membimbing, dan melatih, bervariasi.
Hubungan antara tri pusat pendidikan dengan tiga kegiatan pendidikan sangat
penting untuk mencapai tujuan yang meliputi pembentukan identitas yang kuat,
penguasaan pengetahuan, dan pengembangan keterampilan yang berkualitas.

E. Peranan Tri Pusat Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Sumberdaya Manusia


yang Berkualitas
Pengelolaan sumber daya manusia memiliki peran yang signifikan dalam
meningkatkan kualitas hidup. Hingga saat ini, masyarakat masih meyakini bahwa
pendidikan merupakan salah satu cara untuk membentuk sumber daya manusia yang
berkualitas.
Agung Prihantoro mengutip pendapat Snyder bahwa manusia merupakan sumber
daya yang paling berharga, dan ilmu perilaku menyediakan banyak teknik dan program
untuk memanfaatkan sumber daya manusia dengan lebih efektif.212 Tujuannya adalah
untuk meningkatkan kinerja sumber daya manusia. Oleh karena itu, peran keluarga,
sekolah, dan masyarakat menjadi sangat penting dan akan dijelaskan peranannya dalam
proses peningkatan kualitas sumber daya manusia.
1. Peranan Keluarga dalam Pendidikan
Keluarga adalah suatu kelompok sosial kecil yang umumnya terdiri dari ayah, ibu,
dan anak. Hubungan antar anggota keluarga memiliki sifat yang tetap dan
didasarkan pada ikatan darah serta perkawinan yang dijiwai oleh rasa kasih sayang
dan tanggung jawab.
Pendidikan keluarga merupakan bagian dari pendidikan masyarakat karena
keluarga merupakan bagian dari masyarakat yang lebih besar. Pendidikan yang
diberikan oleh orang tua kepada anak-anaknya harus sesuai dengan persyaratan
kehidupan anak-anak di masa depan. Oleh karena itu, pendidikan harus selalu

212 Prihantoro, Agung. “Peningkatan Kinerja Sumber Daya Manusia Melalui Motivasi, Disiplin,
Lingkungan Kerja, Dan Komitmen”, dalan jurnal Value Added, Vol.8, No.2, Maret-Agustus 2012. 28

Ahmadi. Ilmu Pendidikan....


152
mengikuti perkembangan masyarakat. Oleh karena itu, terdapat hubungan erat
antara keluarga dan masyarakat.28
Orang tua memiliki peran penting dalam keluarga, yaitu merawat, memelihara, dan
melindungi anak untuk disosialisasikan agar dapat mengendalikan diri dan
memiliki kemampuan sosial. Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang paling
utama, karena manusia lahir, dibesarkan, dan dididik di dalam keluarga agar dapat
menyerap nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh keluarga serta dilindungi dengan
kasih sayang. Anak akan meneladani dan meniru pola dan perilaku dari
keluarganya, sehingga yang pertama-tama dipelajari anak tentang kehidupan adalah
dari keluarga.213
Khairuddin dalam bukunya Sosiologi Keluarga menyatakan bahwa peran keluarga
dalam proses sosialisasi memiliki tiga tujuan yaitu penguasaan diri, nilai-nilai, dan
peran sosial.214 Penguasaan diri sangat penting dalam kehidupan baik di lingkungan
keluarga maupun masyarakat. Salah satu faktor utama dalam kemampuan
menyesuaikan diri di masyarakat adalah kemampuan untuk menguasai diri. Dalam
hal ini, seseorang harus mampu menahan keinginan yang tidak sesuai dengan
norma-norma yang berlaku. Selain itu, nilai-nilai dan peran-peran sosial juga
menjadi tujuan dari proses sosialisasi keluarga.
Keluarga memiliki beberapa fungsi, di antaranya adalah fungsi biologis sebagai
tempat kelahiran anak dan meneruskan keturunan, fungsi afeksi sebagai tempat
terjalinnya hubungan kasih sayang dan afeksi yang memunculkan keakraban,
keharmonisan, persaudaraan, dan rasa saling memiliki, serta fungsi sosialisasi
sebagai pola pelaksanaan penyerapan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh
keluarga.31
Keluarga memiliki peran penting dalam membentuk kepribadian anak. Seperti
dalam pepatah bahasa Jawa yang mengatakan “kacang ora ninggal lanjaran”,
artinya perilaku anak sebenarnya adalah cerminan dari keluarganya atau orang
tuanya. Keluarga memiliki ciri-ciri khusus seperti kebersamaan, dasar-dasar
emosional, pengaruh perkembangan, ukuran yang terbatas, posisi inti dalam
struktur sosial, tanggung jawab para anggota, aturan kemasyarakatan, sifat
kekekalan, dan kesetaraan.32

