0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
5 tayangan2 halaman
Pemimpin di era milenial dituntut untuk melek teknologi dan memiliki empati. Mereka harus mampu mengikuti perkembangan teknologi digital namun juga memahami dampaknya bagi masyarakat dan lingkungan sosial. Pemimpin ideal di zaman sekarang tidak hanya bijak tetapi juga mampu beradaptasi dengan dunia digital serta mencegah timbulnya kesenjangan sosial akibat penggunaan teknologi.
Pemimpin di era milenial dituntut untuk melek teknologi dan memiliki empati. Mereka harus mampu mengikuti perkembangan teknologi digital namun juga memahami dampaknya bagi masyarakat dan lingkungan sosial. Pemimpin ideal di zaman sekarang tidak hanya bijak tetapi juga mampu beradaptasi dengan dunia digital serta mencegah timbulnya kesenjangan sosial akibat penggunaan teknologi.
Pemimpin di era milenial dituntut untuk melek teknologi dan memiliki empati. Mereka harus mampu mengikuti perkembangan teknologi digital namun juga memahami dampaknya bagi masyarakat dan lingkungan sosial. Pemimpin ideal di zaman sekarang tidak hanya bijak tetapi juga mampu beradaptasi dengan dunia digital serta mencegah timbulnya kesenjangan sosial akibat penggunaan teknologi.
Pemimpin Harus Melek Teknologi dan Memiliki Empati
Oleh: Zanuba Salma Salsabila
Teknologi dan informasi berkembang secara pesat. Kini, seseorang hanya
perlu menjetikkan jari agar dapat menikmati hidangan dari restoran favorit dengan aplikasi pemesanan makanan online. Kita juga tidak perlu membawa uang tunai ke sana ke mari, karena hampir di semua toko telah tersedia Q-ris. Kemajuan teknologi dan informasi itu merupakan bagian dari perubahan dan tuntutan zaman yang harus dihadapi setiap orang, termasuk pemimpin. Seorang pemimpin di era milineal harus bisa mengikuti kemajuan teknologi dan informasi. Pemimpin yang gagap teknologi (Gaptek) dipastikan akan ketinggalan zaman di era milenial ini. Menurut sebuah survei media di Indonesia, rata-rata kaum milenial menghabiskan waktu delapan jam per hari untuk berinternet. Ketergantungan dengan internet ini memberi dampak positif bagi kalangan remaja, antara lain mengasah kreativitas, mempermudah pemenuhan kebutuhan, hingga memacu berinovasi. Hanya, penggunaan internet juga ada kalanya mendatangkan dampak negatif, salah satunya mengurangi kepekaan kita terhadap lingkungan sekitar. Generasi nunduk, begitulah julukan bagi generasi yang terlalu sibuk bermain gadget untuk berselancar di dunia maya. Teman-teman seangkatan saya misalnya, mereka tak pernah absen mengupdate media sosial namun lupa dengan kondisi sekittar dalam real life (RL) mereka. Padahal kemajuan teknologi ini seharusnya bisa menjadi senjata untuk menimbuhkan jiwa sosial penggunanya, antara lain dengan menggunakannya sebagai media penggalangan dana sosial, hingga pengumpulan beasiswa bagi mereka yang tak mampu bersekolah dengan biaya sendiri. Pemimpin di era milineal memiliki tuntutan yang berat. Mereka harus mempunyai mindset cerdas, kreatif, produktif serta komunikatif. Maka dari itu, pemimpin ideal di zaman sekarang tidak cukup memiliki karakter bijaksana, akan tetapi juga harus mampu beradaptasi dengan dunia digital saat ini. Mereka dituntut dapat mengoperasikan alat digital demi menjalin hubungan yang baik dengan anggota maupun pihak luar, namun di sisi lain harus bisa meredam dampak negatifnya seperti munculnya kesenjangan sosial. Menjadi sosok pemimpin yang baik tidaklah mudah. Banyak konsekuensi yang harus diterima pemimpin, serta harus memiliki tanggung jawab yang tinggi, berani mengambil risiko, dan bijak dalam mengambil keputusan. Ketika terjadi problem dalam kelompoknya, pemimpin tersebut harus cerdas menemukan solusinya walaupun terkadang bentuknya sederhana. Seperti kalimat yang cukup populer dari mantan presiden Amerika Ronald Raegan. Menurut Raegan, “Pemimpin yang besar belum tentu orang yang melakukan hal- hal besar. Dia adalah orang yang membuat orang melakukan hal-hal besar.” Dapat disimpulkan bahwa pemimpin harus mengatur dan mengarahkan anggotanya dengan baik. Untuk membangun jiwa pemimpin yang ideal ini tidaklah mudah, perlu adanya pengalaman dan keterampilan yang memadai dan telah diasah dengan baik. Pada hakikatnya semua manusia mempunyai jiwa kepemimpinan dalam dirinya, namun dalam mencapai visi misi sebagai pemimpin yang baik diperlukan skill yang sudah diasah serta pengalaman yang cukup guna membentuk jiwa pemimpin yang matang dan siap menghadapi tantangan dalam memimpin nantinya. Jika sudah mempunyai pengalaman yang memadai, tentunya tidak akan kaget menghadapi permasalahan dalam organisasi. Sebagai pelajar, mencari pengalaman ini bisa dilakukan dengan mengikuti organisasi dan kegiatan sosial di sekolah, contohnya adalah mengikuti OSIS. Melalui OSIS, saya sendiri banyak belajar hal-hal dalam kepemimpinan, seperti belajar untuk mencari jalan keluar dalam setiap masalah, belajar berkomunikasi dengan baik, belajar berpendapat, dan menghargai pendapat. Saya pun merasakan banyaknya manfaat dengan bergabung ke OSIS MAN 1 Boyolali. Setelah setahun bergabung dengan OSIS di madrasah, saya ingin menambah pengalaman dan meningkatkan skill leadership, yakni dengan mengikuti “Madrasah Student Leadership Award 2022”. Alasan saya mengikuti kegiatan ini adalah ingin mengembangkan skill kepemimpinan serta terjun langsung ke dalam komunitas yang lebih besar. Selain itu saya juga ingin berpartisipasi sebagai pemuda milenial yang kelak menjadi future leader. Dengan berbekal pengalaman yang sudah saya dapatkan ketika mengikuti berbagai organisasi di MAN 1 Boyolali, saya harap saya bisa memberikan kontribusi dan perubahan yang positif bagi madrasah, serta bangsa dan negara ini. Saya berjanji akan ikut aktif dan memberikan ide-ide positif serta belajar bersama mengenai kepemimpinan, supaya supaya skill leadership terasah sebelum nantinya saya akan terjun ke birokrasi dan menjadi pemimpin di masa mendatang.