Anda di halaman 1dari 20

Sejarah Pendidikan

1. PENDIDIKAN PADA ZAMAN PURBA/KUNO


Pendidikan adalah usaha manusia untuk kepentingan manusia. Jadi pada saat manusia itu
ada dan masih ada, pendidikan itu telah dan masih ada pula. Pada kenyataannya dapat kita
telaah bahwa praktek pendidikan dari zaman ke zaman mempunyai garis persamaan. Garis
persamaan atau benang merah pendidikan itu ialah :
1. Pendidikan adalah bagian dari kebudayaan yang tidak dapat dipisahkan.
2. Pendidikan merupakan kegiatan yang bersifar universal.
3. Praktek pelaksanaan pendidikan memiliki segi-segi yang umum sekaligus memiliki
keunikan (ke-khasan) berkaitan dengan pandangan hidup masing-masing bangsa.
MESIR

Mesir purba telah mengenal peradaban dan kebudayaan tinggi. Ini terbukti dengan telah
dikenalnya tulisan dengan huruf heiroglyph (tulisan suci), telah kenal kalender (penanggalan)
dengan pembagian 12 bulan tiap tahun, telah mengenal irigasi dan sebagainya.

Tujuan pendidikan agar manusia berbuat susila sesuai dengan ajaran agama. Materi
pelajaran yang diberikan ialah membaca, menulis, berhitung, bahasa dan ilmu mengukur
tanah serta astronomi. Meski telah memiliki pusat-pusat pendidikan yakni di kuil-kuil
(piramide) yang di dalamnya terdapat perpustakaan dan asrama bagi para guru dan murid-
muridnya.

INDIA

Secara ketat/tegas India membagi masyarakat dengan kasta/tingkatan. Dalam kehidupan


agama Hindu di India terkenal ada 4 kasta, yaitu; 1) kasta Brahmana, 2) kasta Ksatria, 3)
kasta Waisya, 4) kasta Sudra (Syudra).

Hidup di India bukan ditentukan oleh kepercayaan kepada dewa, tetapi ditentukan oleh
tingkatan atau kasta tadi. Tujuan akhir hidup adalah mencapai Nirwana. Ciri-ciri pendidikan di
India adalah :
1. Pengajaran agama di nomor satukan.
2. Pendidikan diselenggarakan oleh kasta Brahmana.
3. Tujuan pendidikan; mencapai kebahagian abadi (Nirwana).
Penyelenggaraan peadidikan berlangsung di rumah (keluarga) dan sekolah. Materii pelajaran
yang diajarkan yaitu astronomi, matematik, pengetahuan tentang obat-obatan, hukum,
kesusasteraan, sejarah.

CINA

Cina memiliki keunikan dalam hal kebudayaan dan pendidikan. Artinya dibandingkan dengan
negara-negara timur lainnya. Cina memiliki sejarah tersendiri. Kebudayaan Cina adalab asli
Cina tidak terbaur atau tercampur dengan kebudayaan dari luar. Ciri-ciri pendidikannya
antara lain:
1. Persoalan pendidikan tidak ada kaitannya dengan agama.
2. Pendidikan diselenggarakan oleh keluarga dan negara.
3. Tujuan pendidikan adalah mendidik orang berhati mulia dan menghormati sesama.
Tokoh-tokoh pendidik dan filsuf terkenal pada saat itu ia LaoTse dengan ajaran Tao =jalan
Tuhan yang menjadi Taoisme sangat berpengaruh terhadap hidup dan perikehidupan Cina.
Tidak kalah juga pengaruhnya Kon Fu Tse (Konfusius) dengan ajaran Li (etiket, kewajiban).
Penyelenggaraan Pendidikan dilaksanakan di dalam keluarga dan sekolah, Pelajaran
pokoknya adalah menulis dan mempelajari lambang lambang kata kata yang jumlahnya
mencapai 50 000. Di Cina juga dikenal adanya pendidikan pegawai.

YUNANI
Yunani kuno terbagi menjadi Sparta dan Athena. Orang-orang Sparta mementingkan
pembentukan jiwa patriotik yang kuat dan gagah berani. Tujuan pendidikan Sparta adalah
membentuk warga negara yang siap membela negara (membentuk tentara yang gagah
berani)
.
Ciri-ciri pendidikannya adalah :
1. Pendikan diperuntukkan hanya bagi warga negara yang merdeka (hukan budak).
2. Anak-anak cacat atau lemah dimusnahkan.
3. Lebih mengutamakan pendidikan jasmani.
4. Anak-anak yang telah mencapai umur 7 tabun diasramakan.
Sedangkan Athena lebih mernentlngkan kesehatan jasmani dan rohani serta hidup harmonis.

Ciri-ciri pendidikan di Athena adalah:


1. Pendidikan diselcnggaratcan oleb keluarga dan sekolah.
2. Sekolab diperuntukkan bagi siapa saja (behas).
Materi atau hahan pengajaran utama bangsa Athena adalah gymnastis (gymnastik) dan
musik. Yang pertama bagi pendidikan jasmani dan yang lain bagi pendidikan rohani.

ROMAWI

Pada mulanya tujuan pendidikan Rornawi adalab terbentuknya manusia-manusia yang siap
berkorban membela tanah air. Inti pelajaran adalah mempersiapkan warga negara menjadi
tentara.Penyelenggara pendidikan adalah di rumah-rumah keluarga bangsawan. Materi
pelajarannya meliputi mebaca, menulis, dan berhitung. Pada perkembangan selanjutnya
Romawi terbawa oleh arus aliran Epicurisme dan aliran Stoa. Aliran Epicurisme berpendapat
hahwa kebahagian akan terwujud manakala manusia menyatu dengan alam. Aliran Stoa
berpendapat bahwa tujuan hidup adalah mencapai kebajikan. Kebajikan itu akan terwujud
apabila manusia dapat menyesuai kan din dengan alamnya, karena manusia adalah bagian
dari alam. Sedangkan alam itu sendiri dikuasai oleb budi Ilahi.

Dengan munculnya dua faham tersebut cjta-cita atu tujuanRomawi beruhab dari rnembentuk
manusia sehat kuat untuk membela tanah air (kebajikan kepahlawanan) menjadi membentuk
manusia yang bijaksana dan berakal budi (kebajikan kemanusian).

PENDIDIKAN PADA ABAD PERTENGAHAN

Ciri-ciri utama dari pendidikan pada abad pertengahan adalah :


1. Seluruh pusat pendidikan bersatu untuk mewujudkan cita-cita yang telah ditetapkan
oleb gerreja Roma Katolik.
2. Gereja berusaha untuk memperbaiki kehidupan rakyat.
3. Mendirikan sekolah-sekolah.
RENAESANCE

Masa kelahiran (Rehaessance) ditandai dengan adanya usaha untuk mengkaji, menafsirkan,
merencanakan dan apabila perlu mengecam berlakunya kebudayaan klasik (kuno).

Ciri-ciri utama gerakan ini adalah :


1. Terbebasnya manusia dari ikatan abad tengah.
2. Mencari alternatif pedoman yang dapat membebaskan individu dari ikatanin ikatan tadi.
Pada masa/jaman Renaessance muncul aliran :
1. Humanisme: berciri optimistis, tak percaya pada kekuatan di luar manusia termasuk
dewa atau Tuhan.
2. Reformasi: berciri menetang gereja Katolik, ingin kembali ke ajaran Nasrani dengan Injil
sehagai panutannya.
3. Kontra Reformasi: ingin memperbaiki. keadaan (setelah adanya Reforrnasi) dan
menjalankan disiplin tinggi terhadap peraturan gereja.
Keadaan Pendidikan :
Tujuan pendidikan Humanisme: membentuk manusla yang berani, bebas dan gembira.
Tujuan pendidikan Reformasi:
http://pojokpenjas.wordpress.com/2007/11/12/sejarah-pendidikan/

