Anda di halaman 1dari 57

BAB V PEMBAHASAN

1. Alasan Kyai Pondok Pesantren Al Falah dalam Mempertahankan Visi Misi Pesantren Salafiyah di Era Globalisasi Pondok pesantren Al Falah menggunakan model pendidikan salafiyah. Pondok pesantren salafiyah yang dimaksud di sini. Pondok pesantren dalam konsep salafiyah adalah. Salaf artinya lama, atau tradisional. Pondok pesantren salafiyah adalah pondok pesantren yang menyelenggarakan pembelajaran dengan pendekatan tradisional, sebagaimana yang berlangsung sejak awal pertumbuhannya. Pembelajaran ilmu-ilmu agama Islam dilakukan secara individu atau kelompok dengan kosentrasi pada kitab-kitab klasik, berbahasa Arab. Penjenjangan tidak didasarkan pada waktu, tetapi berdasarkan tamatnya kitab yang dipelajari. Dengan selesainya kitab tertentu, santri dapat naik jenjang dengan mempelajari kitab yang tingkat kesukarannya lebih tinggi. Demikian seterusnya. Pendekatan ini sejalan dengan prinsip pendidikan modern yang dikenal dengan sistem belajar tuntas. Dengan cara ini, santri dapat lebih intensif mempelajari suatu cabang ilmu.122 Dari hasil pengamatan dan dokumentasi tertulis di pondok pesantren Al Falah menunjukkan, bahwa sistem pendidikannya sudah tertata dengan baik, contoh kurikulum tingkat sfifir (ibtida' iyah) sampai tingkatan Tsanawiyah serta tingkat musyawirin saling bersinergi. Jadwal pelajaran, manajemen keuangan, pengaturan model pembelajaran, tata tertib madrasah, wajib belajar setelah

122

Depag RI Dirjen Kelembagaan Agama Islam, 2003, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Pertumbuhan Dan Perkembangannya. Jakarta, hlm. 28-30.

sekolah sudah tersistem dan dilaksanakan di madrasah diniyah, sehingga termasuk kategori madrasah formal. Arah pendidikan di madrasah diniyah telah disesuaikan dengan misi, tujuan pondok pesantren. Sehingga sistem pendidikan formal terlah berjalan hingga saat ini, akan tetapi karena sifatnya yang independen dan tidak memasukkan pelajaran umum maka madrasah pesantren ini tidak sama persis dengan pendidikan formal yang mengikuti surat keputusan bersama tiga mentri. Akibatnya ijazah yang dikeluarkan oleh pondok ini belum tidak oleh pemerintah. Pendidikan nonformal juga dilaksanakan di pesantren Al Falah. Pendidikan nonformal berupa pengajian-pengajian kitab klasik yang menggunakan metode pembelajaran seperti: pengajian sorogan, bandongan dan wetonan. Metode ini masih dianggap merupakan cara yang perlu dipertahankan hingga sekarang. Dengan cara-cara tersebut, pengajian kitab-kitab klasik dapat diikuti oleh para santri yang disesuaikan dengan kemampuannya mengkaji kitab pada kyai atau ustadz pondok pesantren. Didalam pengajian inilah kyai dapat

mengkomunikasikan pikiran dan keilmuaannya agar diikuti oleh para santri, sekaligus memasukkan nilai-nilai dan ajaran salaf yang menjadi nilai dasar dari pondok pesantren Al Falah. Pengajian nonformal yang disampaikan oleh kyai berfungsi sebagai ijazah keilmuan agama pada santrinya. Pengertian dari kyai lewat pengajian kitab klasik ini menjadi dasar bagi santri untuk memahami dan memperluas pemahaman kitabkitab lainnya secara mandiri (self study). Model pengajian kitab klasik yang tetap

dipertahankan ini adalah model pembelajaran yang diterapkan Sang Pendiri, KH Ahmad Djazuli Utsman, sebelum dibukanya sistem madrasah formal. Model pengajian seperti sorogan, bandongan dan wetonan merupakan ciriciri pendidikan nonformal di PP Al Falah yang masih mempertahankan hingga sekarang. Pengajian kitab-kitab oleh kyai atau ustadz merupakan salah satu pola yang dinamakan sanat ilmu atau ijazah dari guru pada santrinya. Pendapat (sanat ilmu) ini sebagaimana yang telah disampaikan oleh wakil kepala pondok pesantren Al Falah yang mengutip salah satu pengasuh PP Al Falah sebagaimana berikut ini. Ilmu agama itu harus ada sanatnya dan harus ada guru yang mengajari ilmu agama pada santri. Hal ini untuk menghindari pemahaman agama yang semestinya sesuai dengan keilmuan yang dibutuhkan dalam kajian sebuah ilmu agama. (W. IF 4. 12-04-2007) Jadi pengajian yang menggunakan model sorogan, bandongan dan wetonan merupakan upaya untuk memahami ilmu-ilmu agama yang mementingkan sanat untuk menjaga penyimpangan pemahaman santri tentang agama. Sedangkan untuk memperdalam keilmuan pada bidang fikih PP Al Falah menerapkan model bahsul

masa'. Bahsul masa' ini adalah pengkajian hukum-hukum agama yang il il


mengambil referensi kitab-kitab klasik dari empat madzhab fikih yang mu' tabar (masyhur) di dalam ilmu fikih Islam. Kendati mengikuti empat madzhab, di Al Falah cenderung mengadopsi pendapat-pendapat madzhab syafi' iyah. Menurut iyah dipakai karena para mushohih dan dewan maktabah ajaran madzhab syafi' lebih hati-hati dalam mengambil hukum, sesuai dengan kondisi umat Islam di

Indonesia yang hitrogen yang berdampingan dengan komunitas pengikut agama selain Islam. Pemikiran pendidikan yang dikembangkan di Al Falah adalah model tekstual salafi. Model tekstual salafi berupaya memahami ajaran-ajaran dan nilai-nilai mendasar yang terkandung dalam Al-Quran dan as-sunnah al-asahihah dengan melepaskan diri dari dan kurang begitu mempertimbangkan situasi kongkrit dinamika pergumulan masyarakat muslim (era klasik mupun kontemporer) yang mengitarinya. Masyarakat ideal yang diidamidamkan adalah masyarakat salaf, yakni struktur era kenabian Muhammad saw dan para sahabat yang menyertainya. Rujukan utama pemikirannya adalah kitab suci Al-Quran dan kitab-kitab hadis, tanpa menggunakan pendekatan keilmuan yang lain. Dengan kata lain, model yang pertama ini sangat mementingkan dalil-dalil nash ayat-ayat al Quran dan al hadis. 123 Dari pemikiran tekstual salafi ini proses pendidikan dikembangkan di Al Falah. Yakni dengan mempelajari kitab-kitab diharapkan tercipta kondisi masyarakat yang diharapkan tercapai di era globalisasi ini serupa atau mendekati kehidupan keagamaan di zaman kenabian atau zaman ulama klasik (ulama salaf). Mereka beranggapan bahwa keilmuan yang dimiliki ulma zaman modern sekarang ini kurang memenuhi persyaratan untuk membuat hukum baru atau memutuskan hukum yang tidak ada dalil atau rujukan dari kitab-kitab klasik. Sehingga kajian kitab klasik tetap dilasanakan. Kitab-kitab klasik merupakan sumber rujukan yang dianggap paling mendekati kebenaran dibanding ijtihad ulama sekarang. Pondok pesantren salafiyah Al Falah lebih menggunakan konsep-konsep pemikiran pendidikan tekstual salafi yang identik dengan filsafat perenialis dan essensialism, seperti pendapat dalam Muhaimin. (2004:50-51)

123

Muhaimin. 2004. Op. Cit, hlm 50-51.

Dalam konteks pemikiran (filsafat) pendidikan, terdapat dua mazhab yang lebih dekat dengan model tekstualis salafi, yaitu perenialis dan essensialism....keduanya juga berwatak konservatif, dalam arti samasama hendak mempertahankan nilai, kebiasaan dan tradisi masyarakat terdahulu. 124 Dari keterangan di atas dapat disimpulkan, bahwa konsep pendidikan salafiyah yang diterpkan pesantren Al Falah mempunyai ciri-ciri yang disebut sebagai berikut: 1) Menerapkan model madrasah diniyah formal dan pengajianpengajian kitab sorogan, bandongan, wetonan (non formal) 2) Menggiatkan

bahtsul masa' yang membahas permasalahan keagamaan yang terjadi di il


masyarakat dengan mengambil dari pendapat-pendapat empat madzhab fiqih. 3) Mempelajari ilmu-ilmu agama secara murni tanpa mempelajari ilmu-ilmu umum. 4) Kitab-kitab klasik (kitab kuning) sebagai kajian utama. 5) Santri menetap di pondok pesantren, baik sekolah, belajar bersama, tempat tinggal serta aktifitas rutinaitas keseharianya. 6) Mengikuti faham filsafat pendidikan Islam model tekstual salafi yang menganut aliran perenialis dan essensialis. 7) Mengikuti faham ahli Sunnah wal Jamaah. 8) Nilai-nilai yang dikembangkan antara lain: sikap tawadu'pada kyai dan usatadz, kesederhanaan, kesetaraan, menekankan ibadah, disiplin, khidmat pada pesantren dan kyai, menanamkan nilai-barakah pada santri. 9) Bersifat akhirat oriented. 10) Otoritas pengambilan kebijakan dan keputusan ada pada kyai.

124

Ibid. Muhaimin. 2004. hlm 50-51.

Setelah memahami tentang salafiyah maka penulis akan membahas temuan lapangan yang dapat menemukan jawaban dari pertanyaan dalam rumusan masalah dalam tesis ini yaitu: a. Menjalankan Amanat Pendiri Pesantren Al Falah Seperti yang dikemukakan oleh Thomas Hardy (1993)," Hidup manusia bersifat tidak konstan (tidak tetap), yang setiap saat selalu mengalami perubahan dan perkembangann baik secara evolutif maupun revolutif. Dalam hitungan waktu sedikit maupun banyak, besar ataupun kecil pasti mengalami perubahan dan atau perkembangan. Tidak ada kehidupan tanpa perubahan. Dalam hidupnya, manusia menghadapi berbagai tantangan, baik tantangan yang berasal dari dalam dirinya maupun dari lingkungan sekitarnya. Tantangan-tantangan yang dihadapi oleh manusia merupakan penyebab manusia berubah. Dengan kata lain, perubahan yang terjadi dalam hidup manusia merupakan proses perjuangan dan penyesuaian diri terhadap tantangan-tantangan hidupnya125 Sedangkan fakta di pondok pesantren Al Falah terdapat sebuah amanah dari pendiri pondok pesantren agar pesantren Al Falah yakni kyai Ahmad Djazuli agar pesantren Al Falah tidak dirubah-rubah, khususnya dalam faham pesantren yang dianutnya, sebagaimana waktu kyai Ahmad Djazuli masih ada. (IF. 1 W.8.4.2007) Sehingga kyai Zainuddin

maupun kyai yang lain di keluarga pondok pesantren Al Falah berulang kali menyampaikan pesan atau amanah dari kyai Ahmad Djazuli pada para
Thomas Hardy. .Aspek Manusiawi dalam Organisasi. (Alih Bahasa: Bakri Siregar). Jakarta : Erlangga. 1993. hlm. 260. .
125

pengurus maupun pada para santri lewat berbagai kesempatan, agar jangan sampai pada kurikulum di pondok Al Falah ditambahi dengan materi pelajaran umum. (IF. 1 W.10.4.2007) Dari hasil wawancara yang mengutip pendapatnya kyai Djazuli, beliau memang menginginkan pondok pesantren Al Falah menkhususkan diri pada sistem pendidikan pesantren salafiyah yang nota bene memilih hanya mengkaji ilmu agama saja. Melihat fakta, bahwa di samping sebagai ayah juga sebagai guru, sudah barang tentu pola pikir putra-putrinya akan taat terhadap memegang teguh pesan orang yang sangat di hormatinya yakni ayah biologis dan ayah fiddin (mengajar agama), serta ayah idiologis karena mengkuti faham tekstual salafi yang diikuti ayahnya. Ciri-ciri kepemimpinan di Al Falah sekarang, pengasuh pondok pesantren Al Falah tersebut memiliki ciri kepemimpinan spiritual seperti pendapat yang dikemukakan oleh Tobroni126 dalam kepemimpinan spiritual akan tampak beberapa sikap etis yakni:1) Sikap etis religius manusia kepada Tuhan. 2) Sikap etis religius yang terkait dengan sesama manusia. sifat-sifat pribadi misalnya

amanah (dapat dipercaya) istiqomah, husnudzon

(berprasangka baik). 3) Sikap Etis religius yang berkenaan dengan aktivitas berkarya dan kepemimpinan, yakni: Tabligh, Ruhul Jihad, bekerja sebagai ibadah dan ahsanu a' mala (bebuat yang terbaik), al wafa (menepati janji).

