Anda di halaman 1dari 18

Visi

Pada tahun 2025 menghasilkan ahli madya keperawatan yang unggul dalam penguasaan
asuhan keperawatan dengan masalah kesehatan neurosains melalui pendekatan ilmu
pengetahuan dan teknologi keperawatan

LAPORAN PENDAHULUAN ISOLASI SOSIAL


TUGAS MATA KULIAH KEPERAWATAN JIWA

Disusun oleh :
Hesti Rahmadati (P3.73.20.1.18.098)

Dosen Pengajar : Nurdiana, S.Kp., M.Sc

PROGRAM STUDI D.III KEPERAWATAN


JURUSAN KEPERAWATAN
POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III
2020
A. Konsep Dasar Isolasi Sosial
1. Pengertian
Menururt Nurhalimah (2018) isolasi sosial adalah keadaan di mana seorang individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan
orang lain di sekitarnya. Pasienmungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan
tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain.

2. Rentang Respon
Menurut Stuart (2006) tentang respon klien ditinjau dari interaksinya dengan
lingkungan social merupakan suatu kontinum yang terbentang antara respon adaptif
dengan maladaptive, sebagai berikut :

Menyendiri Menarik diri Manipulasi


Otonomi Dependensi Impulsif
Bekerjasama Curiga Narcissisme
Interdependen

Respon Adaptif Respons Maladaptif

(Stuart. 2006)

Berdasarkan gambar rentang respon sosial di atas, menarik diri termasuk dalam
transisi antara respon adaptif dengan maladaptif sehingga individu cenderung berfikir
kearah negatif.
a) Adaptif
Respon adaptif adalah respon yang diterima oleh norma sosial dan kultural
dimana individu tersebut menjelaskan masalah dalam batas normal.
1) Menyendiri (Solitude)
Respons yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa yang telah
dilakukan di lingkungan sosialnya dan merupakan suatu cara
mengevaluasi diri dan menentukan langkah berikutnya.
2) Otonomi
Kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide-ide
pikiran dan perasaan dalam hubungan social.
3) Bekerjasama (Mutuality)
Suatu kondisi dalam hubungan interpersonal dimana individu tersebut
mampu untuk saling memberi dan menerima, merupakan kemampuan
individu yang saling membutuhkan satu sama lain.
4) Interdependen
Kondisi saling tergantung antara individu dengan orang lain dalam
membina hubungan interpersonal.

b) Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial dan
kebudayaan suatu tempat.
1) Menarik diri
Seseorang yang mengalami kesulitan dalam membina hubungan secara
terbuka dengan orang lain, merupakan gangguan yang terjadi apabila
seseorang memutuskan untuk tidak berhubungan dengan orang lain untuk
mencari ketenangan sementara waktu.
2) Ketergantungan (Dependen)
Terjadi bila individu gagal mengembangkan rasa percaya diri atau
kemampuannya untuk berfungsi secara sukses sehinggan tergantung
dengan orang lain.
3) Curiga
Seseorang gagal mengembangkan rasa percaya terhadap orang lain.
4) Manipulasi
Seseorang yang mengganggu orang lain sebagai objek individu, hubungan
terpusat pada masalah pengendalian dan berorientasi pada diri sendiri atau
pada tujuan, bukan berorientasi pada orang lain sehingga tidak dapat
membina hubungan sosial secara mendalam.
5) Impulsif
Ketidakmampuan merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari
pengalaman, tidak dapat diandalkan, mempunyai penilaian yang buruk dan
cenderung memaksakan kehendak.
6) Narcissisme
Harga diri yang rapuh, secara terus menerus berusaha mendapatkan
penghargaan dan pujian, memiliki sikap egosentris, pencemburu dan
marah jika orang lain tidak mendukung.