SEJARAH PENDIDIKAN: DARI YUNANI KUNO s/d 4


ABAD PERTAMA KEKRISTENAN
30 Januari 2009 · Disimpan dalam ARTIKEL PENDIDIKAN

Manusia berada dan diciptakan dalam sejarah. Di satu sisi, manusia menentukan perjalanan
sejarah tetapi di sini lain, dalam arti khusus, manusia juga diciptakan oleh sejarah. Manusia
tidak bisa berada di luar dari sejarah, sebaliknya, ia selalu berada bersama dengan perjalanan
sejarah. Selain itu, ia juga menemukan dirinya sebagai “yang bereksistensi” dalam sejarah
dan bukan di luar sejarah. Agar perjalanan sejarah dapat bernilai maka, pertama-tama ia harus
membuat dirinya bernilai di dalam dan di hadapan sejarah.
Demi pencapaian tujuan inilah maka banyak orang dalam perjalanan sejarah telah terlibat
dalam memikirkan, bagaimana membuat diri manusia bernilai, bermoral dan baik sehingga
mengakibatkan dunia yang bernilai, bermoral dan baik. Munculah para ahli filsafat.
Pertanyaan tentang filsafat dari masa ke masa menimbulkan perkembangan dan pertumbuhan
yang sangat pesat, sampai menimbulkan muculnya ilmu-ilmu baru; mulai dari teologi dan
sampai kepada teknologi.
Salah satu ilmu yang cukup berkembang yaitu pedagogi atau yang sering disebut juga dengan
edukasi atau pendidikan. Perkembangan ilmu ini juga sebenarnya telah ada sejak manusia
memikirkan tentang dirinya di hadapan dirinyaa, alam, lingkungan dan bahkan Tuhan. Tetapi
secara perlahan, menjadi suatu ilmu yang berdiri sendiri, otonom.
Secara umum dapat kita kelompokkan perkembangan pedagogi menjadi 5 jaman: jaman
kuno, tua (antik), jaman Kekristenan Awal, jaman pertengahan, jaman moderen dan jaman
kontemporer. Di sini kita akan melihat sedikit perkembangan serta tokoh.tokoh yang telah
menyumbangkan pemikiran pedadoginya kepada dunia pendidikan.
(Dalam tulisan ini, kita hanya ingin melihat garis besar serta para tokoh pedagogi. Pada
kesempatan lain, kita akan melihat secara rinci, perjalanan pemikiran tentang pedagogi dalam
usaha mendidik manusia pada setiap jaman).
I. ABAD TUA – KUNO
A. Di Yunani dan Romawi
1. Pendidikan pada Masa Peradaban Kuno
Pada masa peradaban tua, tekanan utama pendidikan kepada manuasia ialah bagaimana cara
berusaha agar manusia tidak lupa akan segala norma yang berlaku secara lisan di tengah-
tengah masyarakat. Ini berlaku untuk semua peradaban tradisional sebelum manusia
mengenal alfabet (huruf-huruf). Dan cara yang paling ampuh untuk mengatasi kelupaan ialah
melalui cerita lisan yang diteruskan kepada anak atau cucu, tentang segala aturan dan norma
hidup, yang juga “ditetapkan” secara lisan. Begitulah dari generasi ke generasi, manusia
mendidik generasi berikutnya dengan cara bercerita.

2. Pendidikan ala Homeros dan Hesiodos


Pada masa ini, pendidikan dibagi dalam 2 bagian, menurut Homeros dan Hesiodos; yang
semuanya berkembang di Yunani. Pendidikan ala Homeros (dalam Illiad dan Odisea)
menekankan pada menjadi manusia ideal. Manusia ideal adalam manusia yang memiliki
arete. Orang yang memiliki arete ialah orang yang memiliki kekuatan fisik seperti keberanian
dan juga kehebatan untuk meraih kegemilangan dan hormat. Ini dicirikan dengan menang
dalam perang, kuat, besar, tampan, bicara sopan dan baik, punya nasehat yang masuk akal,
kaya dan berkuasa (ide kepahlawanan). Tujuan pendidikan ialah membuat manusia memiliki
kualitas-kualitas tersebut. Selain ada dua hal yang ditekankan juga dalam arete yaitu:
kemampuan dalam hal gymnastik dan musik, serta memiliki kebaikan dan keindahan.
Hal yang kedua yaitu pendidikan ala Hesiodos. Pendidikan yang ditekankan Hesiodos ialah
pendidikan yang membuat mereka yang dididik memiliki visi popolis (visi publik-umum-
masyarakat).
Konsep arete dalam Homeros berkembang dari ide kepahlawanan menjadi keutamaan dalam
pergulatan hiidup sehari-hari yang dialami kaum tani. Dasar moralitas dalam arete Hesiodos
ialah keadilan dan kerja keras. Orang yang adil ialah orang yang bekerja keras. Kerja keras
adalah jalaan satu-satunya menuju kepada keutamaan.
3. Pendidikan di Sparta dan Athena (Yunani)
Pendidikan di Sparta (abad VIII – VI sm), mulai dari yang lebih humanis kepada komunitaris
yang anti demokrasi. Arete bukan lagi dipahami sebagai serdadu yang mengutamakan
semangat patriotisme, yang dilakukan secara bebas, tetapi kegiatan pendidikan diambil alih
oleh negara sebagai institusi tertinggi. Sifat pendidikan menjadi sangat tiranis, totalitarian
(sedangkan di wilayah Atena, ciri pendidikan kepada masyarakat lebih demikratis, dialogis
dan menghargai individu). Memang arah dan tujuan pendidikan di Sparta ialah keutamaan
moral sebagai warga negara yang memiliki cinta secara total kepada tanah air, menghargai
nilai kekuatan dan kekerasan, mengutamakan latihan fisik demi kesiapan tempur dan ketaatan
total kepada tanah air (patria). Arete kepahlawan Homerian berubah menjadi cita-cita cinta
akan tanah air, kematian demi membela tanah air adalah kematian yang indah dan
membahagiaan. Kepahlawanan dalam Homerian yang lebih aristokratis berubah menjadi
kepahlawanan yang sifatnya kolektif (demi orang lain-negara). Inilah awal dari kebangkitan
kebangsaan atau jiwa patriotisme yang luar biasa (arete patria).
Sedangkan pendidikan di Atena lebih menekankan keharmonisan. Tatanan sosial tidak
didominasi militer tetapi masyarakatlah yanag mengatur kehidupan polis (kota-negara)
melalui sebaauh tata sosial politik. Sipil diberi kekuasaan yang sangat besar dan luas untuk
mengurus negara dan polis. Arete Homerian yang aristokratis mulai dipraktikan oleh setiap
warga negara yang ingin berprestasi. Ideal kepahlawanan dalam Homerian tidak lagi hanya
milik seseorang tetapi menjadi milik setiap warga polis. Persaingan kepahlawanan di medan
tempur, sekarang juga berubah menjadi persaingan dalam perlombaan di Olympiade.
Sekolah-sekolah yang sebelumnya milik keluarga bangsawan berubah menjadi milik publik.
Pada masa inilah muncul banyak ilmu pendidikan di sekolah: gimnastik, musik, puisi, teater,
dan sastra.

4. Pendidikan menurut Para Filsuf dan Socrates


Pada sekitar abad ke-5 sm, pendidikan oleh para filsuf sangat menekankan gaya bicara
retoris. Manusia dididik untuk menjadi seorang retoris, kepandaian dalam bicara atau
berpidato. Orang dididik untuk mampu berbicara dengan baik dan logis serta bijaksana.
Mereka diajar untuk menyebarkan gagasan dan pendapat, tata bahasa yang baik, teknik bicara
serta retorika yang meyakinkan. Tujuan pendidikan ialah mencetak para orator ulung. Karena
itu arete berkembang kepada yang sifatnya politis, arete politis, yang termanifestasi melalui
kemampuan retoris yang indah.
Lain dengan pendapat Sokrates. Sokrates menekankan pada “jiwa”. Pendidikan harus
mengantar manusia sampai kepada “penemuan jiwa” dan inilah yang sangat sentral dalam
diri manusia. Jiwa ini setelah ditemukan harus dipelihara. Jiwa dilihat penting karena jiwa
adalah sentral dari kegiatan berpikir, bertindak dan menegaskan nilai-nilai moral. Orang yang
mampu memelihara jiwa ialah orang yang “mengenal dirinya sendiri”. Karena itu arete yang
sebelumnya lebih bersifat politis berubah menjadi arete yang lebih interior, lebih kepada
pengolahan dimensi moralitas manusia.

5. Pendidikan menurut Plato


Pada dasarnya, Plato menekankan penndidikan untuk “mencetak seorang filsuf pemimpin”.
Kritik Plato kepada kepada pemikiran pendidikan sebelumnya: “mereka yang menjalani
pendidikan hanya untuk mengejar sukses, kehormatan, dan popularitas ialah pendidikan yang
tingkatnya rendah sekalai. Menurut Plato, pendidikan yang dilakukan harus menghantar
orang kepada pengenalan dan penghayatan makna kebaikan dan keadilan serta kebenaran.
Manusia harus mempau memelihara keharmonisan dari jiwanya dengan cara memelihara
keharmonisan negara, kebahagiaan dunia dan kebahagiaan yang mengatasi dunia. Dan ini
hanya dapat dimilki oleh seorang filsuf. Seorang filsuf harus mampu memikirkan
kebahagiaan dunia dan yang mengatasi dunia serta mampu hidup dengan orang lain dalam
alam demokratis.

6. Pendidikan menurut Isokrates


Isokrates ialah seorang guru yang sangat mulia di hadapan publik Yunani, dalam hal budaya
oratoris dan pendidikan tulisan. Ia mengajarkan beberapa teori bahwa: kefasihan berbicara
ialah hadiah alamiah, pengajaran tidak dapat menyempurnakan alam, para siswa, hanya
dalam kasus ini, dapat memahami dari dosen yaitu sistem-sistem ide yaitu forma
pembicaraan. Selain itu, Isokrates juga memperkenalkan kurikulum pendidikan, yang di
dalamnya mengatur sekolah menengah atas yang mulai dibuka kepada publik dengan
lamanya waktu 3-4 tahun dan setiap kelas tidak lebih dari 9 orang.
Hal lain yang penting dalam pengaturan pendidikan ialah adanya ensiklopedia,
pembentukkan moral siswa melalui larangan-larangan atau perintah-perintah praktis dari
pengalaman dan studi tentang sejarah, retorika diajarkan dengan peniruan, pentingnya
praktek dialektika serta diterapkan ilmu matematika di sekolah sangat penting.
Tentang batas-batas paideia. Sokrates mengkritik bahwa paideia bukan ditentukan pada
kedalaman opini (kebenaran-kebenaran absolut) tetapi dalam paideia retorica. Untuk
pembentukan manusia, Isokrates mengembangkan sebuah konsep budaya dan formasi yang
direduksikan pada praktek-praktek sikap dan tingkah laku. Obyek-obyek fondamental dari
metode edukatifnya ialah: praktek nilai, keseimbangan dalam hubungannya dengan masa
depan, kebijaksanaan dan kerendahan hati, serta keseimbangan interior (kedalaman jiwa
manusia)

7. Pendidikan pada Peradaban Helenistik – Yunani


Sekitar abad ke-4 sm, dimulailah peride Helenis, di mana kenudayaan Romawi mulai masuk
ke Yunani. Pertemuan kedua kebudayaan ini kemudian mempengaruhi juga pendidikan di
yunani. Idealisme manusia tidak hanya ditemukan dalam individu (Yunani): dalam
pemeliharaan jiwa Sokrates, dalam keterlibatan ala Plato manusia yang memiliki arete adalah
manusia yang berada dalam sebuah dunia yang tergabung secara global melalui pelbagai
macam kebudayaan dunia. Pemahaman ini membuka kepada kepada ide humanitas. Akhirnya
pendidikan pada masa ini bergeser kepada pendidikan yang berciri humanitas. Inilah
paideianya ala Romawi. Pada masa ini juga muncul pelbagai displin ilmu seperi matematika
(Euklides), fisika (Arkhimedes), astronomi (Aristrakus), geografi (Erastisfene), dll. Lewat
kebudayaan helenis, paideia Yunani berubah menjadi humanitas yang sedalam-dalamnya.

