Anda di halaman 1dari 23

Serambi Latar Lembar

Bilik Jendela Keredaksian  


0 0

Kirim Tulisan Shop

Home » Ijazahan Amalan Ilmu Hikmah-Tarekat di Kalangan Pesantren Jawa (Bagian I)

ESAI LEMBAR

Ijazahan Amalan Ilmu Hikmah-


Tarekat di Kalangan Pesantren Jawa
(Bagian I)
NUR KHOLIK RIDWAN 19/02/2020

Pesantren merupakan warisan penyangga penting tradisi muslim Jawa


yang sampai hari ini masih terus eksis dan berkembang, meskipun di
sana sini terdapat pesantren yang awalnya dikenal besar dan mati,
tetapi juga ada pesantren baru yang dibuat. Pesantren di kalangan Islam
Jawa ini banyak menyumbangkan kader santri dan masyarakat yang
memengaruhi terhadap kondisi kultural bangsa Indonesia. Kontribusi
itu berhubungan dengan nilai-nilai, pola pemahaman, dan keilmuan
(turats) yang dikembangkan pesantren, yang kemudian meresap dan
menjadi pendorong dalam sikap dan mewujud dalam perilaku di
tengah-tengah masyarakat; pada saat yang sama tetap melestarikan
tradisi Jawa; dan menjadi pelestarian komunikasi dengan bahasa Jawa.

Satu hal penting yang dilihat dalam tulisan ini adalah dimensi ijazahan
amalan wirid-ilmu hikmah di pesantren, sebagai khazanah pesantren
yang jarang dilihat. KBBI tidak memiliki definisi dari kata ilmu
hikmah ini, meskipun mendefnisikan kata ilmu: “pengetahuan tentang
suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu,
yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala di bidang
pengetahuan; pengetahuan atau kepandaian (tentang soal duniawi,
akhirat, lahir, batin dan sebagiannya).” Rangkaian dari kata ilmu ini,
berjumlah tidak kurang dari 129 kata, misalnya ilmu administrasi, ilmu
batin, ilmu tauhid, dan lain-lain, tetapi tidak ada yang digandeng
dengan kata hikmah.

Ilmu hikmah adalah ilmu yang diperoleh dari menjalankan berbagai


amalan wirid-wirid dan riyadhoh, dengan menjadikan Alloh sebagai
sandaran, sehingga mampu merasakan efek-efek dari amalan-amalan
itu, dan merasakan ada khowash-khowash di dalamnya melalui marifat
batin. Karena level marifat batin berbeda-beda dan bertingkat-tingkat,
penguasaan terhadap ilmu hikmah berbeda sesuai dengan tingkat
pencapaian yang diperoleh sang pengamal dan anugerah yang
diberikan Alloh; yang perwujudannya bisa berupa pengobatan, ahli
ilmu-ilmu syariat, ahli penumbalan, ahli menggerakkan masyarakat,
dan sejenisnya.
Tradisi ilmu ilmu amalan hikmah-tarekat di tengah kalangan pesantren
di Jawa, dilihat dari sudut: apa saja amalan-amalan ijazahan wirid-ilmu
hikmah dan tarekat, dan dimana sumber-sumber pengambilan
ijazahnya; kitab-kitab apa saja yang dirujuk di kalangan pesantren
dalam soal ilmu hikmah; mengapa pengamalan ijazahan amalan wirid-
ilmu hikmah dan tarekat ini diperlukan seorang guru di pesantren; dan 
apa makna pentingnya ijazahan amalan wirid-ilmu hikmah dan tarekat
bagi pesantren dan masyarakat pada zaman sekarang?

Ijazahan Amalan Wirid-Ilmu Hikmah dan Tarekat di Pesantren


SHARES

Amalan-amalan wirid yang dijalankan di pesantren, berbeda-beda di


b d
antara mereka, sejalan dengan perbedaan jenis amalan yang dimiliki

 P oleh kyai yang mengasuhnya, atau amalan pendiri pesantren yang terus
menerus disambungkan, dalam tiga bentuk: (1) amalan yang
dikhususkan untuk pribadi santri dan masyarakat, diminta ijazah
READ NEXT amalan atau karena diberi langsung oleh sang kyai; (2) amalan wirid
kolektif santri-santri di hari-hari tertentu yang dijalankan secara
langgeng; dan (3) amalan kolektif masyarakat sebagai perluasan dari
jangkauan pengaruh kyai di luar pesantren, di tengah masyarakat di
luar pesantren.
Rumusan
Islam Politiek
Snouck Amalan Khusus untuk Murid
Hurgronje

Amalan seperti ini adalah untuk pribadi seseorang peminta amalan,


yang amalan ini dimiliki seorang kyai dan telah menjadi wirid di dalam
kehidupannya. Amalan jenis ini, ditentukan jumlah bilangan yang harus
diwiridkan, waktu bacaan (apakah setiap shalat maktubah, setiap hari
sekali, dan lain-lain), jenis bacaan, dibaca dan cara mewiridkannya.
Amalan ini diberikan lewat dua cara: (1) kyai diminta oleh santri-murid
tertentu atau masyarakat tertentu, kemudian kyai memberikan amalan
wirid disesuaikan dengan tingkatan orang yang meminta dan jenis
kebutuhannya, termasuk dosisnya; (2) kyai memberikan kepada orang
tertentu yang dipilihnya, atau diberikan kepada mereka yang dianggap
penting dari orang-orang yang dekat dengannya untuk meneruskan dan
menjaga wirid yang telah diamalkannya.