Tobroni. 2005. The Spiritual Leadership Pengefektifan Organisasi Noble Industry Melalui Prinsip-prinsip Spiritual Etis. Malang : UMM Press. hlm. 64-106.

126

Menurut konsep Thobroni di atas sikap amanah dan al wafa merupakan sikap yang selama ini masih dianggap sakral oleh para pengasuh pondok pesantren Al Falah, meskipun sikap tersebut memiliki konsekwensikonsekwensi tertentu yakni menolak perubahan kurikulum dan inovasi pondok pesantren salafiyah. Ides b. Alasan Idesalisme Dalam Pemikiran Pendidikan Islam Alasan idealisme merupakan alasan yang sangat urgen dalam pemilihan model salafiyah yang diterapkan di pondok pesantren Al Falah. Pengertian idialisme adalah sebuah pendapat yang mengikuti ajaran ulama salaf merupakan ajaran yang benar. Sebab ulama salaf sudah teruji kebaikan dan tingkah lakunya dapat diterima oleh masyarakat pada zamannya dan sampai sekarang ini meski dalam bentuk yang berbeda. Alasan idealisme sebagai alasan pemilihan model pesantren salafiyah seperti yang disepakati dan diyakini kebenaranya oleh kyai Zainuddin. (IF.1 W.12.4.2007) Maksud dari idealisme yang dapat penulis pahami berdasarkan klarifikasi pada para pengurus diantaranya ketua maktabah Al Falah yang menuturkan bahwa model salafiyah merupakan pilihan yang ideal dan ilmu agama merupakan hal yang pokok dalam kehidupan keagamaan, tetapi meski demikian para santri diperbolehkan menuntut ilmu tambahan ketika sudah pulang dari pesantren Al Falah. (IF.3 W.11.4.2007) Mempelajari ilmu agama dari kitab-kitab klasik merupakan ciri pokok pendidikan salafiyah. Pengasuh dan pengelolah lembaga pendidikan salafiyah berkomitmen untuk mempelajari suatu ilmu yang benar-benar

penting yakni ilmu agama, sebab ilmu agama sebagai pokok ilmu Allah sedangkan ilmu yang lainnya sebagai ilmu pendukung. Hal yang berkaitan dengan idealisme yang menjadi alasan dari pengasuh pondok pesantren Al Falah tetap dipertahankan hingga sekarang karena yang di ajarkan di pesantren salafiyah merupakan ajaran yang benar dan merupakan ajaran yang menyelamatkan aqidah manusia dari berbagai kesalahan menjalankan agama. Juga pesantren salafiyah cenderung mengarahkan santri-santrinya pada pemikiran yang sufi. Alur pemikiran yang menggunakan pendekatan tasyawuf dan fikih dalam memutuskan dan memilih sebuah pendapat hukum dalam agama Islam. Seperti yang disampaikan wakil ketua pondok pesantren Al Falah, dengan memakai sistem salafiyah diharapkan bisa menyelamatkan aqidah, karena yang diikuti adalah ajaran salaf yang memiliki kehati hatian dalam mengambil langkahlangkah hukum agama. (IF.4 W.12.4.2007) Dari fakta di tataran operasional pendidikan ilmu-ilmu agama yang dipelajari di Al Falah dan didukung oleh pendapat beberapa elemen di pondok pesantren ini menunjukkan bahwa pilihan menjadikan pondok pesantren Al Falah tetap menggunakan filsafat tekstual salafi yang cenderung pada aliran perenialis dan essensialism. Model pesantren salafiyah merupakan pilihan untuk mewujudkan terciptanya masyarakat idealis dan dianggap sesuai dengan kebutuhan hakikat keagamaan umat Islam agar selamat aqidahnya di dunia dan akhirat.

c. Tercapainya Keseimbangan Pendidikan Muslim Kecerdasan intelektual menurut J.P Chaplin Intelegence (Inteligensi) adalah kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan afektif atau kemampuan menggunakan konsep abstrak secara afektif atau kemampuan memahami pertalian dan belajar dengan cepat sekali.127 Kedua adalah kecerdasan emosional, Salovey dan Mayer

menggunakan istilah kecerdasan emosi untuk menggambarkan sejumlah kemampuan mengenali emosi diri sendiri dengan tepat, memotivasi diri sendiri, mengenali orang lain, dan membina hubungan dengan orang lain.128 Ciri utama pikiran emosional adalah respon yang cepat tetapi tidak ceroboh, mendahulukan perasaan daripada pemikiran, realitas simbolik yang seperti kanak-kanak, masa lampau diposisikan sebagai masa sekarang, dan realitas yang ditentukan oleh keadaan,
129

yang kemudian lebih dikenal dengan

insting. Sedangkan menurut Mc. Dougall sebagaimana dikutip oleh Ali Abdul A' dzim bahwa insting merupakan potensi fikir yang mendorong seseorang bergerak dan bertingkah laku jika menghadapi sikap dan situasi tertentu.130

J.P Chaplin. 2002. Kamus Lengkap Psikologi (terj). Kartini kartono. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada. Ed. 1 Cet. 8, hlm. 253 128 Aprilia Fajar Pertiwi, dkk. 1997. Mengembangkan Kecerdasan emosi. Sei Ayahbunda. Jakarta ;Yayasan aspirasi Pemuda. hlm. 16 129 Daniel Goleman. Emotional Intelligence. (terj) Hermaya. 1999. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Hlm. 411 130 Ali Abdul Adzim. 1989. Falsafah Al Marifat Fil Quran Al Karim . (terj). Kalilullah Ahmad Masykur Hakim. Epistemologi dan A ksiologi Ilmu Perspektif Al Quran. Bandung : CV. Rosda, hlm. 134.

127

Ketiga kecerdasan spiritual (SQ) yakni kesadaran dalam diri kita yang membuat kita menemukan dan mengembangkan bakat-bakat bawaan, intuisi, otoritas batin, kemampuan membedakan yang salah dan benar serta kebijaksanaan.131 Untuk memperoleh ketenangan dan kedamaian manusia membutuhkan kecerdasan yang lain yang tertuju pada apa yang disebut oleh Ary Ginanjar dengan God Spot atau spiritual center secara transendental. 132 Demi mencapai tujuan pendidikan yang baik yakni mencetak manusia yang seimbang antara kebutuhan IQ, EQ dan SQ, pendidikan di pesantren Al Falah memberikan tawaran pada santri-santrinya untuk memiliki tiga kecerdasan tersebut seperti yang dituturkan oleh ketua maktabah pondok pesantren Al Falah, bahwa pendidikan yang dirancang di pesantren salafiyah Al Falah ini adalah pendidikan yang seimbang antara kebutuhan IQ (diterapkan di madrasah) EQ melatih mental santri ketika di forum-forum diskusi yang dipraktekkan selama menjadi anggota

musyawirin dan SQ dengan praktek ibadah di pondok yang diagendakan. (IF.10 W.14.4.2007) Sedangkan pesantren Al Falah memiliki kecenderungan lebih menekankan pada praktik dari tiga kecerdasan keilmuannya yakni IQ, EQ, dan SQ. Hal ini sesuai dengan anjuran kyai Zainuddin, yang pada hakikat dari pada belajar itu untuk mencari kedalaman dalam sebuah keilmuan,

Monty. P Satiadarma,& Fedelis E. Waruwu. 2003. Mendidik Kecerdasan (Pedoman Bagi Orang Tua dan Guru dalam Mendidik Anak Cerdas). Jakarta : Pustaka Populer Obor, hlm 45 132 Ary Ginanjar Agustian. 2001. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual ESQ (Emotional Spiritual Quotient) berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam . Jakarta : Arga Wijaya Persada. Hlm. xxxix.

131

sedangkan hakikat dari ilmu itu untuk diamalkan, Ilmunya yang digatukkan (dipertemukan dengan perbuatan). (IF. 1 W.16.4.2007) Pondok pesantren Al Falah menjalankan prinsip keseimbangan penguasaan sebuah keilmuan dengan kurikulum yang berkesinambungan antara tingkat syifir, Tsanawiyah dan Musyawirin. Keseimbangan

pemenuhan kebutuhan kecerdasan IQ yakni penguasaan materi yang diajarkan selama di sekolah madrasah dipesantren, kecerdasan EQ yang diajarkan pada tingkatan musyawirin dan usaha untuk memperoleh kecerdasan spiritual di pondok pesantren ini terlihat pada padatnya programprogram pesantren yang mengarah pada peningkatan ibadah para santrisantrinya. Seperti kewajiban sholat berjamaah, membaca al Quran, sholat Duha, mujahadah malam dan kegiatan wiridan serta puasa pada hari-hari tertentu. Karena pelaksanaan ibadah di pesantren merupakan sebuah program pesantren maka terdapat sangsi bila tidak menjalankannya. Pengajaran yang sifatnya mengarah pada kecerdasan spiritual sangat dianjurkan dan diprioritaskan oleh kyai karena pesantren salafiyah berkeyakinan ilmu harus dipraktekkan agar menjadi bermanfaat. d. Menfokuskan Ilmu Pengetahuan Agama Sehingga Santri Menguasai Ilmu Agama. Teori modern mengatakan bahwa pendekatan modern berdasarkan hal-hal yang sifatnya situasional. Artinya orang menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapi dan mengambil keputusan sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungannya. Asumsi yang dipakai ialah bahwa orang itu

berlainan dan berubah baik kebutuhannya, reaksinya, tidakannya yang semuanya bergantung pada lingkungan.133 Jika mengikuti perspektif yang dikembangkan oleh teori modern di atas, maka seorang pimpinan pondok pesantren Al Falah dihimbau untuk menginovasi sistem pendidikannya. Seperti yang semula hanya

mempelajarai ilmu agama saja menjadi ada beberapa materi umum yang masuk dalam kurikulum pesantren. Pilihan tetap menggunakan model salafiyah dianggap kurang mengikuti perkembangan dan perubahan zaman dan sistem pendidikan yang berkembang saat ini contoh sekolah formal yang mempelajari ilmu umum dan ilmu agama. Sekolah formal atau model pesantren yang telah mengubah dirinya menjadi pesantren modern atau semi modern sesuai dengan teori modern di atas. Sebab perubahan lingkungan di sekitar pesantren atau dunia pendidikan Islam saat ini telah berubah. Bila dibandingkan dengan pesantren salafiyah ketika era tahun 50-an sampai tahun 70-an yang dianggap representatif dengan zamannya. Pada era tersebut pondok pesantren salafiyah merupakan pesantren yang maju dibanding pendidikan nonformal lainnya. Santri membutuhkan pondok pesantren salafiyah, sehingga pondok pesantren salafiyah waktu itu berkembang pesat baik dari jumlah pesantren salafiyah maupun santri salafiyah. Mempertimbangkan lingkungan dan perubahan sistem pendidikan saat ini, merupakan keharusan bagi pesantren salafiyah untuk berubah dan
Nanang Fattah. 2004, Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya, hal 30.
133

