Anda di halaman 1dari 25

 

LAPORAN KASUS

SEORANG WANITA 63 TAHUN


DENGAN ABSES COLLI SINISTRA POST OPERASI

Pembimbing
drg. Gunawan

Disusun oleh :

1. Jefri
Jefri Sut
Sutan
anto
to 220101
220101112
112000
00087
87
2. Jessic
Jessica
a Christ
Christant
antii 220101
220101112
112000
00088
88

3. Karuni
Karuniaa Ayu
Ayu P 220101
220101112
112000
00089
89
4. Khrist
Khrist Gafrie
Gafriela
la J 220101
220101112
112000
00090
90
5. Lasn
Lasnii Ti
Tiur
urma
maul
ulii P 22
220
010
1011
1112
1200
0009
091
1

BAGIAN ILMU KESEHATAN GIGI DAN MULUT


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
2012
 

BAB I
PENDAHULUAN

Abses merupakan pus yang terlokalisir akibat adanya infeksi dan supurasi
 jaringan. Abses bisa terjadi pada semua struktur atau jaringan rongga mulut.
Abses rongga mulut yang paling sering terjadi adalah abses periodontal dan abses
 periapikal. Abses periodontal merupakan lesi yang dapat dengan cepat merusak 
 jaringan periodontium dan bisa terjadi dalam bentuk akut dan kronis. Abses
 periodontal merupakan salah satu dari beberapa kondisi klinik dalam periodontik,
sehingga pasien diharapkan untuk segera mendapatkan perawatan. Apabila tidak 
dilaku
dilakukan
kan perawa
perawatan
tan atau
atau perawa
perawatan
tan yang
yang tidak
tidak adekua
adekuat,
t, akan
akan menyeb
menyebabk
abkan
an
ke
kehi
hila
lang
ngan
an gigi
gigi da
dan
n pe
peny
nyeb
ebar
aran
an in
infe
feks
ksii ke ba
bagi
gian
an tu
tubu
buh
h ya
yang
ng la
lain
in.. Abse
Absess

 periodontal mempunyai gejala yang mirip dan terlihat seperti abses periapikal.
Oleh
Ole h karena
karena itu,
itu, diagno
diagnosa
sa yang
yang tepat
tepat harus
harus ditega
ditegakka
kkan
n agar
agar dapat
dapat dilaku
dilakukan
kan
 perawatan yang tepat.
Abses gigi tidak hanya ada di dalam mulut saja tapi juga bisa menyebar ke
daerah lain misalnya abses leher. Abses leher dalam adalah terkumpu
terkumpulnya
lnya nanah
(pus
(pus)) di da
dalam
lam ru
ruan
ang
g po
pote
tens
nsia
iall di an
anta
tara
ra fasia
fasia le
lehe
herr da
dala
lam
m sebag
sebagai
ai ak
akib
ibat
at
 penjalaran dari berbagai sumber infeksi, seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus
 paranasal, telinga dan leher. Gejala dan tanda klinik biasanya berupa nyeri dan
 pembengkakan di ruang leher dalam yang terkena.

Secara anatom
Secara anatomii daerah
daerah potens
potensial
ial leher
leher dalam
dalam merupa
merupakan
kan daerah
daerah yang
yang
sangat
sangat komple
komplek.
k. Penget
Pengetahu
ahuan
an anatom
anatomii fasia
fasia dan ruang-
ruang-rua
ruang
ng potens
potensial
ial leher 
leher 
secara baik, serta penyebab abses leher dalam mutlak diperlukan untuk dapat
memperkirakan perjalanan penyebaran infeksi dan penatalaksanaan yang adekuat.
Tidak ada angka estimasi yang diperoleh terhadap kejadian abses leher 
dalam. Namun diperkirakan bahwa kejadian abses leher dalam menurun secara
 bermakna sejak era pemakaian antibiotik. Di samping itu hygiene mulut yang
meningkat juga berperan dalam hal ini. Sebelum era antibiotik, 70% infeksi leher 
dalam lebih banyak berasal dari tonsil pada anak, setelah ditemukannya antibiotik,

infeksi gigi merupakan sumber infeksi paling banyak yang dapat menyebabkan
 

ab
abses
ses lehe
leherr da
dala
lam.
m. Kebe
Kebers
rsih
ihan
an gigi
gigi ya
yang
ng ku
kura
rang
ng menj
menjad
adii fakto
faktorr pe
peny
nyeb
ebab
ab
tersering pada orang dewasa. 
Keterlambatan dalam diagnosis dan pemberian terapi yang tidak adekuat

da
dapa
patt meng
mengakakib
ibatk
atkan
an ko
komp
mpli
lika
kasi
si ya
yang
ng da
dapa
patt memb
membah
ahay
ayak
akan
an jiwa
jiwa,, se
sepe
pert
rtii
mediastinitis, dengan angka mortalitas sebesar 40%. Kuman penyebab abses leher 
dalam biasanya terdiri dari campuran kuman aerob, anaerob maupun fakultatif 
anaerob. Asmar dikutip Murray dan kawan-kawan, mendapatkan kultur dari abses
retrofaring 90% mengandung kuman aerob, dan 50% pasien ditemukan kuman
an
anaer
aerob
ob.. Di sampi
samping
ng dr
drai
aina
nase
se ab
abses
ses ya
yang
ng op
opti
tima
mal,
l, pe
pemb
mber
erian
ian an
anti
tibi
bioti
otik 

diperlukan untuk terapi yang adekuat. Untuk mendapatkan antibiotik yang efektif 
terhadap pasien, diperlukan pemeriksaan kultur kuman dan uji kepekaan antibiotik 
terhad
terhadap
ap kuman.
kuman. Namun
Namun ini memerlu
memerlukan
kan waktu
waktu yang
yang cukup
cukup lama,
lama, sehing
sehingga
ga

dipe
diperl
rluk
ukan
an pemb
pember
eria
ian
n anti
antibi
biot
otik
ik se
seca
cara
ra empi
empiri
ris.
s. Berb
Berbag
agai
ai ke
kepu
pust
stak
akaa
aan
n
melaporkan perlunya pemberian terapi antibiotik spektrum luas secara kombinasi.
 

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Abses periapikal akut adalah keadaan dimana setelah terjadinya pulpitis
akut. Biasanya terlihat timbul secara spontan, dalam hubungannya dengan gigi
dimana pulpanya telah mengalami nekrosis yang tidak menimbulkan gejala, baik 
setelah terjadinya
terjadinya trauma atau setelah dilakukan
dilakukan penambalan.
penambalan. Terdapat proses
 peradangan akut pada rahang pasien yang sangat hebat, tetapi meluas dengan
cepat, membentuk pembengkakan peradangan pada jaringan lunak di dekatnya
da
dan
n rasa
rasa sakit
sakit cende
cenderu
rung
ng ak
akan
an hila
hilang
ng.. Gi
Gigi
gi menj
menjad
adii go
goya
yang
ng da
dan
n ny
nyer
erii bi
bila
la
disent
disentuh,
uh, sehing
sehingga
ga pasien
pasien berusa
berusaha
ha menghi
menghinda
ndari
ri makana
makanan.
n. Gigi
Gigi ini disebu
disebutt

 periostitik. Pada tahap awal, warna sedikit kemerahan dan rasa nyeri dari mukosa
mulut
mul ut diatas
diatas apek
apek gigi,
gigi, merupa
merupakan
kan tanda
tanda satu-sat
satu-satuny
unyaa yang
yang terlih
terlihat.
at. Tetapi
Tetapi
seringkali, abses periapikal yang sangat hebat berhubungan dengan pembentukan
na
nana
nah
h in
intra
tra-al
-alve
veol
olar
ar da
dan
n jarin
jaringa
gan
n lu
luna
nak
k di
dide
deka
katn
tnya
ya ta
tamp
mpak
ak mera
merada
dang
ng da
dan
n
 bengkak, yang apabila mengenai gigi atas dapat menutupi mata. Pembentukan
nanah terjadi cukup cepat dan bila nanah meluas keluar tulang terbentuk rongga
abses yang menonjol di dalam atau kadang-kadang diluar mulut. Keadaan ini
disebu
disebutt sebaga
sebagaii abses
abses dento-a
dento-alve
lveola
olar.
r. Selain
Selain pemben
pembengka
gkakan
kan,, terlih
terlihat
at adanya
adanya
trismus bila gigi belakang merupakan penyebab sakit tersebut. Hasil pemeriksaan

sinat-X menunjukkan adanya daerah radiolusen pada sebagian besar keadaan.


