Puji syukur atas kehadiran Allah SWT karna berkat karunia kesehatan dari-Nya kami
dapat menyelesaikan tugas kuliah yang berjudul “Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Rawa
Kucing Kota Tangerang” dapat diselesaikan. Kami juga mengucapkan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam membuat tugas kuliah ini.
Dalam membuat tugas kuliah ini, penulis banyak mengalami kesulitan terutama di
sebabkan kurangnya pengetahuan. Namun berkat bimbingan, saran, petunjuk, arahan, dan
motivasi dari berbagai pihak, akhirnya tugas kuliah ini dapat terselesaikan dengan tepat
waktu. Dalam menyusun tugas kuliah ini, penulis berterimakasih kepada pihak-pihak yang
telah membantu serta mendukung dalam penyelesaian tugas kuliah ini, kepada :
1. Bapak Eko Prasetyo, SE, MA, CWM, sekaligus sebagai Dosen Pengampu. Yang telah
bersedia meluangkan waktu dan membimbing penulis sehingga penulis mampu
menyelesaikan tugas kuliah ini dengan baik.
2. Ayah dan Ibu selaku orang tua penulis, yang telah membantu dan memberi semangat
kepada penulis dalam menyelesaikan tugas kuliah ini.
Penulis berharap tugas kuliah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
dalam ilmu pendidikan serta pengetahuan penulis khususnya dan pada umumnya. Namun,
apabila pembaca menemukan kekurangan atas tugas kuliah ini, penulis dengan senang hati
menerima kritikan dan saran yang bersifat konstruktif demi lebih sempurnanya tugas kuliah
ini di masa yang akan datang. Maka apabila pembaca menemukan adanya kekurangan dari
tugas kuliah ini, kami ucapkan terima kasih.
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Masalah
1.4 Sistematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kebijakan dan peraturan tentang pengelolaan sampah
2.2 Dampak kebijakan pengelolaan sampah pada TPA Rawa Kucing menggunakan PESTEL
Daftar Pustaka
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Kota Tangerang adalah salah satu kota di Provinsi Banten yang memiliki kultur
perkotaan dengan berbagai akses yang cukup mudah dibandingkan dengan wilayah
kabupaten/kota lain. Namun hal ini berdampak kepada jumlah penduduk kota Tangerang
yang melimpah yaitu sebanyak 2.093.706 jiwa pada tahun 2016, dengan jumlah sebanyak
561.315 rumah tangga menjadi pelengkap dari susunan kependudukan di kota Tangerang
(sumber : data Badan Pusat Statistik Kota Tangerang, 8 Maret 2018). Dari data yang
terpaparkan diatas, maka dampak yang terasa adalah jumlah kebutuhan rumah tangga yang
tinggi berbanding lurus dengan limbah rumah tangga yang dihasilkan. Dominasi limbah pasar
yang dibuang di TPA Rawa Kucing merupakan hasil dari limbah pasar-pasar besar di Kota
Tangerang. Limbah pasar atau sampah pasar merupakan sisa hasil produk/produksi yang
dilakukan dipasar yang tidak memiliki nilai jual kembali dan tidak dapat dimanfaatkan secara
langsung oleh pihak terkait guna mendapatkan nilai jual yang optimal. Komposisi limbah
Dalam Undang Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, definisi
sampah adalah sisa kegiatan sehari-hati manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.
Sedangkan untuk definisi tempat pemrosesan akhir adalah tempat untuk memroses dan
mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan.
Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Rawa Kucing dengan luas mencapai 34,2 hektar menjadi
pusat drop off point sampah rumah tangga untuk 13 Kecamatan dan 104 Kelurahan di Kota
Tangerang. Tumpukan sampah rumah tangga, sampah organik, sampah anorganik dan
sampah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) ditempatkan di lahan dengan treatment berupa
1
sanitary landfill. Selain itu, salah satu pemrosesan yang dilakukan TPA Rawa Kucing adalah
mengolah sampah rumah tangga dan sampah organik (pasar) menjadi kompos. Semua
sampah tersebut sebagian besar dialihkan ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Rawa Kucing.