Sebagai contoh, KH. Achmad Shidiq memiliki amalan mewiridkan


surat al-Fatihah selama 100 x dalam sehari, yang diteruskan oleh anak
cucu dan murid-muridnya. Sebagian masyarakat memperoleh ijazah
amalan ini dari jalur keturunan KH. Achmad Shidiq. Amalan ini, ihda
fatihah-nya kepada Kanjeng Nabi Muhammad, Syaikh Abdul Qadir al-
Jailani, Hujjatul Islam Abu Hamid al-Ghazali, dan al-Imam Abdullah
bin Alwi al-Haddad; lalu ditambah beberapa guru, yaitu KH. Abdul
Hamid Kajoran, KH. Mundzir Mangunsari, dan KH. Dalhar
Watucongol, dan Mbah Abdul Hamid Pasuruan; setelah itu  Gus Miek
(KH. Hamim Thohari Jazuli), KH. Achmad Shidiq, shohibul ijazah,
dan kepada keluarga pengamal, dan kaum muslimin. Bagi sang
pengamal, lebih diutamakan sebelum mengamalkan, harus menjalani
wirid Dzikrul Ghafilin selama 40 hari.

Jenis lain dari ijazahan amalan seperti ini, contohnya seorang pengasuh
pesantren mendawamkan (melanggengkan) wirid laqad ja’akum
rasulun min anfusikum sampai akhir ayat, setelah selesai shalat
maghrib selama 7 x setiap hari. Amalan wirid ini, dilakukan KH. Abdul
Wahab Hasbulloh, yang diijazahkan kepada salah seorang anaknya, dan
kemudian ada yang meminta ijazah untuk diwiridkan setiap hari. Ada
juga seorang kyai pesantren yang mendawamkan wirid tarekat, dan dia
memberikan amalan tarekat itu, untuk beberapa muridnya dan
masyarakat yang meminta baiat kepadanya. Pesantren-pesantren lain,
dan kyai-kyai lain juga memiliki amalan-amalan yang diwiridkan, yang
bermakna dilanggengkan setiap hari, waktu tertentu, dengan jumlah
bilangan tertentu.

Amalan-amalan yang dilakukan kyai dan diijazahkan itu, dibedakan


menjadi dua: Pertama, amalan wirid ijazahan tarekat, dan kedua,
amalan-amalan ijazahan non-tarekat. Pengertian tarekat di sini adalah
wirid yang dilakukan di kalangan ordo sufi, diajarkan oleh guru
mursyid, sesuai dengan tradisi di dalam tarekatnya. Tarekat
Syathariyah, dalam sebagian sanad yang saya kenal, misalnya
memudawamahkan wirid kalimah tahlil (la ilaha illallah) sampai pada
kalimah Hu (HUWA), dengan jumlah: 100 x setelah ba’dha shalat isya
dan shubuh. Di luar itu, setiap pengamalnya  harus bisa  meningkatkan
pelanggengan dzikir dengan meningkatkan dosis sampai 70.000 x, dan
begitu terus menerus diulang-ulang ketika mencapai angka pengamalan
dzikir tahlil  70.000 x itu.

Amalan-amalan wirid yang diijazahkan itu, biasanya diberikan setelah


sang guru ditemui oleh pemohon ijazahan, dengan mengemukakan
maksud dan persoalan-persoalan yang dihadapinya: ada yang mengeluh
keluarganya terus menerus mengalami sakit yang beruntun; ada yang
terkena ilmu-ilmu ghaib atau gangguan jin; ada yang karena
menanggung hutang begitu banyak; ada yang ingin pergi merantau
dalam waktu yang panjang; dan lain-lain maksud. Jenis amalan yang
diberikan sang kyai kepada pemohon, berbeda-beda sesuai dengan
tingkatan dan maksud yang meminta; dan juga tergantung amalan wirid
yang dimiliki seorang kyai.

Amalan Kolektif di Pesantren

Amalan ini untuk umum-kolektif yang harus dijalankan khusus di


pesantren sebagai bagian dari wirid yang dijalankan oleh para santri.
Guru atau pengasuh pesantren biasanya memperoleh amalan ini dari
gurunya, lalu diteruskan di pesantrennya. Di antara jenis ini, sebagian
pesantren mengamalkan wirid Ratib al-Haddad dan beberapa ratib lain.
Penulis menemukan berbagai koleksi dan jenis wirid ini dilakukan di
berbagai pesantren, hampir merata dari Jawa Timur sampai Banten,
tetapi tentu saja tidak untuk seluruh pesantren. Meski Ratib al-Haddad
ini disusun oleh al-Habib Abdullloh bin Alwi al-Haddad sebagai bagian
dari wirid di kalangan tarekat Alawiyah dengan baiat dan ditambah
wirid-wirid lain, tetapi untuk keperluan wirid, yang telah dipraktikkan
tidak mesti berhubungan dengan pembaitan tarekat Alawiyah, tetapi
cukup ijazahan yang diberikan guru, dan tidak ditambah dengan wirid-
wirid lain yang ada di kalangan tarekat Alawiyah.

Di antara jenis lain wirid ini, adalah sholawatan dan maulid,


pembacaan burdah, pembacaan al-Barzanji, dan tahlil. Tradisi
pembacaan sholawatan dan pembacaan Maulid Shimtuddurar sekarang
berkembang pesat, bukan hanya di pesantren-pesantren di kalangan
Islam Jawa, tetapi juga sampai ke belahan dunia Islam. Khazanah
Maulid Shimtuddurar, yang pusat ijazahannya, di antaranya dari habib
Anis  di Solo, dan banyak kyai mengambil ijazahan dari Habib Anis
ini.

