Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

MANAJEMEN BUDAYA
Dosen : Wahyudi, SPd.,M.Ed

Nama : Alvionita Desnopa


Nim : 4202114049

POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK


AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK
PONTIANAK
2024
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan Karunia-nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini dengan tepat
waktu. Makalah ini membahas tentang Budaya organisasi dan Karyawan Generasi
Milenial (My Stupid Boss (2016) vs Karyawan Milenial).
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan
hambatan akan tetapi dengan bantuan berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya
mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Esa.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari
bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami
harapakan untuk menyempurnaan makalah selanjutnya.

Pontianak , 1 Februari 2024

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
• Gambaran dari ciri-ciri utama generasi milenial dalam konteks tenaga
kerja saat ini :
Sejalan dengan bonus demografis, generasi milenial memegang peranan yang
sangat penting karena jumlah usia produktifnya relatif besar sehingga memasuki
dunia kerja para milenial memiliki bermacam-macam profesi. Berdasarkan
wilayah dan kondisi sosial-ekonomi generasi milenial memiliki ciri utama yaitu
akrab dengan komunikasi, media dan tehnologi digital, sehingga generasi ini lebih
kreatif, inovatif, informative, mempunyai passon dan produktif dinbanding
generasi sebelumnya. Generasi milenial melibatkan teknologi dalam segala aspek
kehidupan, sebagai bukti dapat dipastikan hampir seluruh individu dalam
generasi ini menggunakan ponsel dan dari perangkat tersebut mereka mampu
melakukan apapun dari sekedar berkirim pesan, mereka bisa melakukan bisnis
online, mengakses situs pendidikan, memesan transportasi online hingga mampu
menciptakanberbagai peluang baru seiring dengan perkembangan teknologi yang
semakin mutakhir karena generasi ini mempunyai karakter yang terbuka dan
sangat reaktif terhadap perubahan lingkungan yang terjadi disekelilingnya
termasuk terbuka pandangannya dalam berpolitik dan ekonomi.
Generasi milenial ini lahir bersamaan dengan munculnya teknologi informasi
dan komunikasi yang membuat mereka mengenal pegawai, mengakses komputer
dan memiliki sosial media. Hal tersebut membentuk karakter yang kreatif dan
inovatif dalam pemanfaatan teknologi. Layaknya generasi lainnya, terdapat ciri
khas milenial di dunia kerja. Mulai dari ciri-ciri hingga ekspektasi karier milenial
di tempat kerja. Milenial memiliki serangkaian kebiasaan kerja, ini adalah ciri khas
milenial di tempat kerja:
1. Idealis :
Milenial sadar akan pentingnya corporate social responsibility (CSR) alias
tanggung jawab sosial perusahaan. Mereka cenderung memilih perusahaan
yang CSR-nya sejalan dengan idealismenya. Apabila milenial merasa bahwa
idealismenya sudah tidak sejalan dengan perusahaan, ia cenderung memilih
untuk meninggalkan perusahaan tersebut. Tak hanya itu, generasi milenial
juga lebih memilih untuk bekerja dengan bayaran yang tidak terlalu tinggi,
namun memiliki kontribusi yang besar pada dunia.
2. Beroikiran Terbuka :
Milenial adalah generasi adaptif, karena mereka memiliki pola piker yang
terbuka. Mereka cenderung mengabaikan latar belakang perbedaan budaya,
bahkan nama almamater. Hal yang penting bagi milenial adalah kreativitas dan
komunitas, selalu ingin bekerja sama dengan orang lain untuk mendapatkan
hasil yang maksimal, serta senang dengan siapapun yang bisa menyelesaikan
pekerjaan dengan baik.
3. Ramah Teknologi :
Bukan rahasia lagi bahwa milenial didunia kerja terampil dalam
menggunakan teknologi. Milenial tumbuh Bersama dengan teknologi, sehingga
cenderung senang memanfaatkan teknologi didunia kerja. Berkomunikasi
dengan bantuan internet, menggunakan computer, serta memanfaatkan
ponsel pintar adalah hal yang lumrah.
Generasi milenial memiliki peluang dan kesempatan berinovasi yang sangat luas
dan mempunyai kemandirian
➢ Secara ekonomi, sebagai buktinya adalah menjamurnya berbagai bidang usaha
di Indonesia diantaranya adalah bisnis atau usaha online baik disektor
perdagangan maupun sektor transportasi. Dengan inovasi ini generasi
millenneals memberikan konstribusi terhadap problem kemacetan di kota-
kota besar dengan memberikan solusi usaha transportasi online, disamping
juga memberikan dampak ekonomi yang sangat bermanfaat dan sangat besar
terhadap tukang ojek yang terlibat didalamnya. Dari sisi ekonomi yaitu dengan
hadirnya bisnis e-commerce karya generasi millenneals Indonesia mampu
memberikan fasilitas bagi generasi muda yang mempunyai jiwa wirausaha atau
enterpreniur untuk semakin berkembang pesat.
➢ Dari sisi pendidikan saat ini semakin tinggi kesadarana generasi muda untuk
melanjutkan sekolah kejenjang perguruan tinggi. Indonesia patut optimis
terhadap potensi yang dimiliki oleh generasi millennial karena generasi ini
lebih terbuka, bebas, kritis dan berani ditambah penguasaannya dibidang
teknologi semakin menumbuhkan peluang dan kesempatan untuk berinovasi.
Ciri lain yang membedakan antara generasi milenial dengan generasi lainnya
adalah dalam asek bekerja, Gallup menyatakan para milenial dalam bekerja
memiliki karakteristik yang jauh berbeda dibandingkan dengan generasi –
generasi sebelumnta, diantaranya adalah :
1. Para milenials bekerja bukan hanya sekedar untuk menerima gaji, tetapi juga
untuk mengejar tujuan (sesuatu yang sudah dicitacitakan sebelumnya),
2. Millenials tidak terlalu mengejar kepuasan kerja, namun yang lebih milenials
inginkan adalah kemungkinan berkembangnya diri mereka di dalam pekerjaan
tersebut (mempelajari hal baru, skill baru, sudut padang baru, mengenal lebih
banyak orang, mengambil kesempatan untuk berkembang, dan
sebagainya),Millenials tidak menginginkan atasan yang suka memerintah dan
Mengontrol,
3. Milenials tidak menginginkan review tahunan, millennials menginginkan on
going conversation,
4. Millenials tidak terpikir untuk memperbaiki kekuranganya, millenials lebih
berpikir untuk mengembangkan kelebihannya
5. Bagi millenials, pekerjaan bukan hanya sekedar bekerja namun bekerja adalah
bagian dari hidup mereka.