Abses periodontal akut adalah abses yang timbul pada bagian belakang
 poket periodontal dan terlihat berupa pembengkakan akut yang terasa sakit, sering
timbul pada bagian palatal dari gigi geraham besar atas atau pada gigi seri bawah.
Pembengka
Pembengkakan
kan terlihat
terlihat terlokalisir
terlokalisir dan terbatasi
terbatasi pada alveolus. Pembengka
Pembengkakan
kan
eksternal sangat jarang terlihat. Gigi yang diserang selalu dalam keadaan goyang
dan hasil pemeriksaan rontgen menunjukkan pola kerusakan tulang yang tidak 
teratur.
Perikoronitis akut adalah keadaan yang bersifat lebih dari sekedar nyeri

 permukaan, kelainan ini terbatas pada gigi geraham besar ketiga bawah (gigi
 

 bungsu), walaupun keadaan tersebut juga dapat terlihat pada gigi geraham besar 
atas.
atas. Abse
Absess lehe
leherr da
dala
lam
m ad
adal
alah
ah terk
terkum
umpu
puln
lnya
ya na
nana
nah
h (p
(pus
us)) di da
dala
lam
m ru
ruan
ang
g
 potensial di antara fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran dari berbagai

sumber infeksi, seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga dan leher.
Gejala dan tanda klinik biasanya berupa nyeri dan pembengka
pembengkakankan di ruang leher 
dalam yang terkena.

2.2 Etiologi
Sebelu
Sebelum
m ditemu
ditemukan
kannya
nya antibi
antibioti
otik,
k, 70% dari
dari kasus
kasus abses
abses leher
leher dalam
dalam
diseba
disebabka
bkan
n oleh
oleh penyeb
penyebaran
aran dari
dari infeks
infeksii yang
yang berasal
berasal dari
dari faring
faring dan tonsil
tonsil..
Setelah ditemukannya antibiotik, infeksi gigi merupakan sumber infeksi paling
 banyak yang dapat menyebabkan abses leher dalam. Kebersihan gigi yang kurang

menjadi faktor penyebab tersering pada orang dewasa.


Berbagai jenis organisme ditemukan pada abses leher dalam. Kebanyakan
abses
abses mengan
mengandun
dung
g flora
flora bakter
bakterii campur
campuran.
an. Pada
Pada suatu
suatu peneli
penelitia
tian,
n, rata-ra
rata-rata
ta
ditemu
ditemukan
kan lebih
lebih dari
dari 5 spesies
spesies yang
yang diisol
diisolasi
asi pada
pada satu kasus. Streptococcus
mutans dan Staphylococcus aureus adalah patogen aerob yang sering ditemukan.
Isolat
Isolat aerob
aerob yang
yang lai
lain
n adalah
adalah bakter
bakterii  Diptheroid ,  Neisseria
 Neisseria,,  Klebsiella
 Klebsiella,, dan
 Haemophillus.. Keb
 Haemophillus Kebany
anyaka
akan
n abses
abses odonto
odontogen
genic
ic melibat
melibatkan
kan patoge
patogen
n anaero
anaerob
b
misaln
misalnya
ya spesies
spesies  Bacteroides
 Bacteroides,, teru
teruta
tama
ma  Bacteroides melaninogenicus,
melaninogenicus, dan
 Peptostreptococcus.. Abses
 Peptostreptococcus Abses merupa
merupakan
kan rongga
rongga patologi
patologiss yang
yang berisi
berisi pu
puss yang
yang

disebabkan oleh infeksi bakteri campuran.


Pada
Pada ke
keba
bany
nyak
akan
an memb
membranranee muko
mukosa,
sa, ku
kuma
man
n an
anae
aero
rob
b le
lebi
bih
h ba
bany
nyak 
ak 
dibanding dengan kuman aerob dan fakultatif, dengan perbandingan mulai 10:1
sampai 10000:1. Bakteriologi dari daerah gigi, oro-fasial, dan abses leher, kuman
yang paling dominan adalah kuman anaerob yaitu,  Prevotella, Porphyromonas,
 Fusobacterium spp, dan
dan Peptostreptococcus
 Peptostreptococcus sp.

2.3 Epidemiologi
Parhischar dkk mendapatkan dari 210 abses leher dalam, 175 (83,3%)

kasus dapat diidentifikasi penyebabnya. Penyebab terbanyak infeksi gigi 43%.


 

2.4 Patogenesis
Pemben
Pembentuk
tukan
an abses
abses merupa
merupakan
kan hasil
hasil perkem
perkemban
bangan
gan dari
dari flora
flora normal
normal
dalam tubuh. Flora normal dapat tumbuh dan mencapai daerah steril dari tubuh

 baik secara perluasan langsung, maupun melalui laserasi atau perforasi.


Berdas
Berdasark
arkan
an kekhas
kekhasan
an flora
flora normal
normal yang
yang ada di bagian
bagian tubuh
tubuh tertent
tertentu
u maka
maka
kuman dari abses yang terbentuk dapat diprediksi berdasar lokasinya. Sebagian
 besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai kuman, baik kuman
aerob, anaerob, maupun fakultatif anaerob.
Saluran pulpa yang sempit menyebabkan drainase yang tidak sempurna
 pada pulpa yang terinfeksi, namun dapat menjadi tempat berkumpulnya bakteri
da
dan
n meny
menyeb
ebar
ar ke
keara
arah
h jarin
jaringa
gan
n pe
peri
riap
apik
ikal
al secara
secara pr
prog
ogres
resif.
if. Ketik
Ketikaa in
infe
feks
ksii
mencapai akar gigi, jalur patofisiologi proses infeksi ini dipengaruhi oleh jumlah

da
dan
n viru
virule
lens
nsii ba
bakt
kteri
eri,, ke
keta
taha
hana
nan
n ho
host
st,, da
dan
n an
anat
atom
omii ja
jari
ring
ngan
an ya yang
ng te
terli
rliba
bat.
t.
Staphyloco
Staphylococcus aureus da
ccus aureus dala
lam
m pr
pros
oses
es in
inii memi
memilik
likii en
enzi
zim
m akakti
tiff ya
yang
ng di
diseb
sebut
ut
koagulase yang fungsinya untuk mendeposisi fibrin. Sedangkan Streptococcus
mutans memiliki 3 enzim utama yang berperan dalam penyebaran infeksi gigi,
yaitu streptokinase, streptodornase, dan hyaluronidase.
Hyalur
Hyaluroni
onidas
dasee adalah
adalah enzim
enzim yang
yang bersifa
bersifatt merusak
merusak jembat
jembatan
an antar
antar sel
yang terbuat dari jaringan ikat (hyalin/hyaluronat), yang pada fase aktifnya nanti,
enzim
enzim ini berper
berperan
an layakn
layaknya
ya parang
parang yang
yang diguna
digunakan
kan petani
petani untuk
untuk meramb
merambah
ah
hutan. “Hyaluronidase”, artinya adalah enzim pemecah hyalin/hyaluronat. Fungsi