reorientasi tujuan pendidikannya. Hal ini sebagai langkah antisipasi masa sekarang dan mendatang, serta agar dipercaya oleh masyarakat sebagai lembaga pendidikan yang benar-benar memenuhi kebutuhan masyarakat modern sekarang ini. Tetapi kenyataan kyai pondok pesantren Al Falah masih tetap menfokuskan diri pada pendalaman ilmu agama saja dan memakai model pesantren salafiyah. Langakah strategis kyai pondok pesantren salafiyah dengan tetap mempertahankan kesalafiyahannya merupakan hasil analisis yang mendalam dari pengasuh poondok pesantren Al Falah. Seperti kutipan wawancara penulis dengan kyai Fuad Mun' bahwa pondok im, pesantren banyak modelnya ada yang ada sekolahnya, ada yang khusus mempelajari agama seperti beberapa pesantren salafiyah yang saat ini ada di Indonesia, sedangkan pondok pesantren Al Falah Ploso lebih memilih menjadi pesantren salafiyah, agar dalam mencapai tujuan pendidikan kita lebih fokus dan terarah. Arah santri mau menjadi apa bisa dipastikan dan diperkirakan asal belajar dengan sungguh-sungguh di pesantren ini. Kalau di dalam pondok yang lain disamping terdapat pelajaran agama juga terdapat materi pelajaran umum, saya tidak pesimis tapi menurut hemat saya model seperti itu dalam penguasaan keilmuan serba tanggung. (IF. 2 W.24.4.2007) Usaha untuk mempertahankan pesantren salafiyah yang tidak mengkaji ilmu umum mendapat dukungan dari kalangan raktisi pendidikan universitas Islam Kadiri (Uniska) melihat kondisi saat ini pendidikan

nasional yang tidak jelas keilmuannya karena banyaknya materi pelajaran yang harus diterima oleh peserta didik maka pesantren salafiyah perlu ditiru dan tetepkan salafiyah karena hakikat pendidikan adalah keseimbangan antara pencapaian dunia materi, spiritual, dan mental inilah yang dilupakan oleh ahli pendidikan kita. seperti kutipan wawancara penulis dengan Drs H. Saifullah seorang mantan pegawai pengadilan agama di Kediri, guru MAN Kediri, dosen Uniska dan sekarang sebagai sekretaris yayasan Uniska: dengan kondisi zaman seperti saat ini tidak cukup hanya mempelajari ilmu-ilmu agama saja memang benar. Tetapi pengelola pendidikan seperti pondok pesantren dihadapkan pada beberapa pilihan yang pasti harus memilih yang terbaik dan sesuai dengan zaman sekarang. Sebuah pilihan diharuskan yang ideal. Bagi kalangan ahli

pendidikan yang ideal pendidikan itu mencetak anak didik yang agamanya baik/ kuat pendidikan umumnya juga kuat. tetapi kenyataannya di lapangan hal ini sangat langkah dan sulit direalisasikan. Makanya, kyai pondok pesantren salafiyah berinisiatif untuk memilih model pesantren salafiyah seperti di Kediri ini saya contohkan pondok Lirboyo dan pondok Al Falah Ploso. Pilihan pesantren salafiyah untuk mempelajari ilmu agama saja tujuannya agar keilmuan santrinya mendalam dan nantinya akan dibutuhkan masyarakat di zaman Globalisasi ini. (IF. 12 W.14.4.2007) Pengkhususan pendidikan yang murni mempelajari ilmu-ilmu agama inilah yang menjadi ciri khas dari pesantren Al Falah hingga saat

ini. Bertentangan dengan teori sistem:134 Teori sistem mengatakan bahwa, "organisasi dianggap sebagai satu elemen dari sejumlah elemen yang saling bergantung (berada dalam satu sistem tertentu)". Sebuah oraganisasi tidak bisa melepaskan diri dari sebuah sistem yang melingkarinya, sebagaimana sebuah pesantren tak bisa melepaskan diri dari

lingkungannya, sistem pendidikan nasional, budaya masyarakat, policy pemerintah tentang pendidikan, perekonomian, sosiologis, serta paradigma berpikir para praktisi pendidikan Islam yang berkembang saat ini. Keadaan riil di pondok pesantren Al Falah ini bertentangan dengan keijakan pemerintah yang ingin meningkatkan mutu pesantren atau madrasah dengan SKB tiga mentrinya. Sehingga pondok pesantren Al Falah menjadi sebuah lembaga pendidikan yang termarjinalkan oleh pemerintah seperti ijazahnya tidak diakui. Tetapi sesuai dengan UU Sisdiknas yang menyatakan UU RI No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.135 Sedangkan cara yang dilakukan pondokpesantren Al Falah adalah menekuni ilmu agama dengan semaksimal mungkin. Sehingga benar-benar menjadi orang yang ahli dalam bidang agama. Pertimbangannya santri
134

Invancevich Gibson Donnelly. 1985 . Organisasi. (Agus Dharma (ed). Jakarta : Erlangga, hlm. 30. 135 UU RI Tentang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 pasal 30 ayat 2. Bandung: Citra Umbara. Hlm. 89.

yang belajara ilmu agama watunya terbatas sedangkan tuntutannya harus mampu menjadi ahli ilmu agama. e. Mengkader Santri Menjadi Pemukan Agama. Kompetensi yang diharapkan dari pesantren Al Falah adalah memiliki kemampuan memecahkan persoalan-persoalam agama dari tinjauan hukum-hukumnya, mengetahui tata cara beribadah yang diajarkan oleh syariat Islam, memiliki jiwa-jiwa pengabdian pada agama dengan menyebarkan ajaran Islam pada masyarakat secara luas. Dalil yang sering dikutip oleh kyai Nurul Huda adik kyai Zainuddin dalam pengajiannya atau pertemuan-pertemuan yang resmi untuk menyemangati para santri belajar di pesantren salafiyah untuk selanjutnya menjadi penyeruh agama pada masyarakatnya, diantara dalildalil tersebut antara lain adalah: At-Taubah ayat 122:136 Artinya: mengapa tidak pergi dari tiap- tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan agama. Dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (AtTaubah: 122) Mempelajari ilmu agama "tafaquh fiddin" dengan sungguh sungguh sangat mungkin terjadi di pondok pesantren yang tiap hari belajar ilmu agama. Bahakan bahasa yang dipelajari murni bahasa Arab sesuai dengan asal bahasa Al Quran dan Hadis. Karena bahasa Arab merupakan bahasa pengantar untuk memahami agama Islam dari sumber aslinya.

Depag RI. 2003. Pola Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pondok Pesantren. DitKapontren DitJen Kelembagaan Depag RI. Jakarta, hal. 3.

136

Berbeda belajar agama melalui buku-buku terjemah yang memiliki kelemahan-kelemahan dalam menterjemahkan dan kadang hasil

terjemahan subjektif dan kurang memperhatikan kultur yang terjadi di daerah asal bahasa yang diterjemahkan serta kurangnya penguasaan ilmu penyangga dalam memahami agama Islam dari penterjemah. Belajar di pesantren Al Falah memiliki kompetensi yang jelas dan tujuan pendidikan yang jelas pula, seperti yang pernah disampaikan oleh kyai Nurul Huda pada pengajian di pondok Al Falah dari sumber kedua ketua maktabah PP Al Falah berikut ini. Tujuan pondok pesantren Al Falah adalah mencetak calon kyai bukan calon intelek, karena mengintelekkan santri lebih mudah dari pada mensantrikan intelektual disamping itu bertujuan memperbaiki moralitas para santri baik hubungannya dengan Allah maupun dengan mahluk-Nya. (IF.10 W 1404-2007) f. Pesantren Salafiyah Didirikan dengan Tujuan Beribadah Beribadah Faktor yang tidak berupa materi tetapi ilahiyah membuat pimpinan pondok pesantren Al Falah teguh dalam mempertahankan model salafiyah serta tidak berpengaruh atau berencana merubah sistem dan model pendidikannya menjadi bentuk lain. Sebab menurut teori Y bila dikembangkan lebih lanjut manusia melakukan sesuatu keputusan tidak hanya berdasarkan tuntutan lingkungan maupun sistem tertentu. Bila diteropong berdasarkan teori tersebut sebuah visi kyai pondok pesantren dipengaruhi oleh muatan lain selain lingkungan dan sistem. Muatan lain

tersebut adalah keyakinan beragama yang mengidealkan sebuah model pendidikan pesantren yang mengarah pada tercapainya kebutuhan spiritual manusia. Kebutuan spiritual atau kebutuhan keagamaan merupakan segala-galanya dalam tujuan hidup di pondok pesantren salafiyah dan elemen yang terlibat dalam pengelolaan pondok pesantren Al Falah. Seperti uraian hasil wawancara dengan pengasuh pondok pesantren Al Falah yakni kyai Zainuddi Djazuli yang mengatakan bahwa, pesantren sebagai lembaga pendidikan juga tidak terlepas dari tujuan Allah menciptakan manusia sebagaimana dawuh Alla taalah wama kholaqtu

jinna wa insa illa liyakbudun, artinya dan saya tidak menciptakan jin dan
manusia kecuali hanya untuk beribada kepadaku.. (IF. 1 W.16.4.2007) Sehingga pemilihan model pesantren Al Falah tetap salafiyah karena kyai tersebut memandang model pondok seperti inilah yang mampu meningkatkan amal ibadah manusia di sisi Allah. g. Mengelolah Pesantren Salafiyah Merupakan Hidayah Mengelola pesantren salafiyah dan orang yang belajar di pesantren salafiyah merupakan hidayah dari Allah karena termasuk menolong agama Allah. Dalil tersebut sering dikutip oleh kyai Nurul Huda dalam pengajiannya atau pertemuan-pertemuan yang resmi untuk menyemangati para santri belajar di pesantren salafiyah diantara dalil-dalil tersebut antara lain adalah:

At-Taubah ayat 122:137

semuanya (ke medan perang) mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan agama. Dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
Sedangkan dalil dari hadis Nabi yang menyatakan bahwa mempelajari ilmu agama merupakan hidayah dari Allah. bagi siapa yang

Artinya: Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi

dikehendaki baik oleh A llah maka A llah akan memudahkan baginya menguasai ilmu-lmu agama.
Inti dari kedua dalil yang dikutip dari kyai Nurul Huda tersebut adalah kewajiban bagi sebagian muslim untuk belajar ilmu agama (ilmu Al Quran, ilmu Hadis dan ilmu fiqih) agar menjadi pembimbing umatnya serta bagi siapa yang mempelajari ilmu-ilmu agama berarti mereka diridhio oleh Allah sebab menurut kyai Zainuddin yang mengutip sebuah nadom kitab Uqudul Zuman yang berbunyi

W a Qullu amalin bigoiri ilmin yak malu, amaluhu mardudatun ya tuqbalu.


Artinya: setiap amal perbuatan (beribadah kepada A llah) tanpa didasari

oleh ilmu, maka amal ibadahnya tidak diterima dan akan ditolak oleh A llah.

Depag RI. 2003. Pola Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pondok Pesantren. DitKapontren DitJen Kelembagaan Depag RI. Jakarta, hal. 3.

137

Kedua dalil yang menjadi landasan berpijak kyai Zainuddin di atas menjadi menguatkan sebuah kesimpulan bahwa mempelajari ilmu agama dan mengajarkan ilmu agama merupakan sarana mendapat ridho Allah. Sedangkan orang yang dikehendaki baik merupakan orang yang mendapat hidayah dari Allah. Jadi orang beramal untuk dengan disertai ilmu yang benar merupakan orang-orang yang mendapat hidayah Allah. h. Mempertahankan Ajaran Salaf. Alasan mempertahankan pesantren Al Falah tetap mengikuti ajaran salaf juga bertujuan untuk memantapkan dan melestarikan ajaran Ahlisunnah wal jamaah. Suatu faham yang benar dan tepat serta banyak diikuti oleh umat Islam di penjuru dunia. Dengan melestarikan ajaran salaf berarti menjalankan ajaran Ahlu as Sunnah Wal Jamaah yang telah

dicontohkan oleh nabi dan sahabat serta tabi' in.s Secara konsep ajaran yang benar menurut Islam adalah ajaran yang sesuai dengan Al Quran dan sunnah Nabi. Mempelajari keduanya merupakan pahala dan merupakan jalan untuk mendapat ridho dari Allah dan mendapat tempat yang terpuji kelak di hari akhir yakni hari qiyamah. Pengasuh pesantren memegang teguh sebuah ayat al Qur' dan hadis an yang memotivasi umat Islam untuk belajar agama dan mengamalkan agamanya sesuai dengan ilmu yang benar-benar dari ajaran Allah dan rasulnya. Pengkajian agama di pesantren Al Falah ini semuanya

menggunakan referensi kitab-kitab kuning peninggalan ulama salaf.

