Anda di halaman 1dari 19

TEMPAT PEMROSESAN AKHIR (TPA)

RAWA KUCING KOTA TANGERANG


(Ditujukan untuk memenuhi persyaratan tugas mata kuliah terkait)
ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK

DOSEN PENGAMPU : Eko Prasetyo, SE, MA, CWM

Disusun Oleh : Kelompok 1


Budi Setiawan (2001010001)
Orlando Taruna Pratama (2001010014)
Filzagitha Maharani (2001010037)
Dede Faisal Akbar (2001010042)
Faturrahman Miftahul Farid (2001010085)

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM SYEKH YUSUF
TANGERANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadiran Allah SWT karna berkat karunia kesehatan dari-Nya kami
dapat menyelesaikan tugas kuliah yang berjudul “Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Rawa
Kucing Kota Tangerang” dapat diselesaikan. Kami juga mengucapkan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam membuat tugas kuliah ini.

Dalam membuat tugas kuliah ini, penulis banyak mengalami kesulitan terutama di
sebabkan kurangnya pengetahuan. Namun berkat bimbingan, saran, petunjuk, arahan, dan
motivasi dari berbagai pihak, akhirnya tugas kuliah ini dapat terselesaikan dengan tepat
waktu. Dalam menyusun tugas kuliah ini, penulis berterimakasih kepada pihak-pihak yang
telah membantu serta mendukung dalam penyelesaian tugas kuliah ini, kepada :

1. Bapak Eko Prasetyo, SE, MA, CWM, sekaligus sebagai Dosen Pengampu. Yang telah
bersedia meluangkan waktu dan membimbing penulis sehingga penulis mampu
menyelesaikan tugas kuliah ini dengan baik.

2. Ayah dan Ibu selaku orang tua penulis, yang telah membantu dan memberi semangat
kepada penulis dalam menyelesaikan tugas kuliah ini.

3. Teman-teman Mahasiswa/i Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang yang telah


memberikan semangat dan motivasi bagi penulis untuk menyelsaikan tugas kuliah ini.

Penulis berharap tugas kuliah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
dalam ilmu pendidikan serta pengetahuan penulis khususnya dan pada umumnya. Namun,
apabila pembaca menemukan kekurangan atas tugas kuliah ini, penulis dengan senang hati
menerima kritikan dan saran yang bersifat konstruktif demi lebih sempurnanya tugas kuliah
ini di masa yang akan datang. Maka apabila pembaca menemukan adanya kekurangan dari
tugas kuliah ini, kami ucapkan terima kasih.

Tangerang, Desember 2023

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Masalah
1.4 Sistematika Penulisan

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kebijakan dan peraturan tentang pengelolaan sampah
2.2 Dampak kebijakan pengelolaan sampah pada TPA Rawa Kucing menggunakan PESTEL

2.3 Rekomendasi agar kebijakan tersebut mendukung tujuan keberlanjutan lingkungan

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan
3.2 Kritik dan Saran

Daftar Pustaka

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kota Tangerang adalah salah satu kota di Provinsi Banten yang memiliki kultur

perkotaan dengan berbagai akses yang cukup mudah dibandingkan dengan wilayah

kabupaten/kota lain. Namun hal ini berdampak kepada jumlah penduduk kota Tangerang

yang melimpah yaitu sebanyak 2.093.706 jiwa pada tahun 2016, dengan jumlah sebanyak

561.315 rumah tangga menjadi pelengkap dari susunan kependudukan di kota Tangerang

(sumber : data Badan Pusat Statistik Kota Tangerang, 8 Maret 2018). Dari data yang

terpaparkan diatas, maka dampak yang terasa adalah jumlah kebutuhan rumah tangga yang

tinggi berbanding lurus dengan limbah rumah tangga yang dihasilkan. Dominasi limbah pasar

yang dibuang di TPA Rawa Kucing merupakan hasil dari limbah pasar-pasar besar di Kota

Tangerang. Limbah pasar atau sampah pasar merupakan sisa hasil produk/produksi yang

dilakukan dipasar yang tidak memiliki nilai jual kembali dan tidak dapat dimanfaatkan secara

langsung oleh pihak terkait guna mendapatkan nilai jual yang optimal. Komposisi limbah

pasar ini beragam dari sampah organik dan sampah anorganik.