213 Hidayati. Konsep Integrasi...


214 Khairuddin. Sosiologi Keluarga. Yogyakarta:Liberty, 1997. Hlm 177. 31
Vembriarto. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT.Grasindo, 1993. Hlm 41-42 32
Khairuddin. Sosiologi Keluarga.....
153
Pendidikan keluarga adalah dengan menempatkan ibu dan bapak sebagai pendidik
kodrati.215 Di samping itu keluarga kerap kali ikut serta juga kakek dan nenek,
paman, dan tante, bahwa mungkin kakak sebagai orang dewasa yang langsung atau
tidak langsung menjalankan peranan juga sebagai pendidik. Hubungan
kekeluargaan yang intim dan didasari kasih sayang serta perasaan tulus ikhlas itu
merupakan faktor utama bagi para pendidik dalam membimbing anak-anak yang
belum dewasa di lingkungan keluarga masing-masing. Untuk itu orang tua harus
selalu memimbing anaknya sesuai dengan perintah Allah awt dalam Q.S Maryam
(19):55.
َّ ‫لهََ باِلص َّٰلو ِة َو‬
ًّ ‫الز ٰكو ِ ِة َوكَا َََ ِع ْنا َ َرب هَِ َم ْر ِضيا‬ ٗ َْ ‫َوكَا َََ يأ َ ُم َْ ُر ا َه‬
Artinya’ Dia selalu menyuruh keluarganya untuk (menegakkan) salat dan
(menunaikan) zakat. Dia adalah orang yang diridai oleh Tuhannya.
Dari uraian di atas pendidikan di lingkungan keluarga dalam upaya menjadikan
orang dewasa dan beriman harus mampu menyentuh isi kandungan al-Qur’an yang
jika dilihat dari pengelompokkan dari firman-firman Allah swt tersebut harus
meliputi.
a. Aqidah berupa ajaran tentang iman dan tauhid yang berkenaan dengan subtansi
kerohanian berupa keyakinan ke esaan Allah swt, yang tersirat dalam hati dan
di wujudkan dengan perbuatan.
b. Syariah yakni tentang hukum-hukum Allah swt yang berkaitan dengan tingkah
laku orang akan perintah dan larangan Allah swt.
c. Akhlak yakni tentang ketentuan-ketentuan Allah swt. dalam menjalankan
hubungan dengan sesama manusia dan dengan lingkungan sekitar.
Mendorong anak-anak bergaul dengan sesama muslim dan menghindari
persahabatan intim dengan orang kafir. Hindari anak menikah dengan orang yang
berlainan agama. Kemungkinan menikah menikah seperti itu dapat terjadi jika
benar benar diyakini bahwa setelah menyatakan dirinya masuk Islam , ada jaminan
bahwa dapat dibina menjadi muslim yang sejati.
Menurut penjelasan lebih lanjut, keberhasilan proses sosialisasi dapat diukur
dengan empat kriteria, yaitu: 1) kepuasan psikologis, di mana penyesuaian diri yang
berhasil akan memunculkan perasaan puas, sedangkan yang gagal akan
menimbulkan perasaan tidak puas dan kecewa, 2) efisiensi kerja, di mana
penyesuaian diri yang berhasil akan tercermin dalam kegiatan yang efisien,

215 Nawawi, Pendidikan Dalam Islam...


154
sedangkan yang gagal akan tercermin dalam kegiatan yang tidak efisien, 3) gejala
fisik, di mana penyesuaian diri yang gagal dapat menunjukkan gejala seperti sakit
kepala atau sakit perut, dan 4) penerimaan sosial, di mana penyesuaian diri yang
berhasil akan memperoleh reaksi positif dari masyarakat, sedangkan yang gagal
akan mendapat reaksi negatif dari masyarakat.216
2. Peranan Lingkungan Pendidikan Sekolah
Sekolah memainkan peran yang sangat penting setelah keluarga dalam hal ini.
Fungsinya adalah untuk membantu keluarga dalam menanamkan nilai-nilai
pendidikan pada anak-anak, terkait dengan sikap dan kepribadian yang baik serta
kemampuan yang cerdas, sehingga di masa depan mereka dapat menjadi anggota
masyarakat yang bermanfaat dan sesuai dengan aturan dan norma-norma yang
berlaku, sesuai dengan tujuan pendidikan seumur hidup.
Sekolah memiliki dua jenis lingkungan, yaitu lingkungan fisik dan non-fisik.
Sebagai lingkungan fisik, sekolah memiliki gedung permanen yang dilengkapi
dengan peralatan, serta terdiri dari guru sebagai orang dewasa yang menjadi seperti
orang tua di sekolah, siswa, pegawai yang melayani siswa, aturan yang menjamin
tata tertib warga siswa, tujuan pendidikan yang akan dicapai, dan proses
pendidikan. Sementara itu, sebagai lingkungan non-fisik, sekolah mempengaruhi
dan membina siswa melalui pengajaran, pembimbingan, dan pendidikan.
Dalam konteks non-fisik, sekolah berperan sebagai sistem sosialisasi yang
meminternalisasikan nilai-nilai budaya yang ada dalam masyarakat untuk
diterapkan oleh siswa. Hal ini bertujuan untuk membentuk sikap dan perilaku yang
baik sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Selain itu, fungsi
sekolah juga membantu mempersiapkan anak-anak agar memiliki pengetahuan,
keterampilan, dan keahlian yang berguna dalam memperoleh nafkah hidup di masa
depan.217
Selain itu, salah satu fungsi sekolah adalah untuk melanjutkan pendidikan yang
sebelumnya diperoleh dari keluarga. Tujuannya adalah agar peserta didik siap
menjadi warga masyarakat, bangsa, dan negara yang baik, bermoral, serta
bertanggung jawab. Diharapkan bahwa peserta didik akan dapat meningkatkan dan
memajukan pembangunan di semua bidang kehidupan, baik dalam skala nasional
maupun internasional. Dalam bukunya yang berjudul "Membenahi Pendidikan