Dengan mempelajari kitab-kitab kuning inilah akan muncul kecintaan pada ajaran dan nilai-nilai agama yang diajarkan oleh ulama salaf yang memiliki faham Ahlu as Sunnah Waljamaah serta terhindar dari aliran baru yang menyimpang dari ajaran yang dibawa Nabi dan penerus-penerus Nabi yakni para sahabat serta salafus sholeh. Al Falah tetap menjadi pesntren salafiyah bertujuan untuk melestarikan dan mempertahankan ajaran Ahlus as Sunnah wal Jama' ah. Sehingga dalil hadis yang dipakai pondok pesantren Al Falah adalah dalildalil untuk mempertahankan faham tersebut di antaranya hadis nabi:

71 golongan dan umat Nasrani menjadi 72 golongan; umatku (umat Islam) akan pecah-belah menjadi 73 golongan. Y ang selamat dari ketujuhpuluh golongan tersebut adalah satu; sedangkan sisanya celaka". Dikatakan (kepada Nabi) "Siapakah golongan yang selamat itu?". Beliau bersabda:" A hlu Sunna W al Jama' Dikatakan :" apakah A s ah". Sunnah dan al Jama' itu?". Beliau bersabda: "apa yang aku berada ah diatasnya sekarang bersama para sahabatku"
Kedua: wajib bagimu sekalian mengikuti sunnahku dan sunnah al khurafa' rasyidin (HR. Abu Dawud dari Ibnu Najih AL Irbadl) ur

Pertama: Nabi Saw. Bersabda, "Umat Y ahudi berpecah belah menjadi

siapa saja di antara mereka kamu ikut, maka kamu sekalian akan mendapat petunjuk. (HR. Ruzain)

Ketiga: Sahabat-sahabatku adalah bagaikan bintang-bintang. Dengan

Dari ketiga dalil hadis di atas nampaknya kyai Fuad Mun' im memiliki keyakinan pondok pesantren Al Falah memilih jalur salafiyah untuk mempertahankan ajaran salaf yang identik mengikuti jejak nabi dan para penggantinya setelah wafat nabi. Kesimpulan dari beberapa poin-poin yang menjadi alasan mengapa pondok pesantren salafiyah Al Falah tetap mempertahankan model

salafiyahnya pertama, dari sisi sistem pembelajaran salafiyah seperti bandongan, wetonan semuanya mengarah pada cara mempelajari ilmuilmu agama dari sumbernya yakni kitab-kitab berbahasa Arab yang cara memahaminya dengan perlafadz sehingga santri memahami bagaimana menterjemah bahasa asing sesuai dengan gramatikal, balaga, mantik, nahwu sorof, serta mengambil karangan dari para ilmuan agama yang memiliki kapabilitas keilmuan yang mendalam.

Kedua ditinjau dari sisi ilmu pendidikan dengan memberikan


keilmuan yang jelas dan fokus, diharapkan santri mempu lebih mendalami ilmu agama dengan maksimal. Santri akan memiliki kompetensi yang jelas dan dapat dipertanggung jawabkan keilmuan agamanya. Apalagi ilmu agama yang saat ini memang kurang menarik untuk dipelajari karena tidak mendatangkan keuntungan secara material, kurang favorit, tidak menjanjikan masa depan membutuhkan doktrinasi agar para santri tidak terpengaruh dengan godaan keduniawian.

Ketiga, mempertahankan ajaran Ahli sunnah wal Jamaah yang


memakai jalan ittiba'(mengikuti) ulama salaf. Alasannya ajaran ulama salaf mengarah pada melestarikan faham Ahli sunnnah wal jamaah yang diwariskan oleh nabi Muhammad Saw dan para sahabat-sahabtnya yang harus diikuti oleh umat Islam dan tidak terbatasi oleh waktu. Bagi kyai Al Falah mempertahankan dan menyebarkan ajaran Ahli Sunnah wal Jamaah dianggap sangat urgen di masa globalisasi ini untuk mengkokohkan aqidah umat Islam. Sebab pengaruh globalisasi membuat paradigma dan pola

pikir masyarakat muslim semakin menjauh dari ajaran Ahli Sunnah wal Jamaah dan mengarah pada faham liberal, sekularisme dan bahkan ateisme. Sehingga pondok pesantren salafiyah mengganggap penting membentengi aqidah masyarakat muslim. Sekaligus untuk melestarikan hukum-hukum syariah atau hukum agama yang mulai tidak dihiraukan oleh masyarakat moderen. Masyarakat yang cenderung mengandalakan logika dan sedikit merujuk pada nilai dan rujukan ajaran agama Islam yang bersumber dari Al Quran dan Hadis Nabi Muhammad Saw.

Keempat, menyiapkan para santri salafiyah menjadi para ulama


yang menjalankan dan menyebarkan ilmunya setelah pulang dari belajar dipondok pesantren. Sebab dengan keberadaan pondok pesatren yang murni mempelajari agama dengan model santri dikarantinakan diharpkan mampu membentuk jiwa-jiwa pendidik dan penyebar agama yang handal dan kurang tercemari oleh budaya yang menjauhkan dari pengaruh budaya negatif era modern dan globalisasi. Model karantina ini juga dipraktekkan di sekolah-sekolah khusus keagamaan seperti sekolah Al Kitab di agama kristen, sekolah umat budha untuk menjadi bhikhu, dan sekolah khusus keagamaan lainnya. Pondok pesantren salafiyah mengarah pada

pengkaderan ahli-ahli agama Islam yang memiliki keilmuan mendalam, menjalankan atau praktek keilmuannya dan menekuni bidang keilmuannya secara totalitas. Keenam, konsekwensi dari menfokuskan PP Al Falah pada pendidikan agama murni tanpa mempelajari ilmu umum, bukan

berarti pondok Al Falah anti terhadap ilmu umum tetapi merupakan sebuah pilihan. Pilihan logis agar keilmuan santri tentang agama lebih dalam dan mampu menginternalisasikan dalam kehidupan seari-hari. Setelah selsesai menamatkan pendidikan pesantren santri diharapkan mempelajari keilmuan umum lainnya yang mendukung pengembangan keilmuan santri. Pengambilan keputusan pengasuh pondok pesantren Al Falah dalam memilih untuh mempertahankan sistem dan model salafiyah sesuai dengan teori Teori Rasional Komprehensif yang mengatakan " Pembuat

keputusan akan memilih alternatif dan akibat-akibatnya, yang dapat memaksimasi tercapainya tujuan, nilai atau sasaran yang telah digariskan."
Sebab pondok pesantren Al Falah mengariskan dalam visi dan misinya yaitu, "mempertahankan thoriqoh at-talim pengembangan status salafiyahnya senantiasa dengan menjadi menganut rujukan

wattaallum,

keilmuan keislaman dan dawah multi kultural.

Dengan memilih alternaftif model pesantren salafiyah, maka tujuan pondok pesantren untuk mempertahankan faham dan ajaran Ahli Sunnah wal Jamaah untuk membentengi aqidah umat Islam dari aliran yang menyimpang dari agama Islam akan tercapai. Seperti mengembangkan dakwa Islamiyah, mengembangkan pesantren secara keilmuan dan melalui

kelembagaan serta melakukan pencerahan kepada masyarakat

kegiatan talim, tarbiyah dan tadib. Juga meningkatkan kompetensi lulusan pondok pesantren melalui pembekalan moral, skill dan

penguatan di bidang

ilmiyah - amaliyah dan amaliyah - ilmiyah serta

mengembangkan wawasan akan mencapai. Pengasuh pesantren Al Falah juga menggunakan prinsip teori Teori inkremental dalam pengambilan keputusannya. Teori ini mengatakan," pengambilan keputusan menghindari banyak masalah yang harus dipertimbangkan" Pokok-pokok dari teori inkremental ini diantaranya, " tidak ada keputusan atau cara pemecahan yang tepat bagi tiap masalah. Batu uji bagi keputusan yang baik terletak pada keyakinan bahwa berbagai analisis pada akhirnya akan sepakat pada keputusan tertentu, meskipun tanpa menyepakati bahwa keputusan itu adalah yang paling tepat sebagai sarana mencapai tujuan; Tetapi dua teori di atas bertentangan dengan teori Etzioni menyodorkan konsepsi Mixed Scanning (pengamatan terpadu) sebagai suatu pendekatan untuk pengambilan keputusan, yang memperhitungkan baik keputusan-keputusan yang bersifat fundamental maupun keputusan yang bersifat inkremental dan memberikan urutan teratas bagi proses

pembuatan kebijaksanaan fundamental yang memberikan arahan dasar. Teori ketiga ini memandang semua permasalahan di pesantren dalam konteks globalisasi harus merumuskan berbagai kemungkinan kebutuhan umat Islam yang harus diperhatikan secara skala prioritas dengan tidak meninggalakan skala yang paling rendah. Contoh, pondok pesantren Al Falah tetap berusaha mendidik santri-santrinya agar mampu menjadi ahliahli ilmu agama yang mampu melestarikan ajaran ahli sunnah tetapi di sisi

lainnya pesantren juga memberikan pengetahuan pendukung untuk menguasai metodologi berpikir, serta keilmuan yang mendukung keahlian santri sebagai ahli agama seperti ilmu-ilmu dakwa, ilmu sosialogi masyarakat, ilmu komunikasi, teknologi. Kendati ilmu-ilmu pendukung keilmuan santri tidak sampai pada tataran menguasai. Apalagi budaya masyarakat modern sekarang ini penuh dengan tujuan-tujuan yang bersifat materi dan mementingkan tercapainaya kesejahteraan hidup manusia. Orang tua santri dan santri yang hidup pada era modern sekarang ini lambat laun akan terpengaruh dengan budaya yang ada di sekelilingnya yang lebih mementingkan keduniawian. Seperti yang disebutkan dalam teori x yang mengatakan, "Kebanyakan orang dalam mengambil keputusan didorong terutama oleh perangsang-perangsang yang bersifat ekonomis." Sedangkan keberadaan teori "y" yang mengatakan, "Kebanyakan orang mempunyai alasan-alasan lain dari pada sekedar alasan uang di dalam bekerja, dan alasan-alasan ini pada akhirnya sama penting dengan alasan uang bagi mereka." Teori y pada saat ini jarang terpraktek dalam prilaku masyarakat, meskipun dikalangan orang-orang yang agamis. Keluarga muslim saat ini sudah banyak mengalihkan pandangan ikhlas dalam belajar ilmu agama. Mereka sudah mulai meredefinisikan ikhlas yang tidak total karena Allah semata. Artinya sekarang ini belajar di pondok pesantren juga harus memberikan jaminan pekerjaan dan keahlian serta ketrempilan pada santri agar mampu bersaing dalam dunia kerja. Hal tersebut untuk menopang kebutuhan hidup dan perekonomian santri

setelah lulus dari pesantren. setidaknya memiliki ijazah formal yang diakui oleh publik sebagai bukti tertulis. Santri pondok pesantren perlu pengakuan keilmuan dari

pemerintah, sebab sekarang ini situasinya berbeda dengan sebelum kemerdekaan Indonesia. Keahlian seseorang diakui oleh pemerintah maupun lembaga pengguna lulusan pondok pesantren salafiyah. sekarang ini lulusan pesantren salafiyah harus bisa menunjukan ijazah disamping keilmuan yang dimilikinya bila ingin melamar suatu pekerjaan tertentu. Paradigma keputusan seseorang berdasarkan situasi seperti yang dikatakan oleh teori modern yakni, "Pendekatan modern berdasarkan hal-hal yang sifatnya situasional. Artinya orang menyesuaikan diri dengan situasi yang dihadapi dan mengambil keputusan sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan. Dari teori modern ini, pengasuh pondok pesantren salafiyah diharapkan dapat membaca situasi yang berlainan akan menimbulkan keputusan yang berlainan pula. Apalagi ada kecenderungan secara kuantitas pondok pesantren Al Falah dalam 3 tahun belakangan ini megalami penurunan jumlah santrinya. berbeda dengan pondok pesantren Queen Al Falah (menampung santri yang belajar di sekolah umum dan madrasah diniyah) yang meningkat dari tahun ketahun belakangan ini. Dari pergulatan teori-teori akhirnya teori Mixed Scanning mampu menjawab kasus yang terjadi dan akibat serta langkah pemecahannya. Teori ini memberikan solusi bahwa pondok pesantren Al Falah perlu mengadakan perubahan dan inovasi serta mengadopsi ilmu-ilmu umum

selain ilmu-ilmu agama yang dipelajari selama ini. Perubahan orientsi pendidikan pesantren perlu menampung aspirasi dan kepentingan santri di masa depan (mampu bersaing di dunia kerja). Di samping menjaga keberlangsungan pondok pesantren Al Falah agar tetap diminati masyarakat, dengan tidak meninggalakan visi kesalafiahannya di era globalisasi. langkah2. langkah-langkah Kyai Pondok Pesantren Salafiyah Kyai Pondok Pesantren Al Salafiyah Falah Dalam Mempertahankan Visi Misi Salafiyahnya. a. Menerapkan Pola Kepemimpinan Karismatik Timbulnya sifat karismatik itu sendiri bisa saja karena

kemumpuniannya, atau kemampuan sang kyai, sehingga mengalahkan yang


lain di sekitarnya. Tetapi kepemimpinan kyai yang karismatik itu efektif bagi para pengikutnya dan santrinya, meski oraganisasi pesantrennya berbentuk informal. Apa yang dikehendaki atau diperintahkannya bisa terlaksanan karena ditaati warga pesantrennya. Apa yang direncanakannya bisa dilaksanakan.138 Otoritas kharismatik merupakan antitesis dari otoritas legal rasional dan otoritas tradisional, dan semata-mata didasari oleh karisma pribadi, daya tarik pribadi dan kwalitas istimewa dari pribadi pemegang otoritas tersebut. Dalam hal ini peraturan tradisi bisa diabaikan. Pemimpin