Dalam Undang Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, definisi

sampah adalah sisa kegiatan sehari-hati manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.

Sedangkan untuk definisi tempat pemrosesan akhir adalah tempat untuk memroses dan

mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan.

Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Rawa Kucing dengan luas mencapai 34,2 hektar menjadi

pusat drop off point sampah rumah tangga untuk 13 Kecamatan dan 104 Kelurahan di Kota

Tangerang. Tumpukan sampah rumah tangga, sampah organik, sampah anorganik dan

sampah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) ditempatkan di lahan dengan treatment berupa

1
sanitary landfill. Selain itu, salah satu pemrosesan yang dilakukan TPA Rawa Kucing adalah

mengolah sampah rumah tangga dan sampah organik (pasar) menjadi kompos. Semua

sampah tersebut sebagian besar dialihkan ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Rawa Kucing.

Selain itu penelitian mengenai sampah padat di Indonesia menunjukkan bahwa 80% adalah

sampah organik dan diperkirakan 78% dari sampah tersebut dapat digunakan kembali (reuse)

serta dikembalikan ke lingkungan dengan aman (Outerbridge, ed., 1991). Oleh karena itu,

TPA Rawa Kucing memiliki fokus untuk mengolah sampah organik menjadi kompos dengan

optimal.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah

Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga di Pasal 2 mengatakan

“Pengaturan pengelolaan sampah ini bertujuan untuk : a. Menjaga kelestarian fungsi

lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat; dan b. Menjadikan sampah sebagai sumber

daya”. Isu-isu lingkungan seperti perubahan lingkungan (climate change), menurunnya

keanekaragaman hayati (biodiversity), pencemaran lingkungan karena limbah serta masalah

waste yang merupakan efek samping dari kegiatan industri global membuat perusahaan

menyadari untuk selalu memperhatikan aspek lingkungan dalam setiap kegiatan produksi dari

awal hingga finish good. Hal ini didukung oleh ISO (International Standard Organization)

14001 tentang Sistem Manajemen Lingkungan (Environment Management System). Maka

menurut Mutha dan Pokhare mengusulkan perusahan/instansi harus mengimplementasikan

beberapa hal antara lain legislation, social responsibility, corporate imaging, environment

concern, economic benefit dan costumer awareness yang diharapkan perusahaan mampu

menciptakan produk yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan secondary material

sebagai bahan baku. Sehingga beberapa metode dan teknik telah dikembangakan untuk

menyelesaikan permasalahan tersebut. Reverse Logistics (RL) merupakan teknik yang paling

tepat untuk mengatasi dan menciptakan kondisi kegiatan produksi yang ramah lingkungan

2
dan membuangnya secara bertanggung jawab. Teknik RL ini merupakan metode daur ulang

dengan merencanakan dan implementasi aliran balik yang berawal dari konsumen kepada

produsen.

Setiap proses dalam mengubah sesuatu menjadi barang yang bisa dimanfaatkan

membutuhkan produktivitas yang optimal. Nasution (2006) menuturkan, ”produktivitas itu

sendiri sering diartikan sebagai rasio antara luaran (output) dengan masukkan (input)”.

Pengelolaan sampah organik menjadi kompos merupakan kegiatan pemanfaatan secondary

material bahkan waste menjadi produk yang digunakan untuk pupuk yang ramah terhadap

lingkungan. Pengukuran produktivitas terhadap proses produksi kompos yang ada harus

dilakukan dengan metode yang berbeda dengan pengukuran produktivitas lainnya. Hal ini

yang akan membuat produksi kompos yang dilakukan akan tetap berjalan dengan stabil dan

berkesinambungan. Dengan permasalahan diatas, perusahaan/instansi harus tetap

menciptakan sistem yang menunjang kegiatan produksi selalu dalam performansi yang baik

dan stabil.