8. Pendidikan pada Masa atau Peradaban Romawi dan abad pertama dari Republik Romawi
Pada masa ini paideia Yunani mulai berkembang dan mempengaruhi pendidikan di Romawi.
Tekanan utama pada paideia Romawi yang baru (yang tidak ada sebelumnya) ialah: peranan
penting tadisi dan keluarga dalam pendidikan. Pendidikan di Roma pada abad-abad sebelum
masehi ialah dibentuk melalui keluarga dengan cara menghormati apa yang disebut dengan
mos maiorum dan sistem pater familias. Materi dasar bagi pendidikan adalah seperti
mengutamakan kebaikan tanah air, la pietas (devosi), la fides (kesetiaan), la grafitas (kualitas
hidup) dan la constantia (stabilitas). Semua orang yang didik harus diarahkan kepada manusia
yang mempunyai keutamaan seperti 4 hal tersebu, dan ini harus dibentuk sejak orang berada
di dalam keluarga.

9. Pendidikan Roma kontra Pendidikan Helenistik


Tema-tema pemikiran pada masa Helenis (dengan tokoh utamanya Aleksander Agung, 334-
323 sm), berkisar pada: adanya pusat peradaban helenis, tekanan utama pada kultur dan ilmu
pengetahuan, tersedianya perpustakaan dan museum, ilmu-ilmu pengatahuan khusus dan
batas-batasnya, paideia dan humanisme klasik, ide-ide baru filsafat helenis. Tetapi yang
paling penting dan yang menjadi ciri khas pendidikan helenis ialah paideia HUMANITAS.
Semua manusia dididik untuk memiliki sikap perikemanusiaan kepada sesamanyan (ingat
bahwa pada masa ini, beberapa budaya besar sudah mulai saling bertemu seperti romawi,
yunani, ibrani, barbar, dll karena ekspansi bangsa Roma ke wilayah Yunani dan sampai ke
Timur Tengah).
Dari segi kultur dan keilmuan. Untuk menunjang paideia humanitas dikembangkan
pendidikan budaya dan juga ilmu. Orang muda mulai mempelajari hal-hal ini dar usia 7 tahun
sampai dengan 19 atau 20 tahun. Selain itu juga dibangun institusi pengetahuan sebagai
museum dan juga perpustakaan yang menyediakan buku-buku dari papirus. Ilmu dan batasan-
batasannya terdiri atas, misalnya: matematika, astronomia, filologi (studi gramatika dan
linguistik), geografi, biologi, ilmu botani, medis dan storiografi. Selain itu, telah ada juga
pembagian tingkatan sekolah: sekolah dasar, sekolah menengah dan juga lapangan dan
gimnasium tempat untuk pertandingan olah raga.

10. Pendidikan di Romawi pada abad-abad pertama


Pendidikan di Romawi nampaknya mempunyai ciri yang lebih khusus di mana kekahasan
Romawi tetap dipertahankan. Terdapat dua ahal yang ditekankan dalam proses pendidikan
kepada generasi berikut yaitu: mos maiorum dan pater familias. Dalam mos maiorum peserta
didik diajarkan untuk memiliki 4 hal pokok yang harus menjadi milik mereka, yaitu: la pietas,
la fides, la grafitas dan la constantia. Keempat hal ini merupakan keutamaan yang harus
dimiliki oleh setiap manusia romawi. Penghormatan kepada leluhur dan warisan budaya
leluhur sangat dijunjung tinggi. Karenaa itu setiap anak diajarkan untuk menghargai dan
menghormati arwah leluhur serta menjadi segala tradisi yang ditinggalkan leluhurnya. Selain
itu, pater familias juga sangat ditekankan dalam pendidikan jaman romawi kuno. Pater
familias mau menekankan bahwa seorang ayah sangat berperan penting dalam pendidikan
kepada anak-anaknya. Sebelum anak berumur 7 tahun, ia dididik oleh ibunya, tetapi setelah
itu ia akan melihat, meniru dan melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh anak (dengna
berpedoman pada pekerjaan ayahnya). Ke mana ayahnya pergi, ia akan juga menngikutinya
untuk belajar darinya.

11. Marco Fabio Quintiliano – institut Oratoria


Masa ini berkisar dari tahun 35 s/d 95 m. tema-tema pokok yang ditawarkan oleh Quintiliano
ialah: pendidikan dan mengajar antara Republik Romawi dan Imperium Romawi, tujuan
pendidikan adalah menjadi pembiara atau orator yang kompleks. Aspek pedagogi sudah harus
dimulai pada tahun pertama masa kanak-kanak, ada keyakinan dalam diri semua manusia,
menekankan juga pada kualitas pendidikan keluarga, pendidikan sebelum sekolah foraml,
nasihat didatik kepada bacaan dan tulisan, telah adanya sekolah privat dan publik, guru
retorik, mengembangkan talenta dan bakat natural dan menjadi seorang orator sempurna.
Sudah terdapat tiga tingkat pendidikan yang ditawarkan oleh Quintiliano: primaaria,
secondaria dan superiore. Dalam tingkat primaria (dasar), mereka mempelajari literatur dan
ludi magister. Sedangkan pada tingkat secondaria (menengah) mereka mempelajari gramatika
dan juga adminisstrasi. Sedangkan pada tingkat superiore (atas) mereka mempelajari retorika
serta bagaimana dilaksanakan.
Beberapa aspek penting dalam pendidikan, bahwa tujuan utama dari institut orator ialah
membentuk orator yang komplet, bermoral, berkultur dan menjadi profesi. Karena itu
pendidikan harus sudah dimulai dari tahun pertama anak-anak, pendidikan pra-sekolah harus
dimulai dengan belajar permainan, pendidikan harus sesuai dengan bakat alam.

B. Pendidikan pada Awal Kekristenan (4 abad pertama)


1. Pendidikan Masa Kekristenan Tua = elemen pedagogi
Pada masa ini, tekanan utama pendidikan mulai berbeda. Muncul elemen-elemen
fondamental dalam dunia pendidikan yang berlainan dengan cakrawala Yunani dan juga
Romawi, walaupun di sana-sini terdapat kesamaan juga. Ide-ide biblis yang sangat
fondamental, yang mewarnai pendidikan pada masa ini yaitu seperti, tekanan kepada
monoteisme (dari politeisme yunan dan romawi), penciptaan – creazionisme (oleh Tuhan dan
bukan dewa-dewa), antroposentisme (lawan dari kosmosentrisme yunani), pemeliharaan
pribadi, dosa asal, dimensi baru tentang iman dan roh kudus, agape kristen (lawan dari eros
yunani),revolusi nilai kristiani – kotbah di bukit, kebangkitan kristiani (lawan immortalitas
yunani), arti baru sejarah dan hidup manusia.
Tujuan utama pendidikan ialah agar manusia menjadi SANTO (kudus) seperti Tuhan yang
dari kekal adalah kudus. Inilah yang oleh orang kristen disebut dengan virtus christiana dan
charitas christiana. Misi pendidikan kepada anak-anak dan kepada semua manusia mencakup
tiga organ penting yaitu, dalam keluarga, gereja dan juga masyarakat.

