Anda di halaman 1dari 18

MANAJER SEBAGAI PEMIMPIN

DOSEN PENGAMPU:
Dra. Anis Siti Hartati, M.Si.

DISUSUN OLEH:
Kelompok 12
Isnani Nur Fadlilah (142220333)
Khusnul Annisa Herawe (142220334)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
YOGYAKARTA
2022
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.................................................................................................................. i

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ iv

1.3 Tujuan ............................................................................................................................... iv

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pemimpin dan Kepemimpinan ......................................................................................... 1

2.2 Teori-teori Awal Kepemimpinan ..................................................................................... 1

2.3 Tiga Teori Kontigensi Utama tentang Kepemimpinan .................................................... 4

2.4 Pandangan Kontemporer tentang Kepemimpinan ........................................................... 7

2.5 Persoalan Kontemporer yang Mempengaruhi Kepemimpinan ....................................... 9

BAB III STUDI KASUS ................................................................................................................ 12

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seorang manajer adalah seseorang yang mempunyai wewenang untuk
memerintah orang lain. Seseorang yang di dalam menjalankan pekerjaannya, untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan, menggunakan bantuan orang lain. Dengan
demikian ia perlu memimpin para karyawan. Tidak setiap orang yang ditunjuk menjadi
seorang pemimpin bisa menjalankan pekerjaannya dengan baik. Tidak setiap pemimpin
bisa menjadi pemimpin yang baik. Setiap pemimpin mempunyai kewajiban untuk
mencapai tujuan organisasi dan memberikan perhatian terhadap kebutuhan para karyawan
di bawahnya.

Keberhasilan dalam mengelola suatu organisasi tidak lepas dari faktor


kepemimpinan dan sikap bawahan dalam melaksanakan tugas mencapai tujuan
organisasi. Gaya kepemimpinan (leadership style) menggambarkan perilaku manajer
dalam menghadapi atau berinteraksi dengan situasi. Dalam situasi kelompok yang
bagaimanapun sifatnya, akan terdapat unsur-unsur kepemimpinan ini. Mulai dari tingkah
laku, sikap, cara kerja dan, cara berfikirnya, masing-masing orang yang tergabung dalam
kelompok mempunyai corak yang tergabung dalam kelompok mempunyai corak yang
berbeda-beda.

Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh


seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain, seperti
yang ia lihat. Dalam kenyataannya para pemimpin dapat mempengaruhi moral dan
kepuasan kerja, keamanan, kualitas kehidupan kerja, dan terutama tingkat prestasi suatu
organisasi. Para pemimpin juga memainkan peranan kritis dalam membantu kelompok,
organisasi, atau masyarakat untuk mencapai tujuan mereka. Akan tetapi, gaya
kepemimpinan seseorang baru dapat berfungsi dengan efektif bila mana terdapat kerja
sama antara si pemimpin dan si terpimpin. Bila mana tidak ada kerja sama saling
membantu di antara mereka maka dengan mudah timbul sikap menetang dari yang
terpimpin terhadap yang memimpin.

Adapun salah satu langkah penting yang dapat dan harus diambil oleh seorang
pemimpin adalah mempelajari situasi baru yang dihadapinya dan menyesuaikan teknik
dan gaya kepemimpinannya dengan situasi nyata yang dihadapinya. Fungsi gaya
kepemimpinan yaitu memandu, menuntun, membimbing, membangun, memberi atau

iii
membangun motivasi-motivasi kerja, mengemudikan organisasi, menjalin jaringan
komunikasi yang baik, memberikan supervisi/pengawasan yang efisien, dan membawa
para pengikutnya kepada sasaran yang ingin dituju sesuai dengan ketentuan waktu dan
perencanaan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Pengertian Pemimpin dan Kepemimpinan
2. Apa Saja Teori Awal tentang Kepemimpinan?
3. Apa Saja Teori Kontigensi tentang Kepemimpinan?
4. Apa Saja Pandangan Kontemporer tentang Kepemimpinan?
5. Persoalan Kontemporer Apa Saja yang Mempengaruhi Kepemimpinan?
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan Pemimpin dan Kepemimpinan
2. Mengetahui Teori Awal tentang Kepemimpinan
3. Mengetahui Teori Kontigensi tentang Kepemimpinan
4. Mengetahui Pandangan Kontemporer tentang Kepemimpinan
5. Mengetahui Kontemporer yang Dapat Mempengaruhi Kepemimpinan

iv
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pemimpin dan Kepemimpinan

Pemimpin dalam bahasa Inggris disebut “leader”. Kegiatannya disebut


kepemimpinan atau leadership. Dari kata dasar leader berarti pemimpin dan akar katanya to lead
yang terkandung beberapa arti yang saling erat berhubungan: bergerak lebih awal, berjalan di
awal, mengambil langkah awal, berbuat paling dulu, memelopori, mengarahkan fikiran-pendapat
orang lain, dan menggerakkan orang lain dalam pengaruhnya. Kesimpulannya bahwa, pemimpin
(leader) adalah seseorang yang dapat memengaruhi orang lain dan memiliki otoritas manajerial.