 jembatan antar sel penting sebagai transpor nutrisi antar sel, sebagai jalur 
komunikasi antar sel, juga sebagai unsur penyusun dan penguat jaringan. Jika
 jembatan ini mengalami kerusakan dalam jumlah besar, maka dapat diperkirakan,
kela
kelang
ngsu
sung
ngan
an hidu
hidup
p jari
jaring
ngan
an yang
yang ters
tersus
usun
un at
atas
as se
sel-
l-se
sell da
dapa
patt te
tera
ranc
ncam
am
rusak/mati/nekrosis.
Proses kematian pulpa, salah satu yang bertanggung jawab adalah enzim
dari S.mutans,,
S.mutans akibatnya jaringan pulpa mati, dan menjadi media
 perkembangbiakan bakteri yang baik, sebelum akhirnya mereka mampu
merambah ke jaringan yang lebih dalam, yaitu jaringan periapikal.
 

Padaa perjal
Pad perjalana
ananny
nnya,
a, tidak
tidak hanya
hanya S.mutans yan
yang
g terlib
terlibat
at dalam
dalam proses
proses
abses,
abses, karena
karenanya
nya infeks
infeksii pulpo
pulpo-pe
-periap
riapika
ikall seringk
seringkali
ali disebu
disebutt sebaga
sebagaii mixed 
bacterial
bacterial infection
infection.. Kondisi
Kondisi abses
abses kronis
kronis dapat
dapat terjad
terjadii apabil
apabilaa ketaha
ketahanan
nan ho
host
st

dalam kondisi yang tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup tinggi. Yang
terjad
terjadii dalam
dalam daerah
daerah periap
periapika
ikall adalah
adalah pemben
pembentuk
tukan
an rongga
rongga patolo
patologis
gis abses
abses
disert
disertai
ai pemben
pembentuk
tukan
an pus yang
yang sifatny
sifatnyaa berkel
berkelanj
anjuta
utan
n apabil
apabilaa tidak
tidak diberi
diberi
 penanganan. Adanya keterlibatan bakteri dalam jaringan periapikal mengundang
respon
respon kerada
keradanga
ngan
n untuk
untuk datang
datang ke jaringa
jaringan
n yang
yang terinfe
terinfeksi
ksi tersebu
tersebut,
t, namun
namun
karena kondisi hostnya tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup tinggi akan
menciptakan kondisi abses yang merupakan hasil sinergi dari bakteri S.mutans
dan S.aureus.
S.mutans dengan 3 enzimnya yang bersifat destruktif tadi, terus merusak 

 jaringan yang ada di daerah periapikal, sedangkan S.aureus den dengan


gan enzim
enzim
koagulasenya mampu mendeposisi fibrin di sekitar wilayah kerja S.mutans
S.mutans,, untuk 
membentuk sebuah pseudomembran yang terbuat dari jaringan ikat, yang sering
kitaa kenal
kit kenal seba
sebagai
gai membra
membran
n abses
abses (oleh
(oleh karena
karena itu,
itu, jika
jika diliha
dilihatt melalu
melaluii foto
foto
rontgen, batas abses tidak jelas dan tidak beraturan, karena jaringan ikat adalah
 jaringan lunak yang tidak mampu ditangkap dengan baik dengan rontgen). Ini
adalah peristiwa yang unik dimana S.aureus melindungi dirinya dan S.mutans dari
reaksi keradangan dan terapi antibiotika.
Tidak hanya proses destruksi oleh S.mutans dan produksi membran abses

saja
saja yang
yang terj
terjad
adii pada
pada peri
perist
stiw
iwaa pemb
pemben
entu
tuka
kan
n ab
abse
sess in
ini,
i, ta
tapi
pi ju
juga
ga ad
adaa
 pembentukan pus oleh bakteri pembuat pus (pyogenik), salah satunya juga adalah
S.aureus.. Jadi, rongga yang terbentuk oleh sinergi dua kelompok bakteri tadi,
S.aureus
tidak kosong, melainkan terisi oleh pus yang konsistensinya terdiri dari leukosit
yang mati (oleh karena itu pus terlihat putih kekuningan
kekuningan),
), jaringan
jaringan nekrotik,
nekrotik, dan
 bakteri dalam jumlah besar.
Secara alamiah, sebenarnya pus yang terkandung dalam rongga tersebut
akan
akan terus
terus berusa
berusaha
ha mencari
mencari jalan
jalan keluar
keluar sendir
sendiri,
i, namun
namun pada
pada perjal
perjalana
ananny
nnyaa
seringkali
seringkali menimbulka
menimbulkan
n gejala-gejala
gejala-gejala yang cukup mengganggu
mengganggu seperti nyeri,

demam, dan malaise. Karena mau tidak mau, pus dalam rongga patologis tersebut
 

harus keluar, baik dengan bantuan dokter gigi atau keluar secara alami. Rongga
 patologis yang berisi pus (abses) ini terjadi dalam daerah periapikal, yaitu di
dalam
dalam tulang
tulang.. Untuk
Untuk mencap
mencapai
ai luar
luar tubuh,
tubuh, maka abses
abses ini harus
harus menemb
menembus
us

 jaringan keras tulang, mencapai jaringan lunak, lalu barulah bertemu dengan
dunia luar. Perjalanan inilah yang disebut pola penyebaran abses. Pola penyebaran
abses dipengaruhi oleh 3 kondisi, yaitu virulensi bakteri, ketahanan jaringan, dan
 perlekatan otot. Virulensi bakteri yang tinggi mampu menyebabkan bakteri
 bergerak secara leluasa ke segala arah,
ara h, ketahanan jaringan sekitar yang tidak baik 
menyebabkan jaringan menjadi rapuh dan mudah dirusak, sedangkan perlekatan
otot mempengaruhi arah gerak pus.
Sebelum mencapai “dunia luar”, perjalanan pus ini mengalami beberapa
kondisi,
kondisi, karena sesuai perjalanannya,
perjalanannya, dari dalam tulang melalui
melalui cancelous bone,
bone,

 pus bergerak menuju ke arah tepian tulang atau lapisan tulang terluar yang kita
kenal
kenal dengan
dengan sebutan
sebutan kortek
kortekss tulang
tulang.. Tulang
Tulang yang
yang dalam
dalam kondis
kondisii hidup
hidup dan
normal, selalu dilapisi oleh lapisan tipis yang tervaskularisasi dengan baik guna
menu
menutr
tris
isii tula
tulang
ng dari
dari luar
luar,, yang
yang dise
disebu
butt peri
perios
oste
teum
um.. Kare
Karena
na memi
memili
liki
ki
vaskularisasi yang baik ini, maka respon keradangan juga terjadi ketika pus mulai
“menca
“mencapai
pai”” kortek
korteks,
s, dan melaku
melakukan
kan eksuda
eksudasin
sinya
ya dengan
dengan melepa
melepass kompon
komponen
en
kera
kerada
dang
ngan
an dan
dan se
sell plas
plasma
ma ke ro
rong
ngga
ga su
subp
bper
erio
iost
stea
eall (a
(ant
ntar
araa ko
kort
rtek
ekss da
dan
n
 periosteum) dengan tujuan menghambat laju pus yang kandungannya berpotensi
destruktif tersebut. Peristiwa ini cenderung menimbulkan rasa sakit, terasa hangat