• Peran budaya organisasi dalam mempengaruhi karyawan generasi milenial:


Generasi milenial merupakan generasi yang lahir pada era 80-90an, sehingga
pada saat ini generasi milenial menjadi generasi yang paling dominan pada sebuah
perusahaan. Budaya organisasi dalam sebuah perusahaan harus mengikuti
perkembangan sesuai dengan generasi milenial saat ini. Budaya Organisasi
berpengaruh signifikan terhadap Motivasi Karyawan generasi milenial,
Kepemimpinan transformasional berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap Motivasi Karyawan generasi milenial, Motivasi milenial, Budaya
organisasi berpengaruh secara tidak signifikan terhadap kinerja Karyawan
generasi milenial, Motivasi memediasi hubungan antara kepemimpinan
transformasional dan kinerja Karyawan generasi milenial secara tidak signifikan.
Budaya Organisasi secara umum diartikan sebagai asumsi, kepercayaan dan
norma yang dimiliki anggota organisasi yang memberikan identitas terhadap
organisasi melalui kerja sama tim, optimisme, aliran informasi, keterlibatan
pegawai dan memfasilitasi komitmen kolektif organisasi dalam pelayanan, nilai-
nilai dan penghargaan. Perusahaan yang memiliki budaya organisasi yang baik
tidak hanya menuntut karyawan untuk bekerja demi pencapaian tujuan organisasi
atau perusahaan, melainkan juga memberikan fasilitas seperti pelatihan,
pengembangan karir karyawan, imbalan dan sebagainya.
Budaya organisasi suatu nilai-nilai umum, yang diterima dan dapat membantu
agar memahami sikap yang diterima dan tidak (Fattah, 2017). Budaya organisasi
tidak terlihat namun memberi pengaruh pikiran, perasaan dan tingkah laku orang
yang bekerja di suatu organisasi. Nilai-nilai dalam budaya organisasi memiliki
makna yang sama serta keyakinan tentang keberadaan organisasi dan perilaku
yang diharapkan dapat ditunjukkan oleh semua anggota (Afandi, 2016).
Menurut Robbins (2013) peran atau fungsi budaya di dalam suatu organisasi
sebagai berikut:
1. Budaya menciptakan pembeda yang jelas antara satu organisasi dengan yang
lain.
2. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
3. Budaya Mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas
daripada kepentingan diri individual seseorang.
4. Budaya merupakan perekat sosial yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
5. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang mebentuk sikap
serta perilaku karyawan.
Budaya yang kuat mengarah pada kesepakatan yang lebih tinggi dalam perilaku,
kekompakan, loyalitas, komitmen organisasi dan pengurangan turnover (Robbins,
2013). Dengan demikian budaya memiliki efek penting pada perilaku karyawan
seperti turnover intention (Bsomtwe dan Obeng 2018).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teknologi dan komunikasi
1. Gambaran Film My Stupid Boss (2016) dalam penggunaa teknologi dan
komunikasi ditempat kerja generasi milenial :
Film My Stupid Boss merupakan sebuah film Indonesia yang digarap oleh
produksi Falcon Pictures. Film ini diadaptasi dari Novel yang berjudul sama karya
Chaos@work. My Stupid Boss disutradarai dan naskah cerita juga ditulis oleh Upi
Avianto. Film ini menceritakan hubungan yang terjalin antara seorang atasan yang
konyol, lucu dan tampan dengan karyawatinya.
Dalam penggunaan teknologi dan komunikasi pada film ini di tempat kerja masih
sangat kuranng bagi generasi milenial. Beberapa elemen yang mungkin terlihat
dalam film ini seperti Penggunaan Gadget dimana Generasi milenial cenderung
menggunakan gadget untuk berkomunikasi dan bekerja. Dalam film, mungkin
terlihat penggunaan smartphone, untuk berkomunikasi antara bos dan para staff
hanya saja tidak adanya grup internal untuk para staff dan karyawan serta boss
untuk saling berkomunikasi. Dapat kita lihat pada saat ada meeting boosman
harus menelfon diana di jam 2 pagi. Penggunaan komunikasi antara boos dan
karyawan pabrik yang kurang karena, karyawan pabrik adalah karyawan illegal
dari beberapa negara yang tidak mengerti Bahasa Indonesia.
Dan untuk penggunaan teknologi di tempat bekerja masih sangat kuno yang
dimana karakter diana pada saat bekerja menjadi staff keuangan yang tidak
mencatat laporan keuangan di computer, tetapi harus mencatat manual dan tidak
adanya penggunaa program dan sistem yang memudahkan dalam pekerjaan.
Selain itu penggunan AC yang sudah kuno yang selalu rusak. Serta saat pegawai di
pabrik melaporkan mesin yang sering mati dan bermasalah, karena mesinnya
sudah tua.

