Anda di halaman 1dari 22

TUGAS MAKALAH

PERAN PANCASILA DALAM KEPERAWATAN


Disusun untuk memenuhi salah satu tugas
Mata Kuliah : Pancasila

Dosen Pengampu :
Ns. Retno Winarti, M.Kep.,Sp.Kep.Mat

Disusun Oleh :
Casudi

Akademi Keperawatan
Hermina Manggala Husada
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

Rahmat dan karunia-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan, sehingga saya dapat

menyelesaikan tugas makalah “Peran Pancasila Dalam Keperawatan” tepat pada waktunya.

Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pancasila dengan

dosen pengampu Ns. Retno Winarti, M.Kep.,Sp.Kep.Mat. Tidak lupa saya sampaikan terima

kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Pancasila, serta semua pihak yang telah berbagi

pengetahuannya.

Dalam penulisan makalah ini, saya menyadari spenuhnya bahwa makalah ini masih

jauh dari kata sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang saya

miliki. Untuk itu saya mengharapkan segala bentuk saran dan masukan bahkan kritik untuk

semua pihak kehususnya dosen pengampu demi penyempurnaan malah ini. Semoga makalah

ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Akhir kata saya ucapkan terima kasih.
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................... 3
1.3 Tujuan...................................................................................................... 3
1.4 Manfaat.................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Peran Pancasila dalam Keperawatan....................................................... 4
2.2 Peran Perawat dalam Bela Negara.......................................................... 9
2.3 Perawat Jenaja......................................................................................... 13

BAB II PENUTUP
3.1 Kesimpulan dan Saran............................................................................. 18
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan sebagai arena untuk mengaktifkan karakter luhur bangsa Indonesia,

yang secara historis bangsa Indonesia memiliki karakter kepahlawanan, nasionalisme,

semangat kerja keras serta berani menghadapi segala tantangan. Persoalan karakter

terjadi di setiap lini kehidupan dimulai dari masa pendidikan awal. Realita dan

fenomena yang ada pada saat sekarang ini adalah bangsa Indonesia mengalami

penurunan nilai moral seperti konflik, pelecehan, budaya berbohong, kenakalan remaja,

hingga korupsi. Dari hal tersebut yang menyebabkan terjadinya kemunduran dan

hancurnya sebuah Negara.

Krisis moral yang melanda bangsa Indonesia diungkapkan oleh Winataputra dan

Budimansyah (2007:166) adalah kekerasan , pelanggaran lalu lintas, kebohongan

public, arogansi kekuasaan, korupsi kolektif, kolusi dengan baju profesionalisme,

nepotisme local dan institusional, penyalahgunaan wewenang, konflik antar pemeluk

agama, pemalsuan ijazah, konflik buruh dengan majikan, konflik antar partai, konflik

antara rakyat dengan penguasa, demonstrasi yang cenderung merusak, otonomi daerah

yang berdampak tumbuhnya etnosentrisme dan lain-lain.

Jika melihat dari hal-hal tersebut maka pantaslah bangsa Indonesia perlu mengatasi

permasalahan tersebut, pemerintah harus membina dan membangun bangsa

dengan menanamkan nilai-nilai positif melalui pendidikan karakter yang berbasis pada

Pancasila sebagai sumber etika dan moral dalam berbagai bidang kehidupan terutama

dikembangkan dan ditanamkan kepada anak anak bangsa sejak dini, agar bangsa ini

memiliki generasi yang memiliki karakter yang positif dan mampu bersaing dengan

Negara lain di era globalisasi.

1
Gagasan pembangunan bangsa unggul sebenarnya telah ada semenjak

kemerdekaan Republik Indonesia diproklamasikan 17 Agustus 1945 oleh Presiden

Sukarno, telah menyatkan perlunya nation and character building sebagai integral dari

pembangunan bangsa. Beliau menyadari bahwa karakter suatu bangsa berperan besar

dalam mempertahankan eksistensi bangsa Indonesia. Cukup banyak contoh empiris

yang membuktikan bahwa karakter bangsa yang kuat berperan besar dalam mencapai

tingkat keberhasilan dan kemajuan bangsa.

