Anda di halaman 1dari 33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar (Aktivitas)


1. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia (Aktivitas)
Berdasarkan Hierarki Maslow dalam (Tarwanto, 2015) kebutuhan
dasar manusia dibagi menjadi 5 tingkatan. Pada tingkatan pertama
terdapat kebutuhan fisiologis yang di dalamnya terdapat kebutuhan
aktivitas. Kebutuhan aktivitas merupakan suatu kebutuhan tubuh untuk
melakukan pergerakan sebagai individu yang sehat. Aktivitas
merupakan suatu bentuk energi ataupun keadaan yang mendorong
manusia untuk melakukan pergerakan dalam memenuhi kebutuhan
hidup seperti berdiri, berjalan, bekerja, makan, minum, dan lain
sebagainya. Pergerakan adalah suatu realisasi fisik yang terintegrasi
antara beberapa sistem seperti sistem muskuluskletal dan sistem
persyarafan yang juga didukung oleh fungsi pernapasan,
kardiovaskuler, dan metobolisme (Tarwanto, 2015).
a. Sistem pernapasan
Sistem pernapasan memiliki peran dalam menjamin ketersediaan
oksigen didalam tubuh. Oksigen ini dibutuhkan dalam proses
metabolisme yang kemudian akan menghasilkan sebuah energi.
Dalam melakukan aktivitas dibutuhan energi yang cukup dari hasil
metabolisme, apabila pasien kekurangan kadar oksigen dapat
mengakibatkan peningkatan frekuensi pernapasan dan mengalami
kelelahan fisik (Tarwanto, 2015).
b. Sistem kardiovaskuler
Untuk menjaga pompa jantung dan juga curah jantung tetap optimal
maka fungsi kardiovaaskuler harus adekuat, karena sistem
kardiovaskuler memiliki peran dalam mentranspr oksigen dan
nutrien ke jaringan tubuh. Apabila fungsi jantung tidak adekuat
dapat menyebabkan terjadinya gangguan perfusi jaringan yang dapat
membuat pasien mengalami kelemahan fisik.

5
6

c. Sistem metabolisme
Sistem metabolisme terdiri dari otot, sendi dan tulang.
1) Otot
Otot adalah organ pada manusia yang memiliki sifat
elastisitas dan kontraktilitas. Kemampuan ini yang membuat
organ yang menyertainya dapat melakukan pergerak, seperti
gerakan pada jantung, paru-paru, dan organ lainnya. Miofibil-
miofibril adalah serat-serat otot yang berisi protein-protein
kontraktil yang menyusun otot. Pada masing-masing miofibril
terdiri atas miofilamen-miofilamen. Miofilamen terbagi lagi
menjadi 2 yakni miofilamen tebal yang disebut juga myosin dan
myofilamen tipis yang disusun dari aktin, troponin dan juga
tropomiosin.
2) Sendi
Sendi merupakan penghubung antara tulang dan tendon.
Tulang yang dihubungkan dengan tendon merupakan tulang yang
didukung oleh ligamen. Ligamen digunakan untuk menstabilkan
tulang yang berada diantara tulang lainnya agar lebih elastis
daripada tendon. Sementara sendi terbagi atas sendi yang tidak
dapat digerakkan yang disebut dengan sendi sinatrosis contohnya
seperti pada epifisis dan diafisis, sendi yang dapat melalukan
pergerakan bebas yang disebut dengan sendi diartrosis contohnya
pada jari-jari tangan, siku dan lutut, dan sendi yang hanya dapat
melakukan sedikit gerakan contohnya seperti simfisis.
Sendi diartrosis merupakan sendi yang mampu melakukan
pergerakan dibandingkan dengan sendi-sendi yang lain. Sendi
diartrosis juga disebut dengan sendi sinovial karena sendi ini
dilapisi oleh jaringan yang kaya akan pembuluh darah dan dapat
memproduksi cairan sinovial yang sangat penting karena
digunakan sebagai pelumas sendi agar sendi dapat bergerak lebih
mudah. Kebebasan sendi dalam bergerak disebut juga dengan
range of motion atau rentang gerak sendi.
7

3) Tulang.
Dalam tubuh manusia terdapat 206 tulang. Tulang-tulang
tersebut dihubungkan satu sama lain melalui sendi yang nantinya
akan membentuk sebuah rangka. Fungsi tulang adalah sebagai
penyangga tubuh, sebagai pelindung bagi organ-organ penting
seperti otak, jantung dan hati, dan yang terakhir berfungsi sebagai
pengatur mineral seperti kalsium dan fosfat.
d. Sistem persyarafan
Sistem persyarafan memiliki peran dalam mengontrol fungsi
motorik. Serebelum, korteks serebri dan bangsal ganglia merupakan
pusat dari pengendalian pergerakan. Serebelum memiliki peran
untuk mengkoordinasi aktivitas motorik antara keseimbangan dan
pergerakan. Korteks serebri memiliki peran untuk mengontrol
aktivitas motorik yang disadari. Sementara bangsal ganglia memiliki
peran untuk mempertahankan postur.
Dalam (Wahid Iqbal Mubarak, 2015) Sistem persarafan secara
spesifik memiliki beberapa fungsi, diantaranya:
1) Saraf aferen (resptor) yang memiliki fungsi sebagai penerima
rangsangan yang datang dari luar yang akan diteruskan ke susunan
saraf pusat.
2) Sel saraf atau neuron yang berfungsi untuk memproses impuls
dari bagian tubuh yang satu kebagian tubuh yang lain.
3) Sistem saraf pusat memiliki fungsi untuk memproses impuls dan
memberikan respons melalui saraf eferen.
4) Saraf eferen berfungsu sebagai penerima respon dari sistem saraf
pusat dan meneruskannya ke otot rangka.

2. Mekanisme Pergerakan
Secara keseluruhan gerakan tubuh diatur oleh prinsip-prinsip
fisiologis. Tubuh manusia dapat melakukan aktivitas, melakukan
pergerakan yang cepat dan tepat, kemudian dapat mengatur posisi tubuh
8

karena adanya koordinasi gerak di otak. Untuk melakukan pergerakan


di anggota badan, otak harus mengatur gerakan yang sesuai dengan
berbagai sendi disaat yang bersamaan. Gerak adalah suatu bentuk
koordinasi yang sangat kompleks karena mengikutsertakan sistem
muskuloskletal dan juga sistem saraf. Mekanisme pergerakan sendiri
terbagi atas gerak volunter atau gerakan yang disadari dan gerakan
involunter atau disebut juga gerakan refleks karena pergerakannya tidak
disadari. Mekanisme pada proses gerak volunter dimulai dari reseptor
dilanjutkan ke saraf sensori kemudian dibawa menuju otak untuk
mendapatkan respon yang akan dibawa oleh saraf motorik ke efektor.
Sementara mekanisme pada proses gerak involunter terjadi dengan
sangat cepat dan menghasilkan respon yang otomatis dari sebuah
rangsangan tanpa mendapatkan kontrol dari otak.