 pada regio yang terlibat, bisa timbul pembengkakan, peristiwa ini disebut
rous periostitis. Adanya
periostitis/serous
periostitis/se Adanya tambah
tambahan
an istilah
istilah “serous
“serous”” diseba
disebabka
bkan
n
karena konsistensi eksudat yang dikeluarkan ke rongga subperiosteal mengandung
kurang lebih 70% plasma, dan tidak kental seperti pus karena memang belum ada
keterlibatan pus di rongga tersebut. Periostitis dapat berlangsung selama 2-3 hari,
tergantung keadaan host.
Apabila dalam rentang 2-3 hari ternyata respon keradangan diatas tidak 
mampu menghambat aktivitas bakteri penyebab, maka dapat berlanjut ke kondisi
yang disebut abses subperiosteal. Abses subperiosteal terjadi di rongga yang

sama, yaitu di sela-sela antara korteks tulang dengan lapisan periosteum, bedanya
 

adalah di kondisi ini sudah terdapat keterlibatan pus, dengan kata lain pus sudah
 berhasil “menembus” korteks dan memasuki rongga subperiosteal, karenanya
nama abses yang tadinya disebut abses periapikal, berubah terminologi menjadi

abses subperiosteal. Karena lapisan periosteum adalah lapisan yang tipis, maka
dalam beberapa jam saja akan mudah tertembus oleh cairan pus yang kental,
sebua
sebuah
h ko
kond
ndisi
isi ya
yang
ng sa
sang
ngat
at be
berb
rbed
edaa de
deng
ngan
an pe
peris
risti
tiwa
wa pe
peri
rios
osti
titi
tiss di
dima
mana
na
konsistensi cairannya lebih serous.
Jika periosteum sudah tertembus oleh pus yang berasal dari dalam tulang
tadi, maka dengan bebasnya, proses infeksi ini akan menjalar menuju fasial space
terdekat, karena telah mencapai area jaringan lunak. Apabila infeksi telah meluas
mengenai fasial spaces, maka dapat terjadi fasial abscess. Fasial spaces adalah
ruangan potensial yang dibatasi/ditutupi/dilapisi oleh lapisan jaringan ikat. Fasial

spaces dibagi menjadi :


1. Fa
Fasi
sial
al spa
space
cess prim
primer 
er 
1.1 Maksila
Maksila
a. Canine spaces
Berisi musculus levator anguli oris, dan m. labii superior. Infeksi daerah
ini disebabkan periapikal abses dari gigi caninus maksila. Gejala klinisnya yaitu
 pembengkakan pipi bagian depan dan hilangnya lekukan nasolabial. Penyebaran
lanjut dari infeksi canine spaces dapat menyerang daerah infraorbital dan sinus
kavernosus.

 b. Buccal spaces


Terletak
Terletak sebelah
sebelah lateral dari m. buccinator
buccinator dan berisi kelenjar
kelenjar parotis
parotis dan
n. facialis. Infeksi berasal dari gigi premolar dan molar yang ujung akarnya berada
di atas perlekatan m. buccinator pada maksila atau berada di bawah perlekatan m.
 buccinator pada mandibula. Gejala infeksi yaitu edema pipi dan trismus ringan.
c. Infratemporal spaces
Terletak
Terletak di posterior
posterior dari maksila,
maksila, lateral dari proc. Pterigoideus,
Pterigoideus, inferior 
darii dasar
dar dasar tengko
tengkorak
rak,, dan profun
profundus
dus dari
dari tempor
temporal
al space.
space. Berisi
Berisi nervus
nervus dan
 pembuluh darah. Infeksi berasaal dari gigi molar III maksila. Gejala infeksi
 

 berupa tidak adanya pembengkakan wajah dan kadang terdapat trismus bila
infeksi telah menyebar.

1.2 Mandib
Mandibula
ula
a. Submental spaces
Infek
Infeksi
si be
beras
rasal
al da
dari
ri gigi
gigi in
inci
cisiv
sivus
us mand
mandib
ibul
ula.
a. Geja
Gejala
la in
infe
feks
ksii be
beru
rupa
pa
 bengkak pada garis midline yang jelas di bawah dagu.
dagu.
 b. Buccal spaces
c. Sublingual spaces
Terletak di dasar mulut, superior dari m. mylohyoid, dan sebelah medial
dari mandibula. Infeksi berasal dari gigi anterior mandibula dengan ujung akar di
atas
atas m. mylo
mylohy
hyoi
oid.
d. Geja
Gejala
la infe
infeks
ksii beru
berupa
pa pe
pemb
mben
engk
gkak
akan
an dasa
dasarr mulu
mulut,
t,

terangkatnya lidah, nyeri, dan dysphagia.


d. Submandibular spaces
Terletak posterior dan inferior dari m. mylohyoid dan m. platysma. Infeksi
 berasal dari gigi molar mandibula dengan ujung akar di bawah m. mylohyoid dan
darii periko
dar perikoron
roniti
itis.
s. Gejala
Gejala infeks
infeksii berupa
berupa pemben
pembengka
gkakan
kan pada
pada daerah
daerah segiti
segitiga
ga
submandibula leher disekitar sudut mandibula, perabaan terasa lunak dan adanya
trismus ringan.

2. Fasia
Fasiall spa
space
cess sek
sekun
unde
der 

Fasi
Fasial
al space
spacess sekun
sekunde
derr meru
merupa
paka
kan
n fa
fasia
siall spac
spaces
es ya
yang
ng di
diba
bata
tasi
si ol
oleh
eh
 jaringan ikat dengan pasokan darah yang kurang. Ruangan ini berhubungan
berhubungan secara
anatomis dengan daerah dan struktur vital. Yang termasuk fasial spaces sekunder 
yaitu masticatory space, cervical space, retropharyngeal space, lateral pharyngeal
space, prevertebral space, dan body of mandible space. Infeksi yang terjadi pada
fasial spaces sekunder berpotensi menyebabkan komplikasi yang parah.
a. mast
mastic
icat
ator
ory
y spac
spacee
Beris
Berisii m. masse
massete
ter,
r, m. pter
pteryg
ygoi
oid
d medi
medial
al da
dan
n la
late
teral
ral,, in
inser
sersi
si da
dari
ri m.
temporalis. Infeksi berasal dari gigi molar III mandibula. Gejala infeksi berupa
 

trismus dan jika abses besar maka infeksi dapat menyebar ke lateral pharyngeal
space. Pasien membutuhkan intubasi nasoendotracheal untuk alat bantu bernapas.
 b. cervical space

c. reretr
trop
opha
hary
ryng
ngea
eall spac
spacee
Infeksi
Infek si berasal dari gigi molar mandibula,
mandibula, dari infeksi
infeksi saluran pernapasan
pernapasan
atas, dari tonsil, parotis, telinga tengah, dan sinus. Gejala infeksi berupa kaku
leher, sakit tenggorokan, dysphagia, hot potato voice, stridor. Merupakan infeksi
fasial spaces yang serius karena infeksi dapat menyebar ke mediastinum dan
daerah leher yang lebih dalam (menyebabkan kerusakan n. vagus dan n cranial
 bawah, Horner syndrome)
d. late
lateral
ral ph
phary
aryng
ngeal
eal space
space
Berhubungan dengan banyak space di sekelilingnya sehingga infeksi pada

daerah ini dapat dengan cepat menyebar. Gejala infeksi berupa panas, menggigil,
nyeri dysphagia, trismus.
e. pr
prev
ever
erte
tebr
bral
al spac
spacee
f. body
body of mand
mandib
ible
le spac
spacee

