Anda di halaman 1dari 15

Leadership & Innovation Perumahsakitan 

TUGAS KELOMPOK
INOVASI BUDAYA ORGANISASI

Dosen:
Dr. dr. A. Indahwaty Sidin, MHSM

Oleh:

Lucky Nosih K022211011


Fanny Ayu Permatasari K022211012
Andi Raisyiah Akrimah K022211013
Mayamariska Sanusi K022211014
Ratu Intania K022211015

PROGRAM STUDI MAGISTER ADMINISTRASI RUMAH SAKIT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021

PENDAHULUAN

Kepemimpinan memainkan peranan yang penting dalam organisasi.


Berhasil tidaknya suatu organisasi salah satunya ditentukan oleh sumber
daya yang ada dalam organisasi tersebut. Di samping itu faktor yang
sangat berperan penting adalah faktor kepemimpinan. Peran utama
kepemimpinan adalah mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan
yang tela ditetapkan.

Pengembangan organisasi merupakan suatu kegiatan mengadakan


perubahan secara berencana yang mencakup suatu diagnosa secara
sistematis terhadap organisasi. Seorang pemimpin harus ikut aktif dalam
mengatur pelaksanaan kegiatan usaha pengembangan organisasi.
Keberhasilan kegiatan usaha pengembangan organisasi sebagian besar
ditentukan oleh kualitas kepemimpinannya atau pengelola dan komitmen
pimpinan pucuk organisasi. Kepemimpinan merupakan suatu hal yang
seharusnya dimiliki oleh pemimpin organisasi. Efektivitas seorang
pemimpin ditentukan oleh kepiawaiannya mempengaruhi dan
mengarahkan para anggotanya.

Kalau dikaitkan dengan lingkungan yang ada, maka dalam


kepemimpinan saat ini sangat diperlukan kemampuan pemimpin untuk
menyesuaikan dengan perubahan. Kepemimpinan dan penyesuaian
terhadap perubahan yang ada merupakan tantangan terbesar masa kini
bagi seorang pemimpin.
1. Buat list mengenai praktek, sikap, dan kebiasaan/rutinitas yang
perlu ditinggalkan!

A. Praktik kepemimpinan yang perlu ditinggalkan


1) Kepemimpinan linear.

Kepemimpinan zaman dahulu memiliki hubungan hanya seperti


atasan dan bawahan, dimana atasan berlaku sebagai majikan, sehingga
bawahan hanya melakukan pekerjaan jika sudah mendapatkan perintah.

Di masa sekarang, cara memimpin seperti di atas tidak bisa


dilakukan lagi karena kini semua pihak harus berjalan bersama. Hal
tersebut disebabkan oleh perubahan, perkembangan teknologi, dan
inovasi digital yang bergerak semakin cepat secara eksponensial.

Kerja sama yang baik, kolaboratif, tangkas, analitis, kreatif, dan


inovatif mendefinisikan kepemimpinan masa sekarang. Jika di zaman
dahulu yang berpikir hanyalah si pemimpin dan yang lain tinggal
menjalankan, kini semua harus aktif terlibat dan bekerja sama, termasuk
dengan lini yang berbeda-beda. Pemimpin perlu merangkul serta
mendorong timnya untuk aktif dan juga menjadi contoh nyata bagi
mereka.

2) Hanya berorientasi pada tugas (task oriented)

Pemimpin yang dibutuhkan saat ini bukan yang hanya berorientasi


pada tugas saja (task oriented), melainkan juga ingin yang dapat
berorientasi pada orang-orang (people oriented). Para karyawan tidak
hanya diberikan training, tetapi juga disertai dengan adanya budaya
mentoring dan pengembangan diri melalui coaching. Pemimpin
memberikan feedback dan dukungan tidak hanya saat mencapai target,
tetapi juga saat tidak mencapai target.

Dibutuhkan pemimpin yang mengajak bukan hanya memerintah,


yang lebih banyak berempati daripada menghakimi dan lebih banyak
mendengar serta mampu membimbing dan mendorong anggota tim untuk
berkembang.

Oleh karena itu, gaya kepemimpinan yang cocok dengan situasi dan
keinginan para karyawan serta menjadi tren dalam waktu belakangan ini
yaitu gaya kepemimpinan dengan menggunakan teknik coaching atau
yang dikenal dengan istilah Coaching Leadership.