3. Mekanisme Kontraksi Otot Rangka


Terdapat tiga mekanisme yang terlibat dalam kontraksi otot rangka
yakni stimulasi dari otot motorik, transmisi neuromuskuler, dan
eksitasi-kontraksi kopling. Dimulainya kontraksi otot pada saat
stimulasi motorik ketika adanya stimulus yang diberikan oleh saraf
motorik yang akan dikontrol oleh korteks serebri, batang otak, dan
basal ganglia. Impuls listrik akan berjalan dari saraf motorik menuju sel
otot melalui sinaps dan dibantu neurotransmiter. Kemudian di transmisi
neuromuskuler terdapat asetilkolin yang merupakan hasil dari vesikel
akson terminal. Terjadinya depolariasi dan potensial aksi di akson
terminal akan merangsang pengeluaran asetilkolin yang akan ditangkap
oleh reseptor dan menimbulkan potensial aksi pada serat otot.
Selanjutnya masuk ke mekanisme eksitasi-kontraksi kopling
dimana setelah terjadinya stimulasi pada serat otot, akan ada
mekanisme perubahan filamen-filamen otot seperti troponin,
tropomiosin, dan aktin. Hubungan antara aktin dan miosin pada proses
pergeseran filamen-filamen yang tebal dan tipis merupakan prinsip
dasar terjadinya sebuah kontraksi otot.
9

4. Energi untuk kontraksi dan jenis kontraksi otot


Dalam proses kontraksi otot diperlukan sebuah energi utama yakni
adenosin trifosfat atau yang biasa disebut ATP. ATP sendiri tersimpan
di dalam otot yang semakin lama akan habis sehingga dibutuhkan
energi lain seperti senyawa kreatin fosfat. Kreatin adalah molekul kecil
yang terdapat pada sel otot yang terbentuk dari pecahan asam amino.
Sementara jenis kontraksi otot terbagi menjadi dua kelompok yakni
kontaksi isometrik dan kontraksi isotonik. Kontraksi isometrik adalah
jenis kontraksi yang tidak terjadi pendekatan otot selama kontraksi
berlangsung dan terjadi secara paksa, misalnya mendorong meja dengan
tangan lurus sehingga terjadi tegangan. Kontraksi isotonik merupakan
jenis kontraksi yang disertai dengan pemendekan otot tetapi tegangan
pada otot tidak berubah dan pada kontraksi ini mmerlukan energi yang
cukup besar.

5. Kekuatan otot dan masalah pada otot


Kekuatan otot dapat diukur dengan melakukan penilaian. Penilaian
kekuatan otot dapat dilihat dari keadaan fungsi ototnya. Apabila pasien
mampu melawan gravitasi dan tahanan yang kuat maka mendapatkan
nilai 5, apabila pasien mampu melawan gravitasi tetapi hanya mampu
melawan tahanan yang sedikit mendapat nilai 4, lalu apabila pasien
mampu bergerak melawan gravitasi mendapatkan nilai 3, dan apabila
pasien dapat bergerak tetapi tidak mampu menahan gravitasi
mendapatkan nilai, selanjutnya apabila pasien hanya mampu melakukan
sedikit gerakan atau tidak ada gerakan diberikan nilai 1, dan yang
terakhir apabila tidak ada kontraksi otot atau pasien dalam keadaan
lumpuh total mendapatkan nilai 0.
Terdapat beberapa masalah otot yang biasa terjadi seperti atrofi
otot, hipertrofi otot, dan nekrosis. Atrofi otot adalah masalah yang
terjadi karena otot menjadi mengecil akibat tidak digunakan dan
akhirnya membuat serabut otot diganti dengan jaringan fibrosa dan
10

lemak. Hipertrofi otot adalah keadaan pembesaran otot yang terjadi


karena aktivitas yang kuat dan dilakukan secara berulang. Sementara
nekrosis atau jaringan mati adalah suatu keadaan yang terjadi karena
adanya trauma dimana proses regenerasi otot menjadi sangat sedikit.

6. Mekanika Tubuh
Mekanika tubuh merupakan suatu aktivitas penggunaan organ
secara efektif sesuai dengan fungsinya. Mekanika tubuh ini melibatkan
body alignment atau postur, koordinasi pergerakan dan juga
kesimbangan. Pada pasien yang tidak melakukan pergerakan atau
aktivitas dalam waktu yang lama dapat menyebabkan penurunan tonus
otot. Tonus merupakan kemampuan kontraksi pada otot rangka.
Terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi mekanika tubuh
diantaranya tingkat perkembangan tubuh, kesehatan fisik, keadaan
nutrisi kelemahan neuromuskular dan skletal, emosi, dan pekerjaan.
Selain itu terdapat juga beberapa faktor yang memengaruhi imobilisasi
seperti pada gangguan muskuloskletal yang terjadi karena masalah
atrofi, osteoporosis, kontraktur, dan fraktur ekstermitas, pada gangguan
kardiovaskuler yang terjadi karena masalah hipotensi postural, gagal
jantung dan vasodilatasi vena, kemudian pada gangguan sistem
respirasi yang terjadi karena masalah penurunan pengembangan paru,
atelektasis, dan pneumonia hipostatis, lalu pada gangguan sistem
persyarafan yang terjadi karena masalah trauma medula spinalis, stroke,
dan penurunan kesadaran, dan yang terakhir pada gangguan
metabolisme yang terjadi karena masalah anemia, hipertiroid dan
hiperparatiroid, keseimbangan cairan dan elektrolit, serta penyakit hati
menahun.
11