Sedangkan kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi kelompok ke arah


pencapaian tujuan. Owens mendefinisikan kepemimpinan sebagai interaksi antara satu pihak
sebagai yang memimpin dengan pihak yang dipimpin. Sedangkan James Lipham,
mendefinisikan kepemimpinan adalah permulaan dari suatu struktur atau prosedur baru untuk
mencapai tujuan-tujuan dan sasaran organisasi. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa,
kepemimpinan (leadership) merupakan proses memimpin sebuah kelompok dan memengaruhi
kelompok itu dalam mencapai tujuannya. Kepemimpinan adalah apa yang dilakukan pemimpin.
Karena memimpin merupakan salah satu dari empat fungsi manajemen, maka idealnya setiap
manajer harus menjadi pemimpin.

2.2 Teori-teori Awal Kepemimpinan

1. Teori Sifat Kepemimpinan

Fokus dar riset kepemimpinan pada tahun 1920-an dan 1930-an terletak pada
memahami sifat pemimpin yaitu, karakteristik yang dapat membedakan antara pemimpin dan
nonpemimpin. Sifat-sifat yang dipelajari adalah fisik, penampilan, golongan sosial, stabilitas
emosi, kelancaran berbicara, dan kemampuan bersosial. Peneliti kepemimpinan pada akhir
tahun 1940-an sampai pertengahan tahun 1960-an lebih berkonsentrasi pada jenis perilaku
yang diinginkan yang ditunjukkan pemimpin. Peneliti ingin mengetahui apakah ada keunikan
dalam hal yang dilakukan oleh pemimpin yang efektif atau dengan kata lain, dalam perilaku
mereka. Delapan sifat yang terkait dengan kepemimpinan:

1) Penggerak (drive)

Pemimpin memiiki keinginan yang relative tinggi terhadap keberhasilan, ambisius,


memiliki banyak energi, tidak kenal lelah dalam aktivitasnya, dan menunjukkan inisiatif.

2) Hasrat untuk memimpin (dasire to lead)

1
Pemimpin memilik hasrat yang kuat untuk memengaruhi dan memimpin orang lain
serta mau menerima tanggung jawab.

3) Kejujuran dan integritas (honesty and integrity)

Pemimpin membangun hubungan terpercaya dengan pengikutnya dengan cara jujur


dan tidak berkhianat, dan dengan menjaga konsistensi antara kata-kata dan perbuatannya.

4) Kepercayaan diri (self confidence)

Pengikut mencari pemimpin yang tidak ragu-ragu. Dengan demikia, para pemimpin
harus dapat menunjukkan kepercayaan diri agar dapat meyakinkan pengikutnya terhadap
keputusan dan tujuan yang harus dicapai.

5) Kecerdasan (intelligence)

Pemimpin harus cukup cerdas agar dapat mengumpulkan, menyatukan, menafsirkan


banyak informasi, dan mereka harus dapat menciptakan visi, memecahkan persoalan,
dan mengambil keputusan yang tepat.

6) Pengetahuan yang relevan mengenai pekerjaan (job-relevant knowledge)

Pemimpin yang efektif memiliki pengetahuan tingkat tinggi mengenai perusahaan,


industri, dan permasalahan teknis. Dengan pengetahuan yang mendalam, pemimpin
dapat membuat keputusan terbaik dan memahami implikasi keputusan tersebut.

7) Ekstraversi

Pemimpin adalah orang yang energik dan penuh semanga. Suka bergaul, tegas, dan
jarang sekali berdiam atau menarik diri.

8) Rawan terhadap rasa bersalah (proneness to guilt)

Rawan rasa bersalah berhubungan positif dengan efektivitas kepemimpinan karena


menghasilkan rasa tanggung jawab yang kuat untuk orang lain.

2. Teori Perilaku Kepemimpinan

Peneliti Dimensi Perilaku Kesimpulan

University of Lowa -Gaya demokratis: melibatkan Gaya demokratis adalah


karyawan, mendelegasikan gaya kepemimpinan yang
kewenangan, dan mendorong paling efektif walaupun
partisipasi. studi selanjutnya
menunjukkan hasil yang

2
bervariasi.
-Gaya autokrasi: mendikte
metode kerja, membuat keputusan
sepihak, dan membatasi
partisipasi.