Melalui Pendidikan Pancasila sebagai sumber etika dan moral dapat membentuk

karakter untuk membantu perkembangan jiwa generasi penerus bangsa. Sekolah

memiliki kewajiban mengembangkan karakter melalui pendidikan Pancasila yang

tertanam dan terimplementasi agar segala krisis moral yang menjadi tantangan bangsa

dapat terkikis dengan menguatnya nilai-nilai Pancasila dan nilai nasionalisme kepada

para peserta didik, demi terwujudnya gerasi penerus selalu warga masyarakat bangsa

dan Negara, agar berguna dan bermakna serta mampu mengantisipasi hari depan yang

senantiasa berubah dan selalu terkait dengan konteks dinamika budaya, bangsa dan

Negara dan hubungan internasionalya. Pendidikan tinggi tidak dapat mengabaikan

realita kehidupan yang menggelobal yang digambarkan sebagai perubahan yang penuh

denga paradoksal dan ketakterdugaan.

Penguatan Pancasila melalui Pendidikan Pancasila ini sesuai dengan Undang-

Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 yang

berbunyi : “Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar republic Indonesia 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama,

kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan zaman”. Sedangkan

Pasal 3 berbunyi “ Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan

dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

2
mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik

agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,

berakhlak mulia, sehat.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang terkandung dalam makalah ini, yaitu :

1. Bagaimana Peran Pancasila dalam Keperawatan?

2. Bagaimana Peran Perawat dalam Bela Negara?

3. Bagaimana Perawat Jenaja?

1.3 Tujuan Penelitian

Berikut tujuan penelitian yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu :

1. Membahas mengenai Peran Pancasila dalam Keperawatan.

2. Membahas mengenai Peran Perawat dalam Bela Negara.

3. Membahas mengenai Perawat Jenaja.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari hasil penelitian ini adalah diharapkan dapat mengembangkan ilmu

pancasila terutama di bidang keperawatan, serta menambah pengetahuan, pemahaman

dan pengalaman bagi Pendidikan Keperawatan.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Peran Pancasila dalam Keperawatan

Nilai Pancasila yang digali dari bumi Indonesia sendiri merupakan pandangan

hidup/panutan hidup bangsa Indonesia. Kemudian, ditingkatkan kembali menjadi Dasar

Negara yang secara yuridis formal ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945, yaitu

sehari setelah Indonesia merdeka. Secara spesifik, nilai Pancasila telah tercermin dalam

norma seperti norma agama, kesusilaan, kesopanan, kebiasaan, serta norma hukum.

Dengan demikian, nilai Pancasila secara individu hendaknya dimaknai sebagai cermin

perilaku hidup sehari-hari yang terwujud dalam cara bersikap dan dalam cara

bertindak. Misalnya, gotong-royong.

Notonagoro juga berpendapat bahwa nilai-nilai Pancasila tergolong nilai-nilai

kerohanian, tetapi nilai-nilai kerohanian yang mengakui adanya nilai material dan nilai

vital. Dengan demikian, nilai- nilai lain secara lengkap dan harmonis,baik nilai

material, nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan atau nilai estetis, nilai kebaikan

atau nilai moral, maupun nilai kesucian yang sistematika– hirarkhis, yang dimulai dari

sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai „dasar‟ sampai dengan sila keadilan sosial bagi

seluruh rakyat Indonesia sebagai „tujuan‟.

Menurut Mulyasa, Prof dalam Manajemen Pendidikan Karakter, norma adalah

tolok ukur/alat untuk mengukur benar salahnya suatu sikap dan tindakan manusia.

Norma juga bisa diartikan sebagai aturan yang berisi rambu-rambu yang

menggambarkan ukuran tertentu, yang di dalamnya terkandung nilai benar/salah.

Dalam bahasa Inggris, norma diartikan sebagai standar. Di samping itu, norma juga bisa

diartikan kaidah atau petunjuk hidup yang digunakan untuk mengatur perilaku manusia

4
dalam kehidupan bermasyarakat maupun bernegara. Jika norma dipahami sebagai

standar (ukuran) perilaku manusia, yang dapat dijadikan “alat” untuk menghakimi

(justifikasi) suatu perilaku manusia (benar atau salah), maka dalam realitas kehidupan

sehari-hari terdapat palng tidak 5 norma, yaitu (1) norma agama, (2) norma hukum, (3)

norma moral atau susila, (4) norma kebiasaan, dan (5) norma kesopanan. Norma agama

adalah tolok ukur benar salah yang mendasarkan diri pada ajaran-ajaran agama. Dalam

agama-agama selalu ada perintah dan larangan. Ada halal haram lengkap dengan

sanksi-sanksi bagi pelanggar ajaranajaran agama. Norma agama itu tentunya berlaku

bagi pemeluknya karena beragama itu dasarnya adalah keyakinan.