7. Masalah pada gangguan aktivitas


Terdapat beberapa masalah yang bisa terjadi pada gangguan aktivitas
dan mobilisasi, diantaranya sebagai berikut :
a. Kelebihan berat badan dan obesitas
Dalam melakukan aktivitas dibutuhkan energi yang sesuai, apabila
aktivitas yang dilakukan semakin berat maka kebutuhan energi pun
akan bertambah. Tetapi, jika sedikit dalam melakukan aktivitas dan
berlebihan dalam asupan makanan bisa membuat seseorang
kelebihan energi sehingga lemak di dalam tubuh bertambah.
Kelebihan berat badan atau obesitas dapat membuat aktivitas tubuh
menjadi lambat.
b. Risiko terjadi osteoporosis
Unsur mineral yang sangat dibutuhkan dalam menyusun kekuatan
jaringan otot adalah kalsium dan fosfat yang terbentuk dari asupan
makanan yang diserap oleh usus halus dan diedarkan ke seluruh
tubuh melalui sirkulasi darah. Kalsium dan fosfat yang berlebih
akan di simpan di jaringan tulang dan dijadikan cadangan apabila
darah kekurangan kalsium atau fosfat. Aktivitas tubuh
mempengaruhi penyerapan kalsium dari darah ke jaringan tulang,
apabila aktivitas tubuh baik maka kekuatan tulang akan lebih baik.
Namun, apabila kurang melakukan aktivitas, kalsium tulang akan
mudah diserap kembali ke peredaran darah yang mengakibatkan
tulang kehilangan kekuatan dan menjadi keropos atau osteoporosis.
c. Luka dekubitus
Luka dekubitus merupakan sebuah luka yang penyebabnya karena
penekanan yang terus menurus dalam waktu yang lama sehingga
sirkulasi darah menjadi terhambat dan meyebabkan kekurang
oksigen pada jaringan yang selanjutnya akan berkembang menjadi
iskemia atau nekrosis. Luka dekubitus sering terjadi pada pasien
yang mengalami gangguan mobilisasi dalam waktu yang lama,
seperti pada pasien stroke, spondilitis dan koma.
12

d. Atropi
Atropi bisa terjadi pada pasien yang mengalami kelumpuhan karena
otot rangka mengalami pengurangan massa otot dan volume otot.
e. Hipotensi
Untuk meningkatkan kerja jantung dalam memompa darah dengan
sempurna diperlukan aktivitas dan juga latihan. Pada pasien yang
memiliki gangguan mobilisasi, kerja jantung menjadi menurun dan
menyebabkan curah jantung berkuurang pada tekanan darah pasien.

B. Tinjauan Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dimana
perawat menggali permasalah dari klien seperti mengumpulkan data
mengenai status kesehatan klien sacara sistematis, akurat, singkat,
menyeluruh dan berkesinambungan (Muttaqin, 2014). Komponen
pengkajian keperawatan secara menyeluruh yang dapat dilaksanakan
oleh perawat seperti melakukan anamnesis pada kllien, keluarga dan
perawat lainnya, melakukan pemeriksaan kesehatan, melakukan
pengkajian data pemeriksaan diagnostik, dan melakukan pengkajian
penatalaksanaan medis. Tujuan dari tahap pengkajian keperawatan ini
adalah untuk mengkaji secara umum status kesehatan klien, mengkaji
fungsi fisiologis dan gangguan pada klien, melakukan deteksi dini
adanya masalah keperawatan pada klien baik masalah aktual maupun
risiko dan mengidentifikasi penyebab masalah keperawatan klien.
Pengkajian yang dilakukan pada pasien dengan gangguan aktivitas
meliputi:
a. Anamnesis
Anamnesis atau wawancara adalah hal utama yang dilaksanakan
perawat untuk menggali masalah pada klien yang terdiri dari:
13

1) Identitas pasien
Meliputi nama, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, suku,
status, pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk, tanggal
pengkajia, nomor register, dan diagnosis medis pasien.
2) Identitas penanggungjawab
Meliputi nama penanggungjawab, umur, hubungan dengan
pasien, pekerjaan, dan alamat.
3) Keluhan utama
Keluhan utama adalah masalah yang paling menonjol yang
dirasakan oleh pasien sehingga membuat pasien mencari
pertolongan (Muttaqin, 2014). Keluhan utama yang yang paling
sering dirasakan oleh pasien dengan gangguan aktivias adalah
kurangnya pergerakan atau imobilisasi.
4) Riwayat penyakit sekarang
Riwayat pengkajian sekarang berisi alasan pasien mengenai
penyebab dari timbulnya keluhan atau gangguan mobilitas dan
imobilitas, seperti adanya nyeri, kelelahan, kelemahan otot,
tingkat mobilitas dan imobilitas, daerah terganggunya mobilitas
dan imobilitas, serta lama terjadinya gangguan mobilitas.
5) Riwayat keperawatan penyakit yang pernah diderita
Pengkajian ini berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan
mobilitas, seperti ada atau tidaknya riwayat penyakit neurologis
contohnya trauma kepala, cedera medula spinalis, peningkatan
tekanan intrakranial, kecelakaan serebrovaskular, dan lain-lain.
Selain itu, ada atau tidaknya riwayat penyakit sistem
kardiovaskuler, riwayat penyakit sistem muskuloskletal, riwayat
penyakit sistem pernapasan, dan riwayat pemakaian obat seperti
hipnotik, depresan pusat pernapasan, laksansia, dan sedativa.
6) Kemampuan fungsi motorik
14

Melakukan pengkajian fungsi pada tangan kanan dan kiri, kaki


kanan dan kaki kiri yang bertujuan untuk menilai ada atau
tidaknya masalah kelemahan, kekuatan atau spastis.
7) Kemampuan mobilitas
Melakukan penilaian kemampuan gerak ke posisi miring, duduk
berdiri, bangun, berpindah tanpa bantuan. Berikut ini tabel
kategori tingkat kemampuan aktivitas menurut (A.Aziz Alimul
Hidayat, 2014):

Tabel 2.1 Kategori Tingkat Kemampuan Aktivitas


Tingkat Aktivitas/Mobilitas Kategori

Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri secara penuh.

Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat

Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan


orang lain

Tingkat 3 Memerlukan bantuan atau pengawasan


orang lain, dan peralatan

Tingkat 4 Sangat tergantung dan tidak dapat


melakukan atau berpartisipasi dalam
perawatan.

8) Kemampuan rentang gerak


Pengkajian range of motion-ROM dilakukan didaerah bahu, siku,
lengan panggul dan kaki. Berikut derajat normal rentang gerak
sendi menurut (A.Aziz Alimul Hidayat, 2014):
Tabel 2.2 Derajat Normal Rentang Gerak Sendi
Gerak Sendi Derajat rentang
normal

Bahu. 180
Adduksi: gerakan lengan lateral dari posisi samping ke
atas kepala, telapak tangan menghadap ke posisi yang
paling jauh.
15

Siku.
Fleksi: angkat lengan bawah ke arah depan dan ke arah 150
atas menuju bahu.