2. Perbedaan dalam gaya komuniksi antara generasi milenial dan generasi


lainnya:
Komunikasi merupakan suatu yang penting bagi manusia, bahkan kualitas hidup
manusia ditentukan oleh pola komunikasi yang dilakukannya (Takariani, 2011).
Dahulu manusia lebih mengandalkan komunikasi tatap muka dalam
menyampaikan pesan kepada komunikan dalam kehidupan sosial. Seiring
berkembangnya teknologi internet begitu pesat, telah membawa perubahan
interaksi komunikasi dan tatanan komunikasi antarmanusia, yang tadinya lebih
mengandalkan komunikasi tatap muka kini bergeser ke arah penggunaan media
khususnya internet (Takariani, 2011).
Gen X memang sudah cukup familiar dengan teknologi, namun teknologi belum
menjadi pilihan berkomunikasi utama. Walaupun sudah beradaptasi dengan
teknologi, Gen X masih menganggap teknologi merupakan fasilitas pelengkap dan
masih mengandalkan pertemuan tatap muka sebagai sarana utama dalam
berkomunikasi secara formal.
Gen Y dan Millenial sudah menjadikan teknologi sebagai bagian hidup mereka
sehari-hari. Mereka tumbuh dengan penggunaan teknologi yang advanced
sehingga hampir tidak ada bedanya bagi Gen Y dan Millenial antara komunikasi
langsung (tatap muka) dengan komunikasi yang memanfaatkan teknologi sebagai
media, misalnya via panggilan suara, panggilan video, atau pesan teks.
Komunikasi yang lancar bagi Generasi Millenial itu tidak berarti bahwa
komunikasi selalu dilakukan melalui tatap muka, tetapi justru sebaliknya, banyak
dari Generasi Millenial lebih suka berkomunikasi melalui pesan teks atau juga
mengobrol di dunia maya, dan membuat akun di media sosial seperti Twitter,
Facebook, Instagram, dan Line.
Mengingat mereka tumbuh dengan mengirim SMS, sebagian besar Milenial
menghargai komunikasi yang memfasilitasi kolaborasi tim dan kerja sama tim.
Mereka berkembang pesat dalam menggunakan instant messaging dan chatting.
Milenial akan memilih tempat kerja mereka berdasarkan teknologi yang
ditawarkannya. Apalagi, merekalah yang mendukung adopsi teknologi berbasis
cloud di tempat kerja..
Secara umum, kehidupan sehari-hari mereka tidak dapat dipisahkan dari ponsel,
dan kehadiran teknologi digital telah begitu meresap dalam aktivitas mereka
sepanjang hari. Dari sini dapat kita lihat bahawa gaya komunikasi antara generasi
milenial dan generasi lainya itu berbeda dimana generasi lainnya itu lebih sering
melakukan komunikasi secara lansung yang berbeda dengan gaya komunikasi
generasi milenial yang lebih sering berkomunikasi melalui pesan teks media
sosial.

3. Teknologi mempengaruhi pola kerja dan komunikasi karyawan generasi


milenial:
Perkembangan Teknologi saat ini memberikan pengaruh yang cukup banyak
dalam berbagai aspek kehidupan manusia, teknologi bukan hanya membantu
manusia dalam bidang pekerjaan tetapi sudah menjadi kebutuhan yang tidak bisa
dilepaskan oleh manusia. Kemajuan teknologi adalah sesuatu yang tidak bisa
dihindari dalam kehidupan, karena kemajuan teknologi akan berjalan sesuai
dengan perkembangan manusia dan ilmu pengetahuan, revolusi industry 4.0
menuntut manusia masuk dalam perkembangan teknologi. Revolusi Industri 4.0
secara fundamental mengakibatkan berubahnya cara manusia berpikir, hidup, dan
berhubungan satu dengan yang lain. Era ini akan mendisrupsi berbagai aktivitas
manusia dalam berbagai interkasi sosial nya.
perkembangan teknologi semakin berkelanjutan khususnya perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi membuat banyak aspek kehidupan manusia
juga ikut mengalami perkembangan, salah satunya perkembangan budaya yang
awalnya tidak terdapat internet dan alat komunikasi kini menjadi sesuatu yang
tidak dapat dipisahkan.
Internet ialah satu dari banyaknya bagian dalam bidang teknologi dan informasi
yang terus berevolusi menjadi semakin canggih dari abad ke abad serta
didefinisikan juga sebagai jaringan universal yang saling bertautan dengan para
pengguna yang bersumber dari seluruh dunia. Internet dikatakan dapat
menyumbangkan kemudahan dan keuntungan bagi manusia yang
menggunakannya demi mengurusi beberapa macam kepentingan, seperti untuk
keperluan bisnis dan pribadi.
Teknologi telah memiliki dampak yang signifikan pada pola kerja dan
komunikasi karyawan generasi milenial. beberapa cara di mana teknologi
mempengaruhi mereka seperti Kolaborasi dan Komunikasi dimana Teknologi
menyediakan berbagai alat untuk kolaborasi dan komunikasi, seperti aplikasi
pesan instan, konferensi video, dan platform berbagi dokumen. Hal ini
memungkinkan karyawan milenial untuk berkomunikasi secara real-time, berbagi
ide, dan bekerja sama dengan rekan kerja mereka di seluruh dunia dengan lebih
efisien. Dan Peningkatan Produktivitas: Dengan adopsi teknologi yang tepat,
karyawan generasi milenial dapat meningkatkan produktivitas mereka. Aplikasi
produktivitas, manajemen proyek, dan alat kolaborasi membantu mereka
mengatur pekerjaan mereka, mengingat tenggat waktu, dan melacak kemajuan
proyek dengan lebih baik.