Terjad
Terjadiny
inyaa infeks
infeksii pada
pada salah
salah satu atau lebih
lebih fasial
fasial space
space yang
yang paling
paling
sering
sering oleh
oleh karena
karena penyeb
penyebaran
aran kuman
kuman dari
dari penyak
penyakit
it odonto
odontogen
genik
ik terutam
terutamaa
komplikasi dari periapikal abses. Pus yang mengandung bakteri pada periapikal
abses akan berusaha keluar dari apeks gigi, menembus tulang, dan akhirnya ke

 jaringan sekitarnya, salah satunya adalah fasial spaces. Gigi mana yang terkena
 periapikal abses ini kemudian yang akan menentukan jenis dari fasial spaces yang
terkena infeksi.
Bakt
Bakter
erii aero
aerob
b dan
dan faku
fakult
ltat
atif
if adal
adalah
ah Streptococcus pyogenic dan
Stapylococ
Stapylococcus
cus aureus
aureus. Su
Sumb
mber
er in
infe
feks
ksii pa
pali
ling
ng serin
sering
g pa
pada
da ab
abse
sess leher
leher da
dalam
lam
 berasal dari infeksi tonsil dan gigi. Infeksi gigi dapat mengenai pulpa dan
 periodontal. Penyebaran infeksi dapat meluas melalui foramen apikal gigi ke
daerah sekitarnya. Apek gigi molar I yang berada di atas mylohyoid menyebabkan
 penjalaran infeksi akan masuk terlebih dahulu kedaerah sublingual, sedangkan
 

molar II dan III apeknya berada di bawah mylohyoid sehingga infeksi akan lebih
cepat ke daerah submaksila.

2.5 Diagnosis
1. Gamb
Gambararan
an fo
foto
to po
polo
loss diut
diutam
amak
akan
an ka
karen
renaa pe
peme
meri
riks
ksaan
aan pa
pali
ling
ng muda
mudah
h
dila
dilaku
kuka
kan.
n. Posis
Posisii an
ante
tero
ropo
post
steri
erior
or da
dan
n la
late
teral
ral le
lehe
herr mung
mungki
kin
n da
dapa
patt
memperlihatkan massa di jaringan lunak leher yang menghalangi jalan
nafas.
2. Pantomogr
Pantomografi
afi sangat
sangat berguna
berguna untuk
untuk mengindik
mengindikasikan
asikan tulang
tulang atau
atau gigi yang
yang
rusak.
3. CT-sc
CT-scan
an de
deng
ngan
an ko
kont
ntras
ras in
intr
trav
aven
enaa ad
adala
alah
h meto
metode
de pa
pali
ling
ng ak
akur
urat
at un
untu
tuk 

menentukan lokasi, ukuran, tepi dan hubungannya dengan proses inflamasi

yang mengelilingi struktur vital.

2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
Pada
Pada ke
keru
rusa
saka
kan
n pe
peri
riod
odon
onta
tall diob
diobat
atii de
deng
ngan
an de
debr
brid
ideme
emen,
n, ku
kuret
retas
asee
subginggiva dan obat cuci mulut hidrogen peroksida 3 %. Disamping itu, jika
diikuti gejala-gejala sistemik seperti demam, dianjurkan pemberian pengobatan
secar
secaraa oral
oral de
deng
ngan
an meng
menggu
guna
naka
kan
n pe
peni
nisi
sili
lin
n V do
dosi
siss 25
25.0
.000
00 sampa
sampaii 50
50.0
.000
00
unit/KgBB/24 jam dibagi 4 dosis. Biasanya, jika diobati gejala akan hilang dalam
waktu
waktu 48 jam.
jam. Hal yang
yang terpent
terpenting
ing adalah
adalah konsul
konsultasi
tasi gigi,
gigi, dianju
dianjurka
rkan
n untuk 
untuk 

 pembersihan gigi yang teliti guna mencegah kekambuhan dan memperbaiki


kerusakan periodontal.
Penanganan komplikasi periodontitis fase akut ditujukan pada perbaikan
 perbaikan keadaan umum disertai pemberian antibiotik yang tepat untuk kuman
 penyebab dan dilakukan debridemen, selanjutnya dilakukan pembedahan untuk 
memperbaiki kerusakan. Upaya ini memerlukan perencanaan dan keahlian yang
 baik dengan mengutamakan pulihnya
pulihnya fungsi dari aspek kosmetik.
 

2.7 Faktor Penyulit


1. Usia
Usia adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun. Saat seseorang

memilikii riwaya
memilik riwayatt diabet
diabetes
es mellit
mellitus,
us, maka
maka pada
pada usia
usia 40 tahun
tahun ke atas
atas sering
sering
mengal
mengalami
ami kasus
kasus gigi
gigi goyang
goyang,, diseba
disebabk
bkan
an oleh
oleh infeks
infeksii dan perada
peradanga
ngann yang
yang
mudah
mudah sekali terjadi.
terjadi. Hal ini berarti
berarti semakin
semakin tinggi
tinggi usia pada penderita
penderita DM
semakin tinggi pula risiko terjadinya infeksi dan peradangan pada gigi.
2. Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus merupakan penyakit metabolik sebagai akibat kurangnya
insulin
insulin di dalam tubuh sehingga
sehingga glukosa
glukosa darah diatas normal hampir sepanhjang
waktu, dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai gejala klinis
akut 3P (poliuria, pplidipsi, polifagia). Pada diabetes mellitus tipe 2, penyebabnya

 bervariasi yang terutama adalah resistensi insulin ( jumlah insulin banyak, tetapi
tidak dapat berfungsi ) dapat juga disertai kekurangan insulin relatif, maupun
gangguan produksi ( sekresi ) insulin.
Mekanisme terjadinya penyakit periodontal pada penderita diabetes mellitus :
Setela
Setelah
h etiolo
etiologi
gi penyak
penyakit
it period
periodont
ontal
al pada
pada pender
penderita
ita dengan
dengan penyak
penyakit
it
diabetes mellitus dievaluasi, ternyata penyakit diabetes mellitus berpengaruh aktif 
terhad
terhadap
ap kerusa
kerusakan
kan jaring
jaringan.
an. Oleh
Oleh karena
karena itu perlu
perlu diketah
diketahui
ui sifat
sifat penyak
penyakit
it
diabet
diabetes
es tersebu
tersebutt terhada
terhadap
p str
strukt
uktur
ur period
periodont
ontal
al dan tindak
tindakan
an apa yang
yang harus
harus
dilakukan untuk mencegah berbagai perubahan yang merugikan. Pada penderita