216 Hidayati. Konsep Integrasi...


217 Hidayati. Konsep Integrasi...
155
Nasional", Tilaar menyatakan bahwa proses pendidikan pada dasarnya adalah
proses transmisi kebudayaan. Proses transmisi ini mencakup proses imitasi,
identifikasi, dan sosialisasi. Imitasi merujuk pada peniruan perilaku yang terjadi di
sekitar lingkungan individu, namun proses imitasi tidak dapat berjalan sendiri tanpa
adanya model atau figur yang harus ditiru, oleh karena itu, proses identifikasi sangat
diperlukan.218
Proses identifikasi budaya terus berlangsung sepanjang waktu dan berakhir pada
tingkat kemampuan manusia. Setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda
dalam mengidentifikasi budaya, bergantung pada pengetahuan, pengalaman,
pendidikan, latar belakang keluarga, dan faktor lainnya.
Selanjutnya, nilai-nilai tersebut harus diterapkan secara sosial, yaitu diwujudkan
dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan yang lebih luas. Nilai-nilai yang
dibudayakan di sekolah haruslah sesuai dengan nilai-nilai yang diakui dan dihargai
oleh masyarakat sekitarnya.
3. Peranan Lingkungan Masyarakat dalam Pendidikan
Masyarakat memainkan peran penting dalam proses pendidikan karena mereka
adalah faktor kunci yang mempengaruhinya. Masyarakat diartikan sebagai
sekelompok manusia yang tinggal bersama di wilayah tertentu, dengan cara berpikir
dan bertindak yang relatif serupa, dan menyadari diri sebagai satu kesatuan.219
Pendidikan dalam masyarakat adalah proses yang berlangsung secara tidak sadar di
mana anak didik secara sadar atau tidak sadar mendidik dirinya sendiri untuk
mencari pengetahuan, pengalaman, dan memperkuat keyakinannya terhadap nilai-
nilai kesusilaan dan keagamaan dalam masyarakat.220
Pengaruh masyarakat terhadap pendidikan sangatlah signifikan, baik dalam tujuan
maupun praktiknya. Nilai-nilai yang diajarkan dan dibudayakan dalam pendidikan
harus sejalan dengan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat. Apa yang dianggap
penting dalam masyarakat juga harus dipelajari dan diaplikasikan dalam
pendidikan. Sebagai contoh, di daerah tertentu yang sering melakukan kegiatan
keagamaan seperti jamiyyah yasinan, tahlilan, barzanjian, dan manaqiban, maka di
sekolah juga akan diajarkan tentang kegiatan tersebut dan diwujudkan dalam
kegiatan ekstra kurikuler atau perayaan hari besar Islam dan sejenisnya.221

