A. Tujuan
Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa dapat :
Mengetahui dan mempelajari fungsi transistor sebagai penguat
Mengetahui karakteristik penguat berkonfigurasi Common Emitter
Mengetahui dan mempelajari resistansi input, resistansi output, dan faktor penguatan
dari konfigurasi penguat Common Emiter
B. Materi
Transistor merupakan komponen dasar untuk sistem penguat. Pada saat ini
penggunaan transistor sebagai penguat sudah banyak di gunakan dalam sebuah perangkat
elektronik. Contohnya adalah Tone Control, Amplifier (Penguat Akhir), Pre-Amp dan
rangkaian elektronika lainnya. Penggunaan transistor ini memang sudah menjadi
keharusan dalam komponen elektronika. Transistor merupakan suatu komponen yang
dapat memperbesar level sinyal keluaran sampai beberapa kali sinyal masukan. Sinyal
masukan disini dapat berupa sinyal AC ataupun DC.
Prinsip yang di gunakan dalam transistor sebagai penguat adalah arus kecil pada basis
digunakan untuk mengontrol arus yang lebih besar yang diberikan ke kolektor melewati
transistor tersebut. Dari sini dapat kita lihat bahwa fungsi dari transistor hanya sebagai
penguat ketik arus basis akan berubah. Perubahan arus kecil pada basis mengontrol inilah
yang dinamakan dengan perubahan besar pada arus yang mengalir dari kolektor ke
emitter. Kelebihan dari transistor penguat tidak hanya dapat menguatkan sinyal, tapi
transistor ini juga bisa di gunakan sebagai penguat arus, penguat tegangan dan penguat
daya
Untuk bekerja sebagai penguat, transistor harus berada dalam kondisi aktif. Kondisi
aktif dihasilkan dengan memberikan bias pada transistor. Bias dapat dilakukan dengan
memberikan arus yang konstan pada basis atau pada kolektor. Untuk kemudahan, dalam
praktikum ini akan digunakan sumber arus konstan untuk “memaksa” arus kolektor agar
transistor berada pada kondisi aktif. Jika pada kondisi aktif transistor diberikan sinyal
(input) yang kecil, maka akan dihasilkan sinyal keluaran (output) yang lebih besar. Hasil
bagi antara sinyal output dengan sinyal input inilah yang disebut faktor penguatan, yang
sering diberi notasi A. Ada 3 macam konfigurasi dari rangkaian penguat transistor yaitu :
Common‐Emitter (CE), Common‐Base (CB), dan Common‐Collector (CC). Konfigurasi
umum transistor bipolar penguat ditunjukkan oleh gambar berikut ini.
Gambar 1. Gambar rangkaian umum penguat
Dalam teori transistor sebagai penguat ini memilih konfigurasi Common Emiter (CE)
karena konfigurasi transistor penguat emiter merupakan konfigurasi transistor yang
paling banyak digunakan. Konfigurasi ini sering terlihat sebagai format umum untuk
transistor penguat tegangan. Konfigurasi transistor penguat emiter digunakan untuk
penguat dan sebagai output logika.
Rangkaian CE adalah rangkaian yang paling sering digunakan untuk berbagai aplikasi
yang mengunakan transistor. Dinamakan rangkaian CE, sebab titik ground atau titik
tegangan 0 volt dihubungkan pada titik emiter. Rangkaian emitter bersama (common-
emitter) adalah rangkaian BJT yang menggunakan terminal emitor sebagai terminal
bersama yang terhubung ke sinyal sasis (ground), sedangkan terminal masukan dan
keluarannya terletak masing-masing pada terminal basis dan terminal kolektor.
Rangkaian penguat common-emitter adalah yang paling banyak digunakan karena
memiliki sifat menguatkan tegangan puncak amplitudo dari sinyal masukan. Faktor
penguatan dari transistor dilambangkan dengan simbol beta (β).
Konfigurasi ini memiliki resistansi input yang sedang, transkonduktansi yang tinggi,
resistansi output yang tinggi dan memiliki penguatan arus (AI) serta penguatan tegangan
(AV) yang tinggi. Secara umum, konfigurasi common emitter digambarkan oleh gambar
rangkaian di bawah ini.
Gambar 2. Rangkaian Penguat Common Emiter
Untuk menentukan penguatan teoritis‐nya, terlebih dahulu akan kita hitung resistansi input
dan outputnya. Resistansi Input (Ri) adalah nilai resistansi yang dilihat dari masukan sumber
tegangan vi. Perhatikan bahwa Rs adalah resistansi dalam dari sumber tegangan. Sedangkan
Resistansi Output (Ro) adalah resistansi yang dilihat dari keluaran. Jika rangkaian diatas kita
modelkan dengan model‐π, maka rangkaian dapat menjadi seperti gambar berikut ini.
Dengan model ini, Ri (resistansi input) adalah: Ri = R B // rπ; Jika RB >> rπ maka resistansi
input akan menjadi : Ri ≈ rπ. Kemudian, untuk menentukan resistansi output konfigurasi CE,
kita buat Vs = 0, sehingga gmvπ = 0, maka: RO = RC // ro. untuk komponen diskrit yang RC
<< ro, persamaan tersebut menjadi RO ≈ RC. Dan untuk faktor penguatan tegangan, Av
merupakan perbandingan antara tegangan keluaran dengan tegangan masukan:
1. Susun rangkaian sesuai dengan komponen seperti pada gambar di bawah ini :
Q = 2N 3904
RB = 27 KΩ dan RC = 1KΩ
C1 , C2, C3 = 100uF
Vcc = 10 V
B. Resistansi Input
12. Lepaskan hubungan Frekuensi Generator dan Osiloskop dari rangkaian.
13. Atur kembali fungsi generator untuk menghasilkan sinyal sinusoidal sebesar Vpp = 40
– 50 mV dengan frekuensi 10 kHz seperti yang ditunjukkan oleh gambar di bawah ini.
Rs adalah Resistansi Internal Frekuensi Generator, kita tidak perlu menambahkan
resistor apapun untuk membentuk skema ini.
14. Dengan tidak merubah nilai‐nilai komponen dari rangkaian penguat dan tidak
merubah amplituda output Generator sinyal, susunlah rangkaian seperti pada
gambar di bawah ini.
15. Ubah nilai Rvar dan catat nilainya yang membuat tegangan vi menjadi ½ dari
tegangan osiloskop sebelum terpasang pada rangkaian penguat. Maka Ri = Rvar + Rs
(Rs=50Ω untuk generator fungsi berkonektor koaksial) .
C. Resistansi Output
16. Atur kembali fungsi generator seperti pada langkah 11. Sambungkan dengan
rangkaian awal pengukuran (tanpa RL) pada gambar di bawah ini dan catat hasil
bacaan Vo di osiloskop.
17. Sambungkan Vo rangkaian di atas dengan Rvar kemudian atur nilai Rvar yang
memberikan Vo di osiloskop yang bernilai ½ dari nilai tegangan sebelum
dipasang Rvar. Maka Ro = Rvar.
18. Ulangi percobaan ini pada Common Base dan Common Kolektor