Menurut salah seorang pengasuh pesantren di Jawa Timur yang


memiliki sanad dari Habib Anis yang ikut menyebarkan pembacaan
Maulid Shimthuddurar ini, mengatakan kepada saya: “Kitab ini
disusun dengan dibimbing oleh Nabi Muhamamd Saw, untuk
menyempurnakan tradisi yang sudah ada sebelumnya…” Maksud
tradisi yang ada sebelumnya adalah pembacaan sholawat dan kitab
maulid yang ada di kumpulan Maulid ad-Daiba`i dan Maulid Syarful
Anam, yang telah beredar secara luas dan merata di kalangan
masyarakat Islam Jawa.

Saya pun bertanya, maksud penyempurnaan itu, dia menjawab: “Dalam


kumpulan Maulid ad-Daiba’i dan Maulud Syarful Anam, di kitab
kumpulan itu juga terdapat syiir-syiir yang tidak dikenali lagi siapa
pengarangnya, tentang pujian-pujian kepada Kanjeng Nabi Muhammad
itu.” Dalam konteks ini, Maulid Shimtuddurar jelas pengarangnya,
yaitu Habib Ali bin Muhammad al-Habsy. Ihda Fatihah dan keperluan
memperoleh kerberkahan dari sang pengarang dan bersambungnya
sanad, yang menurut ceritanya, penyusunanan kitab itu langsung
dibimbing Kanjeng Nabi Muhammad, menjadikan kumpulan Maulid
Simthuddurar lebih mantab dan meyakinkan bagi sang kyai untuk
diamalkan sebagai wirid Maulid.

Amalan Jama`i di Masyarakat

Amalan di pesantren atau amalan dari kyai tertentu yang kemudian


dikembangkan di majlis-majlis pengajian, majlis shalawatan, dan
majlis dzikir, melampaui lokalitas di pesantren sang kyai. Hal ini bisa
terjadi, karena fungsi kyai di pesantren sebagai pendidik, selalu tidak
terlepas dari fungsi sebagai orang yang dipandang sebagai “guru” di
masyarakat, dan karenanya tidak jarang sang kyai atau pengasuh
pesantren diminta untuk mengisi pengajian, majlis taklim, dan majlis
dzikir; dan fungsi ta’lim di masyarakat sebagai bagian dari pengabdian
seorang kyai untuk menyempurnakan kehidupan tauhidnya.

Dari jenis ini, lalu lahir gerakan-gerakan majlis dzikir, seperti Dzikril
Ghafilin, Dzikir Sholawat Wahidiyah, pengajian Ratib al-Haddad,
manaqib Syaikh Abdul Qadir al-Jilani, Ratib al-Kubro, dan banyak lagi
yang lain di tengah-tengah masyarakat umum. Amalan jama`i ini,
biasanya mengambil hari-hari tertentu dalam sebulan sekali, atau
selapanan sekali. Mereka yang mengamalkan dzikir jama`i ini, cukup
sebulan sekali membacanya, atau setiap selapanan. Akan tetapi juga
ada, di antara pengamal sebulan sekali ini di dalam jama`i, tetapi
diamalkan setiap hari untuk amalan fardi. Seperti pengajian rutinan
Ratib al-Haddad sebulan sekali, dan pada saat yang sama, oleh
pengamal tertentu diamalkan untuk diri pribadi setiap hari berdasarkan
ijazah dari seorang guru.

Sebagian Pusat Mengambil Ijazah Beberapa Jenis Amalan

Beberapa jenis amalan untuk pribadi murid atau masyarakat yang


meminta, mencakup amalan-amalan yang berefek, untuk kelancaran
rizki dan hidup istiqomah, pengobatan dan gangguan setan-jin, agar
kuat berkiprah dimasyarakat dan disenangi keluarga-masyarakat,
pertahanan diri dari serangan musuh,  menghilangkan putus asa dan
kebingungan, agar hajatnya terkabul, dan lain-lain, dengan disandarkan
kepada Alloh. Di antara jenis-jenis wirid ini di antaranya: ayat-ayat
hifzhi, ayat-ayat syifa’, doa nur buat, wirid hasbunalloh wani’mal
wakil, wirid surat al-Fatihah, amalan Yasin Fadhilah, amalan Sholawat
Nariyah, wirid tahlil, wirid tarekat, wirid asmaul husna, hizib-hizib,
ratib, dan lain-lain.

Amalan 100 x Al-Fatihah

Amalan wirid 100 x surat Al-Fatihah, di antara pusatnya sekarang ini


dikembangkan oleh para penganut Dzikrul Ghafilin, peninggalan Gus
Miek dan KH. Achmad Shidiq, sehingga ijazahnya mengambil dari dua
syaikh ini. Amalan ini juga dikenal sebagai amalan yang diambil dari
beberapa kyai ternama, yang kemudian disebut dalam ijazah wasilah
surat al-Fatihah di kalangan Dzikrul Ghafilin, yaitu KH. Abdul Hamid
Pasuruan, KH. Abdul Hamid Kajoran, KH. Dalhar Watucongol, dan
KH. Mundzir Mangunsari. Dalam tradisi Dzikrul Ghafilin, wirid surat
Al-Fatihah ini bisa dicicil setiap selesai sholat, dan disebutkan dalam
buku kecil Dzikrul Ghafilin, wirid ini diamalkan oleh Imam al-Ghazali.