Dawam Raharjo, (ed). 1998. Pergulatan Dunia Pesantren Membangun Dari Bawah. Jakarta : Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M), hlm. 39.

138

karismatik dipatuhi pengikutnya karena mereka menaruh kepercayaan terhadap kharisma pribadinya.139 Kepemimpinan yang diterapkan di pondok pesantren Al Falah ini cenderung kepada pola kharismatik. Hal ini dapat dilihat dari kyai yang memiliki ilmu agama yang tinggi. Kyai memang dianggap mumpuni oleh santri dan masyarakat sekitarnya sebagai sosok yang bisa mengajarkan ilmuilmu agama Islam seperti mengajar kitab-kitab agama dengan penjelasan yang luas, praktek ilmu agama kyai sebagai inti dari sebuah keilmuan agama di terapkan dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakatnya. Sinergitas keunggulan keilmuan agama dan pengamalan ilmu agama oleh kyai Al Falah mampu menopang diri kyai Al Falah menjadi sosok yang kharismatik. Pendapat diatas menunjukan bahwa strategi untuk mempetahankan model pesantren salafiyah bisa diciptakan oleh kyai dengan menciptakan kepemimpinan yang kharimatik. Sehingga dengan dipatuhinya seorang kyai maka dapat mempengaruhi model kepemimpinan yang berlaku di Al Falah, serta mendapat dukungan pengurus, asatidz dan para santri serta masyarakat sekitarnya. Pengaruh kepemimipinan kharismatik di pesantren Al Falah bagi para pengurus dan santri adalah adanya keengganan pengurus, santri dan pihak terkait dengan pengelolaan pondok pesantren untuk menanyakan apalagi menggugat kebijakan pondok pesantren. Karena elemen pesantren menganggap apa yang diperbuat, diidekan serta yang ada dalam cita-cita
Berry, David. 1982. Pokok Pokok PIkiran dalam Sosiologi. Jakarta : CV Rajawali, hlm 204205.
139

kyai kharismatik merupakan petunjuk dari Allah yang merupakan ajaran yang benar. b. Menanamkan Faham Tekstual Salafi Pada Para Santri dan Pengurus Model pertama (Tekstual Salafi) berupaya memahami ajaranajaran dan nilai-nilai mendasar yang terkandung dalam Al-Quran dan asSunnah al-asahihah dengan melepaskan diri dari dan kurang begitu mempertimbangkan situasi kongkrit dinamika pergumulan masyarakat muslim yang mengitarinya. Masyarakat ideal yang diidam-idamkan adalah masyarakat salaf, yakni struktur era kenabian Muhammad saw dan para sahabat yang menyertainya. Rujukan utama pemikirannya adalah kitab suci Al-Quran dan kitab-kitab hadis, tanpa menggunakan pendekatan keilmuan yang lain. Dengan kata lain, model yang pertama ini sangat mementingkan dalil-dalil nash ayat-ayat al Quran dan al hadis. Dalam menguatkan alasan menetapkan pesantren Al Falah sebagai pesantren salafiyah tentu tidak terlepas dari faham yang dijadikan panutan pengasuh pondok pesantren salafiyah. Dalam usaha mempengaruhi masyarakat atau santri agar mengikuti faham yang sesuai dengan pengasuh pondok pesantren, maka strategi pengasuh adalah menanamkan jiwa-jiwa dan nilai-nilai salaf pada para pengikutnya. Tujuannya adalah agar mereka akan mendukung dan memperjuangkan nilai-nilai salafiyah dan sekaligus mengkokohkan pesantren salafiyah. Langkah-langkah yang diambil dari penanaman faham salafiyah ini lewat pengajian kitab-kitab tasyawuf, peraturan-peraturan pondok pesantren, pengajian-pengajian yang diajarkan

di madrasah dan fatwa-fatwa kyai pondok pesantren disela-sela pengajian rutin taip hari. c. Membatasi Pengkajian di Pesantren Khusus Belajar Agama Pembatasan pelajaran hanya pada agama merupakan sebuah langkah strategis agar terpenuhinya sebuah visi salafiyah yang dicita-citakan oleh pondok pesantren Al Falah. Sebab pembahasan pada satu kajian (khusus mempelajari agama) merupakan pilihan dari pihak manajemen pesantren untuk mencapai visi-misinya. Visi misi yang mengarah pada terpenuhinya tujuan pendidikan pesantren yakni santri mimiliki kompetensi yang jelas yakni memahami agama secara utuh dan mendalam. Sebagaimana yang disampaikan Malayu S.P Hasibuan (1990) pengambilan keputusan dalam manajemen adalah suatu proses bagaimana menetapkan suatu keputusan yang terbaik, logis, rasional dan ideal berdasarkan fakta, data dan informasi dari sejumlah alternatif untuk mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan dengan resiko terkecil.140 Dengan menghindari kekurang fokusan santri dalam mengkaji ilmu-ilmu agama maka strategi pencapaian tujuan pondok pesantren agar tetap bertahan dengan model salafnya yaitu dengan hanya mengajarkan pelajaran agama saja. Tidak seperti pendidikan formal di Indonesia sekarang ini yang cenderung menuntut siswa-siswi bahkan mahasiswanya untuk mengusai banyak materi pelajaran atau mata kuliah. Siswa dan bahkan

Malayu S.P Hasibuan. 1990. Manajemen Dasar Pengertian Dan Masalah. Jakarta : CV. Haji Masagung, hlm.55.

140

mahasiswa di negara ini cenderung mengetahui banyak hal tetapi tidak mendalam. Karena sistem pendidikan di sekolah formal yang ada sekarang bersifat ambisius serta kurang memahami visi pendidikan di era modern yang menuntut profesionalistas siswa dan mahasiswanya. Spisialisasi keilmuan dan profesionalitas adalah merupakan tujuan dari pondok pesantren salafiah Al Falah. Sehingga santri yang menjadi lulusan pesantren salafiyah mampu dan memiliki keilmuan yang luas dan mendalam serta profesional dalam mengajarkan ilmu-ilmu agama pada masyarakat. d. Menjalin Hubungan dengan Para Alumni Pesantren Sebuah tujuan yang dikomunikasi dengan fihak lain yang potensial untuk membantu tercapainya tujuan merupakan hal yang diperlukan dalam rangka pengenalan lembaga pada masyarakat. Teori partisipasi mengatakan bahwa partisipasi atau keterlibatan beberapa orang di dalam pengambilan keputusan cukup mempunyai manfaat.141 Dengan memakai teori tersebut seorang kyai pondok pesantren Al Falah mengajak kerjasama para alumninya untuk senantiasa memberi kontribusi pemikiran, tenaga serta keterlibatannya dalam mempertahankan pondok pesantren salafiyah agar tetap eksis dan semakin maju serta diminati oleh masyarakat. Beberapa keputusan dari pesantren ini selalu melibatkan pemikiran dan pendapat alumni. Alumni diminta memberikan saran yang konstruktif, dan opini masyarakat di luar pesantren sebagai landasan pengembangan pesantren.
141

Suharsimi Arikunto.. 1990. Organisasi Dan Administras. Rajawali Pers. Jakarta, hlm. 221.

Kyai juga melibatkan para alumninya dalam perencanaan-perencanaan kebijakan pondok pesantren baik lewat forum formal seperti pertemuan alumni, konferensi tiap bulan maupun dalam forum nonformal. e. Menjalin Komunikasi dan Kerjasama dengan Pondok Pesantren Salafiyah dan Masyarakat. Seperti yang dikatakan Tilaar142 bahwa kerjasama yang sinergis antar lembaga pendidikan Islam sangat dibutuhkan demi terlaksananya pendidikan yang berkesibambungan dan dinamis. Antar lembaga pendidikan dapat saling membantu, mengisi dan saling menghidupi. Kerjasama yang melibatkan pihak luar pesantren yakni dengan pesantren sejenis yakni pesantren salafiyah telah di laksanakan dalam beberapa pertemuan seperti di RMI di Jakarta, peremuan kyai-kyai pondok pesantren di lingkungan organisasi keagamaan seperti forum dialog yang diselenggarakan di NU serta dalam berbagai kegiatan musyawarah antar pondok pesantren di Jawa Timur. f. Mendirikan Pondok Pesantren Queen Al Falah Sebagai upaya mempertahankan faham salafiyah agar tetap diminati oleh berbagai macam golongan dan kecenderungan masyarakat didirikannya pondok Queen Al Falah yang menampung para santri yang ingin belajar agama secara lebih baik juga belajar ilmu umum sebagai penunjang ilmu agama yang diperoleh dari pesantren salafiyah.
142

H.A.R Tilaar. 2002. Membenah Pendidikan Nasional. Jakarta : PT Rineka Cipta, Hlm. 82.

Keberadaan pondok pesantren Queen Al Falah bukan sebagai pesaing dari Al Falah induk tetapi justru mem back up keberadaan pondok Al Falah induk agar tetap eksis. Sebab santri dari PP Queen Al Falah juga banyak yang mengikuti pengajian di dipondok Al Falah induk. Sehingga lewat santri PP Queen Al Falah keberadaan visi dan misi pesantren Al Falah dapat dikristalkan dalam diri santri-santri yang disamping mempelajarai agama juga pendidikan umum. Ruang gerak dan media penyampaian faham salafiyah lewat jalur PP Queen Al Falah akan menambah luas. g. Mendirikan SDI Unggulan Sebagai upaya memberikan pencerahan keagamaan pondok pesantren Al Falah dirasa belum cukup hanya melalui media pesantren salafiyah saja. Sehingga berdirinya SDI Unggulan yang materinya berkolaborasi antara materi umum dan materi pondok pesantren salafiyah. Diharapkan SDI tersebut mampu menjadi jembatan para siswa SD memahami ajaran ulama salaf kendati mereka tidak belajar di pondok pesantren salafiyah. Berbeda dengan PP Queen Al Falah yang sebagai penampung para santri yang ingin belajar agama tetapi juga ingin belajar ilmu umum tetapi mereka setiap harinya tetap berada di pondok pesantren Queen Al Falah. Siswa siswi SDI unggulan mereka tiap harinya tidak mukim di pesantren, tetapi bisa mengikuti pendidikan ala pesantren salafiyah, sehingga diharapkan para siswa-siswi SDI unggulan memiliki pengetahuan ilmu-ilmu salaf meski tidak belajar di pesantren salaf cukup

belajar ketika di sekolah SDI yang didirikan oleh Gus Ma' mun bin kyai Mahfudz Siroj. dan h. Program Penerbitan Buku dan Karya Ilmiyah Serta Mendirikan Laboratorium Komputer. Penerbitan bagi santri sebagai sarana pengembangan kreatifitas agar keilmuan agamanya dapat bermanfaat bagi masyarakat umum. Santri Al Falah akan termotivasi dirinya untuk berdakwa melalui media tulis dan melatih dirinya untuk menulis dan berkarya. Nantinya para santri yang memiliki kemampuan menulis sebagai media dakwa pesantren salafiyah dengan dunia luar pesantren lewat ketajaman pena para santri. Memang tidak semua santri merasa tergerk untuk ikut ambil bagian dalam penerbitan dan pelatihan serta bersemangat untuk membuat karya ilmiyah yang selanjutnya dicetak dan dipasarkan. Bagi pondok pesantren Al Falah pertama, sebagai sarana sosialisasi visi misi dan keberadaan pesantren salafiyah. Kedua, memberikan ketrampilan tambahan bagi santri sebagai upaya kreatifitas santri disamping kemampuan keilmuan agama. Ketiga, menambah ruang publikasi pondok pesantren agar dikenal di masyarakat luas. Keempat, untuk mensosialisasikan nilai-nilai salafiyah agar dipahami oleh

masyarakat di luar daerah. Sebab pondok Al Falah memiliki santri yang berasal dari daerah yang bermacam-macam etnis, golongan dan berbagai daerah di Indonesia.