Untuk mencapai produktivitas yang optimal dengan kondisi lingkungan tidak sehat

yang terjadi karena limbah aktivitas produksi maka salah satu pendekatan yang dapat

digunakan adalah Green Productivity (Produktivitas Hijau – GP). Asian Productivity

Organization (2006), menyatakan bahwa GP berfokus pada pengurangan secara ekonomis

bahan, energi dan biaya yang digunakan untuk membuat produk dan jasa, sehingga

mengurangi langsung biaya yang pada akhirnya berdampak pada profitabilitas. Pada tanggal

6 Desember 1996 di Manila pada acara Asian Productivity Organization (APO) World

Conference on Green Productivity yang telah ditandatangani oleh semua peserta deklarasi

yang mendefinisikan Green Productivity sebagai “suatu strategi untuk memperbaiki

peningkatan kinerja produktivitas dan lingkungan untuk pembangunan sosialekonomi secara

keseluruhan. Green Productivity merupakan aplikasi alat, teknik dan metodologi dari
3
produktivitas dan manajemen lingkungan yang tepat untuk mengurangi dampak lingkungan

dari kegiatan suatu organisasi, barang dan jasa”. Dengan demikian, pendekatan metode ini

sangat berkaitan dengan kondisi isu lingkungan yang marak terjadi saat ini, sehingga dapat

diketahui pengaruh langsung dan tidak langsung terhadap lingkungan.

Kombinasi metode Reverse Logistics dalam menentukan rute dan jaringan untuk

sampah organik yang masuk dan dikelola oleh bagian composting TPA Rawa Kucing agar

dapat optimal dari kondisi awal yang hanya mengelola satu distribution center dalam pasokan

sampah organik yang akan diolah. Kondisi awal yang ada adalah sebagian besar sampah

organik lainnya ditumpuk bersama dengan sampah lainnya di sanitary landfill. Hal ini akan

membuat simulasi sistem untuk rute dan jaringan dari gerakan sampah organik yang masuk

ke composting. Selain itu, pengukuran terhadap produktivitas menggunakan metode Green

Productivity akan menghasilkan nilai produktivitas dan pengaruh terhadap lingkungan

terhadap proses mengolah sampah organik menjadi kompos. Sehingga nilai evaluasi yang

didapatkan adalah produktivitas yang optimal dan dampak terhadap lingkungan yang rendah.

Dengan demikian, seluruh rangkaian proses dalam ruang lingkup aman untuk dikembalikan

kepada lingkungan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka secara spesifik masalah pokok dalam penelitian itu

dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Jelaskan bagaimana kebijakan dan peraturan tentang pengelolaan sampah?

2. Gunakan PESTEL untuk menjawab apa saja dampak kebijakan pengelolaan

sampah pada TPA Rawa Kucing dan siapa saja yang terkena dampak?

3. Berikan rekomendasi agar kebijakan tersebut mendukung tujuan keberlanjutan

lingkungan?

1.3 Tujuan Masalah


4
Berdasarkan perumusan masalah diatas maka, tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mahasiswa/i dapat mengetahui dan memahami kebijakan dan peraturan

tentang pengelolaan sampah.

2. Mahasiswa/i dapat mengetahui dan memahami PESTEL untuk menjawab apa

saja dampak kebijakan pengelolaan sampah pada TPA Rawa Kucing dan siapa

saja yang terkena dampak.

3. Mahasiswa/i dapat mengetahui dan memahami rekomendasi agar kebijakan

tersebut mendukung tujuan keberlanjutan lingkungan

1.4 Sistematika Penulisan

Tugas kuliah ini disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

BAB II : PEMBAHASAN

BAB III : PENUTUP

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kebijakan dan peraturan tentang pengelolaan sampah

A. Undang-Undang No.18 Tahun 2008

Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi

mengakibatkan bertambahnya volume sampah. Di samping itu, pola konsumsi masyarakat

memberikan kontribusi dalam menimbulkan jenis sampah yang semakin beragam, antara lain,

sampah kemasan yang berbahaya dan/atau sulit diurai oleh proses alam.