218 Tilaar. Membenahi Pendidikan Nasional. Jakarta:Rieneka Cipta, 2002. Hlm 54.
219 Muslimin. Ilmu Pendidikan. Kediri: Institut Agama Islam Tribakti, 2004. Hlm 61.
220 Zuhairi, dkk. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta:Bumi Aksara, 1991. Hlm 180.
221 Hidayati. Konsep Integrasi...
156
Bisa diartikan bahwa masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam proses
pendidikan, terutama dalam hal menanamkan dan mempertahankan nilai-nilai
tradisional dan budaya setempat. Nilai-nilai tersebut dapat dijadikan sebagai
sumber daya yang harus terus diperkaya dan dijaga agar sesuai dengan
perkembangan zaman. Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh
masyarakat dalam rangka memperkuat nilai-nilai tersebut harus didukung oleh
pendidikan formal di sekolah agar nilai-nilai tersebut dapat ditanamkan secara
konsisten dan terus-menerus kepada generasi muda.
4. Pembinaan Kerjasama antara Orang Tua, sekolah dan Masyarakat
Proses pendidikan yang dilakukan oleh ketiga lingkungan tersebut dapat di
kemukakan sebagai berikut, secara mental spiritual dasar-dasar pendidikan
diletakan oleh rumah tangga, dan secara akademik konseptual dikembangkan oleh
sekolah sehingga perkembangan pendidikan anak makin terarah. Betapa eratnya
kerjasama yang terpadu dari ketiga macam lingkungan pendidikan untuk membawa
anak kepada tujuan bersama, yaitu membentuk anak menjadi anggota masyarakat
yang baik untuk bangsa, negara, dan agama.
Pada masyarakat tradisional pendidikan cukup dilaksanakan di lingkungan keluarga
dan masyarakat saja. Akan tetapi, dalam masyarakat modern, keluarga tidak dapat
memenuhi semua kebutuhan dan aspirasi pendidikan bagi anakanaknya baik
menyangkut pengetahuan, sikap, maupun keterampilan untuk melaksanakan
peranannya di dalam masyarakat. Dengan demikian, sekolah dan masyarakat
berfungsi untuk melengkapi pendidikan yang tidak bisa diberikan keluarga. Namun
demikian, tidak berarti bahwa keluarga dapat melepaskan tanggung jawab
pendidikan bagi anak-anaknya. Keluarga diharapkan bekerja sama dan mendukung
kegiatan pendidikan di sekolah dan di masyarakat. Dalam melaksanakan
pendidikannya, sekolah perlu kerja sama dengan para orang tua peserta didik dan
masyarakat.
Dewasa ini, sekalipun pendidikan sekolah adalah penting,tetapi sekolah tidak
mampu memberikan keseluruhan kebutuhan pendidikan bagi peserta didiknya, juga
belum mampu menampung seluruh anak usia sekolah. Bahkan dalam kontek belajar
9 tahun, pendidikan di dalam masyarakat seperti Kejar Paket A dan Kejar Paket B,
merupakan pengganti pendidiksn SD dan SMP. Dengan demikian, antara

157
lingkungan pendidikan keluarga, sekolah dan masyarakat terdapat hubungan yang
erat dan saling melengkapi, baik berkenaan dengan kepentingan pendidikan bagi
peserta didik maupun dalam rangka pelaksanaannya.
Untuk menjalankan peran kepemimpinan secara memadai dalam rangka
mendorong keterlibatan orang tua yang konstruktif, kepala sekolah harus
memahami dan menerima hak orang tua untuk mengatur diri mereka sendiri
menjadi kekuatan kolektif untuk mempengaruhi perubahan; dan bahwa kepala
sekolah memiliki pengetahuan tentang strategi organisasi komite sekolah berkaitan
dengan apa yang harus didukung dan diizinkan untuk dikembangkan dalam konteks
kebijakan dan program sekolah. Sebagian besar orang tua siswa memiliki kesamaan
aspirasi tentang pendidikan anak-anak mereka, banyak yang memiliki kepedulian
yang sama tentang masalah pendidikan sekolah, dan banyak yang memiliki
keinginan kuat untuk terlibat langsung dalam meningkatkan kualitas program
pendidikan. Dengan demikian, tujuan utama dari peran kepala sekolah hendaknya
adalah membantu mengembangkan iklim sosial yang memaksimalkan kemampuan
orang tua dan guru untuk bekerja dalam kemitraan kreatif pada masalah-masalah
yang mempengaruhi kebutuhan pendidikan siswa.
Adapun tujuan utama partisipasi adalah untuk : (1) meningkatkan
dedikasi/kontribusi stakeholders terhadap penyelenggaraan pendidikan di
sekolahbaik dalam bentuk jasa (pemikiran/intelektualitas, keterampilan), moral,
finansial, dan material/barang, (2) memberdayakan kemampuan yang ada pada
stakeholders bagi pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, (3)
meningkatkan peran stakeholders dalam penyelenggaraan pendidikan di
sekolah,baik sebagai advisor, supporter, mediator, controller, resource linker, and
education provider, dan (4) menjamin agar setiap keputusan dan kebijakan yang
diambil benar-benar mencerminkan aspirasi stakeholders dan menjadikan aspirasi
stakeholders sebagai panglima bagi penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Dari
beberapa jenis partisipasi tersebut diharapkan dapat dikembangkan oleh sekolah,
sehingga partisipasi masyarakat dan orang tua murid terwujud secara optimal.
Dalam hal ini sekolah harus mampu menggali semua jenis partisipasi dari
masyarakat dan orang tua murid yang disesuaikan dengan kemampuan masing-
masing demi kelancaran program sekolah.
Dalam rangka menggalang partisipasi masyarakat dan orang tua, Depdiknas
mengemukakan bahwa sekolah dapat melakukan hal-hal berikut: (1) Melaksanakan
158
program-program kemasyarakatan seperti kebersihan lingkungan, membantu lalu
lintas dan sebagainya sehingga dapat menumbuhkan rasa simpati dari masyarakat,
(2) Mengadakan Open House yang member kesempatan orang tua maupun dan
masyarakat luas untuk mengetahui program dan kegiatan sekolah, (3) Mengadakan
bulletin sekolah, majalah atau lembar informasi secara berkala yang memuat
kegiatan dan program sekolah, (4) Mengundang tokoh untuk menjadi pembicara
atau Pembina dalam suatu program sekolah, (5) Membuat program kerjasama
sekolah dengan masyarakat seperti perayaan hari nasional dan keagamaan.
Mengingat bahwa salah satu kunci sukses sekolah dalam menggalang partisipasi
orang tua adalah menjalin hubungan yang harmonis, maka menurut Irwan (2010)
perlu diprogramkan beberapa hal sebagai berikut : (1) Melibatkan orang tua secara
proporsional dan profesional dalam mengembangkan perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi program sekolah, dan life skill (kecakapan/bekal hidup), (2) Menjalin
komunikasi secara intensif. Melalui upaya-upaya yang dilakukan pihak sekolah
diharapkan masyarakat dan orang tua murid dapat berpartisipasi aktif dan optimal
dalam proses pendidikan di sekolah. Sebagaimana yang sudah dijelaskan
sebelumnya bahwa upaya yang dapat dilakukan kepala sekolah dalam
meningkatkan partisipasi orang tua diantaranya : 1). Menjalin komunikasi yang
efektif dengan orang tua dan masyarakat; 2). Melibatkan masyarakat dan orang tua
dalam program sekolah; 3). Memberdayakan komite sekolah.

F. Kesimpulan
Tripusat pendidikan yang terdiri dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan
lingkungan masyarakat memainkan peran yang sangat penting dalam pembangunan
tatanan masyarakat. Lingkungan keluarga menjadi basis pertama dalam pendidikan
anak sebelum masuk ke sekolah, lingkungan sekolah berperan dalam memberikan
pengetahuan, keterampilan, dan keahlian yang dimiliki, sedangkan lingkungan
masyarakat ikut andil dalam pembentukan perilaku lewat norma dan kebudayaan yang
ada. Ketiga lingkungan tersebut saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain,
sehingga apabila satu lingkungan mengalami penurunan, maka akan memicu dampak
pada tahap pendidikan lainnya dan pada masyarakat secara keseluruhan. Namun,
apabila ketiga lingkungan tersebut memiliki bangunan yang kokoh antara satu dengan
yang lainnya, maka akan menjadikan sumberdaya manusia yang berkualitas.

159
160
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyati. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 1995.
Al munawwar, Agil Said. Aktualisasi Nilai-nilai Qurani Dalam Sistem pendidikan
Islam; -Cet1; -Jakarta; Ciputat Press, 2003
Buseri, Kamrani. Dasar, Asas, Dan Prinsip Pendidikan Islam. Edited by Ahmad Juhaidi. 1st
ed. Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2014.
Crain, William. Teori Perkembangan Konsep dan Aplikasinya Terj. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2007.
Daradjat, Zakiyah. Pendidikan Islam dalam Keluarga da Sekolah. Bandung: CV Ruhama,
1995.
Hasbullah. Dasar – Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers, 2012.

Hidayati, Nurul. “Konsep Integrasi Tripusat Pendidikan Terhadap Kemajuan Masyarakat”,


dalam Jurnal Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam, Vol. 11, No. 1, Februari
2016
Ilmi, Darul, Pendidikan Karakter Berbasis Nilai-Nilai Kearifan Lokal Melalui Ungkapan
Bijak Minangkabau, ISLAM REALITAS: Journal of Islamic & Social Studies 1,
no. 1, 2015.
Irwan, Herdiana. 2010. Partisipasi Orang Tua Dalam Pelaksanaan Pendidikan.
(online).(http://Usepirwanherdiana.Blogspot.Com/2010/10/PartisipasiOrangTua-
Dalam-Pelaksanaan.Html)
Khairuddin. Sosiologi Keluarga. Yogyakarta: Liberty, 1997.
Maarifudin, PERAN TRI PUSAT PENDIDIKAN (KELUARGA, SEKOLAH, DAN
MASYARAKAT) DALAM UPAYA PENGEMBANGAN SUMBER DAYA
MANUSIAYANG BERKUALITAS, Jurnal ELHAMRA: Kependidikan dan
Kemasyarakatan 2 Vol 2 , no. 1, 2017
Muslimin. Ilmu Pendidikan. Kediri: Institut Agama Islam Tribakti, 2004.
Nata, Abuddin. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.
Nawawi, Hadari,;Pendidikan Dalam Islam;-Cet.1 ,-Surabaya; Al-Ikhlas, 1993.
Pidarta, Made. Landasan Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Prihantoro, Agung. “Peningkatan Kinerja Sumber Daya Manusia Melalui Motivasi,
Disiplin,
Lingkungan Kerja, Dan Komitmen”, dalam jurnal Value Added, Vol.8, No.2, Maret–
Agustus 2012.
Purwanto, M. Ngalim. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset
Bandung, 2000.

Sholikhah, Aas Siti. “Teori-Teori Pendidikan.” Jurnal Edukasi Islami Jurnal


Pendidikan Islam 7, no. 1, 2018.
Surya, Mohammad. Psikologi Guru: Konsep Dan Aplikasinya. Bandung: ALFABETA CV,
2014.
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Edited by Tjun Surjaman.
11th ed. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014.
Tilaar. Membenahi Pendidikan Nasional. Jakarta: Rieneka Cipta, 2002.
Tirtaraharja, Umar dan Lasula, Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 1998.
Undang-undang Nomor 20 Tahun2003, Sistem Pendidikan Nasional Vembriarto.
Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT. Grasindo, 1993.
161
Wahyu Ms. Wawasan Ilmu Sosial Dasar. Surabaya: Usaha Nsional, 1986.

Wardani, Kristi. “PERAN GURU DALAM PENDIDIKAN KARAKTER KI HADJAR

DEWANTARA.” In Proceedings of The 4th International Conference on Teacher


Education; Join Conference UPI & UPSI Bandung, Indonesia, 8-10 November
2010, 8–10. Bandung: UPI & UPSI Bandung, 2010
Zuhairi, dkk. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1991.

162
BIOGRAFI

PENULIS

Nama Lengkap : Muhammad Riyas Amir


NIM : 2203038027
TTL : Jakarta, 17 Maret 2000
Jurusan : S2 Manajemen Pendidikan Islam
Fakultas : Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas : Pascasarjana UIN Walisongo

Saya adalah mahasiswa aktif dalam program S2 Manajemen Pendidikan Islam di Pascasarjana
UIN Walisongo Semarang. Mata kuliah Kepemimpinan Strategis Pendidikan, merupakan mata
kuliah yang sudah saya tempuh pada semester 2, ketika saya mengikuti dua mata kuliah
tersebut, beberapa ilmu dan pengalaman yang disampaikan dari dosen ataupun dari teman-
teman kami membuat kesan yang tidak pernah lupakan dimana ketika dikelas kami aktif
berdiskusi dan saling memberikan pengalaman yang dapat menjadi suatu motivasi dalam
menguasai dua mata kuliah tersebut, dan dosen kami selalu memberikan motivasi untuk kami
dan bisa membuat suasana yang disenangi oleh teman teman kami. Adapun dosen kami dalam
mengajar mata kuliah Kepemimpinan Pendidikan yaitu Prof. H. Dr. Fatah Syukur, M.Ag, dan
Prof. H. Dr. Mustaqim, M.Ag.

163
Nama : Rizal Fikri Firmansah
TTL : Banyumas, 20 Agustus 2001
NIM : 2203038034
Jurusan : S2 Manajemen Pendidikan Islam
Fakultas : Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas : UIN Walisongo Semarang

Dalam dunia pendidikan yang terus berkembang, pengetahuan tentang kepemimpinan


efektif yang berkualitas menjadi sangat penting. Kepemimpinan yang efektif mampu
mempengaruhi arah dan tujuan institusi pendidikan. Hal tersebut menjadi fondasi yang kuat
dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang optimal, yang pada gilirannya akan
memberikan dampak positif bagi siswa, guru, dan seluruh sistem pendidikan.

164
Nama lengkap : Achmad Sidik
Tanggal lahir : 31-12-1987
Tempat tinggal : Bengkulu
Instagram : @Ach_Sidik
Kesan/Saran mengikuti mata kuliah kepemimpinan, Menambah wawasan dan sudut pandang
yang luas

165
Nama lengkap : Asa Qubaila Sitta Zidna Rizqia
Tanggal lahir : 25 Agustus 2000
Tempat tinggal : Pemalang
Instagram : @asaqub_

Kesan/Saran mengikuti mata kuliah kepemimpinan. Sebagaimana pengalaman adalah guru


terbaik, maka belajar dan menuntut ilmu adalah referensi terbaik

166
Nama Lengkap : MUHAMMAD
TTL : Banjarmasin Kalimantan Selatan, 10 Februari 1991.
Selesai dari Sekolah Dasar di tahun 2003, melanjutkan pendidikan ke Pondok Pesantren Al
Falah Banjarbaru selama 7 tahun. Seusai tamat dari dari pesantren pada tahun 2010,
mendapatkan beasiswa S1 PBSB (Program Beasiswa Santri Berprestasi) dari Kementerian
Agama di UIN Sunan Ampel Surabaya pada program studi Ahwal Al Syakhsyiyyah Fakultas
Syariah. Setelah menyelesaikan Pendidikan S1 di tahun 2014 kemudian kembali mengajar di
Pesantren asal dan juga sempat bekerja di beberapa lembaga pendidikan dan BAZNAS (Badan
Amil Zakat Nasional) Provinsi Kalimantan Selatan. Pada tahun 2022 hingga sekarang
mendapatkan kesempatan untuk lanjut Studi S2 dengan Beasiswa LPDP Kemenag pada
program studi Manajemen Pendidikan Islam di Fakultas Ilmu Pendidikan dan Tarbiyah UIN
Walisongo Semarang.