diabetes mellitus
diabetes mellitus dengan
dengan kelainan
kelainan periodont
periodontal
al selalu diikuti dengan faktor
faktor iritasi
lokal. Disebutkan bahwa diabetes mellitus merupakan faktor predisposisi yang
dapat
dapat memper
mempercep
cepat
at kerusa
kerusakan
kan jaring
jaringan
an period
periodont
ontal
al yang
yang dimula
dimulaii oleh
oleh agen
agen
mikrobial, perubahan vaskuler pada penderita diabetes dapat mengenai pembuluh
darah besar dan kecil. Perubahan pada pembuluh darah kecil dapat dijumpai pada
arteriol, kapiler dan venula pada berbagai macam organ serta jaringan. Akibat
adanya angiopati pada penderita diabetes mellitus, pada jaringan periodontal akan
mengalami kekurangan suplai darah dan terjadi kekurangan oksigen, akibatnya
akan
akan terjadi
terjadi kerusa
kerusakan
kan jaringa
jaringan
n period
periodont
ontal.
al. Selanj
Selanjutn
utnya
ya akibat
akibat kekura
kekuranga
ngan
n

oksigen pertumbuhan bakteri anaerob akan meningkat. Dengan adanya infeksi


 

 bakteri anaerob pada diabetes mellitus akan menyebabkan pertahanan dan perfusi
 jaringan menurun dan mengakibatkan hipoksia jaringan sehingga bakteri anaerob
yang
yang terdapa
terdapatt pada
pada plak
plak subgin
subginggi
ggiva
va menjad
menjadii berkem
berkemban
bang
g dan menjad
menjadii lebih
lebih

 patoogen serta menimbulkan infeksi pada jaringan periodontal. Pada neuropati


diabet
diabetes
es mellitu
mellituss yang
yang mengen
mengenai
ai syaraf
syaraf otonom
otonom yang
yang mengin
menginerv
ervasi
asi kelenj
kelenjar 
ar 
saliva,, akan mengakibatkan
saliva mengakibatkan produksi
produksi saliva berkurang
berkurang dan terjadi
terjadi xerostomia.
xerostomia.
Menuru
Menurunny
nnyaa kepada
kepadatan
tan tulang
tulang seringk
seringkali
ali mempun
mempunyai
yai kaitan
kaitan dengan
dengan diabet
diabetes
es
mellitus.
mellitus. Sehubungan
Sehubungan dengan kejadian ini, perlu diketahui
diketahui bahwa insulin dan
regulasi diabetes mellitus mempunyai pengaruh pada metabolisme tulang, antara
lain insulin meningkatkan uptake asam amino dan sintesis kolagen oleh sel tulang,
yang
yang pentin
penting
g untuk
untuk formas
formasii tulang
tulang oleh
oleh osteob
osteoblast
last.. Regula
Regulasi
si jel
jelek
ek diabet
diabetes
es
mellit
mellitus
us menyeb
menyebabk
abkan
an hipoka
hipokalsem
lsemia
ia yang
yang akan
akan menimb
menimbulk
ulkan
an pening
peningkat
katan
an

hormon parati
hormon paratiroi
roid
d (resorb
(resorbsi
si tulang
tulang akan
akan mening
meningkat
kat).
). Regula
Regulasi
si jel
jelek
ek diabet
diabetes
es
mell
me llit
itus
us ju
juga
ga meng
mengga
gang
nggu
gu meta
metabo
bolis
lisme
me vi
vitam
tamin
in D3 dedeng
ngan
an ke
kemu
mung
ngki
kina
nan
n
menurunnya absorbsi kalsium di usus. Selain itu juga akan merangsang makrofag
untuk sintesis beberapa sitokin yang akan meningkatkan resorbsi tulang. Semua
 pengaruh diabetes mellitus pada tulang inilah yang menyebabkan adanya
hubungan antara diabetes mellitus dengan penurunan kepadatan tulang maupun
gigi.
3. Azotemia
Azotemia adalah kondisi medis yang ditandai dengan abnormalitas level

senyawaa yang
senyaw yang mengan
mengandun
dung
g nitrog
nitrogen
en seperti
seperti ure
urea,
a, kreati
kreatinin
nin,, senyaw
senyawaa hasil
hasil
metabolisme tubuh dan senyawa kaya nitrogen pada darah. Kondisi ini dapat
disebabkan oleh filtrasi darah pada ginjal yang kurang memadai.
Hubungan antara azotemia dengan infeksi kuman streptococcus sp.
Hubu
Hubung
ngan
an an
anta
tara
ra azote
azotemia
mia da
dan
n in
infe
feks
ksii strep
strepto
toco
coccu
ccuss di
dike
kemu
muka
kaka
kan
n
 pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan timbulnya
glomerulonefritis akut setelah infeksi skarlatina, diisolasinya kuman streptococcus
 beta hemoliticus golongan A, dan meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum
 penderita. Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut yang

menjad
menjadii penyeb
penyebab
ab dari
dari azotem
azotemia
ia terdap
terdapat
at masa
masa laten
laten selama
selama kurang
kurang 10 hari.
hari.
 

Kuman streptococcus beta hemoliticus tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen


daripada yang lain, tapi hal ini tidak diketahui sebabnya. Kemungkinan faktor 
iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan factor alergi mempengaruhi terjadinya

glomerulonefritis kronis setelah infeksi kuman streptococcus. Glomerulonefritis


kronis
kronis pasca
pasca strepto
streptococ
coccus
cus adalah
adalah suatu
suatu sindro
sindrom
m nefrot
nefrotik
ik akut
akut yang
yang ditand
ditandai
ai
dengan
dengan timbulnya
timbulnya hematuria,
hematuria, edema, hipertensi,
hipertensi, dan penurunan
penurunan fungsi ginjal.
ginjal.
Gejala-gejala
Gejala-gejala ini timbul
timbul setelah infeksi kuman streptococcus
streptococcus beta hemoliticus
hemoliticus
golongan A disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit. Glomerulonefritis
akut pasca streptococcus terutama menyerang pada anak laki-laki dengan usia
kurang dari 3 tahun. Sebagian besar pasien (95%) akan sembuh, tetapi 5 %
diantaranya dapat mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat.
Peny
Penyak
akit
it in
inii timb
timbul
ul setel
setelah
ah ad
adan
anya
ya in
infe
feks
ksii ol
oleh
eh ku
kuma
man
n strep
strepto
toco
cocc
ccus
us be
beta
ta

hemoliticus golongan A disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit, sehingga
 pencegahan dan pengobatan infeksi saluran pernafasan atas dan kulit dapat
menuru
menurunka
nkan
n kejadi
kejadian
an penyak
penyakit
it ini.
ini. Dengan
Dengan perbai
perbaikan
kan kesehat
kesehatan
an masyar
masyaraka
akat,
t,
maka kejadian penyakit ini dapat dikurangi
4. Anemia
Anemia
Anemia adalah
adalah keadaa
keadaan
n dimana
dimana jumlah
jumlah sel darah
darah merah
merah atau jumlah
jumlah
Hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah berada dibawah
normal. Sel darah merah mengandung hemoglobin, yang memungkinkan mereka
mengan
mengangku
gkutt oksige
oksigen
n dari
dari paru-p
paru-paru
aru dan mengan
mengantark
tarkann
annya
ya ke seluruh
seluruh bagian
bagian