Sedangkan

laboratorium

komputer

sebagai

pendukung

keberhasilan penerbitan dan memotivasi santri untuk bisa dan giat menulis karena memiliki kemampuan aplikasi dalam lay out, desin grafis dan penunjang publikasi karya ilmiyah para santri dan pengurus pondok pesantren. Dengan adanya laboratorium dan penerbitan karya ilmiyah santri pondok pesantren salafiyah, maka karya tersebut diharapkan mampu mewarnai opini publik tentang paham salafiyah dan berbagai nilai-nilai yang diusung oleh paham ini. Sebab sebuah paham yang disosialisasikan oleh kalangan yang mengikuti paham salafiayah akan lebih objektif dibandingkan orang yang bukan penganut paham salafiyah. Sosialisasi lewat media tulis besar pengaruhnya bagi pengenalan aliran ahli sunnah wal jamaah yang menjadi ruh didirikannya pondok pesantren Al Falah ini. 3. Hambatan Dan Tantangan Pesantren Al Falah Dalam Mempertahankan Model
Salafiyah di Era Globalisasi

Tantangan

dan hambatan dalam organisasi menyebabkan oraganisasi

memiliki motivasi dan semangat untuk berubah yang tumbuh dari dalam organisasi dalam upaya mengatasi hambatan dan tantangannya,. Hambatan dan tantangan pondok pesantren salafiyah berasal dari berasal dari luar pesantren sebagaimana dikemukakan oleh Sutarto (1995) bahwa, Tantangan-Tantangan penyebab perubahan yang berasal dari dalam diri organisasi misalnya volume kegiatan bertambah banyak, adanya peralatan baru, perubahan tujuan,

penambahan tujuan, perluasan wilayah kegiatan, tingkat pengetahuan, tingkat

keterampilan, sikap, konflik, serta perilaku para pegawai. Sedangkan Tantangan penyebab perubahan yang berasal dari lingkungan misalnya adanya peraturan baru, perubahan kebijaksanaan dari organisasi tingkat yang lebih tinggi, perubahan selera masyarakat, perubahan, dan perubahan gaya hidup

masyarakat.143 Setelah melalui pengamatan dan hasil beberapa wawancara pondok pesantren hambatannya bersifat ekstern dan intern. Sehingga hambatan tersebut memerlukan penanganan yang sifatnya kolektif dan kebersamaan pennganan dari berbagai pihak, baik dari pengasuh, pengurus, santri orang tua atau wali santri bahkan dari pihak luar yakni pemerintah dan masyarakat muslim yang memiliki kaitan dengan dakwa agama Islam di Indonesia. Hambatan dan tantangan pondok pesantren Al Falah di era globalisasi sekarang ini antara lain: yang a. Hambatan dan Tantangan yang Berasal dari Luar Pesantren Salafiyah Sebagai pengasuh pondok pesantren salafiyah di zaman modern dan era globalisasi ini harus memiliki sebuah wawasan untuk masa depan yang kuat. Kyai dalam mengambil kebijakan harus mempertimbangkan pluralisme masyarakat global sekarang ini yang berbeda-beda visi-misi dan tujuan hidupnya, seperti yang di sampaikan oleh Kartini Kartono, (2004) bahwa, Pluralisme merupakan realitas hidup dalam masyarakat modern. Bermacam kelompok sosial, organisasi, badan pemerintah, perkumpulan, gerakan-gerakan sosial, partai politik, lembaga kemasyarakatan, termasuk di dalamnya lembaga pendidikan dan lain sebagainya. Masing-masing

143

Sutarto. 1995. Dasar-Dasar Organisasi.Yogyakarta : Gadja Mada University Press, hlm. 414. .

organisasi atau kelompok mempunyai interest, tujuan dan daerah operasi sendiri-sendiri. Maka persaingan, kompetisi dan konflik merupakan realitas nyata yang banyak terjadi di tengah masyarakat modern.144 Untuk menghadapinya sebuah lempaga pendidikan harus respontif terhadap fakta plurasilme masyarakat dewasa ini. Sehingga pesantren salafiyah seyogyanya mempertimbangakan pendapat Warrent Bennis sebagaimana dikutip Adam Ibrahim Indrawijaya:145 Bila perubahan dalam sistem nilai akan berkelanjutan, maka setiap organisasi harus berusaha belajar untuk lebih responsif, baik terhadap lingkungannya maupun terhadap tuntutan para anggotanya. Sehingga pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan publik akan mampu bertahan dan survive di masyarakat yang memiliki wajah pluralis dan hitrogenitas kecenderungan berdasarkan pola pikir dan lingkungannya yang mempengaruhinya. (1). Tanggapan Negatif Terhadap Pesantren Salafiyah (1). Seperti yang dipaparkan Daulay
146

bahwa pendidikan Islam

menjadi lembaga pendidikan kelas dua, sehingga persepsi ini mempengaruhi masyarakat Muslim untuk memasukkan anaknya ke lembaga pendidikan tersebut. Pesantren dan lembaga pendidikan Islam formal (non negeri) seperti kebanyakan madrasah swasta memiliki

Kartini Kartono. 2004. Pemimpin dan Kepemimpinan, Apakah Pemimpin Abnormal itu?. Jakarta :RajaGrafindo Persada. Cet. 12, hlm. 243. 145 Adam I. Indrawijaya. 1989. Perubahan dan Pengembangan Organisasi. Bandung : Penerbit Sinar Baru. hlm. 17. 146 Haidar Daulay. 2004. Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia. Jakarta : Prenada, hlm. 156.

144

problem pendidikan yang hampir sama yakni dianggap pendidikan yang nomor dua dibanding pendidikan negeri. Tantangan pondok pesantren Al Falah dari luar adalah kualitas out put sebagian santri pondok pesantren yang kurang memuaskan masyarakat. Kelompok masyarakat tertentu memandang memandang negatif terhadap keberadaan pesantren salafiyah. Pandangan sebagian masyarakat yang memiliki paradigma modern yang membandingkan pondok salafiyah dan out put salafiyah dengan pendidikan modern. Mereka mengukur kualitas pendidikan lembaga pendidikan dari sisi logika saja, sedangkan dimensi akhlak, taqwa dan keimanan lulusan santri pesantren salafiyah tidak dilihat dengan sebuah mutu pendidikan. seperti yang kutipan dari hasil wawancara penulis dengan kyai Zainuddin, bahwa tantangan pesantren salafiyah saat ini banyak sekali, kalau disamakan pesantren salafiyah dengan kehidupan yang kita alami, keduanya sama-sama banyak ditempah oleh berbagai tantangan dan hambatan yang menghadang. Tantangan pesantren ini diantaranya terdapat orang-orang yang kurang suka dengan salafiyah, dan pandangan beberapa orang yang menyudutkan keberadaan pesantren salafiyah.. (IF. 1 W.16.4.2007) Keragaman persepsi yang berkembang dalam masyarakat global adalah hal yang lazim terjadi. Sehingga dalam menangani hambatan ini yang terbaik adalah sikap adaftif, adoptif dan respontif terhadap

perubahan zaman sesuai dengan kecenderungan masyarakat dunia pendidikan dewasa ini.

(2). Kyai Pondok Salafiyah Berpartisipasi dalam Politik (2). Sebagai seorang figur dan tokoh agama seorang kyai pengasuh pondok pesantre masih tergoda untuk berpolitik praktis maupun sebagai simpatisan. Hal tersebut membawa pengaruh terhadap kelangsungan pondok pesantren salafiyah saat ini. Kyai pondok pesantren tidak lagi menfokuskan diri pada kegiatan pengajian agama dan mengajar para santri di pondok pesantren tetapi sibuk mengurusi partai dan pemerintahan. Seperti yang dituturkan oleh kya Fuad Mun' bahwa im tantangan pondok pesantren salafiyah sekarang ini diantaranya, banyak kyai pondok salafiyah yang terjun kedunia politik, kyai di manfaatkan oleh orang-orang politik yang tidak bertanggung jawab dengan kemajuan pondok pesantren. Sehingga kyai tidak lagi mengurus podok pesantrennya tetapi justru mengurusi yang bukan bidangnya.. (IF. 2 W.24.4.2007) Kyai pesantren salafiyah yang umumnya memiliki santri-santri dan pengikut yang patuh dan berada di daerah pedesaan yang memasuki ranah politik membuat pondok pesantrennya tidak terus dengan baik. Sehingga pesantrennya kurang mendapat simpati dari santri dan wali santri, sebab dunia politik berlawanan dengan nilai-nilai yang

dikembangkan oleh pondok pesantren seperti kejujuran, kehati-hatian, keikhlasan, ahlak yang mulia dan qona' ah. Masyarakat Indonesia banyak yang belum terbiasa memandang bahwa politik tidak selamanya jelek. Sehingga kyai pesantren salafiyah yang terlibat dalam dunia politik tidak mendapat simpati dari masyarakat. Pada akhirnya pondok pesantren menjadi taruhan dari pada keterlibatan kyai dalam panggung politik. Ketika politik sedang memihak pesantren salafiyah, pondok safalafiyah akan diminati

masyarakat, akan tetapi ketika perpolitikan sedang bermasalah kyai dan pondok pesnatren akan terguncang dan mendapat cercaan dari masyarakat. Tantangan pondok pesantren salafiyah yang harus segera diminimalkan adalah keterlibatan kyai dalam panggung politik praktis maupun menjadi simpatisan. (3). Tidak Diakuinya Ijazah Pondok Pesantren Salafiyah oleh Pemerintah (3). Pengambilan keputusan untuk mempertahankan model salafiyah dengan segala konsekwensinya merupakan keputusan lembaga yang menimbang dan mengarah pada nilai-nilai agama yang normatif yakni sesuai dengan dalil-dalil agama tentang keikhlasan belajar dan beramal. Semangat keagamaan di atas menjadikan pondok pesantren Al Falah menjaga jarak dengan pemerintah dalam hal kerjasama peningkatan kualitas dan mutu lulusan dengan tidak memasukkan pelajaran umum yang menjadi syarat untuk mendapatkan legalitas ijazah.

Meski keilmuan agama dari santri pesantren salafiyah memiliki keunggulan tersendiri dibanding pendidikan agama di luar pesantren. Karena belum adanya pengakuan dari pemerintah menjadikan lulusan pesantren salafiyah terganjal kiprahnya di birokrasi dan dunia kerja di masyarakat. (4). Pengaruh Budaya Materialistik Masyarakat (4). Tujuan pendidikan pesantren bukanlah untuk mengerjakan kepentingan kekuasaan, uang dan keagungan duniawi, tetapi ditanamkan kepada mereka bahwa belajar adalah semata-mata kewajiban dan pengabdian kepada Tuhan147. Di antara cita-cita pendidikan pesantren adalah latihan untuk dapat berdiri sendiri dan membina diri agar tidak menggantungkan sesuatu kepada orang lain kecuali kepada Allah SWT148. Sedangkan masyarakat modern cenderung mengunakan paradigma matrealis dalam mengambil keputusan seperti yang dikatakan oleh teori x bahwa,:149 Kebanyakan orang dalam mengambil keputusan didorong terutama oleh perangsangperangsang yang bersifat ekonomis. Meskipun teori ini asalnya teori dalam mengambil keputusan dalam organisasi tetapi juga bisa dipakai yang berkaitan dengan prinsip-prinsip pengambilan keputusan dalam kelompok masyarakat tertentu.