B. Kepemimpinan Generasi Milenial


1. Karakter Diana dalam menanggapi kepemimpinan Bossman yang tidak
konvesional:
Awalnya diana merasa sangat senang, dan merasa bakalan mudah dalam bekerja
karena boosman yang sama asalnya dengan diana, yaitu sama - sama dari
Indonesia. Seiring dengan berjalannya waktu diana mulai merasakan ada yang
aneh dari sifat boosman yang mulai menyebalkan karena banyak omong dan suka
membanggakan diri sendiri. Dan pada saat boosman menelfon diana jam 2 subuh
diana berusaha tenang, dan sabar menghadapi sifat boosman yang menyebalkan.
Diana (Bunga Citra Lestari) bekerja di perusahaan tersebut dan menghadapi
berbagai tingkah bos yang aneh dan terkesan bodoh. Bagi Diana, perusahaan yang
dipimpin Bossman tidak memiliki sistem dan aturan yang jelas. Hampir setiap hari
Diana harus menghadapi hal-hal ajaib di kantornya. Dia ingin berhenti bekerja
tetapi perjanjian kontrak terlalu berat mengikatnya. Jika dia keluar sebelum
kontrak usai, maka dia harus membayar sejumlah uang yang cukup besar, maka
dari itu diana harus bersabar dalam menghadapi sifat bossman di tempat kerja.
Pada saat pulang dirumah diana mulai meluapkan emosinya dengan suaminya,
mulai dari ingin menciptakan bom molotop untuk boosman, serta inggin menculik
dan melemparkan bossman dari atas gedumg dan berbagai Tindakan kejengkelan
yang ingin diana lontarkan kepada bossman.
Karakter Diana menanggapi sikap tidak konvensional Bossman dengan
kesabaran dan keteguhan. Meskipun menghadapi berbagai situasi stres dan
menyebalkan akibat perilaku Bossman, Diana tetap berusaha untuk mengatasi
tantangan tersebut dan berusaha semaksimal mungkin diana ingin memberi
pelajaran kepada boosman dengan membalas tindakan bossman satu persatu,
mulai dari memutuskan kabel speaker toa, dan menelfon Boosman di jam 2 pagi,
serta semua tingkah aneh bosmaan.

2. Film tidak mencerminkan karakteristik kepemimpinan yang dapat


dikaitkan dengan generasi milenial:
Film “My Stupid Bos” merupakan film seorang pemimpin yang pelit, licik,
curigaan, dan suka melanggar aturan yang membuat stres seluruh karyawannya.
Pemimpin (bossman) tidak menghargai pendapat karyawan Teori kepemimpinan:
Otokratis Pemimpin sangat dominan dalam setiap pengambilan keputusan dan
setiap kebijakan, peraturan, prosedur diambil dari idenya sendiri. Kepemimpinan
jenis ini memusatkan kekuasaan pada dirinya sendiri. Ia membatasi inisiatif dan
daya pikir dari para anggotanya. Pada saat bossman memberikan kesempatan
buat karyawan buat berpendapat tentang pembangunan kantor pada saat
bossman memberikan kesempatan, diana berpendapan bahwa seharusnya kantor
itu berada didepan bukan dibelakang malah harus melewati tempat sampah lagi,
tempat itu bau dan sih bossman bilang kalau begitu bagus semua pendapat luar
biasa jadi keputusannya kita sudah sepakat bahwa semuanya kalua kita akan
membangun kantor dibelakang saja terima kasih atas pendapatnya. Bossman tidak
menerimah semua pendapat yang dari karyawan tidak diterima
Bossman tidak memiliki perencanaan terhadap keberlangsungan perusahaan.
Dia hanya memberlakukan sistem semaunya dengan cost yang serendah-
rendahnya tanpa memikirkan kualitas pelayanan dan kualitas pekerja yang
dipekerjakannya.
Bossman tidak bekerja terorganisir karena seluruh pekerjaan dilakukan manual
tanpa sistem bahkan sistem pencatatan pun melakukan manual tanpa komputer.
Tidak ada timeline yang jelas dalam bekerja. Namun, apabila karyawan telat akan
dipotong gaji. Inilah hal yang ajaib dari Bossman, tidak bisa memberi contoh tapi
tetap berlaku keras kepada karyawan yang menyalahi aturan yang tak dia patuhi.
Sehingga dapat disimpulkan dari pernyataan diatas bahwa film my stupid boss
tidak mencerminkan karakteristik kepemimpinan yang dapat dikaitkan dengan
generasi milenial. Karena kriteria kepemimpinan millenial di perpustakaan yang
dapat diterapkan antara lain yang dikaitkan dengan kebiasaan milenial (Paramesti
dan kusmana: 2018):
a) Digital Mindset : Pemimpin millennial seharusnya mampu menggunakan
perkembangan teknologi dengan efektif guna memberikan keefektifan dan
keefisienan dalam lingkungan kerjanya. Misalnya membuat group wa kantor
untuk melakukan diskusi online seputar pekerjaan, maupun dengan
menggunakan media online laiinnya guna memperlancar informasi maupun
dalam pekerjaan.
b) Observer and Active Listener : Pemimpin millenial diharapkan selalu bertindak
aktif yaitu dengan menjadi observer dan pendegar yang aktif yang baik bagi
anggotanya. Hal ini dikarenakan kaum millenial ingin merasakan bahwa
kehadirannya memiliki arti dalam sebuah organisasi dan mereka akan sangat
menghargai dan termotivasi apabila aspirasi yang mereka lontarkan
didengarkan oleh pemimpin baik berupa inovasi, ide-ide maupun perasaan
mereka.
c) Inclusive : Pemimpin yang inklusif pada zaman millenial ini sagat dibutuhkan
karena perbedaan cara pandang menjadi sangat kompleks, jadi pemimpin yang
inklusif diharapkan mampu mengakomodir pendapatpendapat yang diberikan
oleh bawahannya, sehingga tidak meminimalisiri perbedebatanperdebatan
yang terjadi kedepannya.