-Gaya laisses-faire: memberikan


kebebasan kepada kelompok
untuk membuat keputusan dan
menyelesaikan tugas.

Ohio State University -Konsiderasi: memperhatikan ide High-high leader (memiliki


dan perasaan anggota grup. konsiderasi dan inisiasi
struktur yang tinggi) dapat
-Inisiasi struktur: membuat
mencapai kinerja dan
struktur kerja dan hubungan kerja
kepuasan karyawan yang
demi mencapai tujuan.
tinggi namun tidak dalam
semua situasi.

Universitas of Michigan -Orientasi pada karyawan: Pwmimpin yang


menekankan pada hubungan berorientasi pada karyawan
antarpribadi dan memenuhi diasosiasikan dengan
kebutuhan karyawan. produktivitas kelompok dan
kepuasan kerja yang tinggi.
-Orientasi pada produksi:
menekankan pada aspek tugas dan
teknis kerja.

Grid Manajerial -Perhatian terhadap orang: Pemimpin mengahasilkan


mengukur perhatian pemimin prestasi kerja terbaik
kepada bawahannya dengan skala dengan gaya 9,9 (perhatian
1 sampai 9 (rendah ke tinggi). tinggi terhadap produksi
dan orang).
-Perhatian terhadap
produksi:mengukur perhatian
pemimpin terhadap penyelesaian
pekerjaan (rendah ke tinggi).

3
2.3 Tiga Teori Kontigensi Utama Tentang Kepemimpinan

1. Model Fiedler

Model kontigensi Fiedler menjelaskan bahwa kinerja kelompok yang efektif


tergantung pada kesesuaian antara gaya kepemimpinan dan banyaknya kendali serta pengaruh
terhadap situasi itu. Fiedler menjelaskan bahwa faktor penting mencapai kesuksesan dalam
kepemimpinan bergantung pada gaya kepemimpinan dasar individual, baik berorientasi pada
pekerjaan maupun hubungan antarpribadi. Untuk mengukur gaya kepemimpinan, Fiedler
mengembangkan kuesioner rekan kerja yang paling tidak disukai (least-preffered
coworker – LPC). Jika pemimpin menggambarkan rekan kerja yang paling tidak disukai
dengan hasil yang relatif positif maka responden sebenarnya tertarik membina hubungan
antarpribadi yang baik dengan rekan kerjanya dan gaya yang dihasilkan adalah gaya yang
berorientasi pada hubungan (relationship oriented). Sebaliknya jika pemimpin
menggambarkan rekan kerja yang paling tidak disukai ini dengan hasil yang relatif kurang
baik, maka responden ini lebih tertarik pada produktivitas dan terselesaikannya pekerjaan,
maka gaya individu ini adalah gaya yang berorientasi pada tugas (task oriented).

Penelitian Fiedler mengungkapkan tiga dimensi kontigensi yang menentukan faktor-


faktor kunci situasonal terhadap efektivitas pemimpin.

a. Hubungan pemimpin – anggota: tingkat keyakinan diri, kepercayaan, dan rasa


hormat karyawan terhadap pemimpinnya; dinilai sebagai baik atau tidak baik.

b. Struktur tugas: tingkat di mana penugasan pekerjaan distrukturisasi dan difomulasi;


dinilai sebagai tingg atau rendah.

c. Kekuatan posisi: tingkat pengaruh seseorang pemimpin atas aktivitas seperti,


perekrutan, pemecatan, pendisipkinan, promosi, dan peningkatan gaji; dinilai sebagai
kuat atau lemah.

Kesimpulannya adalah pemimpin yang berorientasi pada tugas memiliki kinerja yang
lebi baik di situasi yang sangat menguntungkan dan paling tidak menguntungkan. Sebaliknya,
pemimpin yang berorientasi pada hubungan memiliki kinerja yang lebih baik pada situasi
yang cukup menguntungkan. Karena Fiedler menganggap gaya kepemimpinan indivudu
adalah tetap, hanya ada dua cara untuk memperbaiki efektivitas pemimpin. Pertama, dapat
mengusulkan pemimpin baru yang memiliki gaya yang lebih sesuai dengan situasi. Kedua
adalah mengganti situasi yang sesuai dengan pemimpinnya. Ini dapat dilakukan dengan
mengatur kembali pekerjaan; dengan meningkatkan atau menurunkan wewenang yang
dimiliki pemimpin atas beberapa faktor seperti: meningkatkan gaji, promosi, dan tindakan
disipliner; atau dengan memperbaiki hubungan pemimpin – anggota.