Ismail SM (ed). 2002. Dinamika Pesantren dan Madrasah. Yogyakarta : Pustaka Pelajar, hal. 44. 148 Zamarkhsyari Dhofier. Tradisi Pesantren. LP3ES. Jakarta, hal. 21. 149 Sutarto. 1995. Dasar-Dasar Organisasi. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. hlm. 321.

147

Menurut pemahaman dari teori x ini seorang kyai dalam menjalankan sebuah lembaga pendidikan yang menjual jasa pada masyarakat yang memiliki tipikal matrialistik, sudah waktunya untuk merevisi kembali tujuan pendidikannya yang semula bersifat akhirat

oriented menjadi perpaduan dengan dunia oriented sebagai usaha untuk


menyesuaikan dengan lingkungan dan kecenderungan masyarakat modern agar pesantren mampu bertaham dalam era globalisasi sekarang ini. (5). Krisi Ekonomi Yang Belum Juga Redah (5). Juga Sebagaiman lembaga pendidikan madrasah swasta yang biaya operasionalnya diambil dari pembayaran SPP siswa, pesantren Al Falah mengalami penurunan jumlah santri setelah krisi moneter yang terjadi di Indonesi. Jumlah santri Al Falah secara keseluruhan dari tahun ajaran 2003/2004 : 1640, 2004/2005 : 1303, 2005/2006 : 1325, dan tahun ajaran 2006/2007 : 1307 santri.150 Dari beberapa penyebab menurunya jumlah santri belakangan ini disebabkan oleh krisis ekonomi. Seperti pendapat dikemukakan oleh ustadz Imam Baihaqi, bahwa perkembangan Al Falah menurutnya dari sisi jumlah memang akhir-akhir ini mulai merosot, semenjak moneter. (IF.5 W.21.4.2007) Pendapat ustadz Baihaqi tersebut juga dibenarkan oleh beberapa pengurus pesantren yang lainnya. Pengaruh daya beli masyarakat sekarang ini rendah sehingga juga mempengaruhi perkembangan jumlah
150

Sumber: Kantor pondok pesantren Al Falah pada tanggal 14 April 2007.

santri yang masuk di lembaga pondok pesantren salafiyah Al Falah yang memang dari sisi pendanaan seperti yang dikemukakan oleh wakil kepala madrasah murni dari dana (SPP) santri serta sumbangan yang tidak terikat dari donatur pondok pesantren. (6). Kecurigaan Pemerintah Dan Masyarakat Bahwa Pesantren Adalah (6). Sarang Teroris. Pernyataan pemerintah kurang bijaksana dan merugikan pesantren padahal banyak kalangan pesantren yang sama sekali tak mengerti bagaimana membuat bom apalagi sarang teroris. Seperti yang di paparkan oleh kyai Fuad Mun' pengasuh pesantren Al Falah yang im menyatakan bahwa hambatan pondok pesantren Al Falah juga pesantren lainnya diantaranya Kecurigaan pemerintah pada pesantren sampai ada kyai pesantren ditahan santri-santri dicurigai menjadi pengikut teroris dll. akibatnya negara lain mencap bahwa pondok pesantren sebagai sarang teroris, padahal pondok pesantren sendiri seperti anda lihat tidak ada kekerasan, justru pendekatan akhlaknya yang di dahulukan, orangorang yang tak tahu banyak tentang dunia pesantren takut sebab dipesantren nanti anaknya akan diajari membuat bom, meraka takut karena bom itu dampaknya juga dasyat, mereka orang awam menganggap semua pondok pesantren itu sama semua. Seperti diajari membuat atau merakit bom padahal sama sekali tidak demikian. (IF. 2 W.24.4.2007)

Tuduhan dan labelisasi bahwa pesantren sebagai sarang teroris merupakan masalah yang dianggap serius oleh kyai Fuad Mun' im karenanya kata beliau Kya Hasyim Muzadi berulang-ulang kali menjelaskan pada bahwa pondok pesantren di Indonesia murni mengajarkan pendidikan bukan sarang teroris. Meski ada beberapa santrinya terlibat teroris bukan berarti semua pesantren diajarkan meneror bangsa atau orang lain. dalam b. Tantangan Dan Hambatan Yang Berasal dari dalam Pesantren Salafiyah (1). (1). Terputusnya Pesantren Dengan Dunia Luar Pesantren tidak harus menutup diri, ia harus terbuka dalam mengikuti tuntutan perkembangan zaman. Teputusnya arus informasi yang masuk ke pesantren di karenakan ada kekhawatiran dari pengelolah pesantren maupun pengurus terhadap kekurang seriusan santri dalam belajar agama di pesantren. Seperti kekhawatiran malas untuk belajar pelajaran di madrasah. seperti yang di kemukakan oleh ustadz Muhammad Kholili berikut ini. Maksud dari membatasi santri untuk membaca koran bukan tanpa sebab kalau koran diperbolehkan didalam pondok pesantren santri akan beralih dari anjuran semula belajar dan membaca kitab kuning menjadi baca Koran. Koran atau bacaan selain pelajaran di madrasah menghambat niat santri semula agar pandai agama dan memahami kitab kuning menjadi ke arah yang lain, sementara memahami kitab dengan diseteril (dilarang membawa bacaan selain yang ada hubungannya dengan pelajaran madrasah atau pondok pesantren) sekarang saja sulit belum maksimal, apalagi ditambahi bacaan yang lain yang sifatnya menganggu. (IF. 6 W. 21.04.2007)

Kekhawairan tersebut memiliki dampak yang kurang mendukung terhadap kemajuan pondok pesantren. Sebab wacana yang berkembang di luar pesantren berjalan begitu cepat dan bila santri kurang memiliki akses informasi karena larangan media seperti koran, majalah maupun media elektronik seperti televisi, radio, bahkan internet masuk lingkungan pesantren. Pola pikir santri yang diharapkan dinamis, respontif dan mampu mensikapi fenomena keagamaan yang berkembang terhambat. Klangan pesantren akan mengalami stagnan paradigmatik dalam dunia pendidikan dan kemasyarakatan. Hal ini dapat menghambat keluasan berpikir serta kurang luasnyanya wawasan santri tentang perkembangan dunia modern yang bergerak cepat dan berubah-ubah akibat derasnya informasi yang tak mungkin terbendung lagi. Hal tersebut bertentangan dengan visi pesantren yang menjadi rujuakan pengembangan kiilmuan keislaman dan dakwa multikultural semntara akses informasi bagi para santrinya terbatas dan dibatasi. (2). (2). Inovasi Pondok Pesantren Terhambat Agar posisi pesantren salafiyah tidak menjadi stagnan, dengan kata lain "la yahya wa la yamuut", maka yang harus melakukan inovasi dan perubahan senantiasa mencari hal yang lebih baik dari sekarang, supaya pesantren menjadi lembaga yang mampu menjawab tuntutan masyarakat, tuntutan lingkungan, tuntutan zaman dan mampu bersaing dengan pesantren lainnya dan lembaga pendidikan formal yang saat ini sudah banyak menawarkan model-model pesantren. Pesantren salafiyah juga

harus menjalin hubungan simbiotik mutualisme dengan masyarakat dan lingkungannya agar inovasi pesantren dapat dilaksankan. Ada beberapa alasan mendasar mengapa inovasi pendidikan pesantren dalam memenuhi tuntutan masyarakat dan lingkungannya serta perubahan zaman perlu dilakukan secara cepat dan terarah. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, Sudirman Taba, seorang peneliti pesantren mengemukakan bahwa : 1) Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan, da' wah dan sosial dirasakan oleh banyak pihak memiliki potensi yang besar untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam bidang pendidikan dan pengembangan masyarakat. 2) Jumlah pesantren potensial, terbukti telah melaksanakan usaha kreatif yang bersifat rintisan. 3) Usaha ini perlu dikembangkan sambil terus melakukan upaya pembenahan terhadap masalah utama yang dihadapi pesantren, baik yang bersifat internal maupun eksternal 151. Terhambatnya inovasi ini, yang dapat penulis simpulkan karena pengetahuan yang berkaitan dengan SDM yang kurang tanggap terhadap perkembangan ilmu pendidikan. Umumnya yang menjadi pengurus pondok pesantren Al Falah adalah orang-orang yang telah lama di pesantren pesantren salafiyah. Merekan sulit mengadakan inovasi karena keilmuan dalam ilmu pendidikan relatif kurang. Dampaknya adalah kekhawatiran dan ketakutan bila mau mengadakan ivovasi di pesantren yang menjadi tanggungjawabnya.

151

Sudirman Taba. 1985. Pergulatan Dunia Pesantren. Jakarta : P3M. hal : 284.

(3). (3). Keyakinan Bahwa Model Pesantren Salafiyah Sudah Final Kendala-kendala yang mempengaruhi keberhasilan usaha inovasi pendidikan seperti inovasi kurikulum antara lain adalah (1) perkiraan yang tidak tepat terhadap inovasi (2). konflik dan motivasi yang kurang sehat (3). lemahnya berbagai faktor penunjang sehingga mengakibatkan tidak berkembangnya inovasi yang dihasilkan (4). keuangan (finacial) yang tidak terpenuhi (5). penolakan dari sekelompok tertentu atas hasil inovasi (6) kurang adanya hubungan sosial dan publikasi 152 Keberadaan inovasi terhadap pesantren salafiyah nampaknya sangat dibutuhkan, apalagi kebutuhan zaman dahulu, sekarang dan akan datang selalu berubah dan pasti membutuhkan sebuah inovasi. Terlebih pesantren merupakan lembaga publik yang menjual jasanya pada masyarakat luas. Sehingga pernyataan dari kyai pondok pesantren yang menyatakan bahwa, akan tetap mempertahankan pondok pesantren Al Falah yang salafiyah ini selamanya, sampai yaumil qiyamah.. (IF. 1 W.8.4.2007) Merupakan kemandekan inovasi dan perlu diadakan pemikiran ulang, sebab tidak ada sebuah konsep yang akan bertahan ditempah oleh perubahan zaman dan inovasi di dalam dunia pendidikan. Ada beberapa alasan mendasar mengapa inovasi pendidikan pesantren dalam memenuhi tuntutan masyarakat dan lingkungannya serta perubahan zaman perlu

Subandijah. 1992. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum . Yogyakarta : PT Raja Grafindo Persada, Hlm. 81.