tubuh. Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah atau jumlah
hemogl
hem oglobi
obin
n dalam
dalam sel darah
darah merah,
merah, sehing
sehingga
ga darah
darah tidak
tidak dapat
dapat mengan
mengangku
gkutt
ok
oksi
sige
gen
n da
dala
lam
m juml
jumlah
ah se
sesu
suai
ai ya
yang
ng dipe
diperl
rluk
ukan
an tu
tubu
buh.
h. Anem
Anemia
ia no
norm
rmos
osit
itik 
ik 
normok
normokrom
romik
ik adalah
adalah anemia
anemia dengan
dengan sel darah
darah merah
merah yang
yang memili
memiliki
ki bentuk 
bentuk 
normal (normositik) dan warnanya atau kadar Hbnya normal (normokromik).
Penderita
Penderita anemia
anemia biasanya
biasanya menunjukk
menunjukkan
an resorpsi
resorpsi tulang
tulang alveolar
alveolar yang
cepat. Tulang akan mengalami resorbsi dimana atropi selalu berlebihan. Resorbsi
yang berlebihan dari tulang alveolar mandibula menyebabkan foramen mentale
mendek
mendekati
ati puncak
puncak linggi
linggirr alveol
alveolar.
ar. Puncak
Puncak tulang
tulang alveol
alveolar
ar yang
yang mengal
mengalami
ami

resorbsi berbentuk konkaf atau datar dengan akhir seperti ujung pisau. Resorbsi
 

 berlebihan pada puncak tulang alveolar mengakibatkan bentuk linggir yang datar 
akibat hilangnya lapisan kortikalis tulang. Resorbsi linggir yang berlebihan dan
 berkelanjutan merupakan masalah karena dapat menjadi penyebab terjadinya

ketidakse
ketidakseimb
imbang
angan
an oklusi
oklusi dan period
periodont
ontiti
itis.
s. Faktor
Faktor resiko
resiko utama
utama terjad
terjadiny
inyaa
resorbsi ini adalah tingkat kehilangan tulang sebelumnya, gaya oklusal berlebihan
selama pengunyahan dan bruxism.

2.8 Komplikasi
1. Fistula Dentocutaneus dari infeksi gigi kronik 
Fistul
Fistulaa berkem
berkemban
bang
g sebaga
sebagaii inflam
inflamasi
asi kronik
kronik yang
yang menger
mengerosi
osi tulang
tulang
alveolar dan menyebar ke sekitar jaringan lunak. Sering tidak terdiagnosis karena
infeksi gigi kronik yang sering asimtomatik dan lesi di kulit diduga bersifat lokal.

2. Osteomyelitis
Osteomyelitis sering terjadi sebelum era terapi antibiotik. Osteomyelitis
 berasal dari inflamasi di kavitas medula dan korteks tulang. Mandibula sering
dikenai daripada maksila karena maksila mempunyai suplai darah yang lebih baik.
3. Trombosis sinus kavernosus
Kira-kira
Kira-kira 10% pasien dengan
dengan trombosis
trombosis sinus kavernosus
kavernosus memiliki fokus
infeksi di gigi. Penyebaran infeksi berasal dari dental abses ke sinus kavernosus
terjadi melalui pleksus vena pterygoid. Pasien sering mengalami sakit kepala,
nyeri retroorbital
retroorbital unilateral,
unilateral, edema periorbital
periorbital,, demam,
demam, proptosis
proptosis dan ptosis.

Terapi terdiri dari antibiotik, antikoagulan dan terapi bedah.


4. Angina Ludwig
Terjadi karena infeksi di regio mandibula. Abses mandibula di molar 2 dan
3 bis
bisaa memper
memperfor
forasi
asi mandib
mandibula
ula dan menyeb
menyebar
ar ke daerah
daerah subman
submandib
dibula
ula dan
submental. Gejala klinik berupa bengkak di dasar mulut dan elevasi lidah serta
displacement
displacement bagian posterior lidah. Infeksi
Infeksi awalnya
awalnya unilateral
unilateral tapi menyebar 
secara cepat termasuk ke bagian kontralateral. Gejala klinik yang dominan adalah
di mulut, leher, nyeri gigi, pembengkakan leher, odinofagi, disfonia, trismus dan
lidah bengkak. Angina ludwig jarang pada anak-anak.
 

5. Sinusitis maksila
Sinusitis maksila sering terjadi karena penyebaran langsung infeksi gigi
atau dari perforasi dasar sinus karena infeksi.

6. Bengkak daerah wajah


Daerah yang paling sering terkena adalah submandibula dan sublingual.
2.9 Prognosis
Abses leher memiliki prognosis baik dengan insisi, drainase, terapi anti
 biotik dan perawatan rutin.
 

BAB III
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PENDERITA
 Nama : Ny. Asmoah
Umur : 63 tahun
Pekerjaan : Tidak bekerja
Jenis kelamin : Perempuan
Masuk RSDK : 2 Mei 2012
 No. CM : C 352945

KELUHAN SUBYEKTIF

ANAMNESIS (Alloanamnesis pada tanggal 4 Mei 2012 pukul 10.30 WIB di


 bangsal Penyakit Dalam)
1. Kelu
Keluha
han
n utama
tama
Benjolan di leher sebelah kiri.
2. Riwa
Riwaya
yatt Peny
Penyak
akit
it Sek
Sekar
aran
ang
g
± 1 bulan yang lalu pasien mengeluh timbul benjolan sebesar kelereng di
leher sebelah kiri, makin lama benjolan makin membesar. Benjolan jika di
tekan nyeri, dan keluar nanah. Sebelumnya pasien mengeluh sakit gigi
geraham
geraham kiri bawah, sakit yang dirasaka
dirasakan
n terus menerus sudah lama, gigi

tersebut kemudian tanggal sendiri tetapi masih tersisa bagian gigi. Saat ini
gigii pasien
gig pasien sudah
sudah tidak
tidak sakit
sakit lagi.
lagi. Pasien
Pasien mengel
mengeluhuh lemas
lemas dan makan
makan
hanya sedikit.
± 1 min
mingg
ggu
u SMRS
MRS ben
enjo
jola
lan
n diras
irasak
akan
an se
sem
mak
akin
in mem
membe
besa
sarr dan
mengganggu aktivitas. Pasien kemudian dibawa keluarga ke RSDK.
3. Riwa
Riwaya
yatt Peny
Penyak
akit
it Dah
Dahul
ulu
u
1. Penderita belum pernah sakit seperti ini sebelumnya
2. Riwayat hipertensi (-)
3. Riwayat diabetes mellitus (+) dengan gula darah tidak terkontrol

4. Riwayat trauma disangkal.


 

PEMERIKSAAN OBYEKTIF
PEMERIKSAAN FISIK 
Dilakukan pada tanggal 4 Mei 2012 pukul 11.00 WIB di bangsal Penyakit Dalam

RSDK 
1. Keadaa
aan
nUmum
Kesadaran : komposmentis
Keadaan gizi : baik  
Tamp
ampak kesa
kesak
kitan
itan : tam
tampa
pak
k kes
esak
akit
itan
an
Tanda vital

• Tekanan darah : 100/60 mmHg

•  Nadi : 96 x/menit

• Frek. nafas : 24 x/menit

• Suhu : afebris

2. Peme
Pemerik
riksaa
saan
n Eks
Ekstra
tra Oral
Oral
a. Wajah
Inspeksi : asimetri wajah (-), trismus (-), kemerahan (-)
Palp
Palpas
asii : pembe
pembesar
saran
an nnll
nnll preau
preauri
riku
kuler
ler (+)
(+) sebesa
sebesarr kelere
kelereng
ng,,
 perabaan keras, mobile, nyeri tekan (-)
 b. Leher 
Inspeksi : terdapat jahitan post incisi abses ditutup perban
Palpasi : pembesaran nnll sub mandibula -/+