3. Proses Terjadinya Isolasi Sosial


Menurut Stuart dan Laraia (2005) terdapat beberapa faktor yang dapat menjelaskan
terjadinya isolasi sosial, diantaranya :
a) Faktor Predisposisi
Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya isolasi sosial, meliputi:
1) Biologis. Hal yang dikaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor herediter
dimana ada riwayata anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Adanya
risiko bunuh diri, riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan
NAPZA. Selain itu ditemukan adanya kondisi patologis otak, yang dapat
diketahui dari hasil pemeriksaan struktur otak melalui pemeriksaan CT Scan
dan hasil pemeriksaan MRI untuk melihat gangguan struktur dan fungsi otak
(Thomb, 2000).
2) Psikologis. Pasien dengan masalah isolasi sosial, seringkali mengalami
kegagalan yang berulang dalam mencapai keinginan/harapan, hal ini
mengakibatkan terganggunya konsep diri, yang pada akhirnya akan berdampak
dalam membina hubungan dengan orang lain.Koping individual yang digunakan
pada pasien dengan isolasi sosial dalam mengatasi masalahnya, biasanya
maladaptive. Faktor psikologis lain yang dapat menyebabkan isolasi sosial
adalah kegagalan dalam melaksanakan tugas perkembangan. Kegagalan dalam
melaksanakan tugas perkembangan akan mengakibatkan individu tidak percaya
diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, takut salah, pesimis, putus asa terhadap
hubungan dengan orang lain, menghindar dari orang lain, tidak mampu
merumuskan keinginan, dan merasa tertekan. Kondisi diatas, dapat
menyebabkan perilaku tidak ingin berkomunikasi dengan orang lain,
menghindar dari orang lain, lebih menyukai berdiam diri sendiri, kegiatan
sehari-hari terabaikan (Stuart & Laraia, 2005).
3) Sosial budaya. Faktor predisposisi sosial budaya pada pasien dengan isolasi
sosial, sesringkali diakibatkan karena pasien berasal dari golongan sosial
ekonomi rendah hal ini mengakibatkan ketidakmampuan pasien dalam
memenuhi kebutuhan. Kondisi tersebut memicu timbulnya stres yang terus
menerus, sehingga fokus pasien hanya pada pemenuhan kebutuhannya dan
mengabaikan hubungan sosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.

b) Faktor Presipitasi
Ditemukan adanya riwayat penyakit infeksi, penyakit kronis atau kelainan
struktur otak. Faktor lainnya pengalaman abuse dalam keluarga. Penerapan aturan
atau tuntutan dikeluarga atau masyarakat yang sering tidak sesuai dengan pasien
dan konflik antar masyarakat.Selain itu pada pasienyang mengalami isolasi sosial,
dapat ditemukan adanya pengalaman negatif pasienyang tidak menyenangkan
terhadap gambaran dirinya, ketidakjelasan atau berlebihnya peran yang dimiliki
serta mengalami krisis identitas. Pengalaman kegagalan yang berulang dalam
mencapai harapan atau cita-cita, serta kurangnya penghargaan baik dari diri
sendiri maupun lingkungan. Faktor-faktor diatas, menyebabkan gangguan dalam
berinteraksi sosial dengan orang lain, yang pada akhirnya menjadi masalah isolasi
sosial. (Nurhalimah, 2016)

4. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala isolasi sosial antara lain (Nurhalimah, 2016) :
a) Data Subjektif
1) Perasaan sepi.
2) Perasaan tidak aman.
3) Perasan bosan dan waktu terasa lambat.
4) Ketidakmampun berkonsentrasi.
5) Perasaan ditolak.
b) Data Obyektif :
1) Banyak diam.
2) Tidak mau bicara.
3) Menyendiri.
4) Tidak mau berinteraksi.
5) Tampak sedih.
6) Ekspresi datar dan dangkal.
7) Kontak mata kurang.

5. Sumber Koping
Menrut Stuart (2007) sumber koping yang berhubungan dengan respon social
maladaptive sebagai berikut :
a) Keterlibatan dalam hubungan yang luas dan teman.
b) Hubungan dengan hewan peliharaan yaitu dengan mencurahkan perhatian
pada hewan peliharaan.
c) Penggunaan kreativitas untuk mengekspresikan stress interpersonal.
Menurut Stuart dan Laraia (2005) terkadang ada beberapa orang yang ketika ada
masalah mereka mendapat dukungan dari keluarga dan teman yang membantunya
mencari jalan keluar, tetapi ada juga sebagian orang yang memiliki masalah, tetapi
menghadapinya dengan menyendiri dan tidak mau menceritakan kepada siapapun,
termasuk keluarga dan temannya.

