BAB II
PEMBAHASAN
3
B. Hubungan NU dan Pondok Pesantren
Nahdlatul Ulama dan Pondok pesantren itu bagaikan dua sisi mata uang yang
sulit dipisahkan. Apabila menyebut NU kita mesti ingat pondok pesantren dan
sebaliknya. Mengapa demikian? Karena yang mendirikan Nahdlatul Ulama adalah
para ulama pondok pesantren. Mereka memiliki kesamaan wawasan, pandangan,
sikap, perilaku dan tata cara pemahaman serta pengamalan ajaran Islam menurut
faham ahlussunnah wal jamaah. Ibarat sebuah kerangjang, kelahiran Nahdlatul Ulama
dari pondok pesantren. Karena itu wajar jika dikatakan bahwa Nahdlatul Ulama itu
adalah organisasinya masyarakat pesantren. Hubungan antara Nahdlatul Ulama
dengan pondok pesantren dapat dilihat dari beberapa hal sebagai berikut :
Kesamaan tujuan yaitu melestarikan ajaran Islam Ahlussunnah wal jamaah
yang merupakan materi pokok pengajaran agama di Pondok Pesantren. Nahdlatul
Ulama didirikan sebagai wadah bagi usaha mempersatukan langkah para ulama
pondok pesantren di dalam pengembangan tugas pengabdiannya dalam masyarakat,
baik bidang agama, pendidikan ekonomi, maupun persoalan-persoalan
kemasyarakatan yang lainnya. Pola kepemimpinan dalam Nahdlatul Ulama sama
dengan pola kepemimpinan memiliki kedudukan sangat menentukan, maka didalam
Nahdlatul Ulama dikenal pengurus Syuriyah yang tediri dari para ulama selaku
pimpinan tertinggi.
Pengaruh yang dimiliki oleh para kiai pengasuh pondok pesantren
dilingkungan masyarkatnya juga menjadi kekuatan pendukung bagi Nahdlatul Ulama.
Basis massa (anggota) yang dikenal dengan sebutan kaum santri menjadi salah satu
pilar penyangga kekuatan Nadhlatul Ulama, bahkan menjadi salah satu ciri khas yang
membedakannya dengan organisasi-organiasi Islam lainnya.
4
jamaah mengharuskan NU untuk terus menjaga kelangsungan pelestarian pendidikan
pesantren.
Pesantren merupakan palang pintu pelestarian tradisi akan segera diuji
kekokohanya oleh yang namanya globalsasi. Eksistensi pesantren di tengah
pergulatan modernitas saat ini tetap signifikan. Pesantren yang secara historis mampu
memerankan dirinya sebagai benteng pertahanan dari penjajahan, kini seharusnya
dapat memerankan diri sebagai benteng pertahanan dari imperialisme budaya yang
begitu kuat menghegemoni kehidupan masyarakat, khususnya di perkotaan. Pesantren
tetap menjadi pelabuhan bagi generasi muda agar tidak terseret dalam arus
modernisme yang menjebaknya dalam kehampaan spiritual. Keberadaan pesantren
sampai saat ini membuktikan keberhasilannya menjawab tantangan zaman. Namun
akselerasi modernitas yang begitu cepat menuntut pesantren untuk tanggap secara
cepat pula, sehingga eksistensinya tetap relevan dan signifikan. Masa depan pesantren
ditentukan oleh sejauh mana pesantren menformulasikan dirinya menjadi pesantren
yang mampu menjawab tuntutan masa depan tanpa kehilangan jati dirinya. Dan kami
yakin pesantren akan menjadi satu-satunya institusi ke-islaman yang akan tetap eksis
sampai akhir zaman. karena bangsa Indonesia ada karenanya dan tanpanya Indonesia
tak akan berwibawa. Meninggalkan tradisi dan konstruksi lama bagi pesantren juga
keliru, seolah-olah kita melupakan identitas kita dan sejarah kita yang tentu juga kaya
akan makna dan simbol simbol luhur dan sangat tidak bijak juga kalau mengatakan
sesuatu yang lama itu buruk, kolot, ketinggalan zaman dan sebagainya. Pesantren
akan lebih bijak kalau pesantren menggunakan kaidah Ushul Fiqh
‘Melestarikan nilai-nilai lama yang positif dan mengambil nilai-nilai baru