Selama ini sebagian besar masyarakat masih memandang sampah sebagai barang sisa

yang tidak berguna, bukan sebagai sumber daya yang perlu dimanfaatkan. Masyarakat dalam

mengelola sampah masih bertumpu pada pendekatan akhir (end-of-pipe), yaitu sampah

dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pemrosesan akhir sampah. Padahal, timbunan

sampah dengan volume yang besar di lokasi tempat pemrosesan akhir sampah berpotensi

melepas gas metan (CH4) yang dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca dan memberikan

kontribusi terhadap pemanasan global. Agar timbunan sampah dapat terurai melalui proses

alam diperlukan jangka waktu yang lama dan diperlukan penanganan dengan biaya yang

besar.

Paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu pada pendekatan akhir sudah saatnya

ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru pengelolaan sampah. Paradigma baru

memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat

dimanfaatkan, misalnya, untuk energi, kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku industri.

Pengelolaan sampah dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif dari hulu, sejak

sebelum dihasilkan suatu produk yang berpotensi menjadi sampah, sampai ke hilir, yaitu pada

6
fase produk sudah digunakan sehingga menjadi sampah, yang kemudian dikembalikan ke

media lingkungan secara aman. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut

dilakukan dengan kegiatan pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah

meliputi kegiatan pembatasan, penggunaan kembali, dan pendauran ulang, sedangkan

kegiatan penanganan sampah meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan,

dan pemrosesan akhir.

Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan

sehat. Amanat Undang-Undang Dasar tersebut memberikan konsekuensi bahwa pemerintah

wajib memberikan pelayanan publik dalam pengelolaan sampah. Hal itu membawa

konsekuensi hukum bahwa pemerintah merupakan pihak yang berwenang dan bertanggung

jawab di bidang pengelolaan sampah meskipun secara operasional pengelolaannya dapat

bermitra dengan badan usaha. Selain itu organisasi persampahan, dan kelompok masyarakat

yang bergerak di bidang persampahan dapat juga diikut sertakan dalam kegiatan pengelolaan

sampah.

Dalam rangka menyelenggarakan pengelolaan sampah secara terpadu dan

komprehensif, pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat, serta tugas dan wewenang

Pemerintah dan pemerintahan daerah untuk melaksanakan pelayanan publik, diperlukan

payung hukum dalam bentuk undang-undang. Pengaturan hukum pengelolaan sampah dalam

Undang-Undang ini berdasarkan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas

keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai

ekonomi.

Berdasarkan pemikiran sebagaimana diuraikan di atas, pembentukan Undang-Undang ini

diperlukan dalam rangka:

7
a. kepastian hukum bagi rakyat untuk mendapatkan pelayanan pengelolaan sampah yang

baik dan berwawasan lingkungan;

b. ketegasan mengenai larangan memasukkan dan/atau mengimpor sampah ke dalam

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;

c. ketertiban dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah;

d. kejelasan tugas, wewenang, dan tanggung jawab Pemerintah dan pemerintahan daerah

dalam pengelolaan sampah; dan

e. kejelasan antara pengertian sampah yang diatur dalam UndangUndang ini dan pengertian

limbah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pengelolaan Lingkungan

Hidup.

B. Perpres No. 97 Tahun 2017

Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 20l2

tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga

perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Kebijalan dan Strategi Nasional Pengelolaan

Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga;

1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan

2. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 terrtang Pengelolaan Sampah Rumah

Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2012 Nomor 188, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5347).

C. Permen No.10 Tahun 2018

a. bahwa untuk melakukan pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah

rumah tangga yang terukur, Pemerintah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun

8
2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan

Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga;

b. bahwa Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah

Sejenis Sampah Rumah Tangga sebagaimana dimaksud dalam huruf a, menjadi pedoman

Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota sesuai dengan

kewenangannya untuk menyusun Kebijakan dan Strategi Daerah Pengelolaan Sampah

Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga;

c. bahwa perlu dilakukan keseragaman dalam penyusunan Kebijakan dan Strategi Daerah

Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah

Sejenis Sampah Rumah Tangga;

d. bahwa berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c,

perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Pedoman

Penyusunan Kebijakan dan Strategi Daerah Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan

Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.