6. Mekanisme Koping
Menurut Stuart (2007) individu yang mengalami respon social maladaptive
menggunakan berbagai mekanisme dalam upaya mengatasi ansietas. Mekanisme
tersebut berkaitan dengan dua jenis masalah hubungan yang spesifik, yaitu sebagai
berikut :
a) Proyeksi. Keinginan yang tak dapat ditoleransi, mencurahkan emosi kepada
orang lain karena kesalahan sendiri. (Rasmun, 2004)
b) Isolasi. Perilaku yang menunjukkan pengasingan diri dari lingkungan dan
orang lain. (Rasmun, 2004)
c) Spliting. Kegagalan individu dalam menginterpretasikan dirinya dalam
menilai baik buruk. (Rasmun, 2004)

B. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Isolasi Sosial


1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan dengan wawancara dan observasi pada pasien dan keluarga.
Tanda dan gejala isolasi sosial dapat ditemukan melalui wawancara dengan perawat
sebagai berikut : (Nurhalimah, 2016)
a) Bagaimana perasaan Anda saat berinteraksi dengan orang lain?
b) Bagaimana perasaan Anda ketika berhubungan dengan orang lain? Apa yang
Anda rasakan? Apakah Anda merasa nyaman ?
c) Bagaimana penilaian Anda terhadap orang-orang di sekeliling Anda (keluarga
atau tetangga)?
d) Apakah Anda mempunyai anggota keluarga atau teman terdekat? Bila punya
siapa anggota keluarga dan teman dekatnya itu?
e) Adakah anggota keluarga atau teman yang tidak dekat dengan Anda? Bila
punya siapa anggota keluarga dan teman yang tidak dekatnya itu?
f) Apa yang membuat Anda tidak dekat dengan orang tersebut?
Tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan melalui observasi adalah
sebagai berikut :
a) Pasien banyak diam dan tidak mau bicara.
b) Pasien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat.
c) Pasien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal.
d) Kontak mata kurang.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan dirumuskan berdasarkan tanda dan gejala Isolasi sosial yang
ditemukan. Jika hasil pengkajian menunjukkan tanda dan gejala isolasi sosial, maka
diagnosis keperawatan yang ditegakkan adalah :

Masalah utama (Core Problem) pada gambar diatas adalah isolasi sosial. Penyebab
pasien mengalami isolasi sosial dikarenakan pasien memiliki harga diri rendah.
Apabila pasien isolasi sosial tidak diberikan asuhan keperawatan akan mengakibatkan
gangguan sensori persepsi halusinasi.

3. Intervensi Keperawatan
Tindakan Keperawatan untuk Pasien
Tujuan, pasien mampu :
a) Membina hubungan saling percaya.
b) Menyadari isolasi sosial yang dialaminya.
c) Berinteraksi secara bertahap dengan anggota keluarga dan lingkungan
sekitarnya.
d) Berkomunikasi saat melakukan kegiatan rumah tangga dankegiatan social.
Tindakan keperawatan
a) Bina hubungan saling percaya.
1) Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan klien.
2) Berkenalan dengan klien: perkenalkan nama dan nama panggilan yang
perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan yang disukai
pasien.
3) Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini.
4) Buat kontrak asuhan: apa yang Perawat akan lakukan bersama klien,
berapa lama akan dikerjakan, dan tempatnya di mana.
5) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh
untuk kepentingan terapi.
6) Setiap saat tunjukkan sikap empati terhadap klien.
7) Penuhi kebutuhan dasar pasienbila memungkinkan.
b) Bantu pasien menyadari perilaku isolasi social.
1) Tanyakan pendapat pasiententang kebiasaan berinteraksi dengan orang
lain.
2) Tanyakan apa yang menyebabkan pasientidak ingin berinteraksi
dengan orang lain.
3) Diskusikan keuntungan bila pasien memiliki banyak teman dan
bergaul akrab dengan mereka.
4) Diskusikan kerugian bila pasienhanya mengurung diri dan tidak
bergaul dengan orang lain.
5) Jelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik klien.
c) Melatih pasien berinteraksi dengan orang lain secara bertahap.
1) Jelaskan kepada pasiencara berinteraksi dengan orang lain.
2) Berikan contoh cara berbicara dengan orang lain.
3) Beri kesempatan pasienmempraktekkan cara berinteraksi dengan orang
lain yang dilakukan di hadapan Perawat.
4) Bantu pasienberinteraksi dengan satu orang teman/anggota keluarga.
5) Bila pasien sudah menunjukkan kemajuan, tingkatkan jumlah interaksi
dengan dua, tiga, empat orang dan seterusnya.
6) Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh
klien.
7) Latih pasien bercakap-cakap dengan anggota keluarga saat melakukan
kegiatan harian dan kegiatan rumah tangga.
8) Latih pasien bercakap-cakap saat melakukan kegiatan social misalnya :
berbelanja, kekantor pos, kebank dan lain-lain.
9) Siap mendengarkan ekspresi perasaan pasiensetelah berinteraksi
dengan orang lain. Mungkin pasienakan mengungkapkan keberhasilan
atau kegagalannya. Beri dorongan terus menerus agar pasientetap
semangat meningkatkan interaksinya.
STRATEGI PELAKSANAAN
ISOLASI SOSIAL