Sebagian kyai juga mengamalkan dzikir ini, ada yang berjumlah 41 x,


dan di antara yang mengamalkan ini, salah satu pusatnya di Geger
Menjangan, Purworejo di kalangan keluarga penerus  Mbah Imam
Puro.  Kyai-kyai di Jawa juga banyak mengamalkan witid surat Al-
Fatihah ini, bahkan ada yang 500 x, dan juga 1000 x. Beberapa orang
yang mimpi dengan Gus Dur, yang penulis temui, juga mengakui
diminta mengamalkan wirid surat Al-Fatihah 100 x.

Amalan Sholawat Nariyah


Sholawat ini dikenal di seluruh dunia Islam, sebagai amalan wali
bernama Imam Ibrahim at-Taji, dan sholawat ini disebut juag dalam
kumpulan sholawat yang ditulis Imam Yusuf bin Ismail an-Nabhani
berjudul Afdhalus Sholawat `ala Sayyidis Sadat. Di kalangan muslim
Jawa, banyak kyai Jawa mengamalkan amalan ini. Nahdlatul Ulama
pada masa kepemimpinan KH. Said Aqil Siradj bahkan pernah
menyerukan gerakan 1 milyar membaca sholawat Nariyah. Pengamalan
dilakukan sehari semalam dalam jumlah 4444 kali, dan setelah itu
dibaca setiap hari atau setelah selesai sholat sesuai pengijazah amalan
ini, bisa 7 x atau 15 x.

Salah satu pusat yang dijadikan sanad ijazah ini adalah Mbah Ma’shum
Lasem, salah seorang pendiri NU dan kyai yang sangat dihormati, ayah
dari KH. Ali Maksum. Di Banyuwangi, salah satu kyai yang
mengamalkan ini adalah KH. Mawardhi Secawan Srono. Di tanah Jawa
paling Barat, di Banten, pusat pengijazahnya di antaranya KH. Muhtadi
Dimyati, putra dari ulama Banten terkenal, KH. Dimyati Banten; dan
juga KH. Thobari Sadzili, salah satu dari cucu Syaikh Nawawi al-
Bantani.

Di beberapa tempat juga ada Majlis Sholawat Nariyah, misalnya di


Blitar yang dikaji oleh Umi Choisaroh dalam skripsinya, Sejarah
Perkembangan Majlis ta’lim dan Dzikir Jamiyah Sholawat Nariyah
Mustaghitsu al-Mughits di Dusun Mantenan Desa Sukorejo Kecamatan
Udanawu Blitar 2011-2018 (UIN Sunan Ampel, 2019), dan Majlis ini
cukup terkenal di Jawa Timur, yang diasuh oleh KH. Muhammad
Sonhaji Nawal Karim Zubaidi (Gus Shon). Amalan ini sebelumnya
dilaksanakan oleh kakek dan ayahnya, dan kini telah memiliki cabang
yang cukup banyak tidak kurang dari 60 cabang.

Amalan Manaqib Syaikh Abdul Qodir al-Jilani


Amalan manaqib Syaikh Abdul al-Jailani sudah lama dikenal di Jawa,
baik oleh penganut tarekat Qadiriyah atau masyarakat secara umum, di
masa awal penyebaran Islam di tanah Jawa. Beberapa jenis Manaqib
Syeh juga berbeda-beda, ada yang berbentuk nazhaman dan ada yang
berbentuk prosa: yang berbentuk nazhaman disebut Manaqibul Akbar
dengan wasilah kepada beberapa syaikh, yaitu Syaikhona Kholil
Bangkalan; ada yang berbentuk prosa, seperti yang terkenal adalah Al-
Lujainud Dani, yang banyak diterjemah ke dalam bahasa pegon; ada
yang dengan judul Lubabul Ma`ani, An-Nurul Burhani, ada juga
Jawahirul Maani, dan lain-lain.

Di Banyuwangi pusat ijazah amalan Manaqibul Akbar ada di Pesantren


Darussalam Blokagung, dan para murid-murid mereka yang telah
mendirikan pesantren. Di Jember Manaqib Syaikh di antaranya
diamalkan jama`i oleh KH. Muzakki Syah, dengan ribuan jamaah; di
Pasuruan ada Yayasan Serba Bakti (YSB) Pontren Suryalaya Nongko
Jajar, Pasuruan; dan yang terkenal di Pasuruan, pengijazah manaqib
dengan judul Jawahirul Ma`ani adalah KH. Ahmad Jauhari Umar
(1945-2006), berpusat di Pesantren Darussalam Tegalrejo.

Pusat-pusat yang lain dimiliki oleh pusat-pusat tarekat Qadiriyah


Naqsyabandiyah, seperti di Mranggen yang berpusat pada KH. Muslih
al-Maraqi dan murid-muridnya, KH. Asrori al-Ishaqi dan para murid-
muridnya, penerus tarekat KH. Mustain Ramli (di antaranya diteruskan
Gus Mujib); KH. Abah Anom  Suryalaya dan para muridnya di
Tasikmalay; di Cilacap, Pesantren Kesugihan yang didirikan KH.
Badawi Hanafi sekarang ini juga termasuk yang menyelenggarakan
Manaqib Syaikh Abdul Qodir al-Jilani; dan di banyak tempat dari
cabang-cabang tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah di pulau Jawa.

Amalan Hizib Autad


Hizib ini selain diamalkan banyak kyai di Jawa juga diamalkan
masyarakat muslim Jawa di berbagai majlis ta’lim dan pengajian,
dimulai dengan Allohul Kafi Robbunal Kafi Qoshodnal Kafi Wajadnal
Kafi, dan seterusnya. Pusat-pusat pengambilan amalan Hizib ini,
terdapat di pusat-pusat Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.

