Melakukan refleksi untuk memaknai arti Kemerdekaan
Indonesia adalah sesuatu hal yang wajar karena memang sesungguhnya dibutuhkan sebagai introspeksi diri dalam proses pendewasaan. Hal itu disampaikan Ketua MPR Bambang Soesatyo dalam diskusi publik 'Refleksi 78 Tahun Kemerdekaan RI: Sudahkah Kita Merdeka?'.
Bangsa ini harus bersyukur atas peristiwa bersejarah ini.
Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 bukanlah pemberian bangsa lain, bukan juga hadiah dari sekutu atas kemenangan pada perang dunia II, bukan juga akibat perjuangan satu golongan atau satu kelompok
Tetapi peristiwa 17 Agustus 1945 adalah murni hasil
perjuangan bersama segala elemen bangsa Indonesia secara kolektif. Itu sebabnya Bhinneka Tunggal Ika sudah final dan merdeka sudah harga mati. Namun diatas semua usaha dan perjuangan bangsa ini, kemerdekaan bangsa Indonesia adalah anugerah dan rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa. Bangsa ini pun mempercayai sepenuhnya ini dan menjadi bangsa yang tidak sombong, tetapi bangga menjadi bangsa Indonesia.
Kini sudah 78 tahun, sejak Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia diproklamirkan, Bangsa Indonesia masih harus terus berjuang. Di sisi lain, Kita sebagai warga Bangsa Indonesia juga harus berjuang dijalur kehidupan sebagai manusia di dunia. Bahwa hidup di dunia ini juga dilahirkan di atas rel perjuangan: perjuangan untuk hidup.
Perjuangan untuk memenuhi hak-hak orang lain.
Perjuangan untuk hidup diatas jalan yang lurus sesuai aturan Agama dan Negara. Perjuangan untuk melawan godaan hawa nafsu dan rayuan setan. Perjuangan untuk mengejar kehendak dan cita-cita. Termasuk, perjuangan untuk menyambung hidup itu sendiri, dengan nafas- nafas dunia dan pengharapan kembali kepada hari akhirat.
Sebagai apapun kita, rasanya hati dan jiwa kita pasti
tergugah dan terpanggil untuk mengenang peristiwa bersejarah itu, yaitu peringatan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Tidak terkecuali pada tahun ini, dimana kita masih diliputi perasaan was-was dan selalu menjaga diri dengan melaksanakan protokol kesehatan, akibat pandemi Covid-19.
Rasa ingin terlibat dalam euphoria kemeriahan
dirgahayu RI tahun ini begitu kuat, namun kondisi dan situasi membatasi kita. Walaupun demikian, peringatan HUT RI ke-78 tahun ini tetap dilaksanakan di berbagai instansi baik pemerintahan maupun swasta. Walaupun semua pelaksanaan diselenggarakan dengan virtual atau dengan protokol kesehatan yang ketat. Merdeka berarti mensejahterakan, bukan untuk kepentingan individu atau kelompok, namun kemerdekaan untuk kepentingan seluruh rakyat, untuk bangsa dan seluruh elemen-elemennya, sehingga keadilan dan kemakmuran tidak hanya diperoleh oleh segelintir orang. Demikian juga dengan implementasi aturan dan hukum, berlaku untuk semua lapisan masyarakat, siapapun dan apapun profesinya, jabatannya, dan status sosialnya.
Merdeka bukanlah dimaknai bebas tanpa aturan.
Merdeka juga bukan berarti semena-mena berkuasa. Tetapi merdeka berarti membangun dengan kekuatan persatuan. Semuanya terdapat dalam butir butir pancasila, yang di setiap silanya kita bisa mendapatkan pesan dan harapan suci para pendahulu bangsa.
Tidak ada cerita dalam sejarah bangsa ini, sebuah
“masalah” tak dapat diselesaikan. Termasuk masalah musibah pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia, khususnya Indonesia. Pendiri bangsa ini telah memberi suri tauladan kepada kita bagaimana langkah yang efektif dalam menemukan solusi pada setiap masalah yang dihadapi, seperti halnya dengan lahirnya pancasila yang dilakukan dengan musyawarah, begitu pula yang harusnya kita lakukan untuk melahirkan kesepakatan dalam menghadapi masalah virus Corona ini. Sila keempat menjadi inspirasi kepada pemerintah dalam mencari solusi atas musibah covid 19 yang lalu. Misalnya, melibatkan seluruh komponen bangsa dalam mengidentifikasi solusi masalah dalam menghadapi musibah.
Tak ada yang menyangkal bahwa di negeri tercinta ini,
pertentangan yang berkepanjangan pra-pasca pemilihan umum maupun dari momentum tahunan atau insidentil tidak berkesudahan, merupakan potret buram yang menyesakan. Oleh karena masalah perbedaan penilaian, pendapat, salah pengertian dan pemahaman maupun karena perbedaan sudut pandang dan "aliran- identitas", atau masalah ketidakpuasan serta lain sebagainya, sepanjang masih dalam koridor menghormati dan menjunjung tinggi prinsip azaz Bhineka Tunggal Ika, sudahi dan selesaikan dengan sikap ksatria dan gunakan azaz musyawarah untuk mufakat maupun jalur hukum.
Dibutuhkan kondisi suasana yang kondusif aman
terkendali demi terciptanya stabilitas politik dan keamanan agar fokus terhadap pelaksanaan program 22 tahun kedepan guna terwujudnya Indonesia Emas tahun 2045. ketika 100 tahun Indonesia Merdeka. Ingatkah kita bahwa Indonesia Merdeka 78 tahun yang lalu berkat Rakhmat Allah SWT- Tuhan Yang Maha Esa dan oleh karena bersatu berdaulat dalam persatuan dan kesatuan. Merdeka! ***