Anda di halaman 1dari 5

PELATIHAN KEPEMIMPINAN TINGKAT II

ANGKATAN XXVI SULAWESI UTARA


( ESAY AGENDA II )

KEPEMIMPINAN DI ERA 4.0

Tanjung Silar ( Jiko )

EKO RUJADI MARSIDI,SKM.ME

NIP. 196812311990111006
KEPEMIMPINAN DI ERA 4.0

I. PENDAHULUAN
Suatu organisasi akan berhasil atau bahkan gagal sebagian besar ditentukan oleh
kepemimpinan. Suatu ungkapan yang mulia mengatakan bahwa pemimpinlah yang
bertanggung jawab atas kegagalan pelaksanaan suatu pekerjaan, merupakan ungkapan yang
mendudukkan posisi pemimpin dalam organisasi pada posisi yang terpenting, sehingga
diperlukan adanya strategi-strategi dalam mencapai tujuan organisasi.
Oberer dan Erkollar menawarkan sebuah model dalam mengidentifikasi gaya
kepemimpiunan dalam Era 4.0, meski tidak ada satu gaya kepemimpinan paling baik dalam
semua situasi, Kepemimpinan dalam era 4.0 berada dalam tantangan untuk mengambil
keputusan secara cepat, lintas hierarki, berorientasi tim, kooperatif, dengan focus pada
inovasi.
Dimana gaya Kepemimpinan Digital dianggap paling sesuai dengan kebutuhan
situasional karena mampu memahami bagaimana teknologi berdampak pada manusia serta
memahami model organisasi yang sesuai dengan kebutuhan sifat manusia ( Andi
Wijayanto.2022)
Seorang pemimpin digital memiliki kemampuan untuk menginspirasi anggotanya
untuk selalu berinovasi dan menemukan serta mempertahankan ide-ide (Maryati & Siregar,
2022) . Organisasi harus memiliki kesiapan untuk beradaptasi dalam menyambut
transformasi digital (Hadiono, Murti, & Nur Santi, 2021) .
Untuk membangun sebuah Organisasi yang bersaing Pemimpin di era digital harus
mampu mengubah mindset atau pola pikir tiap anggotanya yang ada di dalam organisasi
untuk mendorong terwujudnya budaya digital organisasi. Seorang pemimpin digital
memiliki kemampuan untuk menginspirasi anggotanya untuk selalu berinovasi dan
menemukan serta mempertahankan ide-ide (Maryati & Siregar, 2022).
Digitalisasi adalah keniscayaan yang tidak bisa ditolak kehadirannya, sehingga perlu
perhatian khusus dari setiap pemimpin dalam organisasi untuk memberi solusi bagaimana
menerapkan budaya digital demi meningkatkan keunggulan kompetitif suatu organisasi.
Digitalisasi tidak dapat dilakukan tanpa melakukan transformasi praktik organisasi dan
budaya di dalamnya (Duerr, Holotiuk, & Beimborn, 2018).
Pemimpin Digital juga harus menjadi Pemimpin yang Visioner dengan menciptakan
Enterpreneurship di dalam organisasinya sehingga organisasi akan lebih kompetitif dan
dinamis.
Organisasi perlu mengadopsi aspek kepemimpinan kewirausahaan dengan
menekankan pentingnya praktik kewirausahaan yang diadopsi di semua tingkat organisasi
untuk selalu berinovasi dan memberikan layanan terbaik dan selalu ada perbaikan dengan
memanfaatkan peluang, dan pembaruan diri terus menerus guna kesinambungan pelayanan
kepada public.
Untuk mencapai Visi yang di inginkan maka seorang pemimpin harus menguasai
tehnologi digital, mempunyai kemampuan kewirausahaan serta selalu meningkatkan
kemampuan organisasi dengan mengembangkan pengetahuan melalui proses belajar yang
berkesinambungan dan efektif.