3. Karakteristik kepemimpinan yang efektif untuk memotivasi dan


membimbing generasi milenial :
Kepemimpinan menurut Hasibuan (2010:75) adalah cara seorang pemimpin
memengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara
produktif untuk mencapai tujuan organisasi. Karakter kepemimpinan milenial
tidak sama dengan karakter kepemimpinan lama dari generasi sebelumnya.
Dengan berdasar pada generasi milenial seperti digambarkan, maka gaya
kepemimpinan yang dibangun pun perlu beradaptasi dengan pola pikir dan gaya
hidup milenial. Karakteristik dari generasi milenial yaitu:
a. milenial lebih percaya user generated content (UGC) daripada informasi searah,
b. milenial lebih memilih ponsel dibanding TV,
c. miilenial wajib punya media sosial,
d. milenial kurang suka membaca secara konvensional,
e. milenial cenderung tidak loyal namun bekerja efektif,
f. milenial cenderung melakukan transaksi secara cashless,
g. milenial lebih tahu teknologi dibanding orang tua mereka,
h. milenial memanfaatkan teknologi dan informasi,
i. milenial cenderung lebih malas dan konsumtif, dan lain-lain (Hidayatullah, dkk.,
2018 : 241)
Sebuah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga membawa sebuah
perubahan yang cepat di semua lini kehidupan, tidak terkecuali aspek
kepemimpinan. Pada era generasi milenial saat ini pergolakan dan tantangan
untuk memiliki pemimpinyang sesuai dengan era saat ini tidak kecil. Sebab, pola
kepemimpinan milenial tidak sama dengan kepemimpinan lama dari generasi
sebelumnya. Oleh karena itu, tipe kepemimpinan yang dibangun perlu beradaptasi
dengan ritme, pola pikir dan gaya hidup generasi milenial, karena generasi inilah
yang menggerakkan dunia kerja, dunia kreativitas, dunia inovasi, serta
memengaruhi pasar dan industri global. Karakter kepemimpinan pada era
milenial memiliki pendekatan yang khas karena digitalisasi yang merambah dunia
kerja tidak memungkinkan lagi bagi pemimpin untuk bertindak secara
konvensional. Oleh karena pemimpin di era melenial perlu mengaplikasikan
karakter kepemimpinan yang ideal pada era generasi milenial, yaitu pemimpin
berkemampuan digital yang handal, pembangun hubungan harmoni dan ideal,
demikian juga sebagai pemimpin yang selalu memberi tantangan, serta pendorong
kolaborasi untuk meningkatkan motivasi dan kepuasan. Menyesuaikan dengan
pola dan gaya hidup generasi milenial yang suka serba cepat dan instan serta cepat
mengadaptasikan diri, maka seorang pemimpin ideal pada era milenial adalah
pemimpin yang lincah dan cepat beradaptasi.
Gaya kepemimpinan yang efektif dapat memengaruhi kepuasan kerja generasi
milenial. Generasi milenial cenderung mencari pemimpin yang dapat memberikan
arahan, dukungan, dan memberikan umpan balik positif dalam pekerjaan mereka.
Selain itu, pemimpin yang dapat memberikan otonomi dan kesempatan untuk
berkembang di tempat kerja juga dianggap penting oleh generasi milenial.Dalam
hal ini, gaya kepemimpinan yang memberikan dukungan dan memfasilitasi
pertumbuhan karyawan dapat meningkatkan kepuasan kerja generasi milenial.
Oleh karena itu, penting bagi pemimpin untuk mengembangkan gaya
kepemimpinan yang responsif dan fleksibel untuk mengakomodasi kebutuhan
generasi milenial dan membantu untuk meningkatkan kepuasan kerja mereka.
C. Karakteristik dan Inovasi
1. Gambaran film dalam kreativitas dan inovasi dari sudut pandang karyawan
generasi milenial:
Dalam konteks kreativitas dan inovasi dari sudut pandang karyawan generasi
milenial film ini dapat mencerminkan dalam Menyelesaikan Masalah dimana
Karyawan milenial cenderung menggunakan pendekatan yang kreatif dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi di tempat kerja, meskipun terkadang
mereka harus menghadapi atasan yang kurang kooperatif atau pemimpin yang
canggung seperti yang digambarkan dalam film. Mereka mencoba berbagai cara
untuk menavigasi situasi yang sulit, sering kali dengan humor.dan Pemecahan
Masalah Tim dengan Pendekatan Kolaboratif Karyawan generasi milenial
cenderung lebih suka bekerja secara kolaboratif dan berbagi ide untuk mencapai
tujuan bersama. Dalam film tersebut, mungkin terdapat momen-momen di mana
karakter-karakter tersebut harus bekerja sama dalam menghadapi tantangan yang
dihadapi di tempat kerja.
Didalam film terdapat kurangnya kreativitas dari karyawan milenial karena ulah
bossman yang kurang menyediakan teknologi baru karena bossman yang tidak
mau rugi yang dimana generasi milenial yang terkenal ‘malas’, justru menyimpan
potensi besar. Dengan “kemalasan” para milennial, mereka terpacu untuk
menciptakan sebuah ‘jalan pintas’ untuk menyelesaikan pekerjaan secara lebih
cepat, mudah, dan hemat. Jika bisa dikerjakan dalam waktu beberapa jam,
mengapa harus selesai berhari-hari? Hal yang susah kita bayangkan muncul di
tempat kerja yang didominasi genarasi baby boomer dan X mengingat tingginya
tingkat ‘kepatuhan’ mereka pada sistem yang sudah mengakar dan membuat
mereka nyaman. Serta sifat bossman yang tidak mau mendengarkan pendapat
para karyawan yang sering mengambil keputusan sendiri, dan kurangnya
transparansi yang dimana transparansi di tempat kerja menjadi salah satu hal
utama yang paling diinginkan milenial di mana setiap hal yang terjadi di
perusahaan harus mereka ketahui termasuk juga ketika perusahaan sedang
memutuskan sesuatu. Bukan sebagai penentu keputusan, namun lebih pada
kesempatan mengemukakan gagasan. Itu sudah cukup. Mereka berharap semua
karyawan dapat saling menyampaikan berbagai gagasan mereka, melalui cara
semacam sesi sharing bersama. Penerapan transparansi dalam bisnis juga akan
meningkatkan rasa percaya dari pekerja karena mereka yakin telah bekerja
dengan perusahaan yang memiliki integritas.