Pergelangan tangan.
Fleksi: tekuk jari-jari tangan ke arah bagian dalam 80-90
lengan bawah.
Ekstensi: luruskan pergelangan tangan dari posisi fleksi. 80-90
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke arah belakang 70-90
sejauh mungkin.
Abduksi: tekuk pergelangan tangan ke sisi ibu jari ketika 0-20
telapak tangan menghadap ke atas.
Adduksi: tekuk pergelangan tangan ke arah kelingking, 30-50
telapak tangan menghadap ke atas.

Tangan dan jari.


Fleksi: buat kepalan tangan. 90
Ekstensi: luruskan jari. 90
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke belakang sejauh 30
mungkin.
Abduksi: kembangkan jari tangan. 20
Adduksi: rapatkan jari-jari tangan dari posisi abduksi. 20

9) Perubahan intoleransi aktivitas


Pengkajian intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan
perubahan yang terjadi di sistem pernapasan, seperti suara napas,
analisa gas darah, gerakan dinding toraks, adanya mukus, batuk
yang produktif diikuti panas, dan nyeri saat respirasi. Selain
berhubungan dengan sistem pernapasan, pengkajian intoleransi
aktivitas juga berhubungan dengan sistem kardiovaskular, seperti
tekanan darah, nadi, gangguan sirkulasi perifer, adanya trombus,
dan perubahan tanda-tanda vital setelah melakukan aktivitas atau
perubahan posisi.
16

10) Kekuatan otot dan gangguan koordinasi


Pengkajian kekuatan otot dilakukan dengan menentukan derajat
kekuatan otot. Berikut tabel derajat kekuatan otot:
Tabel 2.3 Derajat Kekuatan Otot
Skala Persentase Karakteristik
Kekuatan Normal
0 0 Paralisis sempurna.

1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot


dapat di palpasi atau diihat.

2 25 Gerakan otot penuh melawan


gravitasi dengan topangan.

3 50 Gerakan yang normal melawan


gravitasi.

4 75 Gerakan penuh yang normal


melawan gravitasi dan melawan
tahanan minimal.

5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh


yang normal dalam melawan
gravitasi dan tahanan penuh.

11) Perubahan Psikologis


Pengkajian perubahan psikologis dilakukan karena adanya
gangguan mobilitas dan imobilitas seperti peningkatan emosi,
perubahan perilaku, perubahan dan mekanisme koping.

b. Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik dilakukan dari ujung kepala sampai dengan ujung
kaki.
1) Keadaan umum
17

Apakah pasien tampak lemah atau sakit berat. Kemudian


memeriksa tingkat kesadaran pasien apakah composmentis atau
terjadi penurunan kesadaran.
2) Tanda-tanda vital
Melakukan pemeriksaan tekanan darah, suhu, nadi, dan
pernapasan.
3) TB, BB, dan Postur Tubuh
Mengukur berat badan dan tinggi badan pasien dan mengkaji ada
atau tidaknya masalah skoliosis, kifosis, lordosis, dan cara
berjalan.
4) Kepala dan Leher
a) Memeriksa bagian mata apakah ada kelainan bentuk mata,
konjungtiva anemis, kondisi sklera, terdapat perubahan
subkonjungtiva, keadaan pupil, dan reflek cahaya.
b) Memeriksa bagian telinga apakah ada kelainan bentuk dan
fungsi telinga atau tidak.
c) Memeriksa bagian hidung apakah ada kelainan bentuk, mukosa
hidung, cairan yang keluar dari hidung, atau gangguan fungsi
penciuman.
d) Memeriksa bagian mulut apakah ada kelainan bentuk, mukosa
kering, perdarahan gusi, lidah kering, bibir pecah-pecah, atau
perdarahan.
e) Memeriksa bagian leher apakah terdapat pembesaran kelenjar
getah bening, pembesaran kelenjar tiroid, dan kondisi distensi
vena jugularis.
5) Thoraks
a) Inspeksi
Pemeriksaan dengan cara melihat keadaan umum dan menilai
adanya tanda-tanda abnormal seperti, memeriksa kesimetrisan
dada dan memeriksa kesimetrisan gerakan dinding dada.
b) Palpasi
18

Pemeriksaan dengan cara menyentuh, meraba, ataupun


menekan bagian dada pasien untuk memeriksa ada tidaknya
kelainan pada dinding thoraks seperti, meraba ada tidaknya
benjolan dan nyeri tekan.
c) Perkusi
Pemeriksaan yang dilakukan dengan mengetuk bagian dada
untuk memperkirakan ukuran dan strukrur dalam thoraks dan
untuk membandingakan suara yang dihasilkan dari ketukan
dada daerah kiri dan kanan.
d) Auskultasi
Pemeriksaan yang dilakukan dengan menggunakan stetoskop
untuk mendengarkan suara napas pasien apakah normal atau
terdapat kelainan dan bunyi napas tambahan.
6) Abdomen
a) Inspeksi
Pemeriksaan yang dilakukan dengan memperhatikan kondisi
abdomen, kesimetrisan dari abdomen, melihat ada tidaknya
tojolan disekitar abdomen, melihat ada tidaknya distensi dan
gelombang peristaltik serta melihat ada tidaknya pembesaran
abdomen.
b) Auskultasi
Pemeriksaan aulkultasi pada abdomen dilakukan sebelum
pemeriksaan perkusi dan palpasi karena dapat mempengaruhi
peristaltik usus. Auskultasi abdomen diperlukan untuk
mendengarkan bising usus.
c) Palpasi
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
nyeri tekan pada bagian abdomen.
d) Perkusi
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui massa yang
terdapat di dalam abdomen.
7) Genetalia
19

Pemeriksaan kebersihan daerah genetalia.

8) Ekstemitas
Pemeriksaan pada ekstermitas atas dan ekstermitas bawah pasien
untuk mengetahui ada tidaknya masalah:
a) Kelemahan
b) Gangguan sensorik
c) Tonus otot
d) Atrofi
e) Tremor
f) Gerakan tak terkendali
g) Kekuatan otot
h) Kemampuan jalan
i) Kemampua berdiri
j) Kemampuan duduk
k) Nyeri sendi
l) Kekakuan sendi.
9) Neurologis
Pemeriksaan mengenai status mental dan emosi, pengkajian saraf
kranial, dan pemeriksaan refleks.
10) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pengkajian dengan
masalah gangguan kebutuhan aktivitas diantaranya pemeriksaan
laboratorium, pemeriksaan radiologi, dan CT Scan.