Strategi Pelaksanaan 1 (Strategi Komunikasi)


A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Data Subyektif :
a) Klien mengatakan malas berinteraksi dengan orang lain.
b) Klien mengatakan orang – orang disekitarnya, jahat pada dirinya.
c) Klien merasa orang lain yang ada disekitarnya tidak sederajat dengannya.
Data Obyektif
a) Klien tampak menyendiri.
b) Klien telihat mengurung diri.
c) Klien tidak ingin mengobrol dengan orang lain.
2. Diagnosa Keperawatan : Isolasi sosial.
3. Tujuan :
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
b) Klien dapat menyebutkan oenyebab isolasi social.
c) Klien mampu menyebutkan keuntungan dan kerugian isolasi social.
d) Klien dapat membina hubungan social secara bertahap.
4. Tindakan Keperawatan
a) Membina hubungan saling percaya.
b) Membantu pasien mengenal penyebab isolasi social.
c) Membantu pasien mengenal manfaat berhubungan dan kerugian tidak
berhubungan dengan orang lain.
d) Mengajarkan pasien berkenalan.

B. Proses Pelaksanaan
1. Orientasi
a) Salam Terapeutik
“Selamat pagi kak! Perkenalkan saya suster Setya, saya lebih suka dipanggil
suster Tya, saya adalah perawat diruangan Merpati ini.”
“Kalau nama kakak siapa? Biasanya dipanggil siapa?”

b) Evaluasi/validasi
“Bagaimana kabarnya hari ini H?”
“Apakah kakak masih suka menyendiri?”

c) Kontrak
“Bagaimana kalau kita bercerita tentang keluarga dan teman-teman H? Mau
dimana kita bercerita? Bagaimana kalau di ruang tamu? Mau berapa lama?
Bagaimana kalau 15 menit?”

2. Fase Kerja
a) Jika pasien baru
“Siapa saja yang tinggal serumah dengan H? Siapa orang yang paling dekat
dengan H? siapa orang yang jarang bercerita dengan H? Apa yang membuat H
jarang bercerita dengannya?”
b) Jika pasien lama
“Apa yang P rasakan selama dirawat disini? H selalu merasa sendirian? Siapa
saja yang H kenal diruangan ini?”
“Apa yang membuat H susah dalam berteman atau mengobrol dengan pasien
yang lain?”
“Menurut H apa saja sih manfaatnya kalau kita memiliki banyak teman? Wah
betul sekali jadi punya teman untuk mengobrol, lalu apa lagi?” (Sampai pasien
menyebutkan beberapa)
“Nah kalau kerugian tidak mempunyai teman apa tuh? Apalagi? (Sampai
pasien menyebutkan beberapa) Banyak juga yah ruginya kalau tidak punya
teman. Jadi apakah H mau belajar bergaul dengan orang lain?”
“Bagus sekali! Bagaimana kalau kita sekarang belajar berkenalan dengan
orang lain?”
“Jadi begini H, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama
kita, nama panggilan yang kita sukai, asal kita, dan hobi kita. Contohnya nama
saya Setya, saya lebih suka dipanggil Tya, saya berasal dari kota B, hobi saya
menulis.”
“Ayo H coba! Misalkan saya belum kenal nih sama H.”
“Nah iya bagus sekali, coba sekali lagi! Nah iya sip bagus banget saya kasih
jempol deh.”
“Setelah H dapat berkenalan dengan perawat, H juga bisa bercerita tentang
hal-hal lain yang menyenangkan, misalnya cuaca, hobi, pekerjaan, dan
sebagainya.”