2. Upaya perubahan dari karakter generasi milenial untuk membawa


perubahan atau ide baru ditempat kerja:
Milenial adalah generasi yang berpotensi membawa perubahan. Milenial , yang
lahir antara tahun 1981 dan 1996, mewakili generasi yang tumbuh pada masa
revolusi teknologi dan ketidakstabilan ekonomi. Periode ini, yang ditandai dengan
munculnya internet, gelembung dot-com, dan dampak krisis keuangan tahun
2008, secara signifikan memengaruhi perspektif dan nilai-nilai mereka.
Berbeda dengan generasi sebelumnya, generasi Milenial sering kali dicirikan
oleh kenyamanan mereka terhadap teknologi digital, karena mereka merupakan
generasi pertama yang tumbuh di dunia dimana internet, media sosial, dan
teknologi seluler mudah diakses. Paparan ini membuat mereka mahir beradaptasi
dengan tren dan platform teknologi baru, membentuk gaya komunikasi dan
preferensi kerja.
Milenial juga dikenal menghargai pekerjaan yang bermakna dan mencari peran
yang dapat memberikan dampak positif. Pendekatan mereka terhadap pekerjaan
sering kali didorong oleh keinginan akan fleksibilitas dan keseimbangan antara
kehidupan profesional dan pribadi , sebuah pergeseran dari jalur karier yang lebih
tradisional yang disukai oleh generasi yang lebih tua. Mereka lebih menyukai
lingkungan kerja yang kolaboratif dan tidak terlalu hierarkis serta menekankan
umpan balik dan peluang pertumbuhan yang unik.
Generasi ini juga menganjurkan keberagaman dan inklusi yang lebih besar di
tempat kerja, yang mencerminkan keterpaparan mereka yang lebih luas terhadap
budaya global dan isu-isu sosial. Ketika mereka menjadi kekuatan dominan dalam
angkatan kerja saat ini, generasi Milenial mengubah norma dan harapan di tempat
kerja, menetapkan tren baru dalam cara pendekatan dan penilaian terhadap
pekerjaan.
a) Pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan kualitas kerja
Generasi milenial yang terkenal ‘malas’, justru menyimpan potensi besar.
Dengan “kemalasan” para milennial, mereka terpacu untuk menciptakan
sebuah ‘jalan pintas’ untuk menyelesaikan pekerjaan secara lebih cepat, mudah,
dan hemat. Jika bisa dikerjakan dalam waktu beberapa jam, mengapa harus
selesai berhari-hari? Hal yang susah kita bayangkan muncul di tempat kerja
yang didominasi genarasi baby boomer dan X mengingat tingginya tingkat
‘kepatuhan’ mereka pada sistem yang sudah mengakar dan membuat mereka
nyaman.
Pada era sekarang, proses wawancara seleksi kerja menggunakan
layanan streaming video sudah menjadi hal yang lumrah. Beberapa pihak masih
ngotot pada sistem wawancara kerja konvensional di mana harus ada tatap
muka langsung. Padahal di sisi lain, sistem wawancara seleksi kerja
menggunakan streaming video merupakan ide cerdas jika dilihat dari segi
efisiensi biaya, waktu dan tenaga.
b) Tempat kerja layaknya tempat bermain
Berbeda dengan generasi sebelumnya yang selalu tak sabar menunggu
jam lima sore untuk bergegas antre di mesin absen dan pulang, generasi
milennial berharap kantor mereka bisa layaknya rumah sendiri di mana
mereka bisa makan, minum, bekerja, bermain, dan beristirahat sesuka hati.
c) Bukan sekadar gaji, pengembangan dirilah yang lebih utama
Berbeda dengan generasi sebelumnya yang sangat mementingkan
kepastian finansial sehingga mencari tempat kerja berdasar hal itu, bagi
generasi millennial, pengembangan diri menjadi salah satu hal utama yang
mereka kejar. Jangan heran jika Anda melihat semakin banyak pekerja
millennial yang memilih untuk bekerja sambil melanjutkan kuliah atau
mengikuti berbagai macam pelatihan dari perusahaan ketimbang hanya
menghabiskan waktu mereka di belakang meja kantor.
d) Transparansi di tempat kerja menjadi salah satu hal utama yang paling
diinginkan milenial
Biasanya, pengambilan keputusan di dalam perusahaan dilakukan
seseorang atau sekelompok direksi yang berada di hierarki tertinggi organisasi
dan karyawan tidak memiliki cukup otoritas untuk mengajukan keberatan atau
saran lainnya.
Tapi millennial berbeda. Mereka menginginkan sebuah tempat kerja
yang transparan, di mana setiap hal yang terjadi di perusahaan harus mereka
ketahui termasuk juga ketika perusahaan sedang memutuskan sesuatu. Bukan
sebagai penentu keputusan, namun lebih pada kesempatan mengemukakan
gagasan. Itu sudah cukup. Mereka berharap semua karyawan dapat saling
menyampaikan berbagai gagasan mereka, melalui cara semacam sesi sharing
bersama. Penerapan transparansi dalam bisnis juga akan meningkatkan rasa
percaya dari pekerja karena mereka yakin telah bekerja dengan perusahaan
yang memiliki integritas.
Dari semua pembahasan di atas, hal yang bisa kita ambil intinya adalah, milenial
adalah generasi yang berpotensi membawa perubahan.