Norma hukum adalah norma yang dituntut dengan tegas oleh masyarakat dan

dianggap perlu demi kemaslahatan dan kesejahteraan umum.Norma moral atau susila

adalah tolok ukur yang dipakai masyarakat untukmengukur kebaikan seseorang. Tolok

ukur penilaiannya adalah ukuran baik dan buruk berdasarkan nilai-nilai yang dijunjung

tinggi atau yang dianggap rendah masyarakat tempat manusia yang bersangkutan itu

berada. Dengan norma moral itu, seseorang benar-benar dinilai perilakunya. Norma

kebiasaan adalah tolok ukur perilaku manusia yang berdasarkan pada hal-hal yang telah

berlangsung dalam masyarakat sebagai suatu adat istiadat atau kebiasaan sehari-hari.

Pelanggaran norma biasanya mendapatkan sanksi, tetapi tidak selalu berupa

hukuman di pengadilan atau penjara. Sanksi dari norma agama lebih ditentukan oleh

Tuhan. Oleh karena itu, hukumannya berupa siksaan di akhirat, atau di dunia atas

kehendak Tuhan. Sanksi pelanggaran/ penyimpangan norma kesusilaan adalah moral

yang biasanya berupa gunjingan dari lingkungannya.

Penyimpangan norma kesopanan dan norma kebiasaan, seperti sopan santun dan

etika yang berlaku di lingkugannya, juga mendapat sanksi moral dari masyarakat,

misalnya berupa gunjingan atau cemoohan. Begitu pula norma hukum, biasanya berupa

5
aturan-aturan atau undang-undang yang berlaku di masyarakat dan disepakati bersama.

Norma adalah aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang mengikat warga masyarakat

atau kelompok tertentu dan menjadi panduan, tatanan, padanan dan pengendali sikap

dan tingkah laku manusia. Agar manusia mempunyai harga, moral mengandung

integritas dan martabat pribadi manusia. Sedangkan derajat kepribadian sangat

ditentukan oleh moralitas yang dimilikinya, maka makna moral yang terkandung

dalam kepribadian seseorang tercermin dari sikap dan tingkah lakunya. Oleh karena

itu, norma sebagai penuntun, panduan atau pengendali sikap dan tingkah laku manusia.

Pada mulanya norma berarti alat tukang batu atau tukang kayu yang berupa segitiga.

Dalam perkembangannya norma berarti ukuran, garis pengarah, atau aturan, dan

kaidah bagi pertimbangan serta penilaian.

Nilai yang menjadi milik bersama didalam satu masyarakat dan telah

tertanam dengan emosiyang mendalamakan menjadi norma yang disepakati

bersama.Segala hal yang kita beri nilai baik, cantik atau berguna akan kita usahakan

supaya diwujudkan kembali di dalam perbuatan kita. Sebagai hasil usaha itu maka

timbul ukuran perbuatan atau norma tindakan. Norma yang diterima oleh anggota

masyarakat selalu mengandung sanksi dan pahala.

1. Tidak dilakukan sesuai norma hukuman; celaan dan lain sebagainya.

2. Dilakukan sesuai dengan norma pujian; balas jasa dan sebagainya. Jadi skemanya

6
Ada banyak macam norma. Ada norma-norma khusus, yaitu norma yang hanya

berlaku dalam bidang dan situasi yang khusus,. Agar nilai menjadi lebih berguna dalam

menuntun sikap dan tingkah laku manusia terutama dikalangan remaja, maka ia perlu

lebih dikonkretkan lagi serta diformulasikan menjadi lebih objektif sehingga

memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam tingkah laku.Wujud yang lebih

konkret dari nilai adalah norma. Terdapat berbagai macam norma.