2. Abad-abad Pertama Kekristenan


Aspek-aspek pedagogi pada masa ini sangat dipengaruhi oleh kitab suci yang sudah mulai
ditulis oleh para murid Yesus serta oleh Paulus dan juga surat-surat lainnya. Kekristenan
makin berkembang dan pendidikan bagi orang kafir untuk masuk ke dalam agama kristen
perlu dipersiapkan dengan baik. Karena itu, unsur-unsur atau tema dari pendidikan dapat kita
lihat dalam beberapa hal. Pertama, perhatian kepada anak-anak. Ini dipengaruhi oleh
perhatian Yesus kepada anak-anak, kaum wanita dan juga kaum lemah. Kedua, ialah tentang
tanggung jawab pendidikan keluarga (bisa dibaca dalam efesus 6:1-4). Ketiga, ialah
pendidikan bagi katekumeen (orang kafir yang akan masuk ke dalam gereja kristen).
Keempat, pengajaran dan nasehat-nasehat dari para bapa gereja. Dan kelima ialah, bagaimana
mengatur orang muda kristen yang bersekolah di sekolah kafir.

http://giuslay.wordpress.com/2009/01/30/sejarah-pendidikan-dari-yunani-kuno-sd-4-abad-
pertama-kekristenan/

Pendidikan Abad Pertengahan


pendidikan Abad Pertengahan adalah tentang pendidikan yang dilaksanakan dalam periode abad
pertengahan. Medieval pendidikan dipandang sebagai bentuk yang tidak biasa cukup pendidikan.
Namun, pada abad ke-15, terdapat opsi bagi seorang siswa untuk dididik lebih lanjut. Beberapa
sekolah bahkan bertempat kedua jenis kelamin, tapi ini siang hari saja. Anak-anak diajarkan dasar-
dasar mereka, seperti bagaimana membaca dan menulis. Hal ini karena ini adalah persyaratan dasar
jika mereka ingin diterima dalam magang di guild apapun.
pendidikan Abad Pertengahan juga terdiri dari anak-anak petani pergi ke sekolah. Namun, mereka
terdiri jumlah yang sangat kecil. Mereka diajarkan bagaimana membaca dan menulis, dan juga
belajar matematika dasar. Ini pendidikan bagi petani biasanya dilakukan di sebuah biara.
Sebagai bagian dari pendidikan abad pertengahan, perempuan mulia dan anak laki-laki bahkan
dikirim untuk belajar di nunneries. Di sana, mereka akan menerima pendidikan dasar mereka. Para
biarawati ini mengajarkan siswa bagaimana membaca dan menulis juga. Mereka juga akan mengajar
mereka cara berdoa. Girls tambahan diajarkan bagaimana spin dan melakukan menjahit tengah
keterampilan dalam negeri lainnya. http://www.360career.com Ini adalah ditanamkan dalam rangka
mempersiapkan mereka untuk kehidupan selanjutnya, karena ini adalah keterampilan dasar yang
diperlukan ketika seorang wanita menikah.
Jika seorang anak membawanya pendidikan atau serius di biara, dia akan memiliki kehidupan
monastik. Namun, ini cukup langka untuk orang kota rata-rata atau petani. Juga, orang-orang ini
akan dipilih dengan cermat untuk peringkat tersebut. Jika mereka dianggap cocok sesuai dengan
sikap mereka, mereka akan dibawa oleh para biarawan.
Hari ini, praktik pendidikan abad pertengahan masih terlihat. Biara yang sama siswa pendidikan
diberikan adalah refleksi jelas dari itu. Pendidikan bahwa anak-anak terima di sekolah-sekolah
misionaris di berbagai belahan dunia juga mencerminkan bentuk semacam pendidikan. Perbedaan
utama yang terlihat adalah adanya luas buku. Pada abad pertengahan, ada banyak sekolah yang
beroperasi tanpa menggunakan buku. Siswa diajar oleh master terampil, dan sering dididik untuk
imbalan meragukan. Orang kaya atau orang lain yang tidak menyediakan pendidikan di abad
pertengahan melakukannya untuk keuntungan pribadi mereka. Ada sangat sedikit yang benar-benar
ingin mendidik orang dalam semangat sejati lebih mencerahkan pikiran.
Seiring waktu telah berlalu, beberapa aspek pendidikan abad pertengahan telah pudar sementara
yang lain tetap. Dapat dikatakan bahwa aspek-aspek pendidikan abad pertengahan yang berguna
untuk tujuan pendidikan tetap. Terlepas dari beberapa karakteristik yang tersisa, keseluruhan proses
telah berubah banyak. Hal ini karena pendidikan tidak bisa memiliki wajah yang sama seperti yang
dilakukan ratusan tahun yang lalu. pendidikan hari ini berbeda dari pendidikan abad pertengahan
dalam banyak hal. Misalnya, Anda memiliki dimasukkannya kerja kelompok dan kegiatan
pembelajaran berbasis. Anda juga memiliki dimasukkannya komputer untuk pendidikan di zaman
modern. Tak seorang pun di masa abad pertengahan akan pernah merenungkan penggunaan item
tersebut.
Perkembangan penting lainnya untuk disebutkan, dan salah satu yang digunakan hampir di seluruh
dunia adalah metode Montessori. Ini adalah sesuatu yang tidak ada dalam periode abad
pertengahan, dan butuh waktu bertahun-tahun untuk itu harus dipopulerkan sejak Maria
Montessori pertama kali menggunakannya. Memang, Metode Montessori tidak dapat disamakan
dengan setiap metode abad pertengahan pendidikan. Ini dikembangkan secara independen sebagai
metode pengajaran yang inovatif. Selain Metode Montessori, ada area pengajaran lainnya hari ini
yang telah dikembangkan tanpa pengaruh pendidikan abad pertengahan.
Meskipun pendidikan abad pertengahan telah memberikan dasar untuk pendidikan formal,
beberapa orang lebih memilih untuk menyangkal metode pendidikan abad pertengahan pinjaman
yang diberikan. Mereka percaya bahwa metode formal siswa yang duduk di kelas akan berkembang
kemudian tetap, apakah pendidikan abad pertengahan digunakan pengaturan ini atau tidak. Hal ini
masuk akal karena terpikirkan untuk setiap pengaturan lain untuk digunakan. Hal ini lebih jauh
berpendapat bahwa lebih mungkin bahwa ini akan menjadi kasus dalam pendidikan modern karena
interaksi siswa dianjurkan. Untuk interaksi mahasiswa lebih baik, ruang kelas sejumlah siswa akan
cocok telah direkomendasikan. Terlepas dari argumen ini, kita masih menemukan banyak jejak
pendidikan abad pertengahan di setup modern kita saat ini.

http://artikelgratis-bmg.blogspot.com/2011/04/pendidikan-abad-pertengahan.html

Pendidikan pada Zaman Kolonial Belanda


Tuesday, January 31st 2012. Posted in Pendidikan by admin

Perkembangan pendidikan saat ini ini tidak bisa dilepaskan dari perkembangan pendidikan
yang terjadi dimasa lampau. Dimana pendidikan sisa-sisa zaman kolonial itu masih ada di
zaman sekarang. Perkembangan pendidikan dizaman pra kolonial dan ketika zaman kolonial
yang mampu melahirkan kaum Intelektual muda Indonesia yang menjadi tokoh sentral dalam
pergerakan kebangsaan Indonesia. adapun perkembangan sekolah pada zaman kolonial
sebagai berikut:

Sekolah Pribumi Sebelum 1892

a. Zaman VOC

Pendidikan pada masa ini lebih kepada penyebaran agama Protestan, setelah sebelumnya
pada masa Portugis, Katholik yang disebarkan. Sehigga para guru yang mengajar merupakan
pendeta-pendeta. Tapi disisi lain, gereja dan sekolah katolik ditutup. Belanda mendirikan
sekolahnya pada umumnya di daerah yang terpengaruh oleh Katholik, walau dalam
perkembangannya tidak terbatas pada tempat-tempat itu saja.

b. Aufklarung dan Pengaruhnya pada Pendidikan/Pengajaran

Pada awal abad 18, mulai berkembang bahwa pendidikan dapat menimbulkan perbaikan
sosial dan maknawiah. Hal ini mendapatkan dukungan dari aliran emperisme, bahwa jiwa
manusia dibentuk oleh pengalaman bukan pembawaan.Pendidikan merupakan hal penting
bagi masyarakat, sehingga ilmu pengetahuan harus disebar. Didorong oleh revolusi Perancis,
1791 di hasilkan undang-undang pengajaran bagi semua warga negara. Aufklarung membuat
Eropa memasuki babak baru, dimana ilmu pengetahuan berkembang sangat pesat. Ini juga
berpengaruh ke negeri Belanda, sehingga memberikan dampak kepada daerah kolonialnya.
Sehingga pengajaran bukan sekedar agenda penyebaran Nasrani semata.

Di Indonesia pengaruh Aufklarung nampak dari usaha Deandels menghapuskan perdagangan


budak, dan meringankan nasib para pribumi. Namun, disisi lain Deandels memberlakukan
peraturan baru yaitu kerja paksa rodi. Beban itu bisa berkurang pada era Raffles, dengan
kebijakan landrent yang mewajibkan pembayaran pajak. Ia pun berusaha menghapuska
perbudakan.

Usaha Deandels dalam bidang pengajaran.

1808, perintah pendirian sekolah disetiap distrik. Namun, ini tidak berjalan karena 3 tahun
kemudian dikuasai oleh Inggris.
1809, pertamakalinya diselenggarakan pendidikan kebidanan. Pada tahun yang sama,
Deandels mendirikan sekolah ronggeng, dimana materi pengajarannya seputar tarian-tarian
daerah.

Usaha Raffles dalam bidang pengajaran. Raffles lebih berfokus untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan, ini ditujukan dalam bukunya yang berjudul “History of Java.” Dibidang
pengajaran, usaha Raffles tidak ada sama sekali, bahkan ambruknya sekolahan tidak
dihiraukannya sama sekali.

c. Perkembangan politik pengajaran kolonial pada pertengahan pertama abad ke-


19

Setelah kepemimpinan Raffles, Komisaris Jendral yang melanjutkan usaha penyebaran


pengajaran. Komisaris Jendral C.G.C Reinwardt yang menjadi terkenal dengan pembangunan
Kebun Raya Bogor. Tahun 1818 dibawah kepemimpinannya dikeluarkannya Peraturan
Pemerintah mengenai persekolahan dan sekolah rendah. Isinya hanya berupa ketentuan-
ketentuan mengenai pengawasan, sedikit mengenai pengajaran, dan menyinggung mengenai
perluasan.