4
2. Teori Kepemimpinan Situasional Hesey dan Blanchard

Teori kepemiminan situasional (situasional leadership theory – SLT), yaitu teori


kontigensi yang berfokus pada kesiapan pengikutnya. Penekanan kepada para pengikut dalam
efektivitas kepemimpinan merefleksikan kenyataan bahwa pengikutlah yang menerima atau
menolak pemimpinnya. Kesiapan (readiness), didefinisikan oleh Hersey dan Blanchard
sebagai tingkat di mana orang memiliki kemampuan dan kemauan untuk menyelesaikan
pekerjaan tertentu.

Gaya kepemimpinsn menurut Hersey dan Blanchard

• Telling (tugas tinggi – hubungan rendah): pemimpin menentukan peranan karyawan


dan mengatur apa, kapan, bagaimana, dan di mana karyawan melaksanakan tugasnya.

• Selling (tugas tinggi – hubungan tinggi): pemimpin menunjukkan perilaku yang


mengarahkan dan mendukung.

• Participating (tugas rendah – hubungan tinggi): pemimpin dan pengikutnya


Bersama-sama membuat keputusan, di mana pemimpin memiliki peranan sebagai
fasilitator yang mrngarahkan dan mendukung.

• Delegating (tugas rendah – hubungan rendah): pemimpin kurang memberikan


pengarahan atau dukungan.

Empat tahap kesiapan pengikut model SLT:

• R1: orang tidak mampu dan tidak mau bertanggungjawab dalam melakukan suatu
pekerjaan.

• R2: Orang tidak mampu namun mau melakukan pekerjaan tertentu.

• R3: Orang yang mampu namun tidak mau memenuhi keinginan pemimpinnya.

• R4: Orang mampu dan mau melakukan pekerjaanyang diminta.

Teori kepemimpinan situasional memiliki daya tarik intuitif. SLT memahami


pentingnya pengikut dan mengembangkan logika bahwa pemimpin dapat menutupi
keterbatasan kemampuan dan motivasi yang dimiliki pengikutnya. Namun, upaya
penelitian untuk menguji dan mendukung teori ini secara umum sejauh ini ternyata
mengecewakan. Penjelasan yang paling masuk akal adalah ketidakkonsistenan internal
pada model dan juga permasalahan dengan metodologi penelitian.

5
3. Teori Jalur-Tujuan

Teori jalur – tujuan (path-goal theory) menyatakan bahwa tugas pemimpin adalah
membantu pengikutnya mencapai tujuan dan mengarahkan atau memberikan dukungan
sesuai kebutuhan untuk memastikan bahwa tujuan mereka sejalan dengan tujuan
kelompok atau organisasi. Teori ini mengambil elemen penting teori ekspektasi dari
motivasi. House berpendapat bahwa pemimpin bersifat fleksibel dan dapat menampilkan
satu atau seluruh gaya kepemimpinan manapun, tergantung pada situasi.

House mengidentifikasikan empat perilaku kepemimpinan:

• Pemimpin yang mengarahkan (directive leader): pemimpin memberitahukan kepada


bawahan apa yang diharapkan dari mereka, jadwal pekerjaan yang harus diselesaikan,
serta memberikan arahan tentang cara menyelesikan tugas

• Pemimpin yang mendukung (supportive leader): pemimpin menunjukkan kepedulian


terhadap kebutuhan pengikutnya dan bersifat ramah.

• Pemimpin yang partisipasi (participative leader): pemimpin partisipasi berkonsultasi


dengan anggota kelompok dan menggunakan saran dan ide dari mereka sebelum
mengambil suatu keputusan.

• Pemimpin yang berorientasi prestasi (achievement-oriented leader): pemimpin


menetapkan swkumpulan tujuan yang menantang dan mengharapkan pengikutnya
untuk berprestasi semaksimal mungkin.

Teori jalur-tujuan mengusulkan dua variabel situasi yang memoderasi hubungan


perilaku kepemimpinan – hasil, yaitu:

1. Variabel karakteristik lingkungan, yang berada di luar kendali pengikut. Meliputi:


struktur tugas, sistem otoritas formal, dan kelompok kerja. Faktor-faktor lingkungan
menentukan tipe perilaku yang dibutuhkan jika hasil dari pengikut/bawahan akan
dimaksimalkan.

2. Variabel karakteristik personal pengikut/follower. Meliputi: lokus kendali,


pengalaman dan kemampuan yang dirasakan. Karakteristik personal bawahan
menentukan bagaimana lingkungan dan perilaku pemimpin diartikan.

Teori ini mengemukakan bahwa perilaku pemimpin tidak dapat berjalan dengan
efektif jika perilaku itu sama dengan struktur lingkungan yang ditawarkan atau tidak sesuai
dengan karakteristik bawahan.