D. PP N0.27 Tahun 2020

Berbeda dengan jenis sampah rumah tangga dan sampah sejenis Sampah rumah

tangga yang pengelolaannya telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012

tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga,

pengaturan Pengelolaan Sampah Spesifik jauh lebih kompleks dan beragam. Pasal 2 ayat (4)

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2OO8 tentang Pengelolaan Sampah menyebutkan bahwa

Sampah Spesifik terdiri atas: Sampah yang Mengandung 83, Sampah yang Mengandung

Limbah 83, Sampah yang Timbul Akibat Bencana, Puing Bongkaran Bangunan, Sampah

yang Secara Teknologi Belum Dapat Diolah, dan/atau Sampah yang Timbul Secara Tidak

Periodik.

9
Sampah Spesifik merupakan timbulan Sampah yang perlu penanganan secara spesifik,

baik karena karakteristiknya, volumenya, frekuensi timbulnya ataupun karena faktor lainnya

yang memerlukan cara penanganan yang tidak normatif berurutan, tetapi memerlukan suatu

metodologi yang hanya sesuai dengan situasi dan kondisi tertentu. OIeh karena itu,

penyelenggaraan pengelolaannya tidak dapat dilakukan secara seragam yang berlaku untuk

semua jenis Sampah Spesifik, melainkan perlu dilakukan pengenalan yang mendalam dari

setiap jenis Sampah Spesifik dan demikian pula perlu pendekatan tersendiri dalam

pengelolaannya.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah,

Pengelolaan Sampah Spesifik jug, didasarkan pada dua pendekatan utama yaitu: pengurangan

yang mencakup pembatasan, pendauran ulang dan pemanfaatan kembali, serta penanganan

yang meliputi kegiatan pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pemrosesan

akhir. Namun karena adanya perbedaan dari masingmasing jenis Sampah Spesifik yang

cukup signifikan, maka penyelenggaraan pengelolaan jenis Sampah Spesifik tersebut diatur

dalam pasal dan ayat yang berlainan. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 18

Tahun 2008 tersebut, dalam setiap pengelolaan jenis Sampah Spesifik, diupayakan acianya

tahap pengurangan ataupun pembatasan, kecuali untuk jenis Sampah yang Timbul Akibat

Bencana. Demrkian pula untuk tahap pemanfaatan kcmbali dalam rangka mengurangi beban

lingkungan dan efisiensi penda5,6lgunaan sumber daya alamjuga didorong agar dilakukan,

namun untuk jenis Sampah yang Mengandung 83 dan/atau Sampah yang Mengandung

Limbah 83 perlu dilakukan secara tersendiri sesuai dengan ketentuan peraturan pel'undang-

undangan.

10
E. Perda No.2 Tahun 2022

Pengelolaan sampah di Kota Tangerang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota

Tangerang sebagaimana amanat dari UndangUndang Nomor 18 Tahun 2008 tentang

Pengelolaan Sampah bahwa pengelolaan sampah di Daerah merupakan kewajiban dari

Pemerintah Daerah. Di samping itu, dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008

mengamanatkan bahwa Pemerintah Pusat dan Daerah mempunyai tugas untuk :

a. menumbuh kembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan

sampah;

b. memfasilitasi, mengembangkan, dan melaksanakan upaya pengurangan,penanganan dan

pemanfaatan sampah;

c. melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan prasarana dan sarana

pengelolaan sampah,

d. mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat hasil pengolahan sampah.

Berdasarkan tugas dan kewajiban tersebut diatas, Pemerintah Kota Tangerang telah

menetapkan berbagai macam kebijakan berkaitan dengan sampah melalui peraturan daerah

maupun peraturan Wali Kota. Kota Tangerang sudah memiliki dasar hukum dalam

pengelolaan sampah yang mana tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 3

Tahun 2009 tentang Pengelolaan Sampah. Selain itu, dalam mendukung pengelolaan sampah

di Kota Tangerang, Pemerintah Kota Tangerang mengeluarkan Peraturan Wali Kota

Tangerang Nomor 13 Tahun 2009 tentang Penanganan Sampah dan Peraturan Wali Kota

Tangerang Nomor 99 Tahun 2018 tentang Kebijakan dan Strategi Kota Tangerang dalam

Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.