1826 terjadi pengehematan, sehingga pengajaran terganggu, sehingga urusan pengajaran


menjadi sangat sederhana. Sekolah yang ada lebih ditujukan bagi:

1. Anak-anak Belanda
2. Anak-anak Indonesa yang memeluk agama Nasrani.

Diangkatnya Van den Bosch yang terkenal dengan kebijakan tanam paksanya. Maka
pengajaran dilakukan untuk mendapatkan buruh-buruh murah dalam penyelenggaraan tanam
paksa

Sekolah Zaman Kolonial 1892-1920

a. Sekolah Kelas Satu

Sekolah Kelas Satu di khususkan bagi anak-anak kaum bangsawan, lamanya 5 tahun.
Kebanyakan sekolah kelas satu berada di Jawa. Kurikulumnya tak jauh beda dengan yang
sebelumnya, namun pada 1907 ditambahkannya Bahasa Belanda sebagai mata pelajaran.
Mulai tahun 1912 bahasa Belanda diajarkan sejak kelas 1 dan lama belajaranya diperpenjang
menjadi 7 tahun. Sekolah kelas satu sama dengan HCS, dan namanya diubah menjad HIS
(Holland Inlandse School, Sekolah Rendah Berbahasa Belanda untuk anak Indonesia.)

b. Sekolah Kelas Dua

Sekolah kelas dua didirikan oleh Pemerintah Belada yang tidak mampu secara finansial untuk
memberikan pendidikan yang sama bagi semua anak Indonesa. Sekolah kelas dua
mempunyai kurikulum yang sederharana dan dijaga agar lebih rendah daripada sekolah kelas
satu. Pendidikan ditujukan untuk menegaskan perbedaan golongan. Bahasa pengantar yang
digunakan bukan bahasa Belanda sehingga sulit untuk melanujutkan pendididikan ke jenjang
lebih lanjut.

c. Sekolah Desa (Volksschool)


Sekolah desa merupakan perwujudan hasrat pemerintah untuk melakukan penyebaran
pendidikan seluas mungkin dengan biaya serendah mungkin dikalangan penduduk untuk
meningkatkan kesejahteraan mereka. Sekolah desa menjadi usaha pendidikan terbesar yang
pernah dijalankan pemerintah Belanda dalam upaya memberikan kesempatan kepada rakyat
untuk belakar membaca, menulis, dan berhitung. Sekolah desa di kecam karena
kurikulumnya yang sederhana dan mutu guru dan pendidikannya yang rendah. Sekolah desa
membawa pendidikan formal sampai ke tiap desa kecil dan terpencil dan menjadi badan
penyebar buah pikiran dan pengetahuan barat.

d. Europese Lagere School (ELS)

ELS (Eurospeesch Lagere School) sekolah dasar dengan lama studi sekitar 7 tahun. Sekolah
ini menggunakan sistem dan metode seperti sekolah di negeri Belanda. ELS menggunakan
Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantarnya dalam pelajaran. Awalnya hanya terbuka bagi
warga Belanda di Hindia Belanda, sejak tahun 1903 kesempatan belajar juga diberikan
kepada orang-orang pribumi yang mampu dan warga Tionghoa. Setelah beberapa tahun,
pemerintah Belanda beranggapan bahwa hal ini ternyata berdampak negatif pada tingkat
pendidikan di sekolah-sekolah ELS dan kembali dikhususkan bagi warga Belanda saja.
Sekolah khusus bagi warga pribumi kemudian dibuka pada tahun 1914 dengan nama
Hollandsch-Inlandsche School ( HIS ), sementara sekolah bagi warga Tionghoa, Hollandsch-
Chineesche School (HCS) dibuka pada tahun 1908

e. Hollands Chinese School (HCS)

1737 didirikan untuk keturunan Cina yang miskin, tetapi sempat vakum karena peristiwa de
Chineezenmoord (pembunuhan Cina) tahun 1740. selanjutnya, sekolah ini berdiri kembali
secara swadaya dari masyarakat keturunan Cina sekitar tahun 1753 dan 1787. Pendirian HCS
menunjukkan dengan jelas bagaimana sekolahdigunakan sebagai alat politik untuk mencegah
orang Cina menjadi tak loyal terhapad pemerintahan Belanda. Sikap tak acuh akan
pendidikananak Cina tiba-tiba berubah menjadi minat yang besar akan pendidikan mereka,
dipaksa oleh perubahan konstelasi politik di Timur jauh. Rasa takut akan kehilangan loyalitas
Cina mendorong Belanda untuk menawarkan kesempatan belajar yang paling baik yang ada,
yakni HCSyang membuka kesempatan untuk memasuki MULO mupun HBS.

f. Hollands Inlandse School (HIS)

Alasan yang paling mendasar dari didirikannya HIS adalah keinginan yang kuat dari rakyat
Indonesia sendiri untuk mendapatkan pendidikan ala Barat. Hal itu merupakan akibat dari
perubahan kondisi sosial ekonomi di kawasan Timur Jauh yang telah diperkenalkan pada
masa Politik Etis yang diberlakukan kepada Indonesia. Selain itu juga diorong oleh
organisasi-organisasi yang telah berdiri di Indonesia pada waktu itu, seperti Budi Utomo dan
Sarekat Islam. Apalagi dengan didirikannya sekolah untuk orang-orang Cina di Indonesia
yaitu Hollands Chinese School (HCS).

Kurikulum yang dipakai HIS adalah sesuai yang tercantum dalam Statuta 1914 No. 764, yaitu
meliputi semua pelajaran ELS (Europese Lagere School). Di HIS diajarkan membaca dan
menulis bahasa daerah dalam aksara Latin dan Melayu dalam tulisan Arab dan Latin. Namun
disini, yang lebih ditekankan adalah pelajaran bahasa Belanda yang sampai memakan waktu
lebih dari enampuluh enam persen dari waktu belajar.
g. Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO)

Adalah Sekolah Menengah Pertama pada zaman kolonial Belanda di Indonesia. ELS
menggunakan Bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Pada masa sekarang ini, MULO
setara dengan SMP (Sekolah Menengah Pertama). Meer Uitgebreid Lager Onderwijs berarti
“Pendidikan Dasar Lebih Luas”. MULO menggunakan Bahasa Belanda sebagai bahasa
pengantar. Pada akhir tahun 30-an, sekolah-sekolah MULO sudah ada hampir di setiap ibu
kota kabupaten di Jawa. Hanya beberapa kabupaten di luar Jawa yang mempunyai MULO.

h. Hogere Burgerschool (HBS) dan Algemene Middelbare School (AMS)

HBS (singkatan dari bahasa Belanda: Hogere Burger School) adalah sekolah lanjutan tingkat
menengah pada zaman Hindia Belanda untuk orang Belanda, Eropa atau elite pribumi dengan
bahasa pengantar bahasa Belanda.HBS setara dengan MULO + AMS atau SMP + SMA,
namun hanya 5 tahun.

Pendidikan HBS selama 5 tahun setelah HIS atau ELS adalah lebih pendek dari pada melalui
jalur MULO (3 tahun) + AMS (3 tahun). Di sini dibutuhkan murid yang pandai, terutama
bahasa Belanda. Sukarno merupakan salah satu murid HBS di Surabaya sebelum beliau
masuk THS di Bandung. Pada waktu itu HBS hanya ada di kota Surabaya, Semarang,
Bandung, Jakarta, dan Medan, sedangkan AMS ada di kota Jakarta, Bandung, Medan,
Yogyakarta, dan Surabaya.

http://sejarah.info/2012/01/pendidikan-pada-zaman-kolonial-belanda.html

Aug

20

Sejarah Pendidikan di Indonesia

Dalam masyarakat Indonesia sebelum masuk kebudayaan Hindu, pendidikan diberikan


langsung oleh orang tua atau orang tua-orang tua dari masyarakat setempat mengenai
kehidupan spiritual moralnya dan cara hidup untuk memenuhi perekonomian mereka.
Masuknya dan meluasnya kebudayaan asing yang dibawa ke Indonesia telah diserap oleh
Bangsa Indonesia melalui masyarakat pendidikannya. Lembaga Pendidikan itu telah
menyampaikan kebudayaan tertulis dan banyak unsur-unsur kebudayaan lainnya.

Sejarah pendidikan di Indonesia dimulai pada zaman berkembangnya satu agama di


Indonesia. Kerajaan-kerajaan Hindu di Pulau Jawa, Bali dan Sumatera yang mulai pada abad
ke-4 sesudah masehi itulah tempat mula-mula ada pendidikan yang terdapat di daerah-daerah
itu. Dapat dikatakan, bahwa lembaga-lembaga pendidikan dilahirkan oleh lembaga-lembaga
agama dan mata pelajaran yang tertua adalah pelajaran tentang agama. Tanda-tanda
mengenai adanya kebudayaan dan peradaban Hindu tertua ditemukan pada abad ke-5 di
daerah Kutai (Kalimantan). Namun demikian gambaran tentang pendidikan dan ilmu
pengetahuan di Indonesia didapatkan dari sumber-sumber Cina kurang lebih satu abad
kemudian.

Ada 2 macam sistem pendidikan dan pengajaran Islam di Indonesia :


Pendidikan di Langgar
Di setiap desa di Pulau Jawa terdapat tempat beribadah dimana umat Islam dapat melakukan
ibadanya sesuai dengan perintah agamanya. Tempat tersebut dikelola oleh seorang petugas
yang disebut amil, modin atau lebai (di Sumatera). Petugas tersebut berfungsi ganda,
disamping memberikan do’a pada waktu ada upacara keluarga atau desa, dapat pula berfungsi
sebagai guru agama.