6
Penelitian terhadap model jalur-tujuan tidaklah berjalan dengan mudah. Sebuah
tinjauan terhadap penelitian-penelitian itu menunjukkan hasil yang belum meyakinkan.
Kesimpulannya, kinerja karyawan dan tingkat kepuasan sering kali dipengaruhi secara
positif ketika pemimpin memilih gaya kepemimpinan yang dapat mengimbangi
kekurangan yang dimiliki oleh karyawan atau komdisi pekerjan. Namun, jika pemimpin
menghabiskan waktu menerangkan pekerjaan yang sudah jelas atau ketika karyawan
memiliki kemampuan dan pengalaman untuk melaksanakan tugasnya tanpa gangguan,
karyawan dapat memandang perilaku mengarahkan ini menjad berlebihaan atau bahkan
melecehkan.

2.4 Pandangan Kontemporer Tentang Kepemimpinan

1. Teori Pertukaran Pemimpin-Anggota (LMX)

Teori pertukaran pemimpin-anggota (leader-member exchange LMX)


mengatakan bahwa pemimpin membuat in-group dan out-group, dan orang-orang di
kelompok orang dalam (in-group) akan memiiki peringkat yang lebih tinggi dalam kinerja,
sedikit perputaran, dan kepuasan kinerja yang lebih besar.

Sebuah studi LMX baru-baru ini menemukan bahwa pemimpin yang membangun
hubungan yang mendukung dengan bawahan utama dengan meneyediakan dukungan
emosi dan dukungan lainnya akan menghasilkan komitmen organisasi dari karyawan
tersebut, yang mengarah ke peningkatan kinerja karyawan. Ini mungkin tidak
mengherankan karena pemimpin menginvestasikan waktu dan sumber daya lainnya
kepada orang-orang yang mereka harapkan unttuk melakukan yang terbaik.

2. Kepemimpinan Transformasi-Transaksi

Pemimpin transaksi (transactional leader),yaitu pemimpin yang memimpin dengan


menggunakan pertukaran sosial atau transaksi. Pemimpin transaksi memotivasi
bawahannya untuk bekerja mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan memberikan
penghargaan atas produktivitas mereka. Sedangkan pemimpin transformasi
(transformational leader) – yang menstimulasi dan menginspirasi (transformasi) bawahan
untuk mencapai hasil yang luar biasa.

Kepemimpinan transaksi dan transformasi sebaiknya tidak dipandang sebagai


pendekatan yang saling bertentangan dalam menyeesaikan pekerjaan. Kepemimpinan
transformasi berkembang dari hasil kepemimpinan transaksi. Kepemimpinan transformasi
menghasilkan tingkat usaha dan kinerja karyawan yang jauh lebih baik daripada yang
dihasilkan oleh pendekatan transaksi saja.

7
Bukti yang mendukung keunggulan kepemimpinan transformasi terhadap
kepemimpinan transaksi sangat mengesankan. Peneliti menyimpulkan bahwa pemimin
transformasi dinilai lebih efektif, memiliki kinerja yang lebih tinggi, lebih dapat
dpromosikan daripada manajer transaksi san juga lebih sensitif secara pribadi. Selain itu,
bukti mengindikasikan bahwa kepemimpinan transformasi memiliki kaitan kuat dengan
perputaran karyawan yang lebih rendah serta tingkat produktivitas, tingkat kepuasan
pegawai, kreativitas, pencapaian tujuan, kesejahteraan bawahan yang lebih tinggi, dan
kewirausahaan korporat.

3. Kepemimpinan Karismatik-Visioner

Pemimpin karismatik (charismatic leader), yaitu pemimpin yang antusias dan


percaya diri dengan kepribadian dan tindakannya dapat mempengaruhi orang lain untuk
berperilaku dengan cara tertentu. Karakteristik pribadi pemimpin yang karismatik yaitu
pemimin karismatik memiliki visi, mampu mengartikulasi visi tersebut, bersedia
mengambil risiko untuk mencapai visi tersebut, sensitivitas terhadap kendala lingkungan
dan kebutuhan bawahan dan perilaku yang luar biasa. Pemimpin karismatik tidak selalu
dibutuhkan untuk mencapai tingkat kinerja karyawan yang tinggi. Kepmimpinan
karismatik dapat dikatakan paling tepat ketika pekerjaaan bawahan memiliki tujuan
ideologis atau lingkungannya memiliki tekanan dan ketidakpastian yang tinggi.