Jika dilihat dari substansi, waktu pengundangan dan adanya perkembangan kota serta

peraturan perundang-undangan yang berlaku, bahwa peraturan-peraturan terkait sampah

11
tersebut belum mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang

Pengelolaan Sampah yang mengamanatkan bahwa penyelenggaraan pengelolaan sampah

diperlukan kepastian hukum, kejelasan tanggungjawab dan kewenangan pemerintahan daerah

serta peran masyarakat dan dunia usaha, sehingga dapat berjalan secara proporsional, efektif

dan efesien.

Belum terimplementasinya amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 ke dalam

peraturan tentang sampah di Kota Tangerang dikarenakan beberapa faktor antara lain

dikarenakan Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pengelolaan

Sampah ditetapkan sebelum peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008

tentang Pengelolaan Sampah dibentuk. Selain itu, muatan materi dari Peraturan Daerah Kota

Tangerang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Sampah belum mencerminkan materi

muatan suatu peraturan daerah yang mengatur pengelolaan sampah sebagaimana diatur dalam

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2011 tentang Pedoman Materi

Muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan

Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Jika dilihat kandungan Peraturan Daerah Nomor 3

Tahun 2009 tentang Pengelolaan Sampah tidak mengakomodir terkait muatan pembiayaan

dan kompensasi.

Selain itu, peraturan-peraturan tersebut belum mencerminkan kebijakan Pemerintah Kota

Tangerang dalam melaksanakan pengelolaan sampah yang terpadu dan komprehensif di Kota

Tangerang, sehingga mengakibatkan belum optimalnya pelaksanaan kebijakan pengelolaan

sampah di Kota Tangerang. Hal-hal tersebut diatas menjadi dasar perlunya dibentuk

Peraturan Daerah Kota Tangerang tentang Pengelolaan Sampah yang lebih komprehensif dan

mengimplementasikan peraturan perundang-undangan yang di atasnya sehingga peraturan

perundangundangan yang mengatur pengelolaan sampah di Kota Tangerang memiliki

kekuatan hukum yang kuat. Penyusunan rancangan peraturan daerah Kota Tangerang tentang
12
pengelolaan sampah ini merupakan solusi masalah persampahan di Kota Tangerang dari

aspek kebijakan. Selain itu, dalam rangka pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah di Kota

Tangerang secara komprehensif dan terpadu yang berdasarkan pada prinsip yang berwawasan

lingkungan sehingga dapat memberikan manfaat kesehatan bagi masyarakat dan lingkungan

serta manfaat ekonomi bagi Pemerintah KotaTangerang.

2.2 Dampak kebijakan pengelolaan sampah pada TPA Rawa Kucing menggunakan

PESTEL

Dampak dari kebakaran TPA Rawa Kucing dapat dilihat melalui pendekatan PESTEL, yang
mengidentifikasi faktor-faktor politik, ekonomi, sosial, teknologi, lingkungan, dan hukum,
yaitu:

1. Politik: Positif: Kejadian ini dapat memicu respons cepat dari pemerintah dan otoritas
setempat untuk meningkatkan pengelolaan limbah dan pengamanan TPA di wilayah tersebut.
Negatif: Ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola TPA dapat menimbulkan
ketidakpercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah dalam menjaga lingkungan.

2. Ekonomi: Positif: Dampak ekonomi dapat terasa melalui peningkatan aktivitas konstruksi
dan pemulihan lingkungan pasca-kebakaran, memberikan peluang bagi industri konstruksi
dan sektor terkait. Negatif: Biaya pemulihan dan rehabilitasi lingkungan pasca-kebakaran
bisa sangat besar dan memberatkan pemerintah dan masyarakat sekitar.

3. Sosial: Positif: Kejadian ini dapat membangkitkan kesadaran akan pentingnya pengelolaan
limbah dan perlindungan lingkungan di kalangan masyarakat. Negatif: Dampak kesehatan
masyarakat akibat polusi udara dan tanah dapat meningkat, serta terganggunya kehidupan
sehari-hari masyarakat sekitar TPA.

4. Teknologi: Positif: Kejadian ini bisa memicu inovasi teknologi dalam pengelolaan limbah
dan sistem keamanan TPA untuk mencegah kejadian serupa di masa depan. Negatif:
Terbatasnya teknologi yang tersedia untuk mengatasi dampak kebakaran TPA dapat menjadi
hambatan dalam upaya pemulihan.