Dari berbagai macam norma tersebut norma hukumlah yang paling kuat

keberlakuannya, karena dapat dipaksakan oleh kekuatan eksternal seperti penguasa atau

penegak hukum. Selanjutnya nilai dan norma senantiasa berkaitan dengan moral dan etika.

Istilah moral mengandung integritas dan martabat pribadi manusia. Derajat kepribadian

seseorang amat ditentukan oleh moralitas yang dimilikinya. Makna moral yang terkandung

dalam kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap dan tingkah lakunya. Dalam

pengertian inilah maka kita memasuki wilayah norma sebagai penuntun sikap dan

tingkah laku anak bangsa.

Menurut Aryaning A., Agus Riyanto dan Hendar Putranto untuk melaksanakan

Pancasila perlu usaha yang dilakukan secara berencana dan terarah berdasarkan suatu

pola. Tujuannya adalah agar Pancasila sungguh-sungguh dihayati dan diamalkan oleh

segenap warga Negara, baik dalam kehidupan orang seorang maupun dalam kehidupan

kemasyarakatan. Berdasarkan pola itu diharapkan lebih terarah usaha-usaha

a. Pembinaan manusia Indonesia agar menjadi insan Pancasila

b. Pembangunan bangsa untuk mewujudkan masyarakat Pancasila

Kedua hal tersebut di atas, tidaklah dapat dipisahkan satu sama lain, melainkan

saling mempengaruhi dan saling mendukung. Masalah pembinaan insan Pancasila lebih

banyak menyangkut bidang pendidikan. Lewat kegiatan pendidikan diharapkan peserta

7
didik menyerap nila-nilai moral Pancasila. Penyerapan nilai-nilai moral Pancasila

diarahkan berjalan secara manusiawi dan alamiah tidak saja lewat pengalaman secara

pribadi. Nilai-nilai moral Pancasila tidak untuk sekadar dipahami melainkan untuk

dihayati, oleh karena itu penyerapan nilai-nilai- moral Pancasila bukan lewat proses

indoktrinasi. Nilai-nilai Pancasila pada hakikatnya bukanlah merupakan suatu pedoman

yang langsung bersifat normative atau praktis melainkan merupakan suatu system nilai

etika yang merupakan sumber norma baik meliputi norma moral maupun norma

hukum, yang pada gilirannya harus dijabarkan lebih lanjut dalam norma-norma etika,

moral maupun norma hukum dalam kehidupan sehari hari terutama dalam penerapan

pola asuh keperawatan oleh tenaga perawat.

Penerapan Pacasila sila 1 (pertama) oleh tenaga perawat adalah mengenai Truth

(kebenaran), dalam segala hal diawali dengan memohon kesembuhan untuk pasien, sila

ke 2 (kedua) , Aesthetich (keindahan), mempunyai rasa empati dan peduli kepada

pasien, sila ke 3 (ketiga) Altruism (mengutamakan orang lain) memberikan arahan dan

motivasi kepada pasien agar tetap semangat, sila 4 (keempat) Hukum Dignity (martabat

manusia) membangun komunikasi terapeutik kepada pasien dan keluarganya, sila 5

(kelima) Justice ( keadilan) memperlakukan pasien dengan baik tanpa

membedakan latar belakangnya dan Equality ( kesetaraan) setiap pasien berhak

mendapat perlakuan yang sama .

Pendidikan Pancasila merupakan salah satu mata pelajaran pendukung

pengembangan karakter manusia. Pendidikan Pancasila di sekolah dasar sangat penting

artinya, karena merupakan proses awal pembentukan karakter bagi manusia di mana

akan berlanjut samapai manusia itu menemui ajalnya.

Magnis-Suseno berpendapat bahwa Para peserta didik akan memiliki perilaku dan

tingkah laku yang terpuji, jika di dalam dirinya tertanam nilai-nilai luhur dan ajaran-

8
ajaran moral yang kesemuanya itu ada dalam Pancasila Peserta didik di perguruan

Tinggi merupakan calon generasi penerus sekaligus alon pemimpin masa depan bangsa

Indonesia. Oleh karena itu materi tentang Pancasila sudah menjadi sebuah kewajiban

untuk diajarkan di Sekolah sebagai awal pembentukan karakter. Selain sebagai

pembentukan karakter manusia juga merupakan upaya untuk melestarikan nilai-nilai

Pancasila.