Hizib Nahsar-Hizib Bahr-Hizib Bar

Amalan Hizib ini juga dimiliki oleh banyak kyai di Jawa, dan sumber
hizib-hizib ini adalah dari Syaikh Abul Hasan as-Sadzili. Pusat-pusat
tarekat Sadziliyah di Jawa, adalah juga pusat pengambilan ijazah hizib-
hizib Syaikh Sadzili ini.

Amalan Ayat Lima

Di antara beberapa jenis amalan ayat Al-Qur’an adalah Ayat Lima, Ayat
7, dan Ayat 15; dan di antara pusat yang menyebarkan Ayat Lima di
antaranya dimiliki oleh para mursyid Qadiriyah wa Naqsyabandiyah
dari jalur Syaikh Ibrahim Brumbung, yang diwariskan kepada KH.
Hasan Anwar ke KH. Madchan bin Abdul Manan. Dalam amalan
mereka ini, pengamalan dilakukan puasa dan diamalkan selama 3 hari
diamalkan sebanyak 313 x, dengan wasilah keguruan mereka; dan
setelah itu diamalkan setiap hari. Di antara kyai lain yang menjaid
pusat amalan ini adalah di Krapyak yang diamlkan oleh KHR. Abdul
Qodir.

Amalan Yasin Fadhilah

Amalan Yasin Fadhilah banyak dilakukan kyai-kyai di Jawa, dan di


antara pusat penyebaran amalan ini adalah para keluarga Mbah Imam
Puro. Di Banyuwangi Yasin Fadhilah juga disebarkan melalui
Pesantren Blokagung dalam kumpulan wirid-wirid yang sudah tercetak.
Di Ceroben, tepatnya di Mertapada Kulon Kecamatan Astanajapura
Cirebon, Yayasan PATWA (Yayasan At-Tarbiyatul Wathoniyah),
dengan otoritas KH. Amad Syathori, juga menyebarkan amalan ini; dan
beberapa doa dari Yasin Fadhilah di sini, variasinya ada yang diperoleh
dari Syaikhona Kholil Bankalan.

Di Jawa Tengah, Mbah Maemun Zubair juga termasuk yang dikenal


memberi ijazah Yasin Fadhilah; di Yogyakarta, Pesantren Wahid
Hasyim, yang didirikan KH. Abdul Hadi juga mengamalkan Yasin
Fadhilah, di Asrama Al-Hikmah;  dan masih banyak lagi di Pesantrfen-
pesantren di Jawa.

Sholawat Kubro

Amalan Sholawat Kubro yang merupakan sholawat yang dikenal


diamalkan para wali di tanah Jawa di masa awal, di antaranya adalah
KH. Imroni Abdullah di Jepara. KH. Imroni  mengamalkan bersamaan
dengan mujahadah Sholat Tasbih. Selain itu, Sholawat Kubro juga
diamalkan keluarga dari Mbah Imam Puro yang terhimpun dalam kitab
Manaqib-nya, dan tokoh ini makamnya ada di Geger Menjangan,
Purworejo.

Ratib Al-Haddad

Banyak kyai di Jawa, baik yang keturunan langsung dari Sayyid atau
Habib, atau yang dari suku Jawa-Madura, mengamalkan Ratib al-
Hadad, yang disusun Al-Habib bin Abdullah bin Alwi al-Haddad. Di
antara pusat pengijazah ini, bersumber dari KH. Asad Syamsul Arifin
di Situbondo; KH. Abdul Hamid di Pasuruan; KH. Mufid Masud di PP
Sunan Pandanaran; KH. Abdul Mukhit di Jejeran; Abuya Muhtadi
Dimyati Banten, dan masih banyak Habib-Sayyid-syarif, dan kyai-kyai
lain membaca Ratib ini, dan tersebar dari Banyuwangi, Cirebon sampai
Banten.
Dalam tulisan di tebuireng online yang ditulis Arif Khuzaini, berjudul
“Sejarah, Khasiat & Bacaan Ratib al-Haddad”, di antaranya dia
menyebut pemberi ijazah Ratib ini yang di Indonesia,  diperoleh dari
beberapa guru: Habib Ali bin Husain al-Haddad Surabaya, Habib Ali
Al-Jufri Jombang, Habib Muhammad as-Segaf Solo, Habib Alwi al-
Haddad Peterongan, dan K. Ahmad Muntaha Pesantren Gedongsari
Nganjuk, dan yang satu dari Yaman (Habib Ahmad bin Husain Aidid).

Ratib Kubro

Amalan Ratib Kubro juga dibaca oleh sebagian masyarakat-kyai di


Jawa, dan sumber pengijazah dari amalan ini di antaranya adalah Habib
Muhammad Luthfi bin Yahya. Rotib ini disusun Habib Thoha bin
Hasan bin Yahya Ba `Alawi, adalah putra dari Habib Hasan bin Thoha
bin Yahya Semarang, dan terhitung amalan ratib yang disusun lebih
belakangan dibanding dengan Ratib Al-Haddad, ratib al-Atasy, dan
ratib yang sejenis dari Hadhramaut. Dari Habib Luthfi, lalu menyebar
ke berbagai muridnya, dan di antara penyebarannya melalui KH.
Abdullah Saad di Pesantren al-Inshof, Karanganyar. Termasuk
pengamalan Ratib Kubro di Yogyakarta, bertempat di Pesantren Kyai
Khairani Cepokojajar Piyungan, juga dari Habib Muhammad Luthfi
Pekalongan, dan kemudian berhubungan dengan KH. Abdullah Saad,
Karanganyar.