yang lebih positif)” Berpuluh-puluh tahun pesantren berpacu dengan arus zaman dan
pengaruh budaya barat yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa kita sebagai
bangsa yang bermartabat dan memiliki pandangan hidup dan nilai-nilai budaya yang
santun. Dan pesantren masih tetap berusaha bertahan dalam terjangan zaman dan pola
hidup hedonis di era global ini fenomena yang ada, Pesantren salaf, memang
mengalami banyak penurunan jumlah santri. Anak-anak zaman sekarang lebih senang
memilih dan mengedepankan pendidikan umum daripada belajar kajian ilmu-ilmu
pesantren. Seperti Ulumul Qur an, Hadist, Fiqh, Tashawwuf, Ushul Fiqh dan kitab-
kitab yang mengajarkan akhlaq karangan ulama terdahulu. Pesantren salaf di era
global memang semakin terdesak oleh arus zaman. Di era globalisasi ini dimana
perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan technology yang modern mempunyai
5
pengaruh yang besar terhadap pola hidup dan pola pikir masyarakat sehingga
berpengaruh terhadap eksistensi pesantren salaf. Dimana dalam kebanyakan pesantren
telah terjadi perubahan dalam proses pembelajaran Namun Pesantren dengan segala
ciri khasnya akan senantiasa memberikan kontribusinya terhadap pembentukan dalam
pembangunan manusia seutuhnya dalam lingkungan masyarakat yang religius dan
akan menjadi obor sebagai pendalam pola kehidupan yang unik , pesantren mampu
bertahan selama berabad-abad untuk mempergunakan nilai-nilai hidupnya sendiri
karena itu dalam jangka panjang pesantren berada dalam kedudukan kultur yang
relatif lebih kuat daripada masyarakat disekitarnya , kedudukan ini dapat dilihat dari
kemampuan pesantren untuk melakukan transformasi total dalam sikap hidup
masyarakat sekitarnya , tanpa ia sendiri harus mengorbankan indetitas dirinya , pola
pertumbuhan hamper setiap pesantren menunjukkan gejala kemampuan melakukan
perubahan total ini.
Hal lain yang istimewa dari pendidikan aswaja adalah: pendidikan yang lebih
dikonsentrasikan pada lembaga pendidikan islami atau dapat disebut pondok
6
pesantren. Hal itu dapat membantu kita selaku orang tua supaya anak cucu kita dapat
mengenal nilai-nilai agama dan moral.
7
F. Pendidikan Berbasis Aswaja
Mata pelajaran muatan lokal pengembangannya sepenuhnya ditangani oleh
sekolah dan komite sekolah yang membutuhkan penanganan secara profesional dalam
merencanakan, mengelola, dan melaksanakannya. Dengan demikian di samping
mendukung pembangunan daerah dan pembangunan nasional, perencanaan,
pengelolaan, maupun pelaksanaan muatan lokal memperhatikan keseimbangan
dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan. Penanganan secara profesional muatan
lokal merupakan tanggung jawab pemangku kepentingan ( stakeholders) yaitu sekolah
dan komite sekolah. Muatan lokal terdiri dari beberapa macam, namun salah satunya
adalah Ke-Nu-An / Aswaja. Pengurus Pusat Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul
Ulama (LP Ma’arif NU) telah menyelesaikan penyelerasan Kurikulum Aswaja dan
ke-NU-an sesuai dengan karakteristik Kurikulum 2013 (K-13). Kegiatan ini sendiri
dilaksanakan pada tanggal 13-15 Agustus 2014 di Bogor. Hadir dalam kegiatan
perwakilan dari Pengurus Wilayah LP Ma’arif NU Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa
Barat, DKI Jakarta, dan Lampung. Penyelarasan kurikulum Aswaja ini dinilai sangat
penting, disamping untuk mewujudkan proses pembelajaran yang lebih baik, juga
diharapkan akan mendorong Kemenag RI untuk memberikan pengakua secara tertulis
bahwa Aswaja sebagai muatan lokal yang diajarkan di lingkungan Nahdlatul Ulama.