3) Kontrol anggota secara langsung

Dengan adanya kemajuan teknologi yang semakin pesat, kegiatan


dan pekerjaan tidak lagi selalu dilakukan secara langsung, tetapi lebih
sering secara virtual dan jarak jauh. Maka dari itu, pemimpin harus bisa
melakukan pengawasan dan kontrol jarak jauh atau virtual, tidak hanya
pengawasan atau evaluasi secara langsung. Jika pada era sebelumnya
kontrol dan pengawasan terhadap anggota tim relatif lebih mudah karena
berada dalam satu area kerja, sekarang pendekatan yang dilakukan pasti
akan berbeda dan menjadi tantangan baru. Pemimpin di era sekarang
harus jeli untuk dapat melihat dan beradaptasi terhadap perubahan ini.

4) Gagap teknologi

Perubahan zaman dibarengi dengan kemajuan teknologi yang


sangat pesat dan canggih. Teknologi hanya sebaik orang yang
menggunakannya, apakah teknologi tersebut mampu membawa dampak
baik bagi perusahaan atau tidak, semua itu sangat bergantung pada
orang-orang yang ada di dalamnya. Hal yang membedakan antara
pemimpin tradisional dengan digital leader adalah kapabilitasnya dalam
memanfaatkan teknologi, khususnya data dan teknologi informasi.

Melek digital adalah syarat wajib dalam digital leadership. Jika


sebelumnya teknologi informasi belum dimanfaatkan secara baik, di era
yang baru seorang pemimpin harus dengan cerdas memanfaatkan
teknologi yang berkembang demi memajukan organisasi. Memiliki orang-
orang yang fasih dengan teknologi adalah salah satu syarat untuk
mencapai tujuan perusahaan di era digital.

Jika seorang pemimpin tidak melek digital, bagaimana mungkin ia


paham akan peran teknologi dan bisa memanfaatkannya untuk mencapai
tujuan perusahaan? Meski demikian, bukan berarti seorang digital leader
harus bisa merakit komputer dan membuat software.

Selama bisa menggunakan teknologi yang digunakan oleh


perusahaan, hal tersebut sebenarnya sudah cukup. Pemimpin yang melek
digital juga lebih mudah dalam menentukan teknologi yang dibutuhkan. Ia
juga mudah beradaptasi dengan teknologi baru yang digunakan
perusahaan.

5) Terpaku pada hanya satu gaya kepemimpinan

Kepemimpinan dan penyesuaian terhadap perubahan merupakan


tantangan terbesar yang dihadapi pemimpin saat ini. Pemimpin harus
menggunakan gaya kepemimpinan yang paling efektif dalam
mempengaruhi persepsi bawahan mengenai tujuan yang ingin dicapai dan
cara untuk mencapainya.

Peranan seorang pemimpin dalam hubungan antar manusia dalam


bekerja sagat terkait dengan gaya kepemimpinan yang ditampilkannya.
Kepemimpinan yang efektif akan mendorong bawahan untuk mengubah
upaya menjadi kinerja. Pemimpin dalam organisasi yang berubah selalu
berhadapan dengan pilihan terhadap gaya kepemimpinan yang mana
yang tepat dan sesuai untuk diterapkan di organisasi.

Seorang pemimpin diharapkan dapat menampilkan gaya


kepemimpinan segala situasi tergantung kondisi dan situasi serta kepada
bawahan mana yang dipimpinnya. Seorang pemimpin yang hanya
menampilkan satu gaya saja akan kurang efektif. Selain itu diharapkan
seorang pemimpin tampil sebagai pemberi ilham dalam masa-masa sulit,
sehingga terpancar rasa keyakinan kepada pemimpin dalam diri bawahan.

6) Tidak memiliki kompetensi sebagai pemimpin

Kompetensi yang rendah pada pemimpin akan menyebabkan


karyawan kebingungan dalam mengembangkan organisasi. Mereka tidak
tahu harus bertanya kepada pihak mana saja ketika menghadapi berbagai
persoalan organisasi. Bahkan pemimpin telah menjadi bagian utama dari
permasalahan, bukan figur yang mampu menyelesaikan masalah.
Dampak pemimpin yang tidak mempunyai kompetensi terhadap kinerja
karyawan antara lain karyawan menjadi kebingungan, karena pemimpin
menyerahkan jalannya organisasi kepada karyawan. Fungsi pemimpin
adalah sekedar menjadi ’tukang stempel’ saja.