Simtud Durar

Kitab Maulid Simtud Durar, disusun oleh Habib Ali bin Muhammad
al-Habsyi asal Hadhramaut (w.1915), yang dibaca seminggu sekali di
Masjid Riyadh, Syaiun, Hadhramaut. Yang membawa ke Indonesia ada
dua jalur, seperti disebutkan Muhammad Asad dalam alif.id (31 Juli
2019): pertama, dari kalangan murid, bernama Habib Muhammad bin
Idrus al-Habsyi (w. 1917) di Cirebon, lalu ke Bogor, dan kemudian
pindah ke Surabaya; lalu pembacaan Simtud Durar ini diteruskan oleh
Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi (w. 1968), yang disebut Habib
Ali Kwitang, yang juga murid penyusun Simtud Durar (Habib Ali bin
Muhammad al-Habsyi); dan mengadakan  pembacaan Simtud Durar ini
di kantor pusat Jamiat Khoir, dan kemudian di Masjid Kwitang yang
terkenal pada tahun 1930-an.

Kedua, Simtud Durar juga dikenalkan oleh Habib Alwi, keturunan


Habib Ali Al-Habsy penyusun Simtud Durar (w. 1953) sendiri. Putra
Habib Ali penyusun Simtud Durar ini, ke Nusantara, menetap di
Jakarta, kemudian ke Semrang, dan terakhir di Solo. Tahun 1934,
Habib Alwi mendirikan masjid Riyadh di Solo. Setelah itu, penyebaran
 Simtud Durar dilakukan putra Habib Alwi yang bernama Habib Anis
bin Ali al-Habsy (w. 2006), yang sangat terkenal. Ijazah Simtud Durar
banyak bersumber dari Solo, dari Habib Anis dan murid-muridnya.

Dalail Khairat

Amalan Dalail Khairat berasal dari Imam al-Jazuli juga dilakukn oleh
banyak kyai di Jawa, dan dilakukan berbagai pengikut tarekat. Sanad
mereka banyak bersambung kepada Syaikh Mahfudz Termas, dan
beberapa syaikh lain di Hijaz. M Bagus Irawan telah menerjemahkan
Dalail Khoirot ini ke dalam bahasa Indonesia  diterbitkan Keira
Publising ( 2019) dan menulis “Sanad Dalail Khairat di Nusantara”
(iqra.id., 3 Oktober 2019). Amalan Dalail Khaoirot ini banyak
diamalkan disertai dengan puasa, ada yang setahun, lalu ditambah
beberapa tahun, dan ditambah harus rajin membaca Al-Quran.

Di antara pusat penyebaran dan pengambilan ijazah adalah Habib


Abdullah bin Muhsin al-Attas Empang Bogor (w. 1932) dan para
muridnya; Abah Anom juga  disebut penyambung rantai sanad Dalail
Khoirot; di Pekalongan ada KH. Thohir bin Abdul Lathif (w. 1946).
Sementara  di Kudus, mujiz terkenal adalah KH. Ahmad Basyir, di
Pesantren Darul Falah Jekulo; di Jombang ada KH. Djamaluddin
Ahmad Tambakberas dan KH. Abdul Aziz Mansur Paculgowang; dan
amalan Dalail Khoirot juga ada di Pesantren Lirboyo Kediri dan KH.
Djazuli Usman di Ploso; di Blitar ada KH. Mahdi di Pesantren Miftahul
Huda; di Malang, ada KH. Achmad Masduqi Mahfudz  di PP Salafiyah
Syafiiyah Nurul Huda; dan di Yogyakarta ada KH. Ali Maksum, dan di
PP Sunan Pandanaran Yogyakarta, KH. Mufid Masud juga pengamal
Dalail Khoirot yang memperoleh dari KH. Ma’ruf Surakarta dan KH.
Abdul Muid Klaten; dan di Jawa tengah ada KH. Muhammadun
Pondowan dan murid-muridnya.

Tarekat Qadiriyah

Di antara pemegang sanad tarekat Qadiriyah di Jawa, sekarang ini


adalah KH. Ahmad Hisyam Syafaat Banyuwangi, yang memperoleh
dari Syaikh Abdul Karim al-Mudarris Irak, seperti disebutkan di
blokagung.net (30 Oktober 2014).

Tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah

Amalan Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, pusat baiat dan


pengijazahannya di antaranya, melalui pusat-pusat seperti Syaikh
Abdul Karim Banten dan murid-muridnya, Syekhona Kholil Bangkalan
dan murid-muridnya, KH. Hasan Basuni Madura dan murid-muridnya,
 Syaikh Ibrahim Brumbung dan murid-muridnya, Abah Anom di
Suryalaya dan murid-muridnya, KH. Asrori al-Ishaqi di Surabaya dan
para penerusnya, KH. Mustain Romli dan para penerusnya, KH.
Muslih Mranggen dan para penerusnya,  KH. Hasan Anwar Purwodadi
dan para penerusnya, Habib Ali Alhinduan Madura, dan lain-lain.
Jaringan mereka ditulis oleh Martin van Bruinessen dalam buku Kitab
Kuning.

Tarekat Syathariyah
Pusat Tarekat Syathariyah dulu ada di Pamijahan, bersumber dari KH.
Abdul Muhyi  dan jaringan murid-muridnya yang sangat luas;
Ronggowarsito dan Ronggosasmito di Kartasura; Kyai Asy’ari
Kaliwungu, yang dikenal sebagai Kyai Guru juga menjadi rantai sanad
penting tarekat ini; dan di Yogyakarta kini tarekat ini ada di Jejeran
(dari sanad Mbah Nawawi Jejeran) dan Giriloyo (Mbah Marzuqi
Giriloyo). Sementara gabungan Sadziliyah-Syathariyah berpusat
baiatnya dari Mbah Imam Puro dan keturunannya serta murid-
muridnya yang tersebar.