3. Budaya organisasi diperusahaan dapat mendorong inovasi dan kreativitas


diantara generasi milenial:
Budaya organisasi dapat mempengaruhi perilaku dan kinerja karyawan, serta
memengaruhi keberhasilan atau kegagalan organisasi. Budaya organisasi menjadi
salah satu sudut pandang yang dapat Anda gunakan untuk mengembangkan usaha
sosial Anda. Secara sederhana, budaya organisasi didefiniskan sebagai norma-
norma, nilai, asumsi, kepercayaan, kebiasaan yang dibuat dalam suatu organisasi
dan disetujui oleh semua anggota organisasi sebagai pedoman atau acuan dalam
organisasi dalam melakukan aktivitasnya baik yang diperuntukkan bagi karyawan
maupun untuk kepentingan orang lain. Budaya organisasi yang inklusif,
memberdayakan, dan mendukung risiko yang diambil dapat sangat mendorong
inovasi dan kreativitas di antara generasi milenial. Ketika perusahaan
memberikan ruang bagi ide-ide baru, mendorong kolaborasi, dan memperlakukan
kegagalan sebagai peluang belajar, generasi milenial cenderung merasa lebih
terlibat dan termotivasi untuk berkontribusi secara kreatif. Faktor-faktor seperti
transparansi, fleksibilitas, dan penghargaan atas kontribusi juga memainkan
peran penting dalam membentuk budaya yang mendukung inovasi.
Budaya organisasi yang inovatif dan adaptif sangat penting untuk meningkatkan
kinerja organisasi. Budaya organisasi yang inovatif dapat mendorong karyawan
untuk berpikir kreatif dan menciptakan solusi baru untuk masalah yang dihadapi
organisasi. Selain itu, budaya organisasi yang adaptif dapat membantu organisasi
untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan yang cepat dan kompleks.
Budaya organisasi merupakan faktor penting yang mempengaruhi perilaku kerja
inovasi dalam meningkatkan kinerja di era 4.0 dan society 5.0.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan dan Rekomendasi:
1. Aspek-aspek budaya organisasi yang dapat meningkatkan keterlibatan dan
kinerja karyawan generasi milenial pada study kasus My Stupid Boss (2016):
Aspek budaya organisasi yang dapat meningkatkan keterlibatan dan kinerja
karyawan generasi milenial :
a. Budaya yang terbuka dan transparan:
➢ Yang dimana harus Memberikan informasi yang jelas dan terbuka tentang
strategi, tujuan, dan kinerja perusahaan
➢ Mendorong komunikasi dua arah yang terbuka dan konstruktif antara
karyawan dan pemimpin.
➢ Memberikan kesempatan kepada karyawan untuk memberikan umpan
balik dan terlibat dalam pengambilan keputusan.
b. Budaya yang kolaboratif dan suportif:
➢ Dengan Mendorong kerja tim dan kolaborasi antar karyawan.
➢ Memberikan dukungan dan mentoring kepada karyawan untuk
berkembang dan mencapai potensi penuh mereka.
➢ Menciptakan lingkungan kerja yang positif dan ramah di mana karyawan
merasa dihargai dan dihormati.
c. Budaya yang fleksibel dan adaptif:
➢ Menawarkan jam kerja yang fleksibel dan opsi kerja jarak jauh.
➢ Memberikan kesempatan kepada karyawan untuk belajar dan
mengembangkan keterampilan baru.
➢ Mendorong inovasi dan pengambilan risiko yang moderat.
d. Budaya yang fokus pada keseimbangan kehidupan kerja:
➢ Mendorong karyawan untuk mengambil cuti dan waktu istirahat yang
cukup.
➢ Menawarkan program kesehatan dan kebugaran yang mendukung
keseimbangan kehidupan kerja.
➢ Mendorong budaya kerja yang tidak berlebihan dan menghargai waktu
pribadi karyawan.
e. Budaya yang memiliki tujuan dan makna:
➢ Menjelaskan dengan jelas bagaimana pekerjaan karyawan
berkontribusi pada tujuan yang lebih besar.
➢ Memberikan kesempatan kepada karyawan untuk terlibat dalam
kegiatan sosial dan komunitas.
➢ Menciptakan lingkungan kerja yang memiliki makna dan memberikan
dampak positif bagi masyarakat.

2. Rekomendasi untuk perusahaan bosman jika ingin menciptakan budaya


yang mendukung perkembangan dan keberhasilan karyawan generasi
millenial.
Untuk menciptakan budaya yang mendukung perkembangan keberhasilan
karyawan generasi milenial, perusahaan bossman dapat menerapkan
pengembangan budaya korporat yang mendukung inovasi.
Beberapa rekomendasi budaya perusahaan untuk mendukung perkembangan
dan keberhasilan karyawan generasi milenial:
1. Budaya Kerja yang Fleksibel:
➢ Jam kerja fleksibel: Memberikan otonomi pada karyawan untuk mengatur
jam kerja mereka sendiri dapat meningkatkan motivasi dan produktivitas.
➢ Bekerja jarak jauh: Memberikan pilihan untuk bekerja dari rumah atau
tempat lain dapat meningkatkan fleksibilitas dan keseimbangan
kehidupan kerja.
➢ Kebijakan cuti yang fleksibel: Memberikan cuti yang cukup dan fleksibel
dapat membantu karyawan menyeimbangkan kehidupan kerja dan
pribadi.
2. Kesempatan untuk Belajar dan Berkembang:
➢ Pelatihan dan pengembangan: Memberikan kesempatan untuk belajar
dan mengembangkan keterampilan baru dapat membantu karyawan
merasa dihargai dan termotivasi.
➢ Mentorship: Memberikan akses ke mentor yang dapat membantu
karyawan berkembang secara profesional dan pribadi.
➢ Umpan balik yang konstruktif: Memberikan umpan balik yang teratur dan
konstruktif dapat membantu karyawan meningkatkan kinerja mereka.
3. Budaya Kolaborasi dan Terbuka:
➢ Komunikasi yang terbuka dan transparan: Mendorong komunikasi yang
terbuka dan transparan antara karyawan dan manajemen dapat
membantu membangun kepercayaan dan rasa saling menghormati.
➢ Kerjasama tim: Mendorong kerjasama tim dan kolaborasi antar karyawan
dapat membantu mereka mencapai tujuan bersama.
➢ Lingkungan kerja yang positif: Menciptakan lingkungan kerja yang positif
dan ramah dapat membantu karyawan merasa nyaman dan bahagia di
tempat kerja.
4. Pengakuan dan Penghargaan:
➢ Memberikan pengakuan atas kerja keras dan prestasi: Memberikan
pengakuan atas kerja keras dan prestasi karyawan dapat meningkatkan
motivasi dan loyalitas.
➢ Memberikan penghargaan atas kontribusi: Memberikan penghargaan
kepada karyawan atas kontribusi mereka dapat membantu mereka merasa
dihargai dan dihormati.
➢ Mendorong karyawan untuk mengambil risiko: Mendorong karyawan
untuk mengambil risiko dan mencoba hal-hal baru dapat membantu
mereka belajar dan berkembang.
5. Memanfaatkan Teknologi:
➢ Gunakan teknologi untuk mendukung budaya kerja yang fleksibel dan
kolaboratif.
➢ Gunakan platform digital untuk komunikasi dan berbagi informasi.
➢ Gunakan teknologi untuk otomasi tugas-tugas administratif.
6. Mendengarkan Karyawan:
➢ Berikan karyawan kesempatan untuk memberikan masukan tentang
budaya perusahaan.
➢ Lakukan survei dan focus group untuk memahami kebutuhan dan
keinginan karyawan.
➢ Teruslah belajar dan beradaptasi dengan kebutuhan dan keinginan
karyawan generasi milenial.