Selain itu penelitian mengenai sampah padat di Indonesia menunjukkan bahwa 80% adalah
sampah organik dan diperkirakan 78% dari sampah tersebut dapat digunakan kembali (reuse)
serta dikembalikan ke lingkungan dengan aman (Outerbridge, ed., 1991). Oleh karena itu,
TPA Rawa Kucing memiliki fokus untuk mengolah sampah organik menjadi kompos dengan
optimal.
Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga di Pasal 2 mengatakan
lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat; dan b. Menjadikan sampah sebagai sumber
waste yang merupakan efek samping dari kegiatan industri global membuat perusahaan
menyadari untuk selalu memperhatikan aspek lingkungan dalam setiap kegiatan produksi dari
awal hingga finish good. Hal ini didukung oleh ISO (International Standard Organization)
beberapa hal antara lain legislation, social responsibility, corporate imaging, environment
concern, economic benefit dan costumer awareness yang diharapkan perusahaan mampu
sebagai bahan baku. Sehingga beberapa metode dan teknik telah dikembangakan untuk
menyelesaikan permasalahan tersebut. Reverse Logistics (RL) merupakan teknik yang paling
tepat untuk mengatasi dan menciptakan kondisi kegiatan produksi yang ramah lingkungan
2
dan membuangnya secara bertanggung jawab. Teknik RL ini merupakan metode daur ulang
dengan merencanakan dan implementasi aliran balik yang berawal dari konsumen kepada
produsen.
Setiap proses dalam mengubah sesuatu menjadi barang yang bisa dimanfaatkan
sendiri sering diartikan sebagai rasio antara luaran (output) dengan masukkan (input)”.
material bahkan waste menjadi produk yang digunakan untuk pupuk yang ramah terhadap
lingkungan. Pengukuran produktivitas terhadap proses produksi kompos yang ada harus
dilakukan dengan metode yang berbeda dengan pengukuran produktivitas lainnya. Hal ini
yang akan membuat produksi kompos yang dilakukan akan tetap berjalan dengan stabil dan
menciptakan sistem yang menunjang kegiatan produksi selalu dalam performansi yang baik
dan stabil.
Untuk mencapai produktivitas yang optimal dengan kondisi lingkungan tidak sehat
yang terjadi karena limbah aktivitas produksi maka salah satu pendekatan yang dapat
bahan, energi dan biaya yang digunakan untuk membuat produk dan jasa, sehingga
mengurangi langsung biaya yang pada akhirnya berdampak pada profitabilitas. Pada tanggal
6 Desember 1996 di Manila pada acara Asian Productivity Organization (APO) World
Conference on Green Productivity yang telah ditandatangani oleh semua peserta deklarasi
keseluruhan. Green Productivity merupakan aplikasi alat, teknik dan metodologi dari
3
produktivitas dan manajemen lingkungan yang tepat untuk mengurangi dampak lingkungan
dari kegiatan suatu organisasi, barang dan jasa”. Dengan demikian, pendekatan metode ini
sangat berkaitan dengan kondisi isu lingkungan yang marak terjadi saat ini, sehingga dapat
Kombinasi metode Reverse Logistics dalam menentukan rute dan jaringan untuk
sampah organik yang masuk dan dikelola oleh bagian composting TPA Rawa Kucing agar
dapat optimal dari kondisi awal yang hanya mengelola satu distribution center dalam pasokan
sampah organik yang akan diolah. Kondisi awal yang ada adalah sebagian besar sampah
organik lainnya ditumpuk bersama dengan sampah lainnya di sanitary landfill. Hal ini akan
membuat simulasi sistem untuk rute dan jaringan dari gerakan sampah organik yang masuk
terhadap proses mengolah sampah organik menjadi kompos. Sehingga nilai evaluasi yang
didapatkan adalah produktivitas yang optimal dan dampak terhadap lingkungan yang rendah.