B. Sikap pemimpin yang perlu ditinggalkan


1) Pola pikir tetap (fixed mindset)

Pemimpin dengan fixed mindset akan menganggap bahwa


kemampuan seseorang akan selalu tetap di level yang sama. Pemimpin
zaman sekarang harus memiliki pola piker berkembang (growth mindset).
Pemimpin dengan growth mindset menganggap bahwa kemampuan
selalu bisa ditingkatkan. Pemimpin dengan fixed mindset sangat
berbahaya karena akan menyebabkan timnya tidak berkembang dan tidak
ada rasa percaya di sana.
Pemimpin dengan fixed mindset beranggapan bahwa tantangan
adalah sesuatu yang harus dihindari. Mereka akan cenderung menghindar
karena takut terlihat tidak bisa. Pemimpin seperti ini hanya akan hebat jika
dia mampu. Sementara itu, pemimpin dengan growth mindset percaya jika
tantangan justru merupakan peluang untuk berkembang. Mereka akan
terus mencoba walaupun tidak mampu hingga akhirnya bisa.

Reaksi ketika mendapatkan masukan juga berbeda. Fixed mindset


akan menyebabkan si pemimpin menjadi defensif, gemar mencari alasan,
bahkan menyalahkan pihak lain. Reaksi tersebut berbeda dengan
pemimpin dengan growth mindset yang akan menerima segala masukan
karena menganggap bahwa sekeras apapun masukan tersebut, akan
sangat bermanfaat bagi kebaikan organisasi ke depannya.

2) Mengambil keputusan berdasarkan intuisi dan diskusi

Seorang digital leader memiliki pendekatan yang sangat berbeda


dengan pemimpin tradisional. Dalam mengambil keputusan, seorang
digital leader tidak hanya bertumpu pada intuisi, asumsi, atau masukan
dari orang-orang yang dipercaya. Mereka juga menggunakan data dan
informasi untuk menentukan keputusan terbaik untuk organisasi, sehingga
pengambilan keputusan akan berdasarkan pada data dan informasi.

Dalam hal pemanfaatan teknologi dan data, digital leader adalah


otaknya. Apakah organisasi mampu mengolah data dan
memanfaatkannya untuk kemajuan perusahaan, semua itu sangat
bergantung pada digital leader yang memegang pucuk kepemimpinan.‍

3) Sulit berubah

Perubahan akan terus terjadi. Hanya saja, teknologi mempercepat


perubahan tersebut. Banyak perusahaan atau organisasi yang tenggelam
karena merasa bahwa semuanya akan baik-baik saja. Alih-alih
beradaptasi dan melakukan transformasi digital, banyak dari perusahaan
besar yang kukuh bertahan dengan gaya lamanya.

Perubahan perusahaan pada dasarnya ditentukan oleh


pemimpinnya. Jika pemimpinnya tidak mau berubah, sulit bagi
perusahaan untuk berubah. Ingat, saat ini perubahan terjadi jauh lebih
cepat dibanding sebelumnya. Karena itu, kemampuan adaptasi menjadi
salah satu skill wajib untuk menguasai digital leadership.

Agar perusahaan bisa bertahan dan berkembang, satu-satunya


pilihan adalah dengan merangkul perubahan tersebut. Seorang digital
leader harus kreatif. Ia harus terbuka dengan perubahan dan memiliki
dorongan kuat untuk berinovasi. Digital leader memahami bahwa inovasi
adalah harga mati. Jika organiasi berhenti berinovasi, pada saat itulah
posisinya akan terganti.

4) Puas dengan kemampuan yang ada

Kualitas seorang pemimpin tidak terbentuk dalam waktu semalam.


Ada proses yang harus dilalui untuk menguasai seni dalam memimpin
banyak orang. Bahkan untuk seorang pemimpin sekalipun, mereka harus
terus belajar hal-hal baru untuk bisa menjadi pemimpin yang relevan
dengan zaman.

Itulah kenapa seorang pemimpin tidak boleh berhenti belajar dan


terus mengembangkan dirinya. Kini siapapun memiliki kesempatan yang
sama untuk menjadi seorang leader, khususnya di era digital saat ini.