Kadang kala nilai-nilai luhur yang ada dalam Pancasila yang merupakan

penjelmaan dari seluruh bangsa Indonesia tidak dipraktekan dalam kehidupan sehari-

hari, tetaipi diabaikan sehingga akibat dari itu nilai-nila luhur tersebut dengan

sendirinya akan hilang. Menyadari bahwa untuk kelestarian nilai-nilai Pancasila itu

perlu diusahakan secara nyata dan terus-menerus pengahayatan dan pengamalan nila-

nilai luhur yang terkandung di dalamnya, oleh sebab itu setiap warga Negara Indonesia,

penyelenggara Negara, serta lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan baik di

pusat maupun di daerah harus sama-sama mengamalkan nilai-nilai Pancasila demi

kelestarianya.

Oleh karena itu sebagai upaya nyata demi kelestarian nilai-nilai luhur Pancasila,

perlu ditanamkan dan atau perlu ada pemahaman kepada generasi penerus bangsa, salah

satunya lewat pendidikan pancasila di sekolah dasar maupun jenjang pendidikan

seterusnya seperti termuat dalam pasal 5 Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan

Tinggi Departemen Pendidikan Naional Republik Indonesia Nomor:

43/DIKTI/Kep/2006 tentang rambu-rambu Pelaksanaan Kelompok Mata kuliah

2.2 Peran Perawat dalam Bela Negara

Indonesia merupakan suatu negara yang berhasil merdeka pada tanggal 17

Agustus 1945 berkat usaha, doa dan kerja keras dari para pahlawan dan pejuang di

9
masa lalu yang rela mengorbankan apapun untuk mendapatkan kemerdekaan, maka dari

itu saat ini peran dari generasi penerus untuk mempertahankan dan mencegah negara

Indonesia dari ancaman baik pihak luar maupun perpecahan didalam negara ini sendiri

perlu diperkuat kembali. Dewasa ini banyak konflik yang mengatas namakan

kepentingan golongan tertentu menggunakan penyebaran isu Suku, Agama, Ras dan

Antar golongan (SARA) sedang ramai digunakan oleh beberapa oknum-oknum

tertentu, maka peran kita sebagai penerus bangsa harus lebih memahami dan memaknai

konteks dalam berbela negara yang baik dan selalu berlandaskan hukum.

Bela Negara merupakan suatu sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh

kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila

dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjalin kelangsungan hidup bangsa dan

negara yang seutuhnya. Bela negara sering dikaitkan dengan kemiliteran, sehingga bela

negara menjadi tanggung jawab untuk membela negara hanya terletak pada Tentara

Nasional Indonesia (TNI). Seiring dengan perjalanan bangsa Indonesia, maka upaya

bela negara bukan berarti harus mengangkat senjata namun sebenarnya wujud cinta

tanah air, yaitu mengisi kemerdekaan dengan pengabdian yang tulus ikhlas kepada

bangsa dan negara demi seluruh bangsa Indonesia. Sebagai warga negara yang baik

sudah sepantasnya kita turut serta dalam bela negara dengan mewaspadai berbagai

ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan pada Negara Kesatuan Republik

Indonesia (NKRI) seperti pahlawan yang rela berkorban demi kedaulatan dan kesatuan

NKRI.

Wujud dari usaha bela negara diantaranya melalui pendidikan baik di sekolah

maupun lingkungan rumah, maka peran orang tua sebagai salah satu tugasnya yaitu

dapat mendidik anaknya terutama mengenai pentingnya belajar tentang Bela Negara

sehingga dapat membentuk karakter anak tersebut.

10
Orang tua mempunyai peran penting sebagai pendidik pertama dan utama serta

menjadi tulang punggung dalam pembentukan karakter anak. Anak sudah memiliki 2

potensi sejak lahir dan mengenal lingkungan yaitu, menjadi baik karena pendidikan

yang benar dan bisa juga menjadi jahat akibat salah asuhan (Imam Musbikin, 2009).