3. Peme
Pemerik
riksaa
saan
n In
Intr
traa Ora
Orall
Mukosa pipi : tidak ditemukan kelainan
Mukosa palatum : tidak ditemukan kelainan
Muk
Mukos
osaa das
dasar
ar mulu
ulut : tid
tidak
ak di
dite
tem
muk
ukan
an ke
kela
lain
inan
an
Mukosa ph
pharynx : ti
tidak di
ditemukan ke
kelainan
Kela
Kelain
inan
an peri
period
odon
onta
tall : 3.4
3.4,3
,3.5
.5 ga
gang
ngre
ren
n rad
radix
ix
4.4, 4.5, 4.6, 4.7 gangren pulpa
 

Ginggiva atas : tidak ditemukan kelainan


Ginggiva bawah : tidak ditemukan kelainan
Karang gigi (+) : Generalisata RA+RB

Pocket : Tidak ditemukan kelainan

STATUS LOKALIS
1. Rahang ba
bawah
Ektsraoral
Inspeksi : Asimetri (-)
Palpasi : teraba pembesaran nnll pre aurikuler (+) sebesar 
kelereng di pipi kiri, keras, mobile, nyeri tekan (-)

Intraoral
Inspeksi : gigi 3.4, 3.5 gangren radix
gigi 4.4, 4.5, 4.6, 4.7 gangren pulpa
Kalkulus generalisata (+)
Gigi:
Gigi 3.4, 3.5
Inspeksi
Inspeksi : terdapa
terdapatt sisa akar 
akar 
Sond
Sondas
asii : nyer
nyerii (-)
(-)

Perkusi : (-)
 

Mobilitas: (-)
Gigi 4.4, 4.5, 4.6, 4.7
Inspeksi
Inspeksi : tampak karies,
karies, terdapat
terdapat sisa 1/3 mahkot
mahkotaa gigi

Sondas
Sondasii : nyer
nyerii (-)
(-)
Perkusi : (-)
Mobilitas: (-)
Gigi 4.8 missing teeth

2. Leher  
Inspeksi : asimetris (-), terdapat jahitan post incisi abses ditutup perban
Palpasi : pembesaran nnll sub mandibula -/+
 

DIAGNOSIS KERJA
Diagno
Diagnosis
sis Kelu
Keluhan
han Utama
Utama : Abses
Abses Coll
Collii Si
Sinis
nistra
tra Post
Post Operasi
Operasi ec Gang
Gangren
ren radix
radix
Diagnosis Banding : Osteomielitis Rahang

Di
Diag
agno
nosi
siss Pen
Penya
yaki
kitt Lai
Lain
n : Diab
Diabet
etes
es Mel
Melli
litu
tuss Tip
Tipee 2,
2, Azo
Azote
temi
mia,
a,
Anemia Normositik Normokronik 
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi : foto panoramik 
Pemeriksaan laborat : darah lengkap (kadar glukosa, ureum kreatinin,
hitung jenis)

INDIKASI TERAPI
1. Ekstraksi gigi penyebab fokus infeksi

2. Kalkulektomi

TERAPI
1. Pro ekstraksi gigi penyebab bila kadar glukosa dan ureum kreatinin sudah stabil
2. Rawat bersama dengan bagian Ilmu Penyakit Dalam
 

BAB IV
PEMBAHASAN

Seorang wanita 63 tahun datang ke RSDK dengan asimetri wajah dan


leher ke kiri. Dari anamnesis didapatkan ± 1 bulan yang lalu pasien mengeluh
timbul benjolan sebesar kelereng di leher sebelah kiri, makin lama benjolan makin
membesar. Benjolan jika di tekan nyeri, dan keluar nanah. Sebelumnya pasien
mengel
mengeluh
uh sakit
sakit gigi
gigi geraha
geraham
m kiri
kiri bawah,
bawah, sakit
sakit yang
yang dirasak
dirasakan
an terus
terus meneru
meneruss
sudah lama, gigi tersebut kemudian tanggal sendiri tetapi masih tersisa bagian
gigi. Saat ini gigi pasien sudah tidak sakit lagi. Pasien mengeluh lemas dan makan
hanya sedikit.
Pada pemeriksaan ekstraoral didapatkan asimetri wajah dan leher ke kiri

(+), pembes
pembesaran
aran nnll
nnll pre auriku
aurikuler
ler kiri
kiri (+) sebesar
sebesar keleren
kelereng,
g, peraba
perabaan
an keras,
keras,
mobile
mob ile,, pembesa
pembesaran
ran nnll
nnll subman
submandib
dibula
ula kiri
kiri (+).
(+). Pada
Pada pemerik
pemeriksaan
saan intrao
intraoral
ral
didapatkan
didapatkan 3.4, 3.5 gangren
gangren radix; 4.4, 4.5, 4.6, 4.7 gangren
gangren pulpa; 4.8 missing
teeth; kalkulus generalisata rahang atas dan rahang bawah.
Dari anamnesis dan pemeriksaan yang didapatkan kemungkinan benjolan
mengarah pada infeksi odontogen sebagai fokal infeksi yang menyebabkan abses.
Didahului olah gigi non vital (gangren radix), yaitu gigi 3.4 dan 3.5, menyebabkan
 peridontitis apikalis, dimulai dari sekitar apex lalu menyebar ke tulang rahang
sekitar kemudian menembus kortex tulang alveolar dan menyebar ke jaringan

sekitar.
Diagno
Diagnosis
sis pasti
pasti ditega
ditegakka
kkan
n dengan
dengan melaku
melakukan
kan X-Foto
X-Foto panora
panoramik
mik dan
cevical untuk menyingkirkan diferensial diagnosisnya, yaitu osteomielitis rahang.
 

BAB V
KESIMPULAN

Seorang wanita 63 tahun


Seorang tahun dengan keluhan
keluhan benjolan
benjolan di leher kiri dengan
dengan
diagnosis utama abses colli sinistra ec gangren radix dengan diferensial diagnosis
osteomielitis rahang. Dan diagnosis penyakit lain 4.4, 4.5, 4.6, 4.7 periodontitis
kronis ec gangren pulpa. Untuk menentukan diagnosis pasti dilakukan dengan
 pemeriksaan penunjang lainnya yaitu X-Foto cervical dan pungsi.
pungsi.
 

BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

1. Rahardjo SP. Abses Leher Dalam Sebagai Komplikasi Infeksi Odontogenic.


Dexa Media. Jakarta : 2008.
2. Tjokroprawiro A. Diabetes mellitus klasifikasi, Diagnosis, terapi. Edisi ke-3
Jakarta. PT.Gramedia Pustaka Utama : 2000.
3. Cohen
Cohen DW. Diabet
Diabetes
es Mellit
Mellitus
us and Periodont
Periodontal
al Disease
Disease.. J Period
Periodont
ontal
al 41.
Availab
Available
le from
from : http://normalgigi.com/2009/10/diabetes-mellitus-dan-penyakit
http://normalgigi.com/2009/10/diabetes-mellitus-dan-penyakit . 
html.
4. Guyton, Arthur
Arthur C. & John E. Hall. Buku Ajar Fisiologi
Fisiologi Kedokteran,
Kedokteran, Edisi 11.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC : 2006.


5. Rupirda, N. Pmeriksaan Status Umum. Available from :
http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2011/04/15/pemeriksaan-status-umum

Anda mungkin juga menyukai