152

dilakukan secara cepat dan terarah. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, Sudirman Taba, seorang peneliti pesantren mengemukakan bahwa,

pertama, pondok pesantren adalah lembaga pendidikan, da' dan sosial wah
dirasakan oleh banyak pihak memiliki potensi yang besar untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam bidang pendidikan dan pengembangan masyarakat. Kedua, jumlah pesantren potensial, terbukti telah melaksanakan usaha kreatif yang bersifat rintisan. Ketiga, usaha ini perlu dikembangkan sambil terus melakukan upaya pembenahan terhadap masalah utama yang dihadapi pesantren, baik yang bersifat internal maupun eksternal153. Ketaatan santri pada kyai pesantren yang hanya berdasarkan pada rasa takut salah dan takut mengecewakan kyai dalam usaha mengadakan inovasi merupakan permasalahan tersendiri. Apa yang menjadi keputusan kyai harus dituruti dan merupakan sebuah hal yang sangat disakralkan perlu ditinjau ulang. Karena nabi bersabda, A ntum alamu biumuri

dunyakum menjelaskan bahwa setiap manusia memiliki kelebihan dan


keterbatasan masing-masing sesuai dengan bidang keilmuan yang dimiliki. Dalam persoalan manajemen dan paradigma pendidikan tentu dari kalangan luar pesantren lebih memiliki wawasan pendidikan yang patut didengar pendapat dan wawasannya. Maka para pengurus sesuai dengan semangat hadis di atas diharapkan memiliki keberanian untuk menginovasi

153

Sudirman Taba. 1985. Pergulatan Dunia Pesantren. Jakarta : P3M, hal. 284.

pendidikan di pesantren dengan alasan dan wacana yang sesuai dengan keilmuan dan kebutuhan zaman modern sekarang ini. Apabila pendapat pengurusnya lebih bisa diterima di masyarakat umum maka mereka tak perlu merasa takut dan khawatir. Meski demikian perlu tindakan yang hati-hati dan menggunakan keluhuran dan ahlak yang mulia dalam berdiskusi dengan para kyai agar terjalin suasana yang harmonis dan tidak terdapat salah pengertian antara pengurus dan kyai pondok pesnatren. (4). (4). Manajemen Pesantren Salafiyah Al Falah Belum Merumuskan Visi Misi Tujuan dan Program yang Jelas. yang Nasihin Hasan, direktur P3M Jakarta yang telah

mengidentifikasikan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh dunia pendidikan pondok pesantren dewasa ini,154 Salah satu permasalahan yang dihadapi pesantren diantaranya masalah antisipasi ke masa depan dalam hubungannya dengan peranan-peranan dasar yang akan

dilaksanakan. Untuk mengadakan perubahan dalam suatu lembaga pesantren yang perlu di dahulukan adalah visi misi pesantren. Visi misi harus ditekankan kembali agar pesantren tidak kehilangan kendali, arah tujuannya semula pesantren didirikan. Menurut Yusmadi155, Faktor pertama yang menyebabkan kurangnya kemampuan pesantren mengikuti
154

Hasan, N. 1988. Karakter & Fungsi Pesantren. Dalam Dinamika Pesantren. Jakarta: P3M, hlm. 114. 155 Yusmadi. 1998. Modernisasi Pesantre, Kritik Nur Cholish Majid Terhadap Pendidikan Islam Tradisional. Jakarta : Ciputat Press.hlm.

dan menguasai perkembangan zaman terletak pada lemahnya visi dan tujuan yang dibawa pendidikan pesantren. Relatif sedikit pesantren yang mampu menuangkannya dalam tahapan-tahapan rencana kerja atau program. Kondisi ini menurut Nur Cholish Majid lebih disebabkan oleh adanya kecenderungan visi dan tujuan pesantren diserahkan pada improvisasi yang dipilih sendiri oleh kyai atau bersama-sama para pembantunya. (Yusmadi, 1998:72). Sebagaimana pondok pesantren Al Falah yang sebenarnya visinya sudah ada demikian juga misinya. Seperti contoh dokumen visi misi pesantren Al Falah berikut ini. Pondok Pesantren Al Falah adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama Islam yang sejak berdirinya di tahun 1925 tetap mempertahankan status salafiyahnya dengan menganut thoriqoh at-talim wattaallum, senantiasa menjadi rujukan pengembangan keilmuan keislaman dan dawah multi kultural. Sedangkan misi yang ingin dicapai oleh pondok pesantren Al Falah adalah: Petama, mengembangkan pesantren secara keilmuan dan kelembagaan dan melakukan pencerahan kepada masyarakat melalui kegiatan talim, tarbiyah dan tadib. Kedua, meningkatkan kompetensi lulusan pondok pesantren melalui pembekalan moral, skill dan penguatan di bidang ilmiyah - amaliyah dan amaliyah - ilmiyah serta mengembangkan wawasan. Sebenarnya menurut konsepsi tentang adalah visi pada intinya adalah pandangan jauh ke depan. Visi adalah daya pandang jauh ke depan, mendalam, dan luas yang merupakan daya pikir abstrak yang memiliki kekuatan amat dasyat dan dapat menerobos segala batas-batas fisik, waktu,

dan tempat (Gaffar, 1995). Cortada (1993) mendefinisikan visi sebagai"

V iew of our environment will enable our tremendous future success,"


devinisi ini mengisayaratkan bahwa kesuksesan yang bermakna pada masa depan sangat ditentukan oleh kemampuan orang dalam memandang lingkungan secara cermat. Faktor-faktor lingkungan itu amat menentukan kesuksesan menggapai masa depan itu. Dilihat dari perspektif waktu, visi intinya menyoal tentang waktu (time frame) tertentu.156 Visi pesantren Al Falah yang telah ada dirumuskan memang sudah mengarah pada sebuah cita-cita sebuah pondok pesantren, akan tetapi citacita yang dirumuskan belum memenuhi sebagai sebuah visi yang mampu menjadi sebuah idealisme sebuah cita-cita karena pertama, visinya tetap mempertahankan status salafiyahnya. Kedua, dengan menganut

thoriqoh at-talim wattaallum . Ketiga, senantiasa menjadi rujuakan


pengembangan keilmuan keislaman. Keempat, da' multi kultural. wa Secara garis besar visi ini belum dapat dipahami oleh para pelaksana dari visi tersebut dengan tepat. Masih membutuhkan ruang diskusi untuk mengetahui kejelasan sebuah visi tersebut. Seperti mempertahankan status salafiyahnya. Apakah salafiah itu merupakan status apa merupakan faham atau merupakan sistem. Apabila termasuk status siapa yang memberi status, dan apa manfaat status tersebut sehingga harus dipertahankan. Kedua, menganut thoriqoh at-talim wattaallum hal ini kalau

dibahasakan menganut kegiatan belajar mengajar. Apakah selama ini tidak


Sudarwan Danim. 2006 . V isi Bru Manajemen Sekolah Dari Unit Birokrasi Ke Lembaga Akademik . Jakarta : Bumi Aksara. hlm 71-72.
156

ada kegiatan belajar mengajar sehingga perlu adanya anutan belajar mengajar?. Kalau sudah ada kegiatan belajar mengajar mengapa dijadikan sebuah cita-cita? Ketiga, senantiasa menjadi rujukan pengembangan keilmuan keislaman, sepertinya poin ke tiga ini yang tepat untuk dijadikan visi kerena hal ini belum terjadi dan menjadi sebuah angan-angan yang mulia bagi sebuah lembaga pendidikan Islam. Ke empat, da' multi wa kultural memiliki pemaknaan yang juga kurang jelas, sebab pondok pesantren Al Falah dari dulu bertujuan untuk dakwa kepada siapa saja tanpa membedakan umat Islam yang ada di dunia ini. Pengertian multi kultural mengarah pada banyak dimensi dan penafsiran. Seperti definisi tentang pendidikan multikultural, menurut Azyumardi Azra, dapat didefinisikan sebagai "pendidikan untuk/tentang keragaman kebudayaan dalam meresponi perubahan demografis dan kultural lingkungan masyarakat tertentu atau bahkan dunia secara keseluruhan.157 Keragaman atau perbedaan kultur tersebut khususnya yang ada pada siswa, seperti perbedaan etnis, agama, bahasa, gender, kelas sosial, ras, kemampuan, dan umur, menurut Ainul Yaqin, kemudian diaplikasikan pada semua jenis pelajaran agar proses belajar menjadi efektif dan mudah.158 Perumusan visi nampak dalam data di menunjukkan kurang sinergi antara visi dan misi sehingga sepertinya perumus misi tersebut berbicara

157 158

Ika,

Azyumardi Azra, Pendidikan Multikultural: Membangun Kembali Indonesia Bhineka Tunggal M. Ainul Yaqin, Loc. Cit.,.

pada poin bukan aplikasi dari visi pesantren Al Falah yang telah ada. Contoh, Misi pertama, mengembangkan pesantren secara keilmuan dan kelembagaan. Kedua, melakukan pencerahan kepada masyarakat melalui kegiatan talim, tarbiyah dan tadib. Ketiga, meningkatkan kompetensi lulusan pondok pesantren melalui pembekalan moral, skill dan

penguatan di bidang ilmiyah-amaliyah. Keempat, penguatan bidang amaliyah-ilmiyah. Kelima, mengembangkan wawasan. Pembahasan visi pada awalnya adalah tentang pesantren yang diidealkan yakni mempertahankan status salafiyah tetapi dalam misi tidak ada yang menfokuskan pada sebuah sikap untuk mencapai visi yakni status salafiyah. Melakukan pencerahan yang tidak jelas seperti apa bentuk pencerahan pada masyarakat itu? Kelima mengembangkan wawasan padahal pondok pesantren ini dibatasi informasi yang datang dari luar pesantren. Berdasarkan diskusi tentang visi misi tersebut di atas, perumusan visi tidak berdasarkan kajian yang mendalam dan seperti belum memahami karakteristik sebuah visi misi bagi lembaga sesuai dengan konsep visi misi. Sehingga dalam tataran praktek dari para pelaksana pendidikan di Al Falah cenderung mengalir saja tanpa sebuah ruh yang tertata dengan rapi dan jelas. Upaya mengatasi hambatan dan tantangan di atas kyai dan pengurus pesantren membutuhkan sikap penyesuaain-penyesuaian bagi

organisasi seperti yang dikemukakan oleh Sutarto159bahwa dalam menghadapi berbagai Tantangan penyebab perubahan tersebut organisasi dapat menyesuaikan diri dengan jalan; yaitu 1) Merubah struktur yaitu menambah satuan, mengurangi satuan, merubah kedudukan satuan, menggabung beberapa satuan menjadi satuan yang lebih besar, memecah satuan besar menjadi satuan-satuan yang lebih kecil, merubah sistem

sentralisasi menjadi sistem desentralisasi atau sebaliknya, merubah luas sempitnya rentangan control, merinci kembali kegiatan atau tugas, menambah pegawai, dan atau mengurangi pegawai. 2) Merubah tata kerja yang dapat meliputi tata kerja, tata aliran, tata tertib, dan syarat-syarat melakukan pekerjaan. 3) Merubah orang, dalam pengertian merubah sikap, tingkah laku, perilaku, meningkatkan pengetahuan, dan meningkatkan keterampilan dari para pegawai. 4) Merubah peralatan kerja. Dari keempat poin alternatif yang bisa dilakukan dalam proses penyesuain diri tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga aspek organisasi yang dapat dirubah yaitu struktur, teknologi, dan orang. Perubahan-perubahan dalam beberapa aspek organisasi tersebut secara simultan saling berkaitan satu sama lain. Perubahan pada satu aspek akan dapat mengakibatkan perubahan pada aspek yang lain. Untuk itu, segala inplikasi negatif dari perubahan-perubahan yang terjadi dalam organisasi harus bisa disikapi dan diantisipasi dengan efektif dan efisien. Keseimbangan dalam segala aspek organisasi perlu dipelihara, supaya

tercipta iklim kerja yang kondusif, harmonis, dan sinergis. Segala perubahan yang terjadi dalam organisasi diusahakan tidak sampai menimbulkan akibat negatif baik bagi para anggota maupun bagi organisasi. Dalam hal ini peran manajer atau pemimpin organisasi sangat menentukan keberlangsungan kehidupan organisasi. Pengambilan keputusan dalam menentukan visi misi dan tujuan pesantren memerlukan teori pengamatan terpadu (Mixed Scanning

Theory ) agar keputusan untuk kebijakan fundamental pesantren seperti


penentuan visi misi pesantren mencakup berbagai hal yang sifatnya multi dimensional. Penganjur dari teori ini adalah ahli sosiologi organisasi Amitai Etzioni. Etzioni setuju terhadap kritik-kritik para teoritisi inkremental yang diarahkan pada teori rasional komprehensif, akan tetapi ia juga menunjukkan adanya beberapa kelemahan yang terdapat pada teori inkremental.160 Teori ini menganjurkan pengamatan terpadu sebagai suatu pendekatan untuk pengambilan keputusan, yang memperhitungkan baik keputusan-keputusan yang bersifat fundamental maupun keputusan yang bersifat inkremental dan memberikan urutan teratas bagi proses

pembuatan kebijaksanaan fundamental yang memberikan arahan dasar.

160

Solihin Abdul Wahab. 1997. A nalisis Kebijaksanan. , Jakarta : Bumi Aksara, hlm. 23.

Anda mungkin juga menyukai