Dibutuhkan pendidik yang tangguh dan bermental kuat untuk dapat menghadapi

berbagai sikap anak dan pembentukan karakter anak. Karakter merupakan nilai-nilai

perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama

manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan,

perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya

dan adat istiadat (Balai Pendidikan dan Pelatihan Kegamaan Padang, 2016).

Pendidikan karakter ini hendaknya dilakukan sejak usia sekolah yaitu pada usia

6-12 tahun, dimana anak mulai memiliki lingkungan lain selain keluarga (Supartini,

2004), karena usia sekolah merupakan masa emas perkembangan (golden age) yang

keberhasilannya sangat menentukan kualitas anak di masa dewasanya. Seluruh aspek

perkembangan pada anak pada tahap ini memang memasuki tahap atau periode yang

sangat peka. Terdapat tiga tahapan perkembangan anak usia sekolah menurut teori

tumbuh kembang, yaitu yang pertama perkembangan kognitif (Piaget) perkembangan

ini dapat dilihat dari sisi kognitif anak yaitu anak dalam dapat berfikir logis dan dapat

menyelesaikan masalah dan akan terus berkembang sampai remaja (Hurlock, 2004).

Kedua adalah perkembangan psikoseksual , dalam fase ini anak akan menunjukkan

kepuasan terhadap diri sendiri dan sudah mulai masuk masa pubertas, pada tahap ini

juga anak mulai membentuk kelompok dengan teman sebaya (Wong, 2009). Ketiga

adalah perkembangan psikososial, pada tahap ini anak akan menjadi rajin dan akan

selalu berusaha mencapai sesuatu yang ia inginkan.

11
Beberapa masalah sudah dapat mereka atasi dan sudah menunjukkan penyesuaian

diri dengan lingkungan yang ada. Rasa pecaya diri dalam menghadapi tugas dan rasa

tanggung jawab sudah mulai terbentuk, sehingga ketika mengalami kegagalan sering

kali dijumpai reaksi kemarahan dan penolakan (Hidayat, 2008). Maka dari itu

pembentukan karakter pada anak usia dalam konteks berbela negara sangat penting

didalam tahap perkembanganya.

Dalam hal ni pelaksanakan bela negara untuk anak sekolah dasar dapat berupa

penanaman nilai nasionalisme dan hal ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :

Melalui Kegiatan Pembelajaran dan Melalui Kegiatan Diluar Pembelajaran. Kegiatan

diluar pembelajaran dapat dilakukan oleh orang tua dengan memberikan pelaksanaan

penanaman nilai nasionalisme dapat dilakukan diluar pembelajaran. Seperti

mengajarkan anak untuk gotong royong, saling tolong menolong, mengajarkan anak

untuk jujur dal adil dan masih banyak contoh lainnya. Dalam sistem pendidikan

Nasional terutama pada pendidikan formal, pendidikan karakter sudah ditetapkan oleh

Kemendiknas (2010) telah ditentukan 18 butir nilai-nilai karakter yang di kelompokkan

menjadi lima, yaitu; nilai-ilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan Tuhan

Yang Maha Esa, nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan diri sendiri,

nilai-nilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan sesama manusia, nilai-nilai

perilaku yang berhubungan dengan lingkungan, dan nilai-nilai perilaku manusia yang

berhubungan dengan kebanggsaan. Dalam buku Kemendiknas (2010) panduan

pendidikan karakter, merincikan ke 18 karakter tersebut sebagai berikut: Religius, Jujur,

Toleransi, Disiplin, Kerja keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu,

Semangat Kebangsaan, Cinta Tanah Air, Menghargai Prestasi, Bersahabat/Komunikatif,

Cinta Damai, Gemar Membaca, Peduli Lingkungan, Peduli Sosial, Tanggung Jawab”.

12
Karakter-karakter hasil kajian filosofis, sosiologis dan budaya ini tentunya

memungkinkan diimplementasikan kepada anak usia sekolah oleh orang tua di rumah.

2.3 Perawat Jenazah

1) Pengertian Perawatan jenazah adalah perawatan pasien setelah meninggal,

perawatan termasuk menyiapkan jenazah untuk diperlihatkan pada keluarga,

transportasi ke kamar jenazah dan melakukan disposisi (penyerahan) barang-barang

milik klien.