2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah suatau penilaian klinis tentang
respon klien baik individu, keluarga ataupun komunitas terhadap
masalah kesehatan atau proses kehidupan yang sedang dialami klien
baik aktual ataupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
20

menganalisis respon klien terhadap keadaan yang berhubungan dengan


kesehatan klien (PPNI, 2017). Beberapa diagnosis keperawatan yang
berhubungan dengan masalah gangguan kebutuhan aktivitas dalam
buku SDKI diantaranya:
a. Keletihan
1) Definisi
Penurunan kemampuan kerja fisik dan mental yang tidak pulih
denggan istirahat.
2) Penyebab
a) Gangguan tidur
b) Gaya hidup monoton
c) Kondisi fisiologis (misalnya penyakit kronik, penyakit
terminal, anemia, malnutrisi, dan kehamilan)
d) Program perawatan atau pengobatan jangka panjang
e) Peristiwa hidup negatif
f) Stres berlebihan
g) Depresi
3) Gejala dan tanda mayor (Subjektif)
a) Merasa energi tidak pulih
b) Merasa kurang tenaga
c) Mengeluh lelah
4) Gejala dan tanda mayor (objektif)
a) Tidak mampu mempertahankan aktivitas rutin
b) Tampak lesu
5) Gejala dan tanda minor (subjektif)
a) Merasa bersalah akibat tidak mampu menjalankan tanggung
jawab
b) Libido menurun
6) Gejala dan tanda minor (objektif)
a) Kebutuhan istirahat meningkat
7) Kondisi klinis terkait
a) Anemia
21

b) Kanker
c) Hipotiroidisme/hipertiroidisme
d) AIDS
e) Depresi
f) Menopause

b. Intoleransi Aktivitas
1) Definisi
Kondisi ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-
hari.
2) Penyebab
a) Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
b) Tirah baring
c) Kelemahan
d) Imobilitas
e) Gaya hidup monoton
3) Gejala dan tanda mayor (subjektif)
a) Mengeluh lelah
4) Gejala dan tanda mayor (objektif)
a) Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat.
5) Gejala dan tanda minor (subjektif)
a) Dispnea saat atau setelah beraktivitas
b) Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
c) Merasa lemah
6) Gejala dan tanda minor (objektif)
a) Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat
b) Gambaran EKG menunjukan aritmia saat atau setelah aktivitas
c) Gambaran EKG menunjukan iskemia
d) Sianosis
7) Kondisi klinis terkait
a) Anemia
b) Gagal jantung kongestif
c) Penyakit jantung koroner
22

d) Penyakit katup jantung


e) Aritmia
f) Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
g) Gangguan metabolik
h) Gangguan muskulosketal

c. Risiko Intoleransi Aktivitas


1) Definisi
Berisiko mengalami ketidakcukupan energi untuk melakukan
aktivitas sehari-hari.
2) Faktor risiko
a) Gangguan sirkulasi
b) Ketidakbugaran status fisik
c) Riwayat intoleransi aktivitas sebelumnya
d) Tidak berengalaman dengan suatu aktivitas
e) Gangguan pernapasan.
3) Kondisi klinis terkait
a) Anemia
b) Gagal jantung kongestif
c) Penyakit katup jantung
d) Aritmia
e) Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
f) Gangguan metabolik
g) Gangguan muskulosketal

3. Rencana Tindakan Keperawatan


Perencanaan merupakan suatu bentuk pengembangan prosedur
untuk mencegah dan mengatasi masalah yang telah ditemukan di
diagnosis keperawatan (Pertami, 2015). Berikut ini tujuan, kriteria hasil
dan intervensi keperawatan dalam (PPNI, Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1,
2018) dan (PPNI, Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
23

Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1, 2018) berdasarkan diagnosis yang


telah ditemukan.

Tabel 2.4 Rencana Tindakan Keperawatan


No. Diagnosis Intervensi Utama Intervensi Pendukung

1. Keletihan 1. Edukasi aktivitas atau a. Dukungan kepatuhan


Tujuan : istirahat program pengobatan.
Setelah dilakukan Observasi: b. Dukungan
asuhan keperawatan a. Identifikasi kesiapan pengambilan
selama 3x24 jam dan kemampuan keputusan.
diharapkan tingkat menerima informasi. c. Dukungan tidur.
keletihan membaik Terapeutik: d. Manajemen asma.
dengan kriteia hasil : a. Sediakan materi dan e. Manajemen
a. Verbalisasi media pengaturan demensia.
kepulihan energi aktivitas dan istirahat. f. Manajemen
meningkat b. Jadwalkan pemberian kemoterapi.
b. Tenaga meningkat pendidikan kesehatan g. Manajemen
c. Kemampuan sesuai kesepakatan. medikasi.
melakukan c. Berikan kesempatan h. Manajemen
aktivitas kepada pasien dan lingkungan.
meningkat keluarga untuk i. Manajemen mood.
d. Verbalisasi lelah bertanya. j. Manajemen nutrisi.
menurun Edukasi: k. Penentuan tujuan
e. Lesu menurun a. Jelaskan pentingnya bersama.
f. Motivasi melakukan aktivitas l. Promosi dukungan
meningkat fisik atau olahraga sosial.
g. Gangguan secara rutin. m. Promosi koping.
konsentrasi b. Anjurkan terlibat dalam n. Promosi latihan
menurun aktivitas kelompok, fisik.
h. Sakit kepala aktivitas bermain, atau o. Reduksi ansietas.
menurun aktivitas lainnya. p. Terapi aktivitas.
i. Sakit tenggorokan c. Anjurkan menyusun q. Terapi relaksasi.
menurun jadwal aktivitas dan
j. Mengi menurun istirahat.
k. Sianoosis d. Ajarkan cara
menurun mengidentifikasi
24

l. Gelisah menurun kebutuhan istirahat


m. Perasaan bersalah (misalnya kelelahan
menurun dan sesak napas saat
n. Frekuensi napas beraktivitas)
membaik e. Ajarkan cara
o. Pola napas mengidentifikasi target
membaik ddan jenis aktivitas
p. Libido membaik sesuai kemampuan.
q. Pola istirahat 2. Manajemen energi
membaik. Observasi :
a. Identifikasi gangguan
fungsi tubuh yang
mengakibatkan
kelelahan.
b. Monitor kelelahan
fisik.
c. Monitor pola dan jam
tidur.
d. Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan
selama melakukan
aktivitas.
Terapeutik:
a. Sediakan lingkungan
yang nyaman dan
rendah stimulus
(misalnya cahaya,
suara, dan kunjungan).
b. Lakukan latihan
rentang gerak pasif
dan/atau aktif.
c. Berikan aktivitas
distraksi yang
menenangkan.
d. Fasilitasi duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah.
Edukasi:
25

a. Anjurkan tirah baring.


b. Anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap.
c. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang.
d. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan.
Kolaborasi:
a. Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
mengurangi kelelahan.