3. Terminasi
a) Evaluasi respons klien (subyektif dan obyektif)
“Bagaimana nih H rasanya sudah latihan berkenalan sama suster Tya? H
bagus banget loh tadi berkenalannya, H juga dapat mengingat apa yang tadi
kita pelajari selama saya tidak ada, agar H lebih siap dan berani untuk
berkenalan dengan orang lain.”
b) Rencana tindak lanjut
“H mau tidak mempraktikkannya kepada orang lain? Bagaimana kalau H
berkenalan dengan teman saya suster I, mau kan?”
c) Kontrak pertemuan berikutnya
“Oke nanti H belajar ya, besok kita coba praktikkan ke suster I.”
“Besok kita ketemu lagi diruangan ini, jam 8 pagi ya, sampai jumpa besok H.”
Strategi Pelaksanaan 2 Mengajarkan Pasien Berinteraksi Secara Bertahap
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Data Subyektif :
a) Klien mengatakan malas berinteraksi dengan orang lain.
Data Obyektif
a) Klien menyendiri di kamar.
b) Klien tak mau melakukan aktivitas di luar kamar.
2. Diagnosa Keperawatan : Isolasi sosial.
3. Tujuan :
a) Klien dapat mempraktikan cara berkenalan dengan orang lain.
b) Klien memiliki keinginan untuk berkenalan dengan orang lain.
4. Tindakan Keperawatan
a) Mengevaluasi jadwak kegiatan harian pasien.
b) Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktikan cara berkenalan
dengan satu orang.
c) Membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang – bincang dengan orang
lain sebagai salah satu kegiatan harian.

B. Proses Pelaksanaan
1. Orientasi
a) Salam Terapeutik
“Selamat pagi H! Bagaimana kabarnya hari ini?”
b) Evaluasi/validasi
“Sudah ingat belum tentang perkenalan kemarin? Coba ulangi lagi sambil
berkenalan dengan suster! Bagus banget nih H ternyata masih ingat cara
berkenalan kemarin yang sudah diajarkan.”
c) Kontrak
“Oke sekarang kita akan melakukan perkenalan dengan teman saya nih,
dengan suster I. Waktunya sebentar kok sekitar 5-10 menit. Ayo kita ke suster
I untuk berkenalan.”
2. Fase Kerja
“Pagi suster I! Apa kabar nih? H ingin berkenalan nih sama suster I, boleh kan
sus?” (H mendemonstrasikan cara berkenalan yang sudah diajarkan oleh
suster Tya, memberi salam, menyebutkan nama, menanyakan nama perawat
dan seterusnya).
“Ada lagi yang ingin ditanyakan tidak H? Coba tanya perawat I sudah makan
apa belum? Jika tidak ada yang ingin ditanyakan lagi, H bisa menyudahi
pertemuan pada hari ini. Lalu H buat janji sama suster I, untuk bertemu lagi
jam 3 sore nanti.”
“Oke kalau begitu suster I makasih ya, saya dan H kembali dulu ke ruangan,
nanti kita akan bertemu lagi ya jam 3 sore. Sampai ketemu lagi!”
3. Terminasi
a) Evaluasi respons klien (subyektif dan obyektif)
“Bagaimana nih H rasanya sudah berkenalan sama suster I? H bagus banget
loh tadi berkenalannya, udah berani juga.”
b) Rencana tindak lanjut
“Terusin ya berkenalan, boleh tanya juga hal-hal yang lain yang H mau,
supaya cara berkenalannya makin bagus, seperti tanya hobi, makanan
kesukaannya, rumahnya dimana.”
c) Kontrak pertemuan berikutnya
“Bagaimana mau coba tidak ke suster yang lainnya? Ayo kita masukkan ke
jadwal harian, mau berapa kali nih? Sehari 2 kali bagaimana? Oke nanti H
belajar ya, besok kita latihan lagi sekitar jam 9 pagi oke? Sampai ketemu
besok.”
Strategi Pelaksanaan 3 Melatih Pasien Berinteraksi Secara Bertahap (Berkenalan Dengan
Orang Kedua)