Tarekat Syadziliyah

Pusat Sadziliyah yang cukup tua adalah Pesantren al-Kahfi atau


Pesantren Sumolangu melalaui  Kyai Sumolangu dan murid-muridnya;
KH. Idris Jamsaren di Solo; KH. Dalhar di Pesantren Darussalam
Watucongol dan para murid-muridnya; KH. Abdul Malik Purwokerto
(Sadziliyah dan Naqsyabandiyah) dengan jaringan para muridnya yang
luas; KH. Abdul Jalil Mustaqim di Pondok Peta Tulungagung dan para
murid-muridnya, Habib Muhammad Luthfi di Pekalongan dan para
murid-muridnya; KH. Siroj Payaman Magelang, KH. Ahmad Ngadirejo
Klaten, KH. Abdullah Kaliwungu, KH. Siradj Panularan Surakarta,
KH. Abdul Muid Tempursari Klaten, KH. Maruf Mangunwiyoto
Jenengan, KH. Idris Kacangan Boyolali, dan beberapa yang lain.

Tarekat Naqsyabandiyah

Amalan Tarekat Naqsyabandiyah di Jawa telah dijelaskan Martin van


Bruinessen dalam buku Tarekat Naqsyabandiyah di Indonesia (Mizan,
1996), yang pusat-pusatnya di antaranya: KH. Usman Gedang dan para
muridnya, KH. Muhammad Ilyas di Sokaraja Banyumas dan para
muridnya; Syaikh Abdul Hadi Giri Kusumo dan para murid-muridnya,
sebelah tenggara Semarang; KH. Abdurrahman Kebumen; tarekat ini
juga pernah ada di Pesantren Benda Kerep Cirebon; dan KH. Zain
putra KH. Tholchah Cirebon. Di antara cabang-cabang penting yang
sekarang berkembang-terkenal adalah KH. Mansur Popongan dan para
penerusnya, KH. Arwani Kudus, Mbah Mangli Magelang, dan banyak
lagi yang lain.

Dalam buku Zamaksyari Dhofier berjudul Tradisi Pesantren (LP3ES,


2011), disebut Syaikh Abdul Jalil Tegalsari Salatiga (w. 1916) termasuk
penyebar Naqsyabandiyah awal dan mendapat langsung dari Mekkah,
di luar jalur yang selama ini ada. Di Madura, beberapa mursyid
Naqsyabandiyah juga disebut Martin adalah perempuan, seperti Nyai
Thabibah (yang memperoleh dari KH. Ali Wafa) dan Syarifah Fatimah
yang memiliki pengikut cukup banyak.

Tarekat Tijaniyah

Pengambilan amalan tarekat Tijaniyah bersumber di Pesantren Buntet,


dan jaringan  yang mengambil dari Pesantren Buntet.

Hizib Ghazali

Di antara sumber penting pengijazah Hizib Ghazali adalah KH.


Chudlori di API Magelang dan para murid-muridnya, sebagaimana
disebutkan oleh Bambang Pranowo dalam Memahami Islam Jawa
(2009). Amalan Hizib Ghazali dilakukan dengan berpuasa selama 7
hari, dan dibaca setiap selesai sholat 5 waktu minimal 7 x dan
maksimal 40 x. Di Banyuwangi, Hizib Ghazali juga diajarkan melalaui
Pesantren Manbaul Ulum, Muncar Banyuwangi, dan di beberapa
pesantren lain di Jawa.

Hifdzul Quran
Amalan menghafal Al-Qur’an di Jawa yang paling terkenal dan cukup
tua adalah Pesantren Krapyak melalaui sanad KH. Munawwir. Dari
KH. Munawwir kemudian banyak dikembangkan para muridnya di
Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Beberapa
pesantren yang menjadi pusat menghafal Al-Qur’an, di antaranya,
selain Krapyak adalah PP. An-Nur Ngrukem, Bantul; juga ada di PP
Sunan Pandanaran; juga ada di Wonosobo, dibawah otoritas KH.
Muntaha; dan beberapa pesantren lain.

Amalan Ngaji Shahih Bukhari

Di antara pengijazah amalan dengan tirakat ngaji Shahih Bukhari, yang


ternama adalah Hadhratusy Syaikh Hasyim Asyari (dan para murid
yang mengambil ijazah darinya) dari Syaikh Mahfudh at-Tirmasi; KH.
Zubair (ayah Mbah Maemun Zubair) dan para miuridnya; KH. MA
Sahal Mahfuzh dari Syaikh Zubair dan Syaikh Yasin al-Fadani; KH.
Maruf Amien yang memperoleh dari KH. Idris Kamali (menantu
Hadhratusy Syaikh Hasyim Asyari); dan sebagian pusat-pusat yang
lain.

Amalan Puasa Ndawud

Amalan Puasa Ndawud adalah sehari berpuasa dan sehari tidak.


Amalan ini banyak pula diamalkan oleh banyak kyai di Jawa. Salah
satu pemegang ijazah amalan ini adalah KH. Ahmad Hisyam Syafaat
(Pesantren Blokagung Banyuwangi), yang sering memberi ijazah setiap
tahun tepat menjelang tahun baru Hijriyah; di Yogyakarta, di antara
pesantren yang mengijazahkan ini adalah Pesantren Ash-Sholihah
Jonggrangan Sumberadi Mlati Sleman, yang didirikan KH. Muhamamd
Zahid; dan di beberapa pesantren yang mengijazahkan Dalail Khoirot,
biasanya juga mengijazahkan Puasa Ndawud.