Sebagaimana yang disampaikan oleh Sekretaris Pengurus Pusat LP Ma’arif NU,
Zamzami, S.Ag., M.Si, “Nanti kita akan dorong Kemenag RI untuk memberikan
pengakuan secara tertulis Kurikulum Aswaja dan ke-NU-an ini sebagai muatan lokal
di lingkungan Nahdlatul Ulama,”. Pada tahun ajaran ini, lanjut Zamzami, Kurikulum
Aswaja dan ke-NU-an sudah bisa diterapkan di seluruh madrasah dan sekolah LP
Ma’arif NU yang berjumlah kurang lebih 13 ribu unit. “Pendidikan Aswaja kami
harapkan akan berjalan semakin masif kedepannya. Sekolah/madrasah memiliki peran
dan pengaruh yang sangat besar, sebab di madrasah-lah seorang anak menghabiskan
sebagian besar waktunya. Madrasah merupakan tempat kedua setelah rumah,
sebagaimana di dalamnya berkumpul dengan berbagai anak dari berbagai latar
belakang lingkungan dan sosial, sehingga mereka membawa berbagai macam
pemikiran, adat kebiasaan dan karakter kepribadian juga menjelaskan dan
mentransformasikan sesuatu yang sebelumnya tidak diketahuinya. Yang merupakan
tugas atau peranan penting yang paling mendasar oleh sebuah madrasah adalah
mengimplementasikan ibadah kepada Alloh Azza Wa Jala, juga meluruskan
pemahaman yang salah dari segi akidah maupun ibadahnya serta untuk menuai akhlaq
8
yang mulia dan terpuji. Serta mengosongkan seorang pembelajar dari kejahiliyahan
dan pembangkangan baik itu dari segi akidah, ibadah, akhlaq dan pemikirannya,
menghiasinya dengan pendidikan yang benar baik dari segi akidah, ibadah, akhlaq,
dan pemikirannya bukan sekedar teori tetapi dengan implementasi yang nyata.
Madrasah juga memiliki komponen-komponen yang mesti ada di dalamnya, seperti:
mu’alim (pendidik), metode pembelajaran, kegiatan belajar. Macam-macam
pendidikan antara lain:
a) Pendidikan Akidah
Pendidikan pertama yang harus diterima setiap pemuda muslim ialah
pendidikan akidah yang benar. Yaitu akidah Salafiyah yang dianut oleh generasi salaf
umat ini. Sebab Alloh Ta’ala telah menjadikan akidah para sahabat sebagai standar
akidah yang benar. Ibn Al-Qoyyim rohimahulloh mengatakan: “tauhid adalah perkara
pertama yang didakwahkan oleh para Rosul, persinggahan pertama di tengah jalan,
dan pijakan pertama yang menjadi pijakan orang yang melangkah kepada Alloh
ta’ala. Jadi, setiap pendidik hendaknya tidak pernah membiarkan setiap kesempatan
berlalu tanpa membekali para anak didik dengan bukti-bukti yang menunjukkan
kepada Alloh Ta’ala, bimbingan-bimbingan yang bisa memperkokoh iman, dan
peringatan-peringatan yang bisa memperkuat aspek akidah. Teknik pemanfa’atan
kesempatan untuk memberikan nasihat-nasihat keimanan ini adalah teknik yang
dipillih oleh sang pendidik pertama (Muhammad sholallohu ‘alaihi wasalam). Beliau
selalu berusaha mengarahkan para peserta didik untuk mengangkat dan memperkuat
keimanan dan keyakinan yang ada di dalam hati mereka.
9
b) Pendidikan Pemikiran
Yang dimaksud pendidikan pemikiran di sisni ialah mendidik generasi muda
Islam dengan pola pikir Salaf, menankan paham-paham yang benar di dalam jiwa
mereka, dan mengingatkan mereka agar waspada terhadap paham-paham yang salah.