Kepemiminan visioner (visionary leadership) yaitu kemampuan dalam


menciptakan dan mengartikulasikan sebuah visi masa depan yang realistis, dapat
dipercaya, dan menarik sehingga dapat memperbaiki situasi. Visi organisasi sebaiknya
menawarkan perumpamaan yang jelas da menarik sehingga dapat mengetuk emosi dan
memberikan inspirasi kepada orang-orang untuk mencapai tujuan organisasi. Visi
seharusnya dapat menghasilkan kemungkinan-kemungkinan yang penuh inspirasi dan
unik, serta menawarkan cara baru dalam mengerjakan sesuatu yang lebih baik bagi
organisasi dan anggotanya. Visi yang telah diartikulasi dengan jelas dan memiliki
gambaran yang kuat dapat ditangkap dan diterima dengan lebih mudah.

4. Kepemimpinan Tim

Kepemimpinan samakin berperan dalam konteks tim serta semakin banyaknya


organisasi yang menggunakan tim kerja, peranan pemimpin dalam membimbing anggota
tim menjadi sangat penting. Pemimpin tim yang efektif harus dapat menyeimbangkan
antra waktu yang tepat untuk membiarkan timnya bekerja dan waktunya ikut campur.
Peneliti telah menemukan kesamaan tanggungjawab tertentu dari seluruh pemimpin. Hal
ini mencakup melatih, memfasilitasi, mengatasi permasalahan disiplin, meninjau ulang
kinerja individ dan tim, pelatihan, dan komunikasi. Namun, cara yang lebih bermakna

8
dalam menggambarkan tugas seseorang pemimpin tim adalah dengan focus pada dua
prioritas: (1) mengatur Batasan-batasan eksternal tim; dan (2) memfasiltasi proses tim.
Prioritas-prioritas ini membutuhkan empat kepemimpinan spesifik meliputi: menjadi
penghubung konsituen eksernal, memecahkan masalah, manajer konflik, dan pelatih.

2.5 Persoalan Kontemporer yang Memengaruhi Kepemimpinan

1. Mengelola Kekuasaan

a. Kekuasaan sah: kekuasaan yang dimiliki seorang pemimpin akibat posisinya di dalam
organisasi.

b. Kekuasaan paksaan: kekuasaan yang dimiliki seorang pemimpin untuk menghukum


atau mengendalikan.

c. Kekuasaan imbalan: kekuasaan untuk memberi upah yang positif.

d. Kekuasaan ahli: kekuasaan yang berdasarkan keahlian, keterampilan istemewa, atau


pengetahuan.

e. Kekuasaan rujukan: kekuasaan yang muncul karena sumber atau sifat pribadi
seseorang yang diinginkan.

2. Mengembangkan Rasa Percaya

Survei menunjukkan bahwa kejujuran selalu terpilih sebagai karakteristik nomor satu
dari pemimpin yang dikagumi. Selain jujur, pemimpin yang dapat dipercaya adalah orang
yang berkompeten dan dapat menginspirasi. Pemimpin harus mampu menyampaikan
keyakinan dan antusiasme mereka secara efektif. Rasa percaya didefinisikan sebagai
keyakinan di dalam integritas, karakter, dan kemampuan seorang pemimpin. Peneliti telah
mengidentifikasi lima dimensi yang mendasari konsep rasa percaya:

• Integritas: kejujuran dan kebenaran.

• Kompetensi: pengetahuan dan keterampilan teknis serta keterampilan antarpribadi.

• Konsistensi: dapat diandalkan, dapat diprediksi, dan penilaian yang baik dalam
menangani situasi

• Loyalitas:kemauan untuk melindungi seseorang, baik secara fisik maupun emosi.

• Keterbukaan: kemauan untuk berbagai ide dan informasi.

Peneliti telah membuktikan bahwa rasa percaya di dalam kepemimpinan sangat


berhubungan dengan hasil kerja yang positif, termasuk kinerja, perilaku kewargaan
organisasi, kepuasan kerja, dan komitmen terhadap organisasi. Cara membangun rasa

9
percaya diri yaitu: (1) mempraktikan keterbukaan; (2) adil; (3) katakana apa yang
dirasakan; (4) jujur; (5) menunjukkan konsitensi; (6) menepati janji; (7) menjaga
kepercayaan diri, dan (8) menunjukkan kompetensi.

3. Memberdayakan Karyawan

Pemberdayaan melibatkan peningkatan keleluasaan karyawan dalam mengambil


keputusan. Jutaan karyawan dan tim saat ini menetapkan keputusan yang mempengaruhi
pekerjaan mereka secara langsung. Mereka membuat anggaran, jadwal jumlah kerja,
mengendalikan persediaan barang, memecahkan masalah tentang kualitas, dan
melaksanakan aktivitas yang dulu dipandang sebagai tugas manajer.