2. Intoleransi Aktivits 1. Manajemen energi a. Dukungan ambulasi.

Tujuan: Observasi : b. Dukungan


a. Identifikasi gangguan kepatuhan program
Setelah dilakukan
fungsi tubuh yang pengobatan.
asuhan keperawatan
mengakibatkan c. Dukungan meditasi.
selama 3 x 24 jam
kelelahan. d. Dukungan
diharapkan toleransi
b. Monitor kelelahan pemeliharaan rumah.
aktivitas meningkat
fisik. e. Dukungan
dengan kriteria hasil :
c. Monitor pola dan jam perawatan diri.
a. Frekuensi nadi
tidur. f. Dukungan spiritual.
membaik.
d. Monitor lokasi dan g. Dukungan tidur.
b. Keluhan lelah
ketidaknyamanan h. Edukasi latihan fisik.
menurun,
selama melakukan i. Edukasi latihan
c. Dispnea saat
aktivitas. ambulasi.
beraktivitas
Terapeutik: j. Edukasi pengukuran
menurun.
a. Sediakan lingkungan nadi radialis.
d. Dispnea setelah
yang nyaman dan k. Manajemen aritmia.
aktivitas menurun.
rendah stimulus l. Manajemen
e. Saturasi oksigen
(misalnya cahaya, lingkungan.
meningkat.
suara, dan kunjungan). m. Manajemen
f. Kemudahan dalam
b. Lakukan latihan medikasi.
melakukan
rentang gerak pasif n. Manajemen mood.
aktivitas sehari-
26

hari meningkat dan/atau aktif. o. Manajemen program


g. Kecepatan c. Berikan aktivitas latihan.
berjalan distraksi yang p. Pemberian obat.
meningkat. menenangkan. q. Pemberian obat
h. Kekuatan tubuh d. Fasilitasi duduk di sisi inhalasi.
bagian atas tempat tidur, jika tidak r. Pemberian obat
meningkat. dapat berpindah. intravena.
i. Kekuatan tubuh Edukasi: s. Pemberian obat
bagian bawah a. Anjurkan tirah baring. Oral.
meningkat. b. Anjurkan melakukan t. Penentuan tujuan
j. Perasaan lemah aktivitas secara bersama.
menurun. bertahap. u. Promosi berat badan.
k. Tekanan darah c. Anjurkan menghubungi v. Promosi dukungan
membaik. perawat jika tanda dan fisik.
l. Frekuensi napas gejala kelelahan tidak w. Promosi latihan
membaik.
berkurang. fisik.
d. Ajarkan strategi koping x. Rehabilitasi jantng.
untuk mengurangi y. Terapi aktivitas.
kelelahan. z. Terapi musik.
Kolaborasi:
a. Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
mengurangi kelelahan.

2. Terapi aktivitas
Observasi:
a. Identifikasi defisit
tingkat aktivitas.
b. Identifikasi
kemampuan
berpartisipasi dalam
aktivitas tertentu.
c. Monitor respons
emosional, fisik,
sosial, dan spiritual
terhadap aktivitas.
Terapeutik:
a. Fasilitasi fokus pada
kemampuan , bukan
27

defisit yang dialami.


b. Fasilitasi memilih
aktivitas dan tetapkan
tujuan aktivitas yang
konsisten sesuai
kemampuan fisik,
psikologis, dan sosial.
c. Fasilitasi aktivitas fisik
rutin seperti ambulasi,
mobilisasi, dan
perawatan diri).
d. Fasilitasi aktivitas
motorik untuk
merelaksasi otot.
e. Libatkan keluarga
dalam aktivitas, jika
perlu.
f. Jadwalkan aktivitas
dalam rutinitas sehari-
hari.
Edukasi:
a. Jelaskan metode
aktivitas fisik sehari-
hari, jika perlu
b. Aarkan cara melakukan
aktivitas fisik yang
dipilih.
c. Anjurkan melakukan
aktivitas fisik, sosial,
spiritual, dan kognitif
dalam menjaga fungsi
dan kesehatan.
d. Anjurkan keluarga
untuk memberi
penguatan positif atas
partisipasi dalam
aktivitas.
Kolaborasi:
28

a. Kolaborasi dengan
terapi okupasi dalam
merencanakan dan
memonitor pogram
aktivitas, jika sesuai.

3. Risiko Intoleransi 1. Manajemen energi a. Dukungan perawatan


Aktivitas Observasi : diri.
Tujuan: a. Identifikasi gangguan b. Dukungan tidur.

Setelah dilakukan fungsi tubuh yang c. Edukasi

asuhan keperawatan mengakibatkan aktivitas/istirahat

selama 3 x 24 jam kelelahan. d. Edukasi latihan fisik.

diharapkan toleransi b. Monitor kelelahan e. Ientifikasi risiko.

aktivitas meningkat fisik. f. Latihan pernapasan.

dengan kriteria hasil : c. Monitor pola dan jam g. Manajemen alat

a. Frekuensi nadi tidur. pacu jantung

membaik. d. Monitor lokasi dan permanen.

b. Keluhan lelah ketidaknyamanan h. Manajemen

menurun, selama melakukan medikasi.

c. Dispnea saat aktivitas. i. Manajemen nutrisi.

beraktivitas Terapeutik: j. Manajemen nyeri.

menurun. a. Sediakan lingkungan k. Pemantauan

d. Dispnea setelah yang nyaman dan respirasi.

aktivitas menurun. rendah stimulus l. Pemantauan tanda

e. Saturasi oksigen (misalnya cahaya, vital.

meningkat. suara, dan kunjungan). m. Pengaturan posisi.

f. Kemudahan dalam b. Lakukan latihan n. Promosi berat badan.

melakukan rentang gerak pasif o. Rehabilitasi jantung.

aktivitas sehari- dan/atau aktif. p. Surveilens.

hari meningkat c. Berikan aktivitas q. Terapi aktivitas.

g. Kecepatan distraksi yang r. Terapi oksigen.

berjalan menenangkan.

meningkat. d. Fasilitasi duduk di sisi

h. Kekuatan tubuh tempat tidur, jika tidak

bagian atas dapat berpindah.

meningkat. Edukasi:

i. Kekuatan tubuh a. Anjurkan tirah baring.

bagian bawah b. Anjurkan melakukan

meningkat. aktivitas secara


29

j. Perasaan lemah bertahap.


menurun. c. Anjurkan menghubungi
k. Tekanan darah perawat jika tanda dan
membaik. gejala kelelahan tidak
Frekuensi napas berkurang.
membaik. d. Ajarkan strategi koping
untuk mengurangi
kelelahan.
Kolaborasi:
a. Kolaborasi dengan ahli
gizi tentang cara
mengurangi kelelahan.