Sistem pendidikan pemikiran ini yang benar ini diharapkan akan membuahkan
pemuda-pemuda yang terdidik dengan pola pikir Salaf dan mengikuti cara Salaf
dalam memahami al-Qur’an dan Hadits. Disamping itu mereka juga memiliki
kekebalan terhadap pemikiran-pemikiran salah yang ada di dunia Islam dan paham-
paham yang bertentangan dengan apa yang dianut oleh generasi Salaf. Abdullah
Nasih Ulwan mengatakan: “para pendidik harus mengajarkan kepada para pembelajar
semenjak remaja mengenai fakta-fakta berikut ini:
1) Islam adalah Din yang abadi dan berlaku dimana saja dan kapan saja.
2) Komitmen tinggi dan beristiqomah dalam mengamalkan hukum-hukum
Alloh akan meraih kejayaan.
3) Terbongkarnya perencanaan-perencanaan yang dirumuskan oleh musuh-
musuh Islam.
4) Terungkapnya fakta tentang peradabaan Islam yang selama kurun waktu
tertentu dalam sejarah pernah menjadi guru bagi seluruh isi dunia.
e). Para pembelajar harus mengetahui bahwa kita memasuki panggung sejarah
bukan dengan Abu Jahl dan Ubay bin khalaf. Kita memasuki panggung
sejarah dengan Rosul, Abu Bakr dan ‘Umar.
c) Pendidikan Iman
Yang dimaksud pendidikan iman ialah upaya untuk menambah iman kepada
Alloh Ta’ala dan hari akhir, memperdalam makna iman, dan meningkatkan kualitas
hati sampai pada level dia dapat merasakan manisnya iman, mencintai keta’atan
kepada Alloh Ta’ala dan menjauhi kenakalan dan kemaksiatan.
d) Pendidikan Akhlak
Menurut Ibnu Masykawaih, akhlaq adalah kondisi kejiwaan yang mendorong
manusia melakukan sesuatu tanpa pemikiran dan pertimbangan. Kondisi ini terbagi
menjadi 2 macam:
1. Kondisi alami yang berasal dari watak dasar seseorang.
10
2. Kondisi yang diperoleh melalui kebiasaan dan latihan. Kondisi ini terkadang
diawali dengan pertimbangan dan pemikiran, tetapi kemudian berlanjut sedikit
demi sedikit hingga menjadi tabi’at dan perangai. Kondisi yang kedua inilah yang
dimaksud dengan pendidikan akhlak. Maksudnya mendidik generasi muda Islam
dengan akhlak-akhlak yang mulia, seperti jujur, amanah, istiqomah, itsar dan lain-
lain.
f) Pendidikan Jasmani
Abdullah Nasih Ulwan mengatakan: “salah satu sarana pendidikan yang
paling efektif yang ditetapkan oleh Islam dalam mendidik individu-individu dalam
masyarakat secara fisik dan menjaga kesehatan mereka adalah mengisi waktu luang
mereka dengan kegiatan-kegiatan jihad, latihan-latihan ketangkasan dan olahraga
setiap ada waktu dan kesempatan. Hal itu mengingat agama Islam dengan prinsip-
prinsipnya yang toleran dan ajaran-ajarannya yang luhur telah menggabungkan antara
keseriusan dan kesantaian, atau dengan kata lain memadukan antara tuntunan ruhani
11
dan kebutuhan jasmani. Islam memberikan perhatian yang besar terhadap pendidikan
jasmani dan perbaikan mental dengan intensitas yang sama Dan ketika sudah
menginjak usia aqil baligh, dia membutuhkan perhatian yang besar dalam aspek
pendidikan kesehatan dan pembentukan fisiknya. Bahkan baginya lebih diutamakan
mengisi waktu-waktu luangnya dengan segala macam kegiatan yang menyehatkan
badannya, menguatkan organ-organ tubuhnya, dan memberikan kesegaran dan
kebugaran keseluruh tubuhnya. Hal itu disebabkan oleh 3 hal:
1) Banyaknya waktu luang yang dimilikinya.
2) Untuk melindunginya dari serangan berbagai macam penyakit.
3) Untuk membiasakannya dengan latihan-latihan olahraga dan kegiaatan-kegiatan
jihad.
12