Dengan demikian, seluruh rangkaian proses dalam ruang lingkup aman untuk dikembalikan
kepada lingkungan.
Berdasarkan uraian diatas, maka secara spesifik masalah pokok dalam penelitian itu
sampah pada TPA Rawa Kucing dan siapa saja yang terkena dampak?
lingkungan?
saja dampak kebijakan pengelolaan sampah pada TPA Rawa Kucing dan siapa
BAB I : PENDAHULUAN
BAB II : PEMBAHASAN
5
BAB II
PEMBAHASAN
Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi
memberikan kontribusi dalam menimbulkan jenis sampah yang semakin beragam, antara lain,
sampah kemasan yang berbahaya dan/atau sulit diurai oleh proses alam.
Selama ini sebagian besar masyarakat masih memandang sampah sebagai barang sisa
yang tidak berguna, bukan sebagai sumber daya yang perlu dimanfaatkan. Masyarakat dalam
mengelola sampah masih bertumpu pada pendekatan akhir (end-of-pipe), yaitu sampah
dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pemrosesan akhir sampah. Padahal, timbunan
sampah dengan volume yang besar di lokasi tempat pemrosesan akhir sampah berpotensi
melepas gas metan (CH4) yang dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca dan memberikan
kontribusi terhadap pemanasan global. Agar timbunan sampah dapat terurai melalui proses
alam diperlukan jangka waktu yang lama dan diperlukan penanganan dengan biaya yang
besar.
Paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu pada pendekatan akhir sudah saatnya
ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru pengelolaan sampah. Paradigma baru
memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat
dimanfaatkan, misalnya, untuk energi, kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku industri.
Pengelolaan sampah dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif dari hulu, sejak
sebelum dihasilkan suatu produk yang berpotensi menjadi sampah, sampai ke hilir, yaitu pada
6
fase produk sudah digunakan sehingga menjadi sampah, yang kemudian dikembalikan ke
media lingkungan secara aman. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut
Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan
wajib memberikan pelayanan publik dalam pengelolaan sampah. Hal itu membawa
konsekuensi hukum bahwa pemerintah merupakan pihak yang berwenang dan bertanggung
bermitra dengan badan usaha. Selain itu organisasi persampahan, dan kelompok masyarakat
yang bergerak di bidang persampahan dapat juga diikut sertakan dalam kegiatan pengelolaan
sampah.
komprehensif, pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat, serta tugas dan wewenang
payung hukum dalam bentuk undang-undang. Pengaturan hukum pengelolaan sampah dalam
Undang-Undang ini berdasarkan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas
keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai
ekonomi.
7
a. kepastian hukum bagi rakyat untuk mendapatkan pelayanan pengelolaan sampah yang
d. kejelasan tugas, wewenang, dan tanggung jawab Pemerintah dan pemerintahan daerah
e. kejelasan antara pengertian sampah yang diatur dalam UndangUndang ini dan pengertian
Hidup.
Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 20l2
tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Kebijalan dan Strategi Nasional Pengelolaan
1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan
Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 188, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5347).
a. bahwa untuk melakukan pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah
rumah tangga yang terukur, Pemerintah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun
8
2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan
b. bahwa Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah
Sejenis Sampah Rumah Tangga sebagaimana dimaksud dalam huruf a, menjadi pedoman
c. bahwa perlu dilakukan keseragaman dalam penyusunan Kebijakan dan Strategi Daerah
Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah
d. bahwa berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c,
perlu menetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang Pedoman
Penyusunan Kebijakan dan Strategi Daerah Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan
Berbeda dengan jenis sampah rumah tangga dan sampah sejenis Sampah rumah
tangga yang pengelolaannya telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012
tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga,
pengaturan Pengelolaan Sampah Spesifik jauh lebih kompleks dan beragam. Pasal 2 ayat (4)
Sampah Spesifik terdiri atas: Sampah yang Mengandung 83, Sampah yang Mengandung
Limbah 83, Sampah yang Timbul Akibat Bencana, Puing Bongkaran Bangunan, Sampah
yang Secara Teknologi Belum Dapat Diolah, dan/atau Sampah yang Timbul Secara Tidak
Periodik.