2) Indikasi Perawatan jenazah dimulai setelah dokter menyatakan kematian pasien. Jika

pasien meninggal karena kekerasan atau dicurigai akibat kriminalitas, perawatan

jenazah dilakukan setelah pemeriksaan medis lengkap melalui autopsy.

3) Tujuan

a) Penghormatan terhadap jenazah

b) Menjalankan kewajiban hukum fardlu ‘ain. (muslim)

c) Jenazah dalam keadaan bersih

4) Kelengkapan sarana Sarana Medis

a) Kasa/Verban secukupnya

b) Sarung tangan bersih

c) Kapas secukupnya

d) Plastik jenazah/pembungkus jenazah

e) Plester penahan untuk menutup luka (bila ada luka)

f) Bengkok 1 buah

13
g) Troli

14
Sarana Non Medis

a) Pengganjal dagu

b) Label identifikasi

c) Tas plastic untuk tempat barang-barang klien

d) Air dalam baskom

e) Sabun

f) Handuk

g) Selimut mandi

h) Kain kafan

i) Daftar barang berharga

j) Sisir

k) Baju bersih

l) Peralatan ganti balut (jika diperlukan)

5) Prosedur Tetap Pelayanan

a) Mempersiapkan alat dan bahan

b) Meyingsingkan lengan baju seragam yang panjang di atas siku.

c) Melepaskan cincin, jam tangan dan gelang.

d) Memakai sarung tangan

6) Perawatan Jenazah

a) Siapkan alat yang diperlukan dan bawa kedalam ruangan

b) Atur lingkungan sekitar tempat tidur. Bila kematian terjadi pada unit multi bed,

jaga privasi pasien yang lain, tutup koridor, cuci tangan.

c) Tinggikan tempat tidur untuk memudahkan kerja dan atur dalam posisi datar.

15
d) Tempatkan tubuh dalam posisi supinasi

e) Tutup mata, dapat menggunakan kapas yang secara perlahan ditutupkan pada

kelopak mata dan plester jika mata tidak tertutup

f) Luruskan badan, dengan lengan menyilang tubuh pada pergelangan tangan dan

menyilang abdomen. Atau telapak tangan menghadap kebawah.

g) Ambil gigi palsu jika diperlukan dan tutup mulut. Jika mulut tetap tidak mau

tertutup, tempatkan gulungan handuk di bawah dagu agar mulut tertutup.

Tempatkan bantal di bawah kepala.

h) Lepaskan perhiasan dan barang berharga dihadapan keluarga. Pada umumnya,

semua cincin, gelang, kalung dll di lepas dan ditempatkan pada tas plastic tempat

barang berharga. Termasuk kaca mata, kartu, surat, kunci, barang religi. Beri label

identitas. i) Jaga keamanan barang berharga klien. Ikuti peraturan RS untuk

disposisi (penyerahan) barang barharga. Jangan meninggalkan barang berharga.

Tempatkan dikantor perawat sampai dapat disimpan ditempat yang lebih aman

atau diserahka pada keluarga. Jika memungkinkan, keluarga dianjurkan untuk

membawa pulang semua barang milik milik klien sebelum klien meninggal.

j) Bersihkan badan. Dengan menggunakan air bersih, bersihkan area tubuh yang

terdapat kotoran seperti darah, feces, atau muntahan. Jika kotoran terjadi pada

area rectum, uretra atau vagina, letakan kassa untuk menutup tiap lubang dan

rekatkan dengan plester untuk mencegah pengeluaran lebih lanjut. Setelah

kematian, spingter otot relaks, menyebabkan incontinensia feces dan urin. k)

Rapikan rambut dengan sisir rambut.

l) Rawat drainage dan tube yang lain. Jika akan dilakukan autopsy, tube pada

umumnya dibiarkan pada badan, ambil botol drainage atau bag dari tube dan

16
tekuk tube, ketika dilakukan autopsy, tube diambil. Pastikan balon sudah

dikempiskan sehingga tidak melukai jaringan tubuh selama pengambilan.

m) Ganti balutan bila ada balutan. Balutan yang kotor harus diganti dengan yang

bersih. Bekas plester dihilangkan dengan bensin atau larutan yang lain yang

sesuai dengan peraturan RS.