Pendidikan di Pesantren
Dimana murid-muridnya yang belajar diasramakan yang dinamakan pondok-pondok tersebut
dibiayai oleh guru yang bersangkutan ataupun atas biaya bersama dari masyarakat pemeluk
agama Islam. Para santri belajar pada bilik-bilik terpisah tetapi sebagian besar waktunya
digunakan untuk keluar ruangan baik untuk membersihkan ruangan maupun bercocok tanam.
Pendidikan Pada Abad Ke Dua Puluh Jaman Pemerintahan Hindia Belanda Dan Pendudukan
Di kalangan orang-orang Belanda timbul aliran-aliran untuk memberikan kepada pendudukan
asli bagian dari keuntungan yang diperoleh orang Eropa (Belanda) selama mereka menguasai
Indonesia. Aliran ini mempunyai pendapat bahwa kepada orang-orang Bumiputera harus
diperkenalkan kebudayaan dan pengetahuan barat yang telah menjadikan Belanda bangsa
yang besar. Aliran atau paham ini dikenal sebagai Politik Etis (Etische Politiek)

Gagasan tersebut dicetuskan semula olah Van Deventer pada tahun 1899 dengan mottonya
“Hutang Kehormatan” (de Eereschuld). Politik etis ini diarahkan untuk kepentingan
penduduk Bumiputera dengan cara memajukan penduduk asli secepat-cepatnya melalui
pendidikan secara Barat.

Dalam dua dasawarsa semenjak tahun 1900 pemerintah Hindia Belanda banyak mendirikan
sekolah-sekolah berorientasi Barat. Berbeda dengan Snouck Hurgronje yang mendukung
pemberian pendidikan kepada golongan aristokrat Bumiputera, maka Van Deventer
menganjurkan pemberian pendidikan Barat kepada orang-orang golongan bawah. Tokoh ini
tidak secara tegas menyatakan bahwa orang dari golongan rakyat biasa yang harus
didahulukan tetapi menganjurkan supaya rakyat biasa tidak terabaikan. Oleh karena itu
banyak didirikan sekolah-sekolah desa yang berbahasa pengantar bahasa daerah, disamping
sekolah-sekolah yang berorientasi dan berbahasa pengantar bahasa Belanda. Yang menjadi
landasan dari langkah-langkah dalam pendidikan di Hindia Belanda, maka pemerintah
mendasarkan kebijaksanaannya pada pokok-pokok pikiran sebagai berikut :

Pendidikan dan pengetahuan barat diterapkan sebanyak mungkin bagi golongan penduduk
Bumiputera untuk itu bahasa Belanda diharapkan dapat menjadi bahasa pengantar di sekolah-
sekolah

Pemberian pendidikan rendah bagi golongan Bumiputera disesuaikan dengan kebutuhan


mereka

Atas dasar itu maka corak dan sistem pendidikan dan persekolahan di Hindia Belanda pada
abad ke-20 dapat ditempuh melalui 2 jalur tersebut. Di satu pihak melalui jalur pertama
diharapkan dapat terpenuhi kebutuhan akan unsur-unsur dari lapisan atas serta tenaga didik
bermutu tinggi bagi keperluan industri dan ekonomi dan di lain pihak terpenuhi kebutuhan
tenaga menengah dan rendah yang berpendidikan.

Tujuan pendidikan selama periode kolonial tidak pernah dinyatakan secara tegas. Tujuan
pendidikan antara lain adalah untuk memenuhi keperluan tenaga buruh untuk kepentingan
kaum modal Belanda. Dengan demikian penduduk setempat dididik untuk menjadi buruh-
buruh tingkat rendahan (buruh kasar). Ada juga sebagian yang dilatih dan dididik untuk
menjadi tenaga administrasi, tenaga teknik, tenaga pertanian dan lain-lainnya yang diangkat
sebagai pekerja-pekerja kelas dua atau tiga. Secara singkat tujuan pendidikan ialah untuk
memperoleh tenaga-tenaga kerja yang murah. Suatu fakta menurut hasil Komisi Pendidikan
Indonesia Belanda yang dibentuk pada tahun 1928 – 1929 menunjukkan bahwa 2 % dari
orang-orang Indonesia yang mendapat pendidikan barat berdiri sendiri dan lebih dari 83%
menjadi pekerja bayaran serta selebihnya menganggur. Diantara yang 83% itu 45% bekerja
sebagai pegawai negeri. Pada umumnya gaji pegawai negeri dan pekerja adalah jauh lebih
rendah dibandingkan dengan gaji-gaji Barat mengenai pekerjaan yang sama.

http://nesaci.com/sejarah-pendidikan-di-indonesia/

SEJARAH PENDIDIKAN CHINA


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ada sebuah hadist mengenai pendidikan, yang dalam bahasa Indonesia berbunyi: “Tuntutlah
ilmu sampai ke negeri Cina”. Dalam hadist ini muncul satu negara, yaitu negeri Cina. Dari
hadist ini timbul pertanyaan, ada apa dengan pendidikan cina sehingga dapat dijadikan
panutan untuk negeri lain. Dalam buku Muhammad Said dan Junimar Affan (1987: 119) yang
berjudul Mendidik Dari Zaman ke Zaman dikatakan bahwa: “Di negeri Cina pendidikan
mendapat tempat yang penting sekali dalam penghidupan”. Dengan mendapatkan peranan
yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat, membuat sistem pendidikan di Cina
meningkat.
Sikap orang Cina yang mementingkan pendidikan di dalam kehidupannya tela melahirkan
sebuah filofis orang Cina mengenai pendidikan dan pendidikan ini telah lama menjaga
kekuasaan Cina berapa lama, sampai pada masuknya bangsa asing ke Cina yang akan
merubah wajah sistem pendidikan kuno di Cina. Tetapi, pada kesempatan ini tidak
menjelaskan sampai masuknya bangsa asing ke Cina. Permulaan pendidikan Cina kuno
mencampai puncak dimulai pada Dinasti Han, dimana ajaran Kung fu Tse kembali lagi
diangkat dan diterapkan dalam kehidupan masyarakat Cina, yang sebelumnya ajaran ini
dibrangus oleh penguasa sebelumnya.
Masyarakat Cina yang menganggap pendidikan sejalan dengan filsafat, bahkan menjadi alat
bagi filsafat, yang mengutamakan etika (Muhammad Said dan Junimar Affan, 1987: 119).
Anggapan ini membuat pendidikan di Cina mengiringi kembalinya popularitas aliran filsafat
Kung Fu Tse di dalam masyarakat Cina.
Pada masa Dinasti Han banyak melahirkan para sarjana-sarjana yang kelak akan memimpin
negara dan telah membuat Dinasti Han sebagai salah satu dinasti yang besar dalam sejarah
Cina. Sistem pendidikan yang dikembangkan oleh bekas pengikut-pengikut Kung Fu Tse ini
telah melahirkan sebuah golongan yang terkenal dalam sejarah Cina dan menentukan
perjalanan kekuasaan Dinasti Han, yaitu Kaum Gentry.
Kaum gentry merupakan suatu komunitas orang-orang terpelajar yang telah menempuh
pendidikan dan sistem ujian negara (Rochiati Wiriaatmadja, 2000: 23). Kaum terpelajar ini
ditempa dengan pendidikan yang cukup keras dan sistem ujian negara yang cukup ketat. Pada
masa Dinasti Han kaum gentry mendapatkan tempat yang terhormat disamping keluarga
kerajaan dan para bangsawan (H.J. An Den Berg, Kroeskamp, dan J.P. Simandjoentak, 1951:
187). Keistimewaan kaum gentry ini digambarkan oleh Muh. Said dan Junimar Affan (1987:
126) yang mengatakan bahwa:
“Golongan sarjana sebagai golongan pegawai negeri yang tidak perlu mengotorkan
tangannya dengan pekerjaan tangan. Sebagai tanda orang yang tidak hidup dari hasil
pekerjaan tangannya, jari kuku “kaum terpelajar” panjang-panjang dan dipelihara dengan
baik. Tangan halus dan lembut!”.
Berdasarkan penjelasan di atas telah membuat tertarik untuk mengkaji lebih lanjut mengenai
sistem pendidikan Dinasti Han yang selanjutnya akan melahirkan sebuah kaum yang akan
menjadi tonggak dari berdirinya Dinasti Han ini.