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi klien
Data Subyektif :
a) Klien mengatakan rasa malas berkurang sedikit untuk berinteraksi dengan
orang lain.
Data Obyektif
a) Klien tampak sudah mulai keluar ruangan.
b) Klien tampak sudah mau melakukan aktivitas di luar kamar.
2. Diagnosa Keperawatan : Isolasi sosial.
3. Tujuan :
a) Klien mampu berkenalan dengan dua orang atau lebih.
b) Klien dapat memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.
4. Tindakan Keperawatan
a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien.
b) Memberikan kesempatan kepada pasien berkenalan.

B. Proses Pelaksanaan
1. Fase Orientasi
a) Salam Terapeutik
“Selamat pagi H! Bagaimana kabarnya hari ini?”
b) Evaluasi/validasi
“Bagaimana nih H kemarin jam 3 sore jadi tidak berkenalan dengan perawat I
lagi?” Jika H mengatakan Ya maka perawat boleh melanjutkan komunikasi
dengan pasien lain.
“Bagaimana kemarin dengan suster I? bagus sekali, senang kan jadi punya
teman.”
c) Kontrak
“H mau punya teman yang banyak tidak? Kalau begitu kita coba yuk
berkenalan dengan teman H yang lainnya. Kalau dengan F bagaimana?
Waktunya sebentar kok 5-10 menit. Ayo kita temui F dia ada di Taman.”

2. Fase Kerja
“Selamat pagi F! ini ada H ingin berkenalan nih sama F, baiklah coba H
sekarang mulai berkenalan dengan F sama yang kaya H lakukan ke suster I.”
(H mendemonstrasikan cara berkenalan yang sudah diajarkan oleh suster Tya,
memberi salam, menyebutkan nama, menanyakan nama perawat, hobi, asal,
dan seterusnya.).
“Ada lagi yang ingin ditanyakan tidak H? Jika tidak ada yang ingin
ditanyakan lagi, H bisa menyudahi pertemuan pada hari ini. Lalu H boleh
membuat janji sama F, untuk bertemu lagi jam 4 sore nanti di taman ini. (H
membuat janji dengan F).
“Oke kalau begitu F makasih ya, saya dan H kembali dulu ke ruangan, nanti
bertemu lagi ya jam 4 sore. Sampai ketemu lagi.”

3. Terminasi
a) Evaluasi respons klien (subyektif dan obyektif)
“Bagaimana nih H rasanya sudah berkenalan sama F? kalau suster lihat H
sudah lebih baik loh dari kemarin, pertahanin terus yah. Jangan lupa juga nanti
ada janji sama F jam 4 sore di taman.”
b) Rencana tindak lanjut
“Oke selanjutnya bagaimana kalau berkenalan dengan orang lain kita
tambahknan juga dijadwal harian. Jadi dalam 1 hari nanti H bisa berkenalan
sebanyak 3 kali loh. Misalnya pada jam 9 pagi, jam 2 siang, dan jam 7 malam
setelah makan. H nanti bisa bertemu dengan suster I lagi, dan F, ditambah
sama teman yang baru H kenal. Setuju kan?
c) Kontrak pertemuan berikutnya
“Oke deh besok kita ketemu lagi ya, suster mau denger pengalaman H setelah
berkenalan pada jam 8 pagi ya. Suster pergi dulu yah sampai ketemu besok
jam 8 pagi di ruangan.”

Anda mungkin juga menyukai