5. Lingkungan: Positif: Perhatian terhadap dampak lingkungan dapat meningkat, sehingga


dapat mendorong implementasi kebijakan dan praktik yang lebih berkelanjutan dalam

13
pengelolaan limbah. Negatif: Kerusakan lingkungan akibat kebakaran TPA dapat berdampak
jangka panjang pada ekosistem dan kesehatan masyarakat sekitar.

6. Hukum: Positif: Dampak kebakaran TPA dapat mendorong perubahan atau penegakan
regulasi yang lebih ketat dalam pengelolaan TPA dan pembuangan limbah. Negatif: Proses
hukum dan tanggung jawab atas kejadian tersebut dapat menjadi rumit dan memakan waktu.

Melalui analisis PESTEL ini, kita dapat melihat bahwa kejadian TPA Rawa Kucing
kebakaran memiliki dampak yang kompleks terhadap berbagai aspek kehidupan dan
lingkungan. Dengan pemahaman yang lebih mendalam mengenai faktor-faktor ini,
diharapkan tindakan yang diambil dapat lebih komprehensif dan berkelanjutan dalam
menangani dampak kejadian tersebut.
2.3. Rekomendasi agar kebijakan tersebut mendukung tujuan keberlanjutan lingkungan

Berdasarkan analisis PESTEL, ada 3 rekomendasi yang dapat diusulkan untuk menangani
dampak kebakaran TPA Rawa Kucing, yaitu:

1. Peningkatan Pengelolaan Limbah: Pemerintah dan otoritas terkait perlu meningkatkan


pengawasan dan pengelolaan limbah secara lebih ketat untuk mencegah kejadian serupa di
masa depan. Ini bisa meliputi implementasi teknologi modern dan praktik pengelolaan limbah
yang lebih berkelanjutan.

2. Kesadaran Lingkungan Masyarakat: Program-program pendidikan dan kampanye


kesadaran lingkungan perlu ditingkatkan untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya
pengelolaan limbah dan perlindungan lingkungan. Hal ini dapat melibatkan kolaborasi antara
pemerintah, sekolah, dan organisasi non-pemerintah.

3. Perubahan Regulasi: Evaluasi ulang serta penegakan regulasi terkait pengelolaan TPA dan
limbah perlu dilakukan untuk memastikan kepatuhan yang lebih ketat dan efektif.
Keterlibatan aktif dari pemangku kepentingan termasuk masyarakat, bisnis, dan ahli
lingkungan sangat penting dalam proses ini.

Melalui implementasi rekomendasi ini, diharapkan dapat tercipta upaya yang lebih
komprehensif dalam menangani dampak kebakaran TPA Rawa Kucing dan mencegah
kejadian serupa di masa depan.

14
BAB III

PENUTUP

3.1Kesimpulan

Sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pemrosesan akhir sampah.

Padahal, timbunan sampah dengan volume yang besar di lokasi tempat pemrosesan akhir

sampah berpotensi melepas gas metan (CH4) yang dapat meningkatkan emisi gas rumah

kaca dan memberikan kontribusi terhadap pemanasan global.

Paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu pada pendekatan akhir sudah

saatnya ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru pengelolaan sampah. Paradigma

baru memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan

dapat dimanfaatkan, misalnya, untuk energi, kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku

industri. Pengelolaan sampah dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif dari hulu,

sejak sebelum dihasilkan suatu produk yang berpotensi menjadi sampah, sampai ke hilir,

yaitu pada fase produk sudah digunakan sehingga menjadi sampah, yang kemudian

dikembalikan ke media lingkungan secara aman.

3.2 Kritik dan Saran

Alhamdulillah kami mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena

kami telah menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya. Kami berharap

makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan pengetahuan terkait “Tempat

Pemrosesan Akhir (TPA) Rawa Kucing Kota Tangerang”. Kami mengetahui bahwa

makalah ini tidaklah sempurna. Untuk itu, diperlukan kritik dan saran yang

membangun dari para pembaca demi memperbaiki makalah ini.

15
16

Anda mungkin juga menyukai