9
Sampah Spesifik merupakan timbulan Sampah yang perlu penanganan secara spesifik,
baik karena karakteristiknya, volumenya, frekuensi timbulnya ataupun karena faktor lainnya
yang memerlukan cara penanganan yang tidak normatif berurutan, tetapi memerlukan suatu
metodologi yang hanya sesuai dengan situasi dan kondisi tertentu. OIeh karena itu,
penyelenggaraan pengelolaannya tidak dapat dilakukan secara seragam yang berlaku untuk
semua jenis Sampah Spesifik, melainkan perlu dilakukan pengenalan yang mendalam dari
setiap jenis Sampah Spesifik dan demikian pula perlu pendekatan tersendiri dalam
pengelolaannya.
Pengelolaan Sampah Spesifik jug, didasarkan pada dua pendekatan utama yaitu: pengurangan
yang mencakup pembatasan, pendauran ulang dan pemanfaatan kembali, serta penanganan
akhir. Namun karena adanya perbedaan dari masingmasing jenis Sampah Spesifik yang
cukup signifikan, maka penyelenggaraan pengelolaan jenis Sampah Spesifik tersebut diatur
dalam pasal dan ayat yang berlainan. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2008 tersebut, dalam setiap pengelolaan jenis Sampah Spesifik, diupayakan acianya
tahap pengurangan ataupun pembatasan, kecuali untuk jenis Sampah yang Timbul Akibat
Bencana. Demrkian pula untuk tahap pemanfaatan kcmbali dalam rangka mengurangi beban
lingkungan dan efisiensi penda5,6lgunaan sumber daya alamjuga didorong agar dilakukan,
namun untuk jenis Sampah yang Mengandung 83 dan/atau Sampah yang Mengandung
Limbah 83 perlu dilakukan secara tersendiri sesuai dengan ketentuan peraturan pel'undang-
undangan.
10
E. Perda No.2 Tahun 2022
Pengelolaan sampah di Kota Tangerang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota
Pemerintah Daerah. Di samping itu, dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008
sampah;
pemanfaatan sampah;
pengelolaan sampah,
Berdasarkan tugas dan kewajiban tersebut diatas, Pemerintah Kota Tangerang telah
menetapkan berbagai macam kebijakan berkaitan dengan sampah melalui peraturan daerah
maupun peraturan Wali Kota. Kota Tangerang sudah memiliki dasar hukum dalam
pengelolaan sampah yang mana tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 3
Tahun 2009 tentang Pengelolaan Sampah. Selain itu, dalam mendukung pengelolaan sampah
Tangerang Nomor 13 Tahun 2009 tentang Penanganan Sampah dan Peraturan Wali Kota
Tangerang Nomor 99 Tahun 2018 tentang Kebijakan dan Strategi Kota Tangerang dalam
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
Jika dilihat dari substansi, waktu pengundangan dan adanya perkembangan kota serta
11
tersebut belum mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
serta peran masyarakat dan dunia usaha, sehingga dapat berjalan secara proporsional, efektif
dan efesien.
peraturan tentang sampah di Kota Tangerang dikarenakan beberapa faktor antara lain
dikarenakan Peraturan Daerah Kota Tangerang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pengelolaan
Sampah ditetapkan sebelum peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008
tentang Pengelolaan Sampah dibentuk. Selain itu, muatan materi dari Peraturan Daerah Kota
Tangerang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Sampah belum mencerminkan materi
muatan suatu peraturan daerah yang mengatur pengelolaan sampah sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2011 tentang Pedoman Materi
Muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan
Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Jika dilihat kandungan Peraturan Daerah Nomor 3
Tahun 2009 tentang Pengelolaan Sampah tidak mengakomodir terkait muatan pembiayaan
dan kompensasi.
