Rangkaian dasar transistor pada intinya merupakan sebuah rangkaian transistor yang terdapat
arus yang mengalir dan adanya tegangan listrik. Fungsi bias DC menentukan Titik Q point
Transistor dengan benar, yaitu dengan mengatur besarnya arus kolektor ke nilai konstan dan
stabil tanpa adanya sinyal input di kaki basis transistor.
Salah satu rangkaian bias yang paling sering digunakan untuk rangkaian transistor adalah
dengan self bias dengan konfigurasi rangkaian common emiterdengan satu atau lebih resistor
yang digunakan untuk mengatur nilai DC awal untuk tiga arus transistor, ( IB ), ( IC ) dan ( IE).
Dua bentuk bias transistor bipolar yang paling umum adalah: Beta Dependent dan Beta
Independent. Tegangan bias transistor sebagian besar tergantung pada transistor beta, ( β )
sehingga bias yang diatur untuk satu transistor mungkin tidak selalu sama untuk transistor lain
karena nilai beta mereka mungkin berbeda. Bias transistor dapat dicapai baik dengan
menggunakan resistor belakang pakan tunggal atau dengan menggunakan jaringan pembagi
tegangan sederhana untuk menyediakan tegangan bias yang diperlukan. Berikut ini adalah lima
contoh konfigurasi bias Basis transistor dari satu pasokan ( Vcc ).
Fix bias Transistor
Rangkaian Bias dasar Tetap atau Fix bias transistor dengan memasangkan dua buah resistor,
satu menuju kaki basis dan satunya menuju ke kolektor.Besarnya arus basis (IB) tetap konstan
untuk nilai VCC yang diberikan.Kondisi operasi yang stabil ditentukan juga dengan nilai beta
dari transistor tersebut, sehingga titik kerja tiap transistor akan bervariasi, karena karakteristik
masing masing transistor berbeda.
Konfigurasi bias transistor dengan umpan balik kolektor adalah bias yang tergantung dari
penguatan arus ( Beta). Konfigurasi ini membutuhkan dua resistor untuk memberi bias DC pada
transistor, sehingga transistor selalu bekerja di wilayah aktif. Tegangan bias dasar DC berasal
dari VC, sehingga memiliki stabilitas yang baik.
Pada rangkaian ini, RB terhubung ke kolektor transistor sebagai umpan balik arus kolektor yang
tinggi akan diumpankan ke basis. metode bias umpan balik kolektor ini menghasilkan umpan
balik negatif langsung dari terminal output ke terminal input melalui resistor, RB.
Gambar 4. Rangkaian Bias Transistor Umpan Balik Kolektor
Karena tegangan bias berasal dari penurunan tegangan yang melewati resistor beban, RL maka
jika arus beban meningkat akan menyebabkan penurunan tegangan yang lebih besar di RL, dan
tegangan kolektor berkurang . Efek ini akan menyebabkan penurunan yang sesuai dalam arus
dasar, IB yang pada gilirannya, membawa IC kembali normal.
Reaksi sebaliknya juga akan terjadi ketika kolektor transistor saat ini berkurang. Kemudian
metode biasing ini disebut bias diri dengan stabilitas transistor menggunakan jenis jaringan bias
umpan balik yang umumnya baik untuk sebagian besar desain amplifier.
Bias Transistor dengan Umpan Balik Ganda
Gambar 7. Rumus Bias Transistor Umpan Balik Ganda
Jenis konfigurasi bias transistor ini, sering disebut bias self emiter, menggunakan umpan balik
emitor dan kolektor untuk menstabilkan arus kolektor. Ini karena resistor RB1 dan RE
terhubung secara efektif dalam rangkaian seri dengan tegangan sumber Vcc
Kelemahan dari konfigurasi umpan balik emitor ini adalah mengurangi penguatan output karena
koneksi resistor dasar. Tegangan kolektor menentukan arus yang mengalir melalui resistor
umpan balik, RB1 menghasilkan umpan balik degeneratif.
o BTU/h (British Thermal Unit per hour), Bisa dikatakan daya pendingin ac, BTU
menyatakan kemampuan mengurangi panas / mendinginkan ruangan dengan luas
dan kondisi tertentu selama 1 jam.
o Daya listrik (Watt), Besarnya tenaga yang dibutuhkan ketika AC dalam kondisi
menyala.
o PK kompresor, PK adalah singakatan dari bahasa Belanda ‘Paarkdekracht’ yang
berarti tenaga kuda, sedangkan dalam bahasaa Inggrisnya HP (Horse Power). Ini
merupakan satuan daya pada kompresor AC, bukan daya pendingin AC.
Kalkulasi ini diasumsikan bahwa tinggi ruangan disesuaikan dengan standar tinggi yang
yang ada di Indonesia yang pada umumnya 2,5m – 3m.
Selain itu, perhitungan ini juga tidak memperhitungan faktor eksternal lainnya seperti,
banyaknya orang dalam 1 ruangan, seberapa sering pintu terbuka dan tertutup, dan lain
sebagainya.
Rumus ini akan menghasilkan angka dalam satuan BTU/h kemudian angka tersebut
dicocokkan dengan kemampuan AC untuk mendinginkan ruangan dalam satuan BTU/h
yang ada di setiap AC.
Saya akan berikan contoh kasus agar lebih mudah dipahami.Ruangan dengan Panjang
3m dan Lebar 3m. Hasil perhitungan 3m x 3m x 537 BTU/h = 4.833 BTU/h. Berarti
untuk ruangan sebesar 9m² minimal memerlukan AC 1/2 PK, karena AC 1/2 PK
mempunyai BTU/h sebesar 5000.
Saya akan berikan contoh kasus lainnya dengan hasil yang berbeda. Ruangan dengan
Panjang 3m dan Lebar 4m.Hasil perhitungan 3m x 4m x 537 BTU/h = 6.444 BTU/h
Nah pasti kamu akan dilema akan memakai AC 1/2 PK memiliki 5.000 BTU/h atau dan
AC 3/4 PK memiliki 7.000 BTU/h, karena dari hasil dapat dilihat nilai BTU/h berada
diantaranya. Tentu saja saya menjawab pilih yang 3/4 PK. Alasannya.. Mari kita lihat
perbandingannya.
AC harus bekerja 100% dengan kecepatan fan maksimum dan suhu remote di
temperatur terendah (16 derajat misalnya), barulah ruangan terasa dingin,
terutama di siang hari saat sedang panas.
AC tidak akan bertahan lama karena kompresor harus terus bekerja maksimal.
Listrik lebih boros karena kompresor lebih banyak hidup dari pada mati.
Saat kompresor menyala konsusmsi listrik sebesar PK AC terus terkonsumsi
(contoh konsumsi listrik dari AC 1/2 PK sebesar 400 watt untuk tipe low).
Kamu cukup mengeluarkan kecepata 1 fan, suhu remote 22 derajat maka ruangan
sudah terasa dingin.
Hal diatas akan berdampak pada konsumsi listrik walau sebesar 600 watt namun
kompresor akan lebih sering mati dan tidak perlu bekerja maksimal.
AC lebih awet karena kompresor tidak perlu bekerja maksimal terus menerus.
Dengan kinerja kompresor pada AC 3/4 PK maka dalam bulan berjalan pemakaian listrik
terhitung lebih hemat dibandingkan AC PK.