Salah satu alasan mengapa banyak perusahaan memberdayakan karyawan adalah


kebutuhan terhadap pembambilan keputusan yang cepat oleh orang yang paling
mengetahui permasalahannya – sering kali adalah orang yang berada di tingkat bawah
organisasi. Alasan lainnya yaitu perampingan di dalam organisasi menciptakan rentang
kendali yang lebih lebar bagi manajer. Agar dapat menyesuaikan dengan peningkatan
tuntutan kerja, manajer harus memberdayakan karyawannya. Meskipun memberdayakan
karyawan bukanlah jawaban untuk semua permasalaham, namun ha ini dapat bermanfaat
jika karyawan memiliki pengetahuan, kemampuan, dan pengalaman untuk melaksanakan
tugas mereka dengan baik.

4. Memimpin di Berbagai Budaya

Kesimpulan peneliti tentang kepemimpinan adalah pemimpin yang efektif tidak


hanya memakai satu gaya. Mereka mengatur gaya sesuai dengan situasi. Budaya nasional
mempengaruhi gaya kepemimpinan karena budaya mempengaruhi bagaimana
pengikutnya memberikan respons, pemimpin tidak dapat memilih gaya kepemimpinannya
dengan acak. Mereka dibatasi oleh kondisi budaya kondisi budaya yang sebelumnya telah
diharapkan oleh pengikutnya.

Penelitian oleh tim GLOBE berkesimpulan bahwa, pemimpin bisnis yang efektif di
negara manapun diharapkan oleh karyawan mereka untuk memberikan visi yang kuat dan
proaktif untuk membimbing perusahaan menuju masa depan, memiliki ketrampilaan
motivasi yang kuat untuk menstimulasi semua karyawan untuk menepati visi dan
kemampuan perencanaan yang baik untuk membantu mengimplementasikan visi itu.
Beberapa orang mengatakan bahwa daya tarik universal dari karakteristik pemimpin
transformasi ini adalah karena tekanan terhadap teknologi dan praktik manajemen umum,
akibat persaingan global dan pengaruh multinasional.

10
5. Menjadi Pemimpin yang Efektif

Pelatihan pemimpin. Bukti menunjukkan bahwa pelatihan pemimpin akan lebih


sukses dengan individu yang memiliki tingkat pemantauan diri yang tinggi dibandingkan
yang rendah. Individu seperti ini fleksibel dalam menyesuaikan perilakunya pada situasi
yang berbeda. Selain itu, organisasi akan menemukan bahwa individu dengan tinngkatan
sifat yang disebut motivasi untuk memimpin yang tinggi akan lebih mudah menerima
kesempatan mengembangkan kepemimpinan.

Substitusi terhadap kepemimpinan. Beberapa gaya kepemimpinan akan selalu


terbukti efektif, apapun situasinya. Peneliti menunjukkan bahwa, di beberapa sitasi
perilaku yang ditampilkan oleh pemimpin tidak relevan. Dengan kata lain, bahwa individu,
pekerjaan, dan variabel organisasi tertentu dapat bertindak sebagai substitusi terhadap
kepemimpinan yang meniadakan pengaruh pimpinannya.

11
BAB III

STUDI KASUS

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Partisipatif Terhadap Kinerja Karyawan Melalui Motivasi


Kerja dan Kepuasan Kerja Pada PT Asri Motor

PT Asri Motor didirikan di Surabaya pada tahun 1984 dengan nama Trijaya Motor, didirikan
oleh pasangan suami istri, yaitu Bapak Aman Rasgiono dan Ibu Susanawati Tedjo. Nama Asri Motor
sendiri baru digunakan pada tahun 1985, yang bergerak dalam bisnis mobil bekas. Pada tahun 1988,
karena omzet terus meningkat serta penjualan yang sangat bagus, dealer mobil kenamaan Jepang,
TOYOTA, melantik Asri Motor menjadi authorized dealer. Maka dari itu, Asri Motor mengukuhkan
badan usahanya menjadi Perseroan Terbatas.

Pengaruh gaya Kepemimpinan Partisipatif terhadap Kepuasan Kerja

Hasil analisis PLS menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan partisipatif berpengaruh


signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan PT. Asri Motor. Koefisien estimasi yang dihasilkan
bernilai positif yang memiliki arti bahwa semakin baik gaya kepemimpinan partisipatif di PT. Asri
Motor, maka kepuasan kerja dari karyawan akan semakin meningkat secara nyata (signifikan). Dapat
ditarik kesimpulan bahwa gaya kepemimpinan memiliki dampak (pengaruh) yang nyata pada kepuasan
kerja karyawan. Pada pelaksanaan pekerjaan, gaya kepemimpinan di PT. Asri Motor secara umum juga
dipersepsikan baik oleh karyawan. Hal ini juga diketahui dari rata-rata jawaban secara keseluruhan
dengan kategori setuju (baik). Di sisi lain kepuasan karyawan PT. Asri Motor secara umum juga dapat
dikatakan tinggi, dimana rata-rata jawaban pada variabel kepuasan juga memiliki kategori setuju
(tinggi). Dari kedua kategori rata-rata ini dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan partisipatif
dapat menunjang kepuasan karyawan PT. Asri Motor.