2. Promosi Latihan Fisik


Observasi:
a. Identifikasi keyakinan
kesehatan tentang
latihan fisik.
b. Identifikasi
pengalaman olahraga
sebelumnya.
c. Idenetifikasi hambatan
untuk berolahraga.
d. Monitor kepatuhan
menjalankan program
latihan.
e. Monitor respons
terhadap program
latihan.
Terapeutik:
a. Motivasi
mengungkapkan
perasaan tentang
olahraga atau
kebutuhan berolahraga.
b. Motivasi memulai dan
melanjutkan olahraga.
c. Lakukan aktivitas
30

olahraga bersama
pasien.

d. Libatkan keluarga
dalam merencanakan
dan memelihara
program latihan.
e. Berikan umpan balik
positif terhadap setiap
upaya yang dijalankan
pasien.
Edukasi:
a. Jelaskan manfaat
kesehatan dan efek
fisiologis olahraga.
b. Jelaskan jenis latihan
yang sesuai dengan
kondisi kesehatan.
c. Jelaskan frekuensi,
durasi, dan intensitas
program latihan yang
diinginkan.
d. Ajarkan teknik
menghindari cedera
saat beolahrraga.
e. Ajarkan latihan
pemanasan dan
pendinginan yang
tepat.
Kolaborasi:
a. Kolaborasi dengan
rehabilitasi medis atau
ahli fisiologi olahraga,
jika pelu.

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah perwujudan intervensi
keperawatan yang telah dibuat untuk mencapai tujuan yang telah
31

ditetapkan. Implementasi keperawatan meliputi pengumpulan data


secara berkelanjutan, mengamati respons klien selama dan sesudah
dilakukan tindakan keperawatan, dan menilai data yang baru (Pertami,
2015).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah penilaian yang dilakukan dengan
membandingkan perubahan keadan pasien dengan tujuan dan kriteria
hasil yang telah dibuat di intervensi keperawatan. Evaluasi dilakukan
untuk mengetahui tujuan yang telah dibuatt tercapai atau tidak tercapai.
Evaluasi di rumah sakit ditetapkan setiap 24 jam kecuali untuk kasus
gawat darurat dan intensive care (Pertami, 2015).

C. Tinjauan Konsep Penyakit


1. Definisi Anemia
Anemia adalah suatu keadaan dimana sel darah merah seseorang
tidak cukup untuk membawa oksigen ke jaringan tubuh. Penyakit
anemia sendiri terjadi karena kadar hemoglobin dalam tubuh dibawah
nilai normal. Nilai normal kadar hemoglobin pada laki-laki diatas 13,5
gram/100 ml, sementara untuk wanita diatas 12,0 gram/100 ml (Sugeng
Jitowiyono, 2018).
Anemia pada penyakit kronik adalah anemia yang pada umumnya
ringan atau sedang tetapi, disertai rasa lemah dan penurunan berat
badan. Anemia kronik biasa dijumpai pada pasien dengan infeksi atau
inflamasi kronis serta keganasan (Setiati S, 2014).
Anemia pada penyakit ginjal sendiri terjadi karena penurunan
kadar hemoglobin dalam darah. Hemoglobin ini terdapat didalam sel
darah merah yang bertugas membawa oksigen. Hemoglobin dapat
berkurang jika pembentukan sel darah merah terganggu. Pengurangan
sel darah merah ini disebabkan oleh berkurangnya produksi eritropoitin.
Kurangnya produksi eritropoitin disebabkan oleh gangguan pada fungsi
ginjal (Dharma, 2015).
32

2. Klasifikasi Anemia
a. Anemia Hipoproliferatif yang terjadi akibat rusaknya produksi sel
darah merah.
b. Anemia karena kekurangan zat besi yang ditandai dengan penurunan
zat besi, retikulosit, feritin, kejenuhan zat besi, MCV (mean
corpuscular volume) dan peningkatan TIBC (total iron-binding
capacity).
c. Anemia karena kekurangan vitamin B12 (megaloblastic) yang
ditandai dengan turunnya tingkat vitamin B12 dan meningkatnya MCV
MCV (mean corpuscular volume).
d. Anemia yang disebabkan karena kekurangan folat yang ditandai
dengan peningkatan MCV (mean corpuscular volume) dan penurunan
tingkat folat.
e. Anemia yang disebabkan karena penurunan produksi eritropoietin
misalnya karena disfungsi ginjal yang ditandai dengan turunnya kadar
eritropoietin, MCV (mean corpuscular volume), normal dan mean
corpuscular hemoglobin, disertai peningkatan kreatinin.
f. Anemia pada penyakit kanker atau radang yang ditandai dengan
meningkatnya saturasi besi da tingkat feritin, penurunan besi, normal
atau menurunny eritropoietin, dan MCV (mean corpuscular volume)
normal.
g. Anemia yang terjadi karena pendarahan yang ditandai dengan
kehilangan sel darah merah yang berlebih.
h. Anemia hemolitik yaitu kondisi hancurnya eritrosit atau sel darah
merah dalam waktu yang lebih cepat dibanding waktu
pembentukannya.
i. Anemia hipersplenisme atau hemolisis yang ditandai dengan
meningkatnya MCV (mean corpuscular volume).
j. Anemia pada autoimun yang ditandai dnegan meingkatnya kadar
sferosit.
33

k. Anemia yang terjadi karena perubahan eritropoiesis seperti anemia


sel sabit, talasemia, dan hemoglobinopati yang ditandai dengan
turunnya MCV (mean corpuscular volume), meningkatnya retikulosit,
dan terfragmentasinya sel darah merah.