II. ANALISA MASALAH


Persoalan kepemimpinan pada Era 4.0 adalah kemampuan pemimpin dalam
organisasi yang tidak mampu atau belum menguasai Tehnologi Informasi serta masih
melakukan Pendekatan kepemimpinan konvensional yang menjadi tidak efektif untuk
mengelola dan memimpin organisasi untuk mencapai tujuan organisasi, harus ada lompatan
dengan meningkatkan kemapuan dalam penguasaan tehnologi Informasi menuju
E leadership.
Perlu adanya Transformasi dalam organisasi untuk pelayanan Publik, khususnya
dalam pemerintahan, meskipun tidak mudah untuk melakukan transformasi itu. Penelitian
McKinsey bahwa 74 Persen upaya transformasi sector swasta gagal dan sector Publik 80
%, di kedua sector manusia merupakan factor penentu. Oleh karena itu Pemimpin harus
mampu memanfaatkan Tehnologi Informasi dan mampu membawa kewirausahaan
kedalam Organisasi sehingga organisasi mampu berinovasi, mampu memanfaatkan
peluang, mampu memobilisasi stakeholders dan mampu mengoptimalkan suber daya yang
terbatas.
Untuk mewujudkan organisasi yang adaptif dan dinamis yang di dukung dengan
sumber daya yang serta penguasaan tehnologi informasi yg maksimal maka perlu adanya
atau di bentuk organisasi pembelajar. Proses pembelajaran terjadi pada seluruh bagian
organisasi dengan tujuan tidak hanya agar dapat bertahan, namun agar bisa sukses (
Marquardt, 2012 )
Selanjutnya Marquardt (2012) juga menyebutkan bahwa ada beberapa alasan
mengapa organisasi pembelajar semakin diperlukan:
1. Semakin tingginya angka kekurangan keterampilan karena dunia pendidikan yang tidak
mampu menyiapkan tenaga kerja sesuai kebutuhan abad ke-21;
2. Berlipatnya perkembangan pengetahuan setiap 2-3 tahun;
3. Kompetisi global dari korporasi terkuat dunia;
4. Berlimpahnya terobosan teknologi baru dan canggih;
5. Kebutuhan besar organisasi untuk beradaptasi sesuai tuntutan perubahan
Meskipun demikian masih ada beberapa hal yang perlu diperhatikan tentang ketidak
mampuan belajar (learning disabilities) didalam organisasi secara keseluruhan atau pada
sub organisasi yang ada. Senge (1994) mengemukakan ada tujuh kondisi ketidakmampuan
belajar sehingga organisasi menjadi tidak mampu belajar dengan baik. Ketidakmampuan
belajar dalam organisasi ini seringkali tidak terdeteksi. tujuh learning disabilities yang
perlu diidentifikasi :
1. I am my position (hanya fokus pada pekerjaan dan jabatannya)
2. The Enemy is out there (kecenderungan untuk mencari kesalahan pada orang lain)
3. The Illusion of taking charge (saling menunggu dan berharap orang lain untuk
mengambil tanggung jawab)
4. The Fixation on events (terpaku dengan Peristiwa yang ada tanpa berpikir memprediksi
kejadian yang akan dating )
5. The Parable of the boiled frog (buruknya kemampuan adaptasi terhadap ancaman yang
datang secara bertahap )
6. The Delusion of learning from experience (Pembelajaran paling kuat adalah dari
pengalaman )
7. The Myth of the management team (anggota tim cenderung untuk berlindung pada dan
atas nama tim )
III. PEMECAHAN MASALAH DAN KESIMPULAN
Hampir satu dekade yang lalu, Maquardt (2002) sudah melihat pesatnya perubahan,
dan saat ini kita membuktikan bahwa perubahan tersebut terus terakselerasi. Kemajuan
teknologi informasi merupakan salah satu pemicunya, sehingga berkembang berbagai
teknologi komunikasi, dan berbagai teknologi lain yang mengubah drastis cara kerja
manusi
Jika organisasi tidak terus menerus beradaptasi dengan lingkungan melalui proses
belajar cepat dan efektif, maka ia akan mati. Singkatnya, perubahan dan kekuatan eksternal
menuntut adaptasi organisasi atau kemusnahan organisasi (Marquardt, 2002), sehingga
pemimpin harus melakukan adaptasi terhadap perubahan yang ada dengan melakukan
pembelajaran untuk meningkatkan pengetahuan guna mendorong individu atau kelompok
dalam organisasi untuk memahami dan mengerti serta mempraktekkan Tehnologi
Informasi untuk memaksimalkan pelayanan Publik agar mendapatkan kepercayaan Publik
sehingga keinginan untuk mencapai tujuan bisa tercapai.
Adaptasi terhadap perubahan teknologi digital berlangsung dalam empat
tahap (Kemenpanrb, 2021). Pertama, kesadaran atau awareness untuk melakukan
perubahan dengan memahami teknologi. kedua, merumuskan strategi dan rencana aksi
terkait teknologi yang dapat diterapkan pada proses transformasi digital. Ketiga, memilih
sumber daya manusia yang tepat untuk berkembang dalam perubahan teknologi yang
dilanjutkan dengan perubahan budaya kerja berbasis teknologi (budaya digital). keempat
adalah transformasi digital yang dapat dilakukan secara berkelanjutan dengan
mempertahankan budaya inovasi dan bekerja sama dengan komunitas digital.
Kesimpulannya bahwa untuk membentuk kepemimpinan yang strategis maka
pemimpin mampu memahami perubahan zaman di era 4.0 dengan penguasaan Tehnologi
Informasi untuk menghasilkan lompatan lompatan hasil kerja guna maksimalnya pelayanan
Publik. Pemimpin juga harus membawa konsep konsep kewirausahaan kedalam organisasi
agar tercipta manusia manusia yang mampu menemukan dan menciptakan inovasi dan
peluang yang memberi nilai tambah bagi organisasi, pemangku kepentingan, dan
masyarakat, untuk mewujudkan ini maka pemimpin bisa membentuk dan mendorong
terbentuknya organisasi pembelajar guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
organisasi.

Anda mungkin juga menyukai