5) Tidak berani mengambil risiko

Pilihan tidak selalu antara baik dan buruk. Saat memimpin sebuah
oeganisasi, terkadang seorang pemimpin akan dihadapkan pada pilihan
yang sama-sama tidak enak, dan sama-sama memiliki risiko. Namun jika
tidak mengambil keputusan, konsekuensinya bisa jauh lebih buruk. Tidak
ada keputusan yang bebas risiko. Dalam setiap keputusan, pasti ada
risikonya. Namun, digital leader tidak hanya asal berani mengambil risiko.
Risiko yang diambil juga harus terukur.

Seorang pemimpin menghadapi rasa takut. Banyak orang yang takut


salah, takut terlihat tidak bisa, atau takut jika citranya rusak. Padahal
langkah orang-orang sukses di luar sana banyak yang diawali dengan
kegagalan. Karena itu, latihan dan terus mencoba itu penting untuk
mengubah kegagalan menjadi keberhasilan, sebab rasa takut hanya akan
menyebabkan organisasi berjalan di tempat tanpa adanya inovasi serta
pembaharuan.

6) Bimbang

Seorang pemimpin harus cepat dan tegas dalam mengambil


keputusan. Saat dihadapkan dengan situasi yang kurang menguntungkan,
maka seorang pemimpin harus bisa mencari pilihan-pilihan terbaik untuk
mencapai solusi. Sehingga, dapat terlahirlah kesepakatan bersama untuk
melakukan suatu perubahan demi mencapai perbaikan dari masalah yang
dihadapi.

7) Menjadi pengikut

Seorang pemimpin memang harus bisa mengikuti perkembangan


zaman. Namun mengikuti perkembangan zaman bukan berarti hanya
sekedar menjadi pengikut. Perlu diingat, pemimpin adalah seseorang
yang memimpin. Karena itu, ia harus memiliki kemampuan untuk
memimpin bawahannya.

Salah satu faktor yang menentukan apakah seorang pemimpin layak


diikuti atau tidak, semua itu bisa dilihat dari visi yang dimiliki. Seorang
pemimpin tidak boleh hanya sekedar mengikuti. Ia harus memiliki tujuan
sendiri atau visi yang ingin diraih.
Visi menentukan arah kemana perusahaan akan dibawa. Jika
seorang pemimpin tidak memiliki visi, tidak mungkin ia mampu
menentukan arah perusahaan. Pada akhirnya, perusahaan hanya akan
terombang-ambing tanpa arah. Memiliki visi hanyalah tahap awal.
Memilikinya saja tidaklah cukup. Seorang pemimpin juga harus bisa
mempengaruhi bawahannya agar mau bekerja sama untuk mewujudkan
visi tersebut. Di sinilah kemampuan seorang pemimpin dalam meyakinkan
bawahan sangat dibutuhkan.

Selain visi, seorang pemimpin juga harus memiliki strategi untuk


mewujudkan visi tersebut. Bagaimana tujuan perusahaan dapat diraih, hal
tersebut tentu membutuhkan strategi yang tepat. Transformasi digital juga
demikian. organisasi memang harus berubah agar bisa tetap relevan
dengan zaman. Namun agar perubahan tersebut dapat dilakukan dengan
lancar, seorang pemimpin harus bisa melibatkan budaya perusahaan.

8) Tidak peka

Seorang pemimpin juga dituntut mempunyai kepekaan yang tinggi


terhadap keadilan ketika berhadapan dengan karyawan, membuat suatu
kebijakan, atau membuat suatu keputusan. Ketika pemimpin kurang peka
terhadap rasa keadilan ini, maka karyawan akan merasa tidak puas.
Kepekaan yang rendah pada pemimpin juga tampak ketika karyawan
merasa kurang dihargai karena pemimpin tidak membelanya ketika pihak
ketiga (masyarakat / konsumen) mengeluh tentang produk organisasi.

Kurang pekanya pemimpin juga terjadi karena ia perfeksionis pada


hal-hal kecil sehingga hal-hal besar dan lebih penting justru terlewatkan.
Pemimpin yang tidak peka juga bisa berarti sering menjanjikan hal-hal
yang muluk (kenaikan gaji, promosi jabatan), namun selalu diingkarinya.
Rasa percaya karyawan ini juga dapat hancur ketika pemimpin sering
mengadu domba antar karyawan. Taktik adu domba dilakukan demi
mendapatkan karyawan yang paling setia pada pemimpin.
C. Kebiasaan/rutinitas pemimpin yang perlu ditinggalkan
1) Bekerja secara individu

Kepemimpinan efektif adalah ketrampilan managerial dalam


pelaksanaan kerja bersama. Seorang pemimpin diharapkan memiliki
kecakapan teknis maupun managerial yang profesional. Kecakapan teknis
tersebut sesuai dengan bidangnya, sedangkan kecakapan managerial
menuntut perannya dalam memimpin orang lain. Ketrampilan tersebut
terpancar dalam tindakannya seperti menyeleksi, mendidik, memotivasi,
mengembangkan sampai dengan memutuskan hubungan kerja.