Tangerang dalam melaksanakan pengelolaan sampah yang terpadu dan komprehensif di Kota
sampah di Kota Tangerang. Hal-hal tersebut diatas menjadi dasar perlunya dibentuk
Peraturan Daerah Kota Tangerang tentang Pengelolaan Sampah yang lebih komprehensif dan
kekuatan hukum yang kuat. Penyusunan rancangan peraturan daerah Kota Tangerang tentang
12
pengelolaan sampah ini merupakan solusi masalah persampahan di Kota Tangerang dari
aspek kebijakan. Selain itu, dalam rangka pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah di Kota
Tangerang secara komprehensif dan terpadu yang berdasarkan pada prinsip yang berwawasan
lingkungan sehingga dapat memberikan manfaat kesehatan bagi masyarakat dan lingkungan
2.2 Dampak kebijakan pengelolaan sampah pada TPA Rawa Kucing menggunakan
PESTEL
Dampak dari kebakaran TPA Rawa Kucing dapat dilihat melalui pendekatan PESTEL, yang
mengidentifikasi faktor-faktor politik, ekonomi, sosial, teknologi, lingkungan, dan hukum,
yaitu:
1. Politik: Positif: Kejadian ini dapat memicu respons cepat dari pemerintah dan otoritas
setempat untuk meningkatkan pengelolaan limbah dan pengamanan TPA di wilayah tersebut.
Negatif: Ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola TPA dapat menimbulkan
ketidakpercayaan masyarakat terhadap kinerja pemerintah dalam menjaga lingkungan.
2. Ekonomi: Positif: Dampak ekonomi dapat terasa melalui peningkatan aktivitas konstruksi
dan pemulihan lingkungan pasca-kebakaran, memberikan peluang bagi industri konstruksi
dan sektor terkait. Negatif: Biaya pemulihan dan rehabilitasi lingkungan pasca-kebakaran
bisa sangat besar dan memberatkan pemerintah dan masyarakat sekitar.
3. Sosial: Positif: Kejadian ini dapat membangkitkan kesadaran akan pentingnya pengelolaan
limbah dan perlindungan lingkungan di kalangan masyarakat. Negatif: Dampak kesehatan
masyarakat akibat polusi udara dan tanah dapat meningkat, serta terganggunya kehidupan
sehari-hari masyarakat sekitar TPA.
4. Teknologi: Positif: Kejadian ini bisa memicu inovasi teknologi dalam pengelolaan limbah
dan sistem keamanan TPA untuk mencegah kejadian serupa di masa depan. Negatif:
Terbatasnya teknologi yang tersedia untuk mengatasi dampak kebakaran TPA dapat menjadi
hambatan dalam upaya pemulihan.
13
pengelolaan limbah. Negatif: Kerusakan lingkungan akibat kebakaran TPA dapat berdampak
jangka panjang pada ekosistem dan kesehatan masyarakat sekitar.
6. Hukum: Positif: Dampak kebakaran TPA dapat mendorong perubahan atau penegakan
regulasi yang lebih ketat dalam pengelolaan TPA dan pembuangan limbah. Negatif: Proses
hukum dan tanggung jawab atas kejadian tersebut dapat menjadi rumit dan memakan waktu.
Melalui analisis PESTEL ini, kita dapat melihat bahwa kejadian TPA Rawa Kucing
kebakaran memiliki dampak yang kompleks terhadap berbagai aspek kehidupan dan
lingkungan. Dengan pemahaman yang lebih mendalam mengenai faktor-faktor ini,
diharapkan tindakan yang diambil dapat lebih komprehensif dan berkelanjutan dalam
menangani dampak kejadian tersebut.
2.3. Rekomendasi agar kebijakan tersebut mendukung tujuan keberlanjutan lingkungan
Berdasarkan analisis PESTEL, ada 3 rