Anda di halaman 1dari 7

1.

Memahami metode yang digunakan ( Analytical Netwwork Process )


dan ( Fuzzy Topsis )
2. Latar belakang yang mendasari skripsi
3. Alur pengumpulan data
4. Lokasi penelitian
5. Responden penelitian

Metode ANP (Analytical Network Process) merupakan pengembangan


dari metode AHP. ANP mengijinkan adanya interaksi dan umpan balik dari
elemen-elemen dalam cluster (inner dependence) dan antar cluster (outer
dependence) (Saaty, 1996)

Analytic Network Process (ANP) merupakan generalisasi dari Analytic


Hierarchy Process (AHP), dengan mempertimbangkan ketergantungan antara
unsur-unsur hirarki. Banyak masalah keputusan tidak dapat terstruktur secara
hirarki karena mereka melibatkan interaksi dan ketergantungan elemen-tingkat
yang lebih tinggi dalam hirarki pada elemen-tingkat yang lebih rendah. Oleh
karena itu, ANP diwakili oleh jaringan, bukan hirarki. Struktur umpan balik
tidak memiliki bentuk atas ke bawah hirarki tetapi lebih mirip jaringan,
dengan siklus menghubungkan komponen elemen, yang tidak dapat disebut
sebagai tingkatan.

ANP merupakan metode yang menghasilkan kerangka kerja untuk


mengatasi permasalahan pengambil keputusan tanpa membuat asumsi yang
berkaitan dengan independensi antara level elemen yang lebih tinggi dengan
lemah dan independensi dari elemen-elemen dalam satu level dikembangkan
oleh Thomas L. Saaty. ANP menggunakan network tanpa penjelasan yang
spesifik tentang level-level yang ada seperti pada suatu hirarki (Saaty,2001).
Aktivitas saling mempengaruhi merupakan konsep inti dari ANP.

ANP melibatkan hubungan secara hirarkis tetapi tidak membutuhkan


struktur yang baku seperti pada AHP, sehingga mampu menangani hubungan
yang kompleks antara level-level keputusan dengan atribut-atribut. ANP
terdiri dari dua bagian, yang pertama adalah kontrol hirarki atau jaringan
kriteria dan subkriteria yang mengontrol interaksi dan yang kedua adalah
suatu jaringan yang menggambarkan saling mempengaruhi antara elemen-
elemen (Saaty, 2001).

Definisi Analytical Network Process :

ANP (Analytical Network Process) merupakan metode pemecahan suatu


masalah yang tidak terstruktur dan membutuhkan ketergantungan hubungan
antar elemennya. Konsep ANP dikembangkan dari teori AHP yang didasarkan
pada hubungan saling ketergantungan antara beberapa komponen, sehingga
AHP merupakan bentuk khusus dalam ANP.

ANP terdiri dari 2 bagian :

1. suatu hirarki kontrol atau jaringan kriteria dan sub kriteria yang
mengontrol interaksi dalam sistem.
2. suatu jaringan yang memperlihatkan pengaruh antar elemen dalam
suatu kluster atau antar kluster.

Prinsip dasar ANP ada 3 yaitu:

1. Prinsip Dekomposisi, diterapkan untuk menstrukturkan masalah yang


kompleks menjadi kerangka hierarki atau jaringan cluster, sub-cluster,
sub-sub cluster, dan seterusnya. Dengan kata lain dekomposisi adalah
memodelkan masalah ke dalam kerangka ANP
2. Penilaian komparasi (comparative judgements), diterapkan untuk
membangun pembandingan pasangan (pairwise comparison) dari
semua kombinasi elemen-elemen dalam cluster, dilihat dari cluster
induknya. Pembandingan pasangan ini digunakanuntuk mendapatkan
prioritas lokal dari elemen-elemen dalam suatu cluster dilihat dari
cluster induknya.
3. Komposisi hierarkis atau sintesis diterapkan untuk mengalihkan
prioritas lokal elemen-elemen dalam cluster dengan prioritas global
dari elemen induk, yang akan menghasilkan prioritas global seluruh
hierarki dan menjumlahkannya untuk menghasilkan prioritas global
untuk elemen level terendah (biasanya merupakan alternatif).

Fungsi Utama ANP

Metodologi ANP memiliki 3 fungsi utama sebagai berikut:

1. Melakukan strukturisasi pada kompleksitas.

Dalam penelitiannya, Saaty menemukan adanya pola-pola yang sama


sejumlah contoh tentang bagaimana manusia memecahkan sebuah
kompleksitas dari masa ke masa, dimana kompleksitas distruktur secara
hierarki ke dalam cluster-cluster yang homogen dari faktor-faktor.

2. Pengukuran ke dalam skala rasio

Metodologi ANP menggunakan pengukuran skala rasio yang diyakini paling


akurat dalam mengukur faktor-faktor yang membentuk hierarki. Level
pengukuran dari terendah ke tertinggi adalah nominal, ordinal, interval dan
rasio.

3. Sintesis

Sintesis merupakan kebalikan dari analisis. Kalau analisis berarti mengurai


entitas material atau abstrak ke dalam elemen-elemen maka sintesis berarti
menyatukan semua bagian menjadi satu kesatuan. Meskipun ANP
memfasilitasi analisis, fungsi yang lebih penting lagi dalam ANP adalah
kemampuannya untuk membantu kita dalam melakukan pengukuran dan
sintesis sejumlah faktor-faktor dalam hierarki atau jaringan.
LATAR BELAKANG

Permasalahan mengenai penanganan sampah menjadi hal krusial akhir-akhir


ini. Peningkatan populasi, ekonomi, arus urbanisasi dan peningkatan standar
hidup masyarakat sangat berpengaruh besar dalam mempercepat laju
pertumbuhan sampah suatu kota (Minghua dkk, 2009). Jepara sebagai salah
satu kabupaten di Indonesia yang yang sering meraih piala adipura ternyata
tidak luput dalam masalah pengolahan sampah. Berpenduduk sebanyak
1.192.811 jiwa dengan rata-rata laju pertumbuhan sebesar 1,49% per tahun
serta rata-rata pertumbuhan ekonomi 5,03% per tahun, mengakibatkan
produksi sampah harian kota yang mencapai 1.128 ton pada tahun 2022 (BPS,
2022). Komposisi sampah Kabupaten Jepara didominasi oleh sampah organik
dan sisa makanan sebanyak 55,08%, plastik 19,76%, kertas sebanyak 11,48 %
, sisanya adalah sampah kayu, kain logam, kaca, karet, popok, baterai dll
(DLH, 2016).
Pembuangan sampah Kabupaten Jepara berpusat pada tiga Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) yaitu TPA Krasak untuk wilayah utara, TPA
Bandengan untuk wilayah tengah dan TPA Gemulung untuk wilayah selatan.
Sistem penanganan sampah masih menggunakan sistem konvensional
(kumpul-angkut-buang). Meskipun salah satu TPA telah dimodifikasi menjadi
controlled landfill akan tetapi pada praktiknya kurang berjalan secara
maksimal. Kondisi TPA Bandengan telah mengalami overload sejak tahun
2016. Meskipun pada akhir tahun 2022 telah di lakukan pelebaran seluas 1,73
Ha. Berdasarkan perhitungan yang dilakukan oleh DLH Kabupaten Jepara,
TPA Bandengan hanya mampu bertahan selama 1,68 tahun apabila tidak ada
perubahan dalam penanganan sampah. Lain halnya dengan TPA Gemulung
yang memiliki luas lahan terbatas yaitu sebesar 2.910 m2. Pada tahun 2017
lalu TPA ini sudah overload sehingga sering menjadi sorotan oleh masyarakat
karena menimbulkan bau, kebakaran dan sumber bibit penyakit. Berbeda
dengan TPA Krasak yang berada di wilayah utara hanya memiliki lahan
seluas 460 m2. TPA tersebut masih belum optimal digunakan karena
jangkauan pelayanan pengangkutan sampah kabupaten yang belum maksimal
Kondisi TPA yang overload menjadi masalah dalam pemrosesan akhir
sampah. Sampah plastik memperparah keadaan karena karakteristiknya yang
lama terurai oleh tanah. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan volume
sampah terbanyak yang berada di TPA Gemulung dan Bandengan adalah
sampah organik dan sampah anorganik berupa plastik dan Polystyrene yang
tak memiliki nilai jual seperti sedotan, kantong plastik, dan bungkus makan
jenis Styrofoam. Untuk mengatasi sampah organik pemerintah telah bekerja
sama dengan pihak ke tiga bersama bank sampah mengolahnya menjadi
kompos dan gas metana. Sampah plastik tidak bernilai jual belum dilakukan
pengolahan lebih lanjut padahal sampah jenis ini susah terurai oleh tanah.
Total sampah plastik dan styrofoam Kabupaten Jepara diperkirakan mencapai
223 ton/hari. Sebanyak 40% dari total sampah tersebut terpilah oleh
pemulung dan bank sampah untuk di jual kembali, sisanya sebesar 133,8 ton
bermuara di TPA (DLH, 2016). Kondisi ini menjadikan sampah plastik
sebagai sampah terbanyak kedua yang volumenya paling besar terbuang di
TPA. Setidaknya volume sampah plastik yang tidak terpilah tersebut dapat di
olah kembali menjadi produk yang lebih bermanfaat dan dapat mengurangi
beban TPA.

Meskipun saat ini kantong plastik biodegradable ataupun kantong


plastik degradable sudah banyak digunakan, akan tetapi plastik jenis ini
memiliki keterbatasan untuk melakukan penguraian dalam tanah, dimana
kondisi suhu harus mencapai 50 0
C untuk terurai dalam waktu yang di
tentukan yaitu 1-2 tahun atau 10 kali lebih cepat dari plastik polimer biasa
yang terurai dalam waktu 20 tahun (Cahya, 2016). Selain itu penggunaan
kantong plastik biodegradable juga terbatas pada tempat-tempat tertentu saja
seperti supermarket dan toko retail, tidak berlaku bagi pasar tradisional,
warung kelontong maupun Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Penggunaanya juga hanya terbatas pada kantong kresek, tidak untuk bungkus
makanan ringan, makanan instan dan lain sebagainya. Terlebih lagi
penggunaan plastik jenis Styrofoam sebagai kemasan makanan sekali pakai
membutuhkan waktu penguraian 100-500 tahun (Wahyuni T. , 2015).
Upaya untuk mengurangi volume sampah plastik sangat perlu dilakukan.
Selain pengurangan sampah plastik dari hulu, solusi pengurangan volume
sampah plastik dapat dilakukan dengan melakukan pengolahan sampah
plastik di TPA. Peranan teknologi pengolahan sampah plastik sangat
diperlukan. Pada konteks seperti ini, beban masalah

berada pada pundak stakeholder dalam pembuatan keputusan terkait


pemilihan teknologi pengolahan sampah plastik Kabupaten Jepara. Safitri dkk
(2012) menyatakan bahwa pengelolaan sampah kota meliputi pengumpulan,
dan pengolahan dan pembuangan, merupakan permasalahan yang kompleks
karena melibatkan hubungan antar elemen dan sering menimbulkan konflik.
Sehingga, diperlukan berbagai pertimbangan yang diperlukan untuk
melakukan pengambilan keputusan seperti pertimbangan aspek teknis,
lingkungan, biaya, sosial dan kelembagaan.
Beberapa peneliti telah memberikan alternatif teknologi pengolahan sampah
yang berbeda-beda. Saleem dkk (2016) dalam penelitiannya menyebutkan
beberapa teknologi terbaru dalam pengolahan sampah yaitu Autoclaving,
pelelehan, fluffing, insinerasi, pirolisis, gasifikasi, Refuse Derived Fuel (RDF)
dan bioreaktor. Pada penelitian yang dilakukan oleh Arikan dkk (2017)
tekonologi pengolahan sampah dikelompokkan kedalam empat kategori
utama yaitu berdasarkan metodenya yaitu penimbunan, biologis, termal dan
recovery. Penelitian selanjutnya yang dilakukan Ali (2018) menyebutkan
teknologi pengolahan sampah antara lain yaitu anaerobic digestion atau biasa
disebut dengan biomethanisasi, insinerasi, pengomposan, recycling dan waste
to energy. Hanya beberapa beberapa alternatif teknologi pengolahan sampah
tersebut yang bisa dipertimbangkan untuk pengolahan sampah plastik yaitu
metode fluffing, pelelehan, hidrotermal, pirolisis.dan biodrying Alternatif
teknologi ini perlu dikaji dan dipilih untuk diusulkan pada pengolahan
sampah plastik Kabupaten Jepara agar jumlah sampah plastik yang terbuang
ke TPA dapat berkurang.
Oleh karena itu, implementasi metode Multi criteria Decision Making
(MCDM) sebagai metode pengambilan keputusan dengan mempertimbangkan
banyak kriteria perlu dilakukan, untuk memilih alternatif teknologi terbaik
pengolahan sampah plastik. Sejauh ini, berbagai penelitian telah
menunjukkan kegunaan sistem pengambilan keputusan dalam lingkup
manajemen sampah kota. Beberapa penelitian terkait sudah dilakukan di
Turki, Pakistan dan Perancis menghasilkan prioritas pengolahan sampah yang
tepat, sesuai dengan kondisi kota. Pada penelitian ini, digunakan metode
MCDM yaitu Analytical Network Process (ANP) dan Fuzzy Technique for
Orders Reference by Similarity to Ideal Solution (Fuzzy TOPSIS) sebagai alat
pengambilan keputusan.

Anda mungkin juga menyukai