Seorang pemimpin diharapkan bisa merangkul bawahannya dan


dapat menciptakan suasana kerja sama yang baik diantara anggota
organisasi demi kelancaran dan kemajuan organisasi.

2) Budaya yang menghambat kemajuan organisasi.

Menjadi seorang pemimpin harus memiliki kepekaan dan kecepatan


dalam pengambilan keputusan. Setelah disadari budaya yang ada malah
menghambat kemajuan organisasi, maka disusunlah seperangkat aturan
atau budaya baru. Ketika budaya tersebut akan diterapkan tentu
melibatkan keseluruhan karyawan perusahaan itu.

Budaya organisasi yang kuat mendukung tujuan-tujuan perusahaan,


sebaliknya yang lemah atau negatif menghambat atau bertentangan
dengan tujuan-tujuan perusahaan. Dalam suatu perusahaan yang budaya
organisasinya kuat, nilai-nilai bersama dipahami secara mendalam,
dianut, dan diperjuangkan oleh sebagian besar para anggota organisasi
(karyawan perusahaan). Budaya yang kuat dan positif sangat
berpengaruh terhadap perilaku dan efektivitas kinerja perusahaan.

Faktor penunjang utama tumbuh dan diamalkannya suatu budaya


organisasi/lembaga adalah kekuatan, kharisma, serta komitmen para
pimpinan organisasi/lembaga. Sedangkan faktor penghambat bagi tumbuh
dan diamalkannya budaya organisasi/lembaga adalah: (a) kuatnya
pengaruh budaya luar; (b) tidak atau kurang dipahaminya visi, misi, dan
tujuan organisasi oleh seluruh warga organisasi/lembaga; (c) rendahnya
rasa memiliki nilai-nilai budaya organisasi/lembaga para para warga
organisasinya; (d) rendahnya komitmen pimpinan dan anggota suatu
organisasi/lembaga untuk mengamalkan budaya organisasinya.

3) Pengembangan SDM yang tidak adaptif

Pengembangan organisasi menurut Fred Luthan dan Warren G


adalah pendekatan modern dalam manajemen terhadap perubahan dan
perkembangan organisasi dari sudut SDM, yang berhubungan dengan
segi pendidikan yang kompleks untuk merubah keyakinan, sikap, nilai-nilai
dan struktur organisasi, agar mampu mengadaptasi secara baik teknologi
baru, perubahan masyarakat yang dilayani, dan tantangan-tantangan di
dalam perubahan yang rumit tersebut.

Pengertian ini berpusat pada pengembangan SDM pada organisasi


dalam merespon perubahan. Hal ini dilakukan melalui pendidikan SDM
organisasi untuk merubah paradigma, sikap, nilai, serta prinsip kerja agar
individu menjadi lebih responsif dalam beradaptasi, memperbaiki,
menyempurnakan, serta mengembangkan struktur organisasi. Hasil dari
program ini adalah individu dengan kemampuan melayani yang bersifat
dinamis serta mampu melakukan antisipasi tantangan yang dapat muncul
dari berbagai tindak perubahan.

Seiring dengan perjalanan waktu dan perubahan zaman, model


struktur organisasi tradisional sudah mulai ditinggalkan. Sebaliknya, mulai
dibangun model sumber daya manusia, dimana model ini berupaya untuk
meningkatkan keleluasaan antara kedudukan yang berinteraksi. Pada
model ini, dibutuhkan anggota organisasi memiliki jalur informasi vertical
dan horizontal yang relevan.
4) Praktik Kepemimpinan “Korupsi”

Sejatinya, kepemimpinan tidak lepas dari istilah kekuasaan.


Kekuasaan yang dimaksud bersifat dominan. Era Reformasi ini, ternyata
masih banyak pemimpin yang menyalahgunakan kekuasaan dan
wewenangnya. Artinya, kekuasaan yang dimiliki pemimpin pada
hakikatnya untuk mencapai tujuan bersama justru malah digunakan untuk
tujuan pribadi dan kelompok tertentu. Indonesia, sampai hari ini masih
dihadapkan oleh persoalan- persoalan yang menyangkut penyalahgunaan
kekuasaan. Fakta korupsi merupakan contoh nyata yang dilakukan oleh
sebagian oknum pemimpin yang memiliki kekuasaan.

Kepemimpinan, Kekuasaan dan Korupsi saat ini, seakan- akan


mejadi senjata untuk meraih dan mewujudkan kepentingan diri
sendiri. Kasus – kasus korupsi di Indonesia sampai saat ini yang
melibatkan oknum – oknum pemimpin harus segera di akhiri. Sehingga
kepentingan bersama dalam ranah kepentingan masyarakat umum dapat
terwujud. Pemerintah dan Masyarakat harus bersinergi terus dalam
memberantas korupsi dan menyadarkan para koruptor. Dengan demikian,
Kepemimpinan dan kekuasaan yang sesungguhnya diharapkan oleh
seluruh rakyat Negara dapat tercipta serta terwujudnya Masyarakat Adil,
Makmur dan Sentosa (MAS).
PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan Focus Group Discussion yang telah kami lakukan,


maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yakni :

1. Praktik yang perlu ditinggalkan dalam konteks quantum leadership


yaitu : kepemimpinan linier, hanya berorientasi pada tugas (task
oriented), kontrol anggota secara langsung, gagap teknologi, terpaku
pada hanya satu gaya kepemimpinan, dan Tidak memiliki
kompetensi sebagai pemimpin
2. Sikap yang perlu ditinggalkan dalam konteks quantum leadership
yaitu : pola pikir tetap (fixed mindset), mengambil keputusan
berdasarkan intuisi dan diskusi, sulit berubah, puas dengan
kemampuan yang ada, tidak berani mengambil risiko, bimbang,
menjadi pengikut, dan tidak peka.
3. Kebiasaan/rutinitas yang perlu ditinggalkan dalam konteks quantum
leadership yaitu : bekerja secara individu, budaya yang menghambat
kemajuan organisasi, pengembangan SDM yang tidak adaptif,
praktik kepemimpinan “Korupsi”.

4. Bagian lucky dan dr.fanny

B. Saran

1. Sebaiknya dalam penyusunan makalah ini sumber referensi tidak


berasal dari internet sepenuhnya, melainkan bisa bersumber dari
textbook.
2. Dalam pelaksanaan focus discussion group, diharapkan seluruh
partisipan telah membaca bahan tentang topik yang akan
didiskusikan, agar pelaksanaan diskusi jauh lebih konkrit dan
terarah.
REFERENSI

 Chaeruman, U. A. (2020) ‘Leadership Zaman Now’.


 M Harafi Mulki, D. (2020) Pemuda dan Gaya Kepemimpinan di Era
Millenial. Edited by G. Prabaningrum. Yogyakarta: Buana Grafika.
 Luthfie, M. et al. (2017) ‘Interaksi Simbolik Organisasi Masyarakat
Dalam Pembangunan Desa’.
 Euis, O. (2008) ‘Kepemimpinan Yang Efektif Dan Perubahan
Organisasi Oleh : Euis Soliha dan Hersugondo Fakultas Ekonomi
Universitas Stikubank Semarang’.
 Deloitte, I. (2019) ‘Generasi Milenial dalam Bagi Sumber Daya
Manusia Indonesia atau Ancaman’, Generasi Milenial dalam
Industri 4.0: Berkah Bagi Sumber Daya Manusia Indonesia atau
Ancaman, (edisi pertama September), pp. 25–36.
 Budiati, I. et al. (2018) ‘Profil Generasi Milenial Indonesia’, pp. 1–
153.
 Shinta, A, et.al. (2015). Belajar Menjadi Pemimpin Baik dalam
Organisasi dengan Kepemimpinan Buruk. Seminar Psikologi &
Kemanusiaan, pp. 37-45.
 Erhamwilda. (2005). Mengubah Budaya Kerja Sebagai Upaya
Meningkatkan Kualitas Bangsa. LKTI Unisba. 21(4). pp 578-589.

Anda mungkin juga menyukai