3. Etiologi
Pada dasarnya anemia disebabkan oleh kehilangan darah, penurunan
produksi sel darah merah dan meningkatnya kerusakan sel darah merah
(hemolisis). Setiap penyebab anemia memiliki kelainan yang
membutuhkan terapi yang spesifik dan tepat. Anemia yang terjadi
karena adanya inflamasi kronis secara fungsional sama seperti anemia
yang terjadi pada infeksi kronis, tetapi sedikit lebih sulit karena terapi
yang efeketif untuk penderita anemia yang disebabkan inflamasi kronis
lebih sedikit. Penyebab genetik anemia antara lain:
a. Hemoglobinopati.
b. Thalassemia.
c. Kelainan enzim pada jalur glikolitik.
d. Cacat sitoskeleton sel darah merah.
e. Anemia persalinan kongenital.
f. Anemia fanconi.
g. Penyakit Rh null.
h. Abetalipoproteinemia.
i. Xerocytosis herediter.
34

4. Patofisiologi

Gambar 2.1 Pathway Anemia Kronik

Disfungsi Ginjal

Penurunan Kadar Penurunan Produksi Kenaikkan Kadar


Natrium dalam darah Eritropotin Kaliumdan
ureumdan fosfor

Tenaga Berkurang Produksi Sel Darah Irama jantung meningkat


merah menurun

Pembengkakan pada Hemoglobin menurun Kram, kedutan pada otot,


anggota gerak dan kesemutan
( Anemia)

Kemampuan Pusing, Pucat, Gangguan Pada


bergerak menurun Kelemahan, Kelelahan Keseimbangan Elektrolit

Risiko Intoleransi Keletihan


Aktivitas
35

5. Tanda dan Gejala


Klien dengan masalah anemia biasanya datang dengan keluhan pucat,
kelelahan, kelemahan, dan pusing. Selain itu, gejala yang biasanya
dirasakan klien adalah gelisah, diphoresis, takikardia, dan penurunan
kesadaran (Sugeng Jitowiyono, 2018).

6. Manifestasi Klinis
Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan
gejala anemia diantaranya kecepatan anemia, kronisitas anemia,
kebutuhan metabolik, gangguan fisik dan kondisi umum yang
menyebaban anemia. Pada umumnya semakin cepat anemia yang
diderita maka gejala yang akan dirasakan juga semakin parah. Anemia
juga dapat diperparah oleh berbagai kelainan yang lain yang tidak
diakibatkan oleh anemia tetapi dihubungkan dengan penyakit tertentu
(Tarwanto, 2015).

7. Komplikasi
Anemia dapat menimbulkan masalah kesehatatan lain jika tidak diobati.
Beberapa masalah kesehatan yang dapat ditimbulkan diantaranya:
a. Kelelahan berat yang membuat penderita tidak dapat melakukan
aktivitas sehari-hari.
b. Komplikasi kehamilan.
Pada penderita anemia yang sedang hamil dapat terjadi defisiensi folat
yang dapat menyebabkan komplikasi seperti kelahiran prematur.
c. Masalah jantung.
Kekurangan sel darah merah dapat menyebabkan detak jantung menjadi
cepat dan tidak teratur atau yang biasa disebut dengan aritmia. Apabila
seseorang menderita anemia, maka darah yang dipompa oleh jantung
menjadi lebih banyak untuk menjaga keseimbangan oksigen dalam
darah. Hal tersebut dapat menimbulkan gagal jantung.
36

d. Kematian.
Beberapa penyakit anemia dapat menyebabkan komplikasi yang
mengancam jiwanya karena kekurangan darah yang dapat berakibat
fatal.

8. Faktor Risiko
a. Diet.
Apabila seseorang melakukan diet yang secara konsisten rendah zat
besi, vitamin B-12, dan folat akan berisiko menderita anemia.
b. Gangguan usus.
Adanya kelainan usus yang dapat menyebabkan jumlah penyerapan
nutrisi menjadi sedikit yang kemudian dapat membuat seseorang
berisiko menderita anemia.
c. Haid.
Pada umumnya setiap wanita yang belum memasuki masa
menopause cenderung berisiko anemia karena kekurangan zat besi
yang tinggi dibandingkan laki-laki ataupun wanita yang sudah
menopause. Hal tersebut terjadi karena menstruasi menyebabkan
kehilangan sel darah merah.
d. Kehamilan.
Pada wanita hamil yang kurang mengonsumsi multivitamin dan
asam folat berisiko anemia.
e. Kondisi kronis.
Penderita kanker, gagal ginjal, atau penyakit kronis lainnya berisiko
anemia.
f. Riwayat keluarga.
Seseorang memiliki risiko yang tinggi menderita anemia apabila
dalam keluarganya terdapat riwayat anemia bawaan, contohnya
seperti anemia sel sabit.
g. Faktor lainnya.
Faktor lainnya seperti riwayat penyakit tertentu, penyakit darah dan
gangguan autoimun, paparan bahan kimia beracun, penggunaan
37

obat-obatan yang dapat mempengaruhi produksi sel darah merah,


dan konsumsi alkohol.
h. Usia.
Orang yang usianya diatas 65 tahun berisiko tinggi mengalami
anemia.

8. Pemeriksaan penunjang.
Hasil pemeriksaan laboratorium pada penderita anemia diantaranya:
a. Jumlah hemoglobin dibawah nilai normal (12-14 g/dl).
b. Penurunan kadar Ht (normal 37% - 41%).
c. Pada penderita anemia hemolitik terjadi peningkatan bilirubin total.
d. Tampak sferositosis dan retikulositosis pada saat dilakukan tes
diagnostik pertama.
e. Pada penderita anemia aplastik terdapat pansitopenia, sumsum tulang
yang kosong dan digantikan dengan lemak.
f. Pada anemia penyakit kronis terjadi penurunan Fe serum
(hipoferemia).

9. Penatalaksanaan
Terdapat beberapa cara penatalaksaan pasien anemia yang tujuannya
untuk mencari mengatasi darah yang hilang. Penatalaksanaan tersebut
diantaranya:
a. Melakukan tranfusi sel darah merah.
b. Memberikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
c. Memberikan suplemen asam folat untuk merangsang pembentukan
sel darah merah.
d. Mengatasi perdarahan yang tidak normal.
e. Memberikan diet tinggi besi yang terkandung dalam daging dan
sayuran hijau.

Anda mungkin juga menyukai