n) Pakaikan pakaian yang bersih untuk diperlihatkan pada keluarga. Jika keluarga

meminta untuk melihat jenazah, tempatkan pada posisi tidur, supinasi, mata

tertutup, lengan menyilang di abdomen. Rapikan tempat tidur kembali.

o) Beri label identifikasi pada jenazah. Label identitas dengan nama, umur, dan jenis

kelamin, tanggal MRS, nomor kamar dan nama dokter. Sesuai dengan peraturan

RS, ikatan label identitas pada pergelangan tangan atau pergelangan kaki atau

plester label pada dada depan pasien.

p) Letakan jenazah pada kain kafan sesuai dengan peraturan RS. Ikatkan kasa atau

verban atau pengikat yang lain dibawah dagu dan sekitar kepala untuk menjaga

agar dagu tetap tertutup. Kemudian, ikat pergelangan tangan bersama

menyilangkan diatas abdomen untuk menjaga lengan jatuh dari brankar ketika

jenazah diangkut kekamar jenazah. Letakan jenazah pada kain kafan. Lipat

bagian 1 sudut kebawah menutup kepala, diikuti bagian sudut ke 2 keatas

menutup kaki. Lipat bagian sudut 3 dan 4. Peniti atau plester diperlukan untuk

menjaga kain kafan pada tempatnya.

q) Beri label pada bagian luar. Tandai identifikasi di penitikan pada bagian luar kain

kafan.

r) Pindahkan jenazah ke kamar jenazah. Pindahkan jenazah secara perlahan ke

brankar. Tutup jenazah dengan kain. Kemudian ikat dengan pengikat brankar

17
pada bagian dada dan lutut. Pengikat untuk mencegah jenazah jatuh, tapi tidak

boleh terlalu kuat sehingga dapat menyebabkan lecet.

s) Bereskan dan bersihkan kamar pasien.

t) Dokumentasikan prosedur. Pada catatan perawatan, catat waktu dan tanggal

jenazah diantar ke kamar jenazah. Lakukan pencatatan apakah barang berharga

disimpan atau diserahkan pada keluarga.

7) Hal yang diperhatikan :

a) Berikan barang-barang milik klien pada keluarga klien atau bawa barang tersebut

kekamar jenazah. Jika perhiasan atau uang diberikan pada keluarga, pastikan ada

petugas/ perawat lain yang menemani.

b) Berikan support emosional kepada keluarga yang ditinggalkan dan teman dan

kepada klien lain yang sekamar.

c) Mengangkat jenazah dilakukan secara perlahan untuk mencegah lecet dan

kerusakan kulit.

18
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan dan Saran

Pendidikan Pancasila di setiap lini pendidikan memiliki peranan yang sangat

penting, karena merupakan proses awal dari pembentukan karakter manusia Indonesia,

dan akan berlanjut sampai manusia itu menemui ajalnya. Sekolah merupakan

wadah yang pas untuk diajarkan pelajaran Pancasila sebagai langkah awal dalam

rangka pembentukan karakter selanjutnya.

Di dalam Pancasila terkandung nilai-nilai luhur, ajaran-ajaran moral yang

kesemuanya itu meruapakan penjelmaan dari seluruh jiwa manusia Indonesia.untuk

menumbuhkan sikap professional dan melahirkan perawat professional diperlukan

suatu system pendidikan yang bermutu berorientasi pada pengembangan ilmu

pengetahuan dan kebutuhan masyarakat. Pendidikan Pancasila merupakan pedidikan

nilai sehingga memiliki potensi untuk mengembangkan nilai-nilai etika keperawatan,

agar tindakan perawat didasari pada karakter yang diharapkan sehingga kualitas

pelayanan terhadap pasien menjadi lebih baikMenyadari bahwa untuk kelestarian nilai-

nilai pancasila itu perlu diusahakan secara nyata dan terus-menerus pengahayatan dan

pengamalan nila-nilai luhur yang terkandung di dalamnya,

Peneliti menyadari masih terdapat banyak keterbatasan dalam penelitian ini,

seorang peneliti harus mampu memberikan sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi

perkembangan akademik, ilmu pengetahuan, instasi atau lembaga serta beberapa pihak

yang terkait didalamnya dengan penelitian ini

19

Anda mungkin juga menyukai