Selain itu, berikut beberapa poin penting untuk ingin menciptakan budaya yang
mendukung perkembangan dan keberhasilan karyawan generasi millennial di
perusahaan bossman:
1. Gunakan teknologi untuk mendukung budaya kerja yang fleksibel dan
kolaboratif.
2. Berikan karyawan kesempatan untuk memberikan masukan tentang budaya
perusahaan.
3. Teruslah belajar dan beradaptasi dengan kebutuhan dan keinginan karyawan
generasi milenial.
DAFTAR PUSTAKA
2, A. (2018, May 9). Tempat Kerja Didominasi Milenial? Ini Yang Harus Dipahami
Manajemen. Absenku Profesional. https://absenku.com/profesional/tempat-
kerja-didominasi-milenial-ini-yang-harus-dipahami-manajemen/
Afandi, P. (2016). Concept & Indicator Human Resource Management. Yogyakarta:
deepublish.
Auliafairuz. (2019, April 11). Beda Generasi, Beda Gaya. Bagaimana Menghadapinya?
IMC. https://www.im-cons.com/post/beda-generasi-beda-gaya-bagaimana-
menghadapinya
Bosomtwe, T. E., and Obeng, B 2018. The Link between Organizational Culture and
Turnover Intention among Employees in Ghana. International Journal of
Contemporary Research and Review, Vol. 9, Issue. 08
Fattah, A. H. (2017). Kepuasan kerja & Kinerja pegawai Budaya Organisasi, Perilaku
Pemimpin dan Efikasi Diri. Palembang: Elmatera.
Hasibuan, N. 2010. Kepemimpinan Dalam Organisasi. Jakarta: Prenhallindo
Hidayati, Khairina F. 2021. “Ketahui Berbagai Karakteristik Milenial Dunia
Kerja”,https://glints.com/id/lowongan/milenial-di-dunia-kerja/,
Diakses pada 2 Februari 2024 pukul 10.27
Hidayatullah, S., Waris, A., & Devianti, R. (2018). Perilaku Generasi Milenial dalam
Menggunakan Aplikasi Go-Food. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 6(2),
240-249.doi:https://doi.org/10.26905/jmdk.v6i2.2560
Inggira, Chintya Krisna. Suryanto. Windijarto. 2021. “Pengaruh Budaya
Organisasi dan Kepemimpinan Transformasional Terhadap Kinerja
Karyawan Generasi Milenial dengan Motivasi Kerja Sebagai Variabel
Interving”,
https://www.researchgate.net/publication/355536773_pengaruh_B
udaya_Organisasi_dan_Kepemimpinan_Transformasional_Terhadap_
kinerja_Karyawan_generasi_Milenial_dengan_motivasi_kerja_Sebagai
_Variabel_Interving, Diakses pada 2 Februari 2024 pukul 10.57
Managing generations at work: Strategies for modern leaders. (n.d.). Leadership
Development, Executive Coaching, Talent Optimization.
https://www.carolparkerwalsh.com/blog/bridging-the-generational-gap-
leadership-strategies-for-today-s-diverse-workforce
(n.d.)./1Pelabuhan Jurnal IAI TABAH. https://ejournal.iai
tabah.ac.id/index.php/musthofa/article/download/364/294

Paramesti,N.P.D.Y., & Kusmana D. “ Kepemimpinan Ideal Pada Era Generasi Milenial”.


TRANSFORMASI: Jurnal Manajemen Pemerintahan, 2018. diakses pada tanggal
11 Agustus 2020, pada pukul 12.00 WIB
Raditya, Dendy. 2021. “Budaya Organisasi Yang Inovatif”,
https://chub.fisipol.ugm.ac.id.2021/10/18/budaya-organisasi-yang-inovatif/,
Diakses pada 3 Februari 2024 pukul 05.30
Robbins, S.P., and Judge, T. A. 2013. Organizational Behavior. In The British Journal of
Psychiatry. 15th ed, Vol. 111, pp. 1009-1010.
https://doi.org/10/1192/bjp.111.479.1009-a
Shanti, Andi Norsely Saras. 2019. “Gaya Komunikasi Generasi Milenial”,
https://communication.binus.ac.id/2019/01/22/gaya-komunikasi-generasi-
milenial, Diakses pada 2 Februari 2024 pukul 11.00
Siregar, Tika Rahma Yani. Wardi Yunia. 2023. “Peran Gaya Kepemimpinan Dalam Kinerja
Dan Kepuasan Kerja Generasi Milenial: A Syistematic Literature Review”,
https://jurnal.unitri.ac.id/index.php/refrnsi/article/download/4663.pdf,
Diakses pada 3 Februari 2024 pukul 04.50
Takariani, C. S. D. (2011). Studi Eksplanatori Survei tentang Pengaruh Chatting melalui
Facebook terhadap Komunikasi Tatap Muka Remaja dalam Keluarga di Provinsi
Jawa Barat dan Banten. Jurnal Penelitian Komunikasi, 14(2), 128.

Anda mungkin juga menyukai