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah


Berdasarkan penjelasan dalam latar belakang masalah di atas, maka telah dirumuskan sebuah
permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini. Untuk mempermudahkan dalam
perumusan masalaah, maka akan dituangkan dalam bentuk pertanyaan, yaitu:
1. Apa filofofi pendidikan bangsa Cina kuno?
2. Bagaimana sistem pendidikan pada Dinasti Han ?
3. Siapakah golongan gentry tersebut?
C. Tujuan Penulisan
Dalam penulisan atau pembahasan masalah dalam makalah ini, penulis memiliki tujuan-
tujuan yang ingin dicapai. Selain memenuhi tugas dari mata kuliah Sejarah pendidikan,
terdapat tujuan-tujuan lain yang ingin dicapai, antara lain:
1. Untuk mengetahui filofis pendidikan bangsa Cina
2. Untuk mengetahui system pendidikan pada masa Dinasti Han
3. Untuk mengetahui pemahaman golongan gentry pada masa Dinasti Han
D. Metode Penulisan
Adapun metode penulisan yang digunakan dalam penulisan makalah ini, yaitu studi literature.
Studi ini dimulai dengan mengumpulkan data-data dari beberapa buku yang dinilai
representatif dengan permasalahan yang akan dibahas. Dan dalam penyajian digunakan
deskriptif-analitis.
E. Sistematika Makalah
Sistematika makalah yang digunakan dalam makalah ini, antara lain:
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
D. Metode Penulisan
E. Sistematika Makalah
Bab II Pembahasan
A. Garis Besar Filsafat Pendidikan Cina
B. Sistem Pendidikan Pada Dinasti Han
C. Kaum Gentry

BAB II
PEMBAHASAN

A. Filsafat Pendidikan Cina Secara Garis Besar

Dinasti Han tahun 206 SM – 220 M merupakan dinasti kekaisaran besar pertama didalam
perjalanan sejarah kekaisaran Cina. Pada masa ini banyak literature lama yang dikumpulkan
dan diperbaiki kembali. Hal tersebut dikarenakan pada masa pemerintahan sebelumnya
ajaran-ajaran kong hu cu diberantas habis. Pada masa ini Confusianisme menjadi falsafah
terkemuka dan menjadi inti bagi sistem pendidikan (Raymond Dawson, 1999: xv). Pada masa
Dinasti Han ini yang menjadi dasar masyarakat Tionghoa, ialah pengajaran counfusius (H.J.
An Den Berg, Kroeskamp, dan J.P. Simandjoentak, 1951: 186).
Pada negeri Cina pendidikan mendapat tempat yang penting sekali dalam penghidupan
(Muhammad Said dan Junimar Affan, 1987: 119). Hal tersebut dikarenakan masyarakat Cina
menganggap pendidikan sejalan dengan filsafat, bahkan menjadi alat bagi filsafat, yang
mengutamakan etika (Muhammad Said dan Junimar Affan, 1987: 119). Anggapan ini
membuat pendidikan di Cina mengiringi kembalinya popularitas aliran filsafat Kung Fu Tse
di dalam masyarakat Cina.
Anggapan tersebut muncul dari ajaran-ajaran Confusianisme yang mulai mendapatkan tempat
kembali di hati rakyat Cina, yang ditandai dengan munculnya Dinasti Han sebagai penguasa.
Ajaran-ajaran tersebut mengajarkan bahwa pendidikan tersebut penting.
Seperti yang ditanamakan Hsun Tzu, “Belajar terus sampai mati dan hanya kematianlah yang
menghentikannya” (H. 19). Belajar adalah pekerjaan sepanjang hayat, dan jabatan yang tinggi
mungkin merupakan ganjarannya. Cina telah memberikan status pada kegiatan belajar lebih
dari masyarakat mana pun (Raymond Dawson, 1999: 16)
Dalam membicarakan mengenai falsafah pendidikan Cina, tidak dapat dijauhkan dari
pembicaraan mengenai ajaran Confusianisme. Seperti yang diutarakan di atas, bahwa ajaran
confusianisme memberikan dasar-dasar dan sumbangan-sumbangan dalam sistem pendidikan
Cina, khususnya pada masa Dinasti Han ini. Dalam ajaran confusianisme, pendidikan adalah
mesin yang mengemudi dunia kebenaran… menuntut pendidikan dikejar secara terus
menerus sampai kematian.
Pernyataan-pernyataan yang dinilai mementingkan pendidikan tersebut dan diperkuat dengan
ajaran kong hu cu yang dianggap sebagai agama bagi masyarakat Cina, dimana masyarakat
Cina sangat kuat dalam memeluk ajaran tersebut, sehingga membuat pendidikan memiliki sisi
yang penting dalam kehidupan masyarakat Cina. anggapan pentingnya pendidikan tersebut
meberikan dampak yang sangat berpengaruh dalam sistem masyarakat Cina, sehingga segala
aspek yang berhubungan dengan pendidikan mendapatkan tempat-tempat istimewa.
Ajaran confusianisme yang mulai muncul kembali dan berkembang pesat pada masa dinasti
Han, serta ajaran ini menjadi dasar kepercayaan membuat pemerintahan tersebut menjalankan
ajaran-ajaran didalamnya secara benar. Ajaran yang sangat memberikan perhatian besar
terhadap pendidikan, membuat pemerintahan Dinasti Han membentuk sebuah system
pendidikan yang didasari atas pemikiran dari ajaran confusianisme.

B. Sistem Pendidikan Pada Dinasti Han


Pada awal pemerintahan Dinasti Han, Kaisar Wu-ti menggunakan ajaran-ajaran konfusius
dan memakai para pengikut-pengikutnya sebagai pejabat-pejabat pemerintahan dalam
menjalankan pemerintahan. Pejabat-pejabat yang berasal dari pengikut-pengikut konfusius ini
didapakan melalui sebuah system ujian yang ketat.
Pada masa Dinasti Han sudah terdapat sebuah system pendidikan yang ketat, untuk tujuan
mendapatkan pejabat-pejabat kerajaan yang berkualitas. Para pelajar yang menginginkan
untuk menjadi pegawai kerajaan tidak dipandang asal golongannya, asal ia dapat melawati
tahapan-tahapan ujian yang sudah ditetapkan oleh kekaisaran. Hal tersebut dikarenakan
ajaran konfusius tidak memperbolehkan memandang asal-usul seseorang atau pangkatnya
(H.J. An Den Berg, Kroeskamp, dan J.P. Simandjoentak, 1951: 186). Para pegikut-pengikut
konfusius yang berada di beberapa daerah distrik mendirikan sekolah-sekolah yang bersifat
informal. Disebut sekolah informal dikarenakan proses belajar mengajar yang dilakukan tidak
terikat oleh tempat atau waktu. Berjalannya pendidikan di distrik ini dibantu oleh para
saudagar yang memberikan sumbangan-sumbangan (Muhammad Said dan Junimar Affan,
1987: 125). Sekolah di setiap distrik ini menampung para pemuda-pemuda yang ingin
menuntut ilmu sebelum mereka mengikuti tahapan-tahapan ujian penerimaan sebagai
pegawai kekaisaran.
Materi-materi pelajaran yang diajarkan dalam proses belajar mengajar yaitu berasal dari isi
kitab konfusius. Dalam kitab konfusius ini berisikan cerita-cerita dalam bentuk sastra, yang
didalamnya terdapat ilmu sastra, ilmu strategi perang, ilmu pasti, ilmu hukum, dan
sebagainya. Para murid diharapkan dapat menghafalkan isi kitab tersebut dan
mengembangkannya sendiri dalam bentuk puisi (I Djumhur, : 14).
Dari gambar yang tertera (Lampiran 1) dapat diketahui metode mengajar yang digunakan
para guru dalam menyampaikan bahan materi pelajaran. Para murid berkumpul mengelilingi
guru yang sedang menyampaikan isi dari kitab konfusius tersebut. Setetah disampaikan
kepada para murid, mereka diharapkan dapat menghafalkan isi kitab tersebut (Muhammad
Said dan Junimar Affan, 1987: 125). Jadi dari gambar dan penjelasan tersebut dapat diketahui
bahwa metode mengajar yang digunakan oleh guru pada saat itu ialah metode ekspositori
(ceramah). Penyimpulan ini dikarenakan yang dilakukakan serupa dengan metode
ekspositori, dimana guru lebih aktif disini dalam mentransfer imu kepada para murid.
Setelah tahapan belajar mengajar, maka melangkah kepada tahapan evaluasi atau system
ujian. System ujian yang berlaku pada masa Dinasti Han merupakan suatu hal yang unik
dalam system pendidikan Cina. Pada masa itu sudah berkembang suatu system evaluasi yang
sangat kompleks. Menurut Rochiati Wiriaatmadja, A. Wildan, dan Dadan Wildan (2003: 144
– 145) mengatakan bahwa ujian ini dibagi ke dalam tiga tahap atau jenjang. Tiga tahap ujian
tersebut antara lain:
Ujian tingkat pertama diadakan di beberapa ibukota prefektur (kabupaten). Calon pegawai
yang dapat melewati ujian tahap pertama ini diberi gelar Hsui-Tsai, bila diartikan yaitu
“bakat yang sedang berkembang”. Mereka mendapatkan hak istimewa seperti dibebaskan
dari kewajiban membayar pajak, terbebas dari hukuman badan, sehingga sangat sulit sekali
untuk lolos dari tahap ini. Seorang Hsui-Tsai diharuskan tiap tahuan mengikuti ujian sebagai
upaya mempertahankan gelarnya tersebut, bila tidak maka namanya akan hilang dalam daftar
nama golongan pelajar. Sebelum sampai pada ujian tahapan ini, pelaksanaan ujian saringan
pertama dilaksanakan di setiap distrik dari setiap prefektur.
Selanjutnya, ujian tingkat dua yakni ujian tingkat provinsi untuk mencapai gelar Chu-Jen,
yakni “orang yang berhak mendapatkan pangkat”. Orang-orang yang berhak mengikuti
tahapan ujian ini yaitu orang-orang yang telah mendapatkan gelar Hsui-Tsai. Para peserta
ujian tidak langusng mengikuti ujian, tetapi mereka diharuskan mengikuti latihan di akademi
prefektur dalam rangka menghadapi persiapan ujian Chu Jen. Ujian provinsi ini diadakan tiga
tahun sekali. Mereka yang dapat lulus dari ujian ini dengan nilai tertinggi akan mendapatkan
tunjangan belajar.
Pada tahap akhir yaitu ujian tahap tiga yang diadakan di ibukota kerajaan. Ujian ini diadakan
setiap tiga tahun sekali, dilaksanakan setahun setelah ujian provinsi. Tahapan ujian bertujuan
untuk mendapatkan gelar Chih Shih, yakni “Sarjana naik pangkat”. Peserta ujian
mendapatkan nilai yang tertinggi berhak mendapatkan penghormatan istimewa dan menjadi
orang termasyur di kerajaan. Para lulusan dapat diangkat menjadi anggota akademi Hanlin
(Hanlin Yuan), yakni dewan penasihat khusus kaisar yang beranggotakan enam orang.
Adapun materi-materi yang diujikan dalan tahapan-tahapan ujian ini, yakni menurut H.J. An
Den Berg, Kroeskamp, dan J.P. Simandjoentak (1951: 188) adalah isi kitab-kitab konfusius
serta pengikut-pengikutnya. Hal tersebut bertujuan sebagai pembuktian bahwa mereka
mengetahui isi buku tersebut dengan seksama. Untuk membuktikan hal tersebut mereka
diharuskan dapat membuat karangan dan mengubah dengan dasar aturan-aturan kuno. Selain
itu juga, para peserta juga diuji mata pelajaran lain, yang digolongkan ke dalam mata
pelajaran tambahan.
Ujian tersebut dilaksanakan di ruang dalam bangunan-bangunan yang sangat panjang dan
lurus. Bangunan panjang tersebut terdiri dari kamar-kamar kecil yang disekat (dapat dilihat
dalam lampiran 2 & 3). Calon pegawai tersebut tinggal di dalam kamar selama sehari untuk
ujian tahap pertama, tiga hari untuk ujian tahap kedua, dan lebih lama lagi untuk ujian
tahapan ketiga (Rochiati Wiriaatmadja, A. Wildan, dan Dadan Wildan, 2003: 144).
Output-output yang dikeluarkan dari system pendidikan ini disalurkan menjadi pegawai-
pegawai pemerintahan dan mereka yang gagal dalam mengikuti ujian ini akan menjadi
tenaga-tenaga pengajar di daerah asalnya. Dapat dikatakan bahwa kekaisaran Wu-ti-lah yang
telah meletakkan dasar system ujian, seperti yang berlaku di Tiongkok itu (H.J. An Den Berg,
Kroeskamp, dan J.P. Simandjoentak, 1951: 187)