167
Nama lengkap : Zuhairina Lailatul Izzah
Tanggal lahir : Batam, 01 Juli 1998
Tempat tinggal : Batam
Instagram : @Zuhairina__
Kesan/Saran mengikuti mata kuliah kepemimpinan : dosen yang super humble, bahagia, dosen
mudah dipahami ketika menjelaskan.

168
Nama Lengkap : Sofwan Farohi
NIM : 2203038021
TTL : Pemalang, 21 Juni 1990
Jurusan : S2 Manajemen Pendidikan Islam
Fakultas : Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas : Pascasarjana UIN Walisongo

Mata kuliah Kepemimpinan Strategis Pendidikan, merupakan mata kuliah yang saya tempuh
pada semester 2. Banyak pelajaran dan pengalaman yang didapatkan dari perkuliahan ini, baik
dari konsep, teori, dan praktik terkait Kepemimpinan Pendidikan serta memberikan
pemahaman yang bisa dipraktikkan dalam pengembangan kemampuan pendidikan Islam.
Berbagai diskusi dan tantangan mahasiswa yang kritis menjadikan pengalaman yang sangat
berharga dalam mengikuti mata kuliah ini, serta dukungan dari Prof. Dr. H. Fatah Syukur,
M.Ag, Prof. Dr. H. Mustaqim, M.Pd. dan bimbingannya yang memberikan kesempatan untuk
meningkatkan jaringan profesional dan juga penerapan konsep ke dunia nyata. Terimakasih.

169
Nama Lengkap : Alfina Masruroh
NIM : 2203038038
TTL : Pati, 28 April 2001
Jurusan : S2 Manajemen Pendidikan Islam
Fakultas : Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas : Pascasarjana UIN Walisongo

Saya adalah mahasiswa aktif dalam program S2 Manajemen Pendidikan Islam, yang memiliki
kewajiban untuk mengikuti kegiatan perkuliahan dengan mata kuliah yang telah ditentukan.
Mata kuliah Kepemimpinan Strategis Pendidikan, merupakan beberapa mata kuliah yang
ditempuh pada semester 2. Adapun mata kuliah tersebut, terdapat berbagai ilmu dan
pengalaman yang diperoleh baik melalui kegiatan diskusi, paparan dosen ataupun dari
pengkajian literatur terkait secara mandiri. Melalui berbagai kegiatan perkuliahan sehingga
terciptanya kesan pesan selama perkuliahan termasuk pada mata kuliah tersebut yang sulit
untuk dilupakan. Dimana mahasiswa aktif berdiskusi dan saling memberikan pengalaman yang
dapat menjadi suatu motivasi dalam menguasai mata kuliah tersebut, dan para dosen pun turut
memberikan dukungan dan arahan yang terbaik bagi para mahasiswa. Harapan saya setelah
menempuh perkuliahan ini mampu memahami teori serta dapat menerapkannya dalam lembaga
pendidikan sehingga dapat bermanfaat baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Adapun dua
dosen kami yang mengampu mata kuliah Kepemimpinan Pendidikan yaitu Prof. H. Dr. Fatah
Syukur, M.Ag, dan Prof. H. Dr. Mustaqim, M.Ag.

170
Nama : Muhammad Rifqi Alfatah
TTL : Depok, 29 Juli 2000
Jurusan : S2 Manajemen Pendidikan Islam
Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan keguruan
Universitas : UIN Walisongo Semarang

Mata kuliah Kepemimpinan merupakan mata kuliah baru bagi saya, saya merasakan bahwa
dua mata kuliah tersebut menjadi mata kuliah yang sangat penting dalam dunia pendidikan,
khususnya dalam manajemen pendidikan, dan saya sangat bersyukur dapat mempelajarinya,
sehingga harapannya dapat bermanfaat di kehidupan nyata.

171
Nama Lengkap : Maghfirotun Nisa’
NIM : 2203038039
TTL : Pekalongan, 15 Agustus 1998
Jurusan : S2 Manajemen Pendidikan Islam
Fakultas : Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas : Pascasarjana UIN Walisongo

Merupakan mahasiswa aktif di program Magister Manajemen Pendidikan Islam dengan


mengikuti mata kuliah “Kepemimpinan Pendidikan Strategis” dan “Pengawasan Pendidikan”
pada semester 2 yang diampu oleh Prof. Dr. H. Fatah Syukur, M.Ag dan Prof. Dr. H.Mustaqim,
M.Ag. Kedua mata kuliah tersebut menggunakan berbagai pengetahuan dan pengalaman, baik
dari kegiatan diskusi, ceramah oleh dosen maupun kajian pustaka mandiri. Berbagai kegiatan
berbicara dirancang untuk memberikan rasa pesan selama perkuliahan, termasuk dua mata
kuliah yang sulit untuk dilupakan. Di sana, mahasiswa secara aktif berdiskusi dan berbagi
pengalaman yang dapat memotivasi mereka untuk menguasai kedua mata kuliah tersebut, dan
fakultas juga memberikan dukungan dan bimbingan terbaik kepada mahasiswa. Saya berharap
setelah menyelesaikan mata kuliah ini saya dapat memahami teori dan dapat menerapkannya
dalam lingkungan pendidikan untuk bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.