Amalan Doa Nurbuat


Di antara amalan yang banyak pula dilakukan kyai-kyai di Jawa dan
habaib adalah Doa Nurbuat. Di antara sumber pengijazah amalan ini di
Yogyakarta di antaranya bersumber dari KH. Khalil Harun Segoroyoso
dan para muridnya yang mengambil ijazah mereka. Pengamalannya
yang bersumber dari kyai yang memperoleh dari KH. Kholil Harun, 
Doa Nurbuat ini diamalkan setiap hari 3 x atau 5 x, dengan dipungkasi
Sholawat Tunjina 15 x.

Ayat-Ayat Syifa

Ayat-ayat Syifa adalah ayat-ayat yang diguankan menjadi wasilah


memohon kesembuhan dan obat dari sakit badan dan batin. Di antara
pusat dari jazahan ini bersumber dari Kyai Asyari Kaliwungu, KH.
Munthaha dan KH Faqih Muntaha, yang telah terhimpun dalam sebuah
rangkaian wirid Ayat Syifa, dipungkasi dengan sholawat Thibbil Qulub.
Mursyid Sadziliyah-Syathariyah di Purworejo, KH. Adib Luthfi Hakim
juga mengamalkan Ayat Syifa; dan banyak kyai lain juga mengamalkan
ini.

Ayat-Ayat Hifzhi

Ayat-ayat Hifzhi adalah doa-doa untuk penjagaan dari segala gangguan


jin setan dan hal-hal buruk lain. Di antara, yang menjadi sumber
pengijazah amalan Ayat-Ayat Hifzhi, sebagaimana ada dalam amalan
sebagian keturunan Mbah Imam Puro di manaqib-nya, adalah berasal
dari Pesantren Poncol Salatiga, yang didirkan KH. Misbach, dan
diteruskan para murid-muridnya.

Hasbunalloh wani’mal Wakil

Amalan hasbunalloh wani’mal wakil, di antara sumber pingijazahnya


adalah KH. Abdul Hamid Pasuruan: ada yang dalam jumlah 450 x
setiap hari, dan ada yang siang 450 x dan malam 900 x, sebagaimana
yang diceritakan sebagian pengamalnya kepada saya; dan banyak kyai
lain di Jawa.

Mantra Jawa di Pesantren

Meskipun kyai-kyai Pesantren di kalangan muslim Jawa menggunakan


amalan wirid dalam bahasa Arab, tetapi mereka juga berbahasa Jawa
dalam kebiasaan hariannya; dan tidak sedikit yang memiliki mantra-
mantra berbahasa Jawa untuk keperluan-keperluan tertentu sebagai
wirid, sebagai pelengkapnya. Di antara mereka yang memiliki mantra
Jawa ini ada Guru Marzuki Giriloyo (Syathariyah), KH. Dalhar
Watucongol (Syadziliyah), KH. Madchan Abdul Manan (Qadiriyah-
Naqsyabandiyah-Syathariyah) di Purwodadi, Mbah Imam Puro di
Purworejo (Sadziliyah-Sathariyah), dan beberapa kyai lain.

Apa yang disebutkan dari beberapa amalan dan sebagian penyebar


amalan-amalan itu, hanya sebagian kecil saja, dan tentu banyak sekali
kyai-kyai di Jawa yang mengamalkan amalan-amalan wirid yang tidak
disebutkan di sini, dan di luar jangkauan yang saya ketahui.

 TAGS: #AMALAN #DZIKIR #HIKMAH #IJAZAH

#ISLAM JAWA #KIAI #MA'RIFAT #PESANTREN #TARIQAT

#TRADISI #WIRID

 SHARES
b d Z P
Rp85.000 Rp85.000

Add to cart Add to cart

Rp150.000 SALE

Add to cart Rp65.000 Rp58.500

Add to cart
Nur Kholik Ridwan View More Posts 

Pernah menjadi anggota PP. RMI NU dan Peneliti di ISAIS UIN Sunan Kalijaga.
Karya yang pernah diterbitkan : Suluk Gus Dur : Bilik-bilik Spiritual Sang Guru
Bangsa (2013); Negara Bukan - Bukan : Prisma Pemikiran Gus Dur Tentang
Negara Pancasila (2018); dan NU dan Neoliberalisme ; Tantangan dan Harapan
Menyongsong Satu Abad (2014).

 PREVIOUS ARTICLE NEXT ARTICLE 

Pemikiran Postmo dalam Literasi


Wong Agung Gus Dur
Pegon Ulama Nusantara

Artikel terkait

Find real hookup web sites to meet up regional singles

REDAKSI LANGGAR

Gerbang Bandar: Penciptaan, Penataan, serta


Pertemuan 

AJI RAMADHAN

Reproduksi Kota: Imajinasi dan Pengalaman

DONNY DANARDONO
Cerita dari Langgar (2): Alip Jabar A, Alip Jer I, Alip Pes
U

TAUFIQ AHMAD

Javanologi: Perihal Historiografi dan Kanonisasi

MOHAMMAD HAGIE

Antara Komoditas dan Banalitas

AHMADUL FAQIH MAHFUDZ

b d 4 

Serambi Latar Lembar Bilik Jendela Keredaksian Kirim Tulisan


Shop

2022 langgar.co - All Rights Reserved

Anda mungkin juga menyukai