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Partisipatif Terhadap Motivasi Kerja

Hasil analisis menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan partisipatif tidak berpengaruh


signifikan terhadap motivasi kerja karyawan PT. Asri Motor. Koefisien estimasi yang dihasilkan
bernilai positif yang memiliki arti bahwa semakin baik gaya kepemimpinan partisipatif di PT. Asri
Motor, motivasi kerja akan meningkat dengan peningkatan yang tidak signifikan. Pada praktek di
lapangan, karyawan PT. Asri Motor lebih termotivasi dengan adanya kerja sama secara kelompok
dengan rekan kerja. Koordinasi yang baik dengan sesama rekan kerja pada kelompok (misalnya: montir
bengkel) merupakan modal terpenting dalam memberikan pelayanan kepada konsumen. Hal ini
menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan partisipatif bukan merupakan hal utama bagi karyawan untuk
termotivasi, meskipun pada prakteknya gaya kepemimpinan tersebut juga memberikan dorongan

12
semangat bagi karyawan. Di sisi lain motivasi kerja karyawan PT. Asri Motor secara umum dikatakan
masih standar, dimana rata-rata jawaban pada variabel motivasi memiliki kategori cukup. Dari kedua
kategori rata-rata ini dapat disimpulkan bahwa tingginya gaya kepemimpinan partisipatif tidak dapat
menunjang motivasi karyawan PT. Asri Motor secara signifikan.

Pengaruh Gaya Kepemimpinan Partisipatif Terhadap Kinerja Karyawan

Hasil analisis menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan partisipatif berpengaruh signifikan


terhadap kinerja karyawan PT. Asri Motor. Koefisien estimasi yang dihasilkan bernilai positif yang
memiliki arti bahwa semakin baik gaya kepemimpinan di PT. Asri Motor, maka kinerja dari karyawan
akan semakin meningkat secara nyata (signifikan). Hal ini berdampak pada keputusan-keputusan yang
dibuat tidak secara sepihak tetapi secara partisipatif. Dapat ditarik kesimpulan bahwa aspek keterlibatan
dari karyawan untuk tujuan bersama akan memberikan dampak positif pada kinerja karyawan. Hal ini
sangat mungkin terjadi karena karyawan akan dapat dengan mudah memahami pekerjaannya karena
apa yang diputuskan juga merupakan buah pikiran dari karyawan yang bersangkutan yang pada
akhirnya dapat meningkatkan kinerja karyawan. Analisis deskriptif menunjukkan bahwa rata-rata
jawaban secara keseluruhan pada variabel gaya kepemimpinan di PT. Asri Motor secara umum
dipersepsikan baik oleh karyawan. Hal ini diketahui dari rata-rata jawaban secara keseluruhan dengan
kategori setuju (baik). Di sisi lain kinerja karyawan PT. Asri Motor secara umum juga dapat dikatakan
cukup baik. Dari kedua kategori rata-rata ini dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan partisipatif
dapat menunjang kinerja karyawan di PT. Asri Motor.

Kesimpulan

1. Hasil analisis Partial Least Square menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan partisipatif berpengaruh
signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan PT. Asri Motor. semakin baik gaya kepemimpinan
partisipatif di PT. Asri Motor, maka kepuasan kerja dari karyawan akan semakin meningkat. Secara
umum gaya kepemimpinan partisipatif di PT. Arri Motor dinilai baik oleh karyawannya, sehingga hal
ini dapat menunjang kepuasan karyawan PT. Asri Motor.

2. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan partisipatif tidak berpengaruh signifikan
terhadap motivasi kerja karyawan PT. Asri Motor. Hal ini menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan di
PT. Asri Motor bukan merupakan faktor utama yang dapat meningkatkan motivasi kerja dari karyawan.

5. Gaya kepemimpinan partisipatif berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan PT. Asri Motor.
Artinya semakin baik gaya kepemimpinan di PT. Asri Motor, maka kinerja dari karyawan akan semakin
meningkat.

13
DAFTAR PUSTAKA

Setiawan, A. (2017). Pengaruh gaya kepemimpinan partisipatif terhadap kinerja karyawan melalui
motivasi kerja dan kepuasan kerja. Agora, 5(2).
Stephen P. Robbins dan Mery Coulter, Manajemen, (Edisi Bahasa Indonesia Jilid 2/Edisi Kesepuluh),
PT. Indeks Group Gramedia, Jakarta, 2012.

14

Anda mungkin juga menyukai