172
Nama Lengkap : Nur Afifa
NIM : 2203038037
TTL : Jepara, 31 Mei 2000
Jurusan : S2 Manajemen Pendidikan Islam
Fakultas : Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas : Pascasarjana UIN Walisongo

Saat ini, wanita yang sering disapa Afifa tersebut merupakan mahasiswi aktif dalam program
Magister Manajemen Pendidikan Islam di UIN Walisongo Semarang. Yang mana tentu masih
memiliki kewajiban untuk mengikuti kegiatan perkuliahan yang telah ditentukan, diantaranya
Kepemimpinan Strategis Pendidikan mata kuliah tersebut diampu oleh dosen yang tentunya
sangat kompeten di bidangnya, yaitu Prof. H. Dr. Fatah Syukur, M.Ag, dan Prof. H. Dr.
Mustaqim, M.Pd. Dari kedua mata kuliah tersebut, terdapat banyak ilmu, pengetahuan, serta
pengalaman yang didapatkan baik melalui kajian literatur secara mandiri, presentasi, diskusi,
bahkan dari paparan dosen, Dengan mengambil bagian dalam berbagai kegiatan perkuliahan,
saya memperoleh kesan tentang materi-materi kuliah, termasuk kedua mata kuliah tersebut
yang sulit untuk dilupakan. Di mana saya dan teman-teman lainnya ikut berpartisipasi dalam
diskusi aktif dan saling memberikan pengalaman yang dapat mendorong kita untuk
mempelajari kedua mata kuliah tersebut, dan para dosen yang bersangkutan turut serta
memberikan dukungan dan bimbingan yang terbaik. Setelah kuliah ini, saya berharap dapat
memahami teori yang telah dipelajari dan mampu menerapkannya dalam lembaga pendidikan
yang kelak bermanfaat baik bagi diri sendiri maupun orang lain.

173
Nama : Refina Henilalita
TTL : Cirebon, 17 April 2000
Jurusan : S2 Manajemen Pendidikan Islam
Fakultas : Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas : UIN Walisongo Semarang

Sebelumnya saya telah belajar tentang kepemimpinan, akan tetapi pada mata kuliah
kepemimpinan ini banyak sekali ilmu baru yang saya dapat khususnya dalam memimpin suatu
lembaga pendidikan. Saya sangat bersyukur bisa belajar dua mata kuliah ini semoga
kedepannya ilmu yang didapat bisa bermanfaat khususnya untuk saya dan umumnya untuk
masyarakat luas.

174
Saya Muhammad Azhar, lahir di Kuala Lemang pada tanggal 31 Desember 1993, saya
merupakan seorang tenaga pendidik di MAN 1 Indragiri Hilir, Provinsi Riau. Saya merasa
perlu untuk terus mengembangkan pengetahuan dan kompetensi dalam bidang pendidikan.
Oleh karena itu, dengan tekad yang kuat, saya memutuskan untuk melanjutkan pendidikan
magister dan kini menjadi mahasiswa Magister Manajemen Pendidikan Islam di Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Wali Songo Semarang. Saya merupakan
mahasiswa jalur Beasiswa Indonesia Bangkit Kementerian Agama - LPDP tahun 2022.

Selama masa studi di Magister Manajemen Pendidikan Islam, saya mempelajari mata kuliah
kepemimpinan strategis pendidikan Islam dan supervisi pendidikan Islam. Dari dua mata
kuliah ini, saya mendapatkan ilmu yang sangat berharga untuk diaplikasikan di lingkungan
pendidikan. Dengan demikian, saya berusaha menggali wawasan lebih mendalam mengenai
kepemimpinan yang efektif dan strategis dalam konteks pendidikan Islam. Setelah
menyelesaikan dua mata kuliah tersebut, kami diberi kesempatan untuk mengajukan
menerbitkan buku dengan judul "Menjadi Pemimpin Pendidikan yang Efektif dan Strategis".
Saya berharap buku ini dapat menjadi panduan bagi para pemimpin pendidikan masa depan,
terutama dalam lingkungan pendidikan Islam, untuk mencapai kesuksesan dengan pendekatan
yang berlandaskan pada nilai-nilai ke-Islaman, memajukan sistem pendidikan, dan
memberikan dampak positif bagi masyarakat dan generasi penerus.

175

Anda mungkin juga menyukai