C. Kaum Gentry
Kaum gentry merupakan kelompok feudal baru (New Feodal Class) yang menggantikan
kedudukan para bangsawan dari zaman dinasti Chou. Kelompok ini terbentuk secara alami.
Anggota dari kelompok ini berasal dari orang-orang yang lulus ujian sipil, secara bertahap
dan semakin banyaknya lulusan dari ujian tersebut, maka baru terbentuklah suatu kelas baru
dalam kehidupan masyarakat yang lazim disebut kaum literati-confucians atau para serjana
sastra-confuciabis (Rochiati Wiriaatmadja, A. Wildan, dan Dadan Wildan, 2003: 146).
Mereka yang diajarkan kitab-kitab konfuius dan pengikutnya dan dapat dikatan sangat dekat
dan memahami isi kitab tersebut menjadi pendukung dan pembina utama ideology
Confusinisme.
Lulusan ujian negara yang semakin banyak tersebut pada akhirnya membentuk kelas sendiri
dalam startifikasi masyarakat Cina, dimana mereka memonopoli jabatan-jabatan dalam
pemerintahan, yaitu golongan yang memiliki keahlian dalam tata administrasi pemerintahan
(Rochiati Wiriaatmadja, A. Wildan, dan Dadan Wildan, 2003: 147).
Kelas baru tersebut menggeser posisi bangsawan di dalam stratifikasi masyarakat Cina.
pergeseran tersebut dikarenakan kehormatan dan penghargaan yang diberikan oleh lulusan
ujian tersebut sangatlah tinggi. Penghargaan tersebut tidak saja datang dari masyarakat tetapi
juga datang dari kaisar sendiri. Dominasi kelompok ini juga tidak lepas dari kebijakan kaisar
yang tidak memberikan posisi jabatan-jabatan pemerintahan kepada bangsawan, atau pada
masa Sje Hwang-ti disebut penganut aliran undang-undang, melainkan kaisar mencari
pengikut-pengikut ajaran konfusius melalui system ujian yang dikeluarkan.
Keistimewaan yang diberikan kepada golongan ini juga membuat mereka dihargai dalam
masyarakat. Mereka mendapatkan keistimewaan-keistimewaan yang diberikan setiap mereka
melewati tahapan ujian yang diikuti. Selain itu, keistimewaan yang diberikan kepada kaum
gentry ini digambarkan oleh Muh. Said dan Junimar Affan (1987: 126) yang mengatakan
bahwa:
“Golongan sarjana sebagai golongan pegawai negeri yang tidak perlu mengotorkan
tangannya dengan pekerjaan tangan. Sebagai tanda orang yang tidak hidup dari hasil
pekerjaan tangannya, jari kuku “kaum terpelajar” panjang-panjang dan dipelihara dengan
baik. Tangan halus dan lembut!”.
Dari perubahan atau pergeseran dalam stratifikasi masyarakat ini berarti telah terjadi sebuah
perubahan dalam masyarakat Cina, dimana sebelumnya masyarakat memandang tinggi
seseorang dalam masyarakat didasari atas kepemilikan harta dan keturunan, pada maa Dinasti
Han hal tersebut berubah. Masyarakat tidak lagi sepenuhnya memandang sesorang
berdasarkan kepemilikan harta dan keturunannya, melainkan jenjang pendidikan yang telah
ditempuhnya.

BAB III
KESIMPULAN

Dari pembahasan di atas dapat diambil beberapa kesimpulan mengenai system pendidikan
yang berlaku di masa Dinasti Han. Pemerintahan Dinasti Han telah membawa perubahan
besar, dengan membawa kembali ajaran-ajaran confusius dalam kehidupan masyarakat Cina.
Kebijakan tersebut membawa dampak perubahan ke arah yang baik dalam segala segi,
khususnya pendidikan.
Ajaran konfusius yang sangat mementingkan pendidikan dan masyarakat Cina yang sangat
erat dengan ajaran-ajaran konfusius dalam menjalankan kehidupn sehari-harinya, membuat
pendidikan mendapatkan peranan penting dalam kehidupan masyarakat Cina. ajaran
konfusius mengharuskan kepada pengikutnya untuk menuntut ilmu sampai kematian
menjemputnya. Hal tersebut membuat masyarakat Cina, khususnya pada masa Dinasti Han
sangat banyak yang menuntut ilmu, dan ditambah dengan keistimewaan-keistimewaan yang
ditawarkan pihak pemerintah terhadap lulusan dari system ujian yang diterapkan.
System pendidikan yang diterapkan oleh pihak pemerintahan pada saat itu pada awalnya
bertujuan untuk mencari calon-calon pejabat pemerintahan yang beraliran konfusius. Jenjang
pendidikan didasarkan atas tingkatan daerah administrative pemerintahan. Setiap distrik
memiliki sekolah-sekolah, sampai pada akademi di ibukota kerajaan. Setiap jenjang tersebut
diharuskan melewati system ujian yang terbagi ke dalam tiga tahapan. System ujian ini dinilai
sangat berat, dikarebakan dari banyak orang yang ikut ujian ini hanya beberapa yang berhasil
lulus. Kekaisaran dinasti han telah memberikan dasar-daar pada system ujian di daratan Cina,
walaupun selanjutnya ada perubahan dan penambahan.
System pendidikan ini juga membawa perubahan pada stratifikasi masyarakat dan pola
prestise dalam masyarakat. System pendidikan yang menghasilkan lulusan-lulusan pelajar
secara alami membentuk kelas baru, yang pada akhirnya menggeser posisi bangsawan dalam
stratifikasi masyarakat Cina. Dan pola prestise dalam masyarakat, dimana masyarakat tidak
lagi sepenuhnya memandang orang dari kepemilikan harta atau keturunananya, tetapi
masyarakat memandang seseorang dari jenjang pendidikan yang telah ditempunya.
Disamping itu, kaum gentry ini diberikan penghormatan dan penghargaan berupa hak-hak
istimewa dari pemerintahan dan masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
I. Djumhur. . Sejarah Pendidikan. Jakarta: Djembatan
H.J. An Den Berg, Kroeskamp, dan J.P. Simandjoentak. 1951. Dari Panggung Peristiwa
Sedjarah Dunia I: India Tiongkok dan Djepang Indonesia. Jakarta: J.B. Wolters – Groningen
Muhammad Said dan Junimar Affan. 1987. Mendidik Dari Zaman ke Zaman. Bandung:
Jemmars
Raymond Dawson. 1999. Kong Hu Cu. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Rochiati Wiriaatmadja. 2000. Diktat C Sejarah Asia Timur. Bandung: Jurusan Pendidikan
Sejarah, FPIPS, UPI.
__________________. 2003. Sejarah Peradaban Cina: Analisis Filosofis Historis dan Sosio
Antropologis. Bandung: Humaniora.
Confucianism. Available at: [On Line]
http://staff.bcc.edu/philosophy/CONFUCIANISM.htm

http://juanfranklinsagrim.blogspot.com/2009/07/sejarah-pendidikan-china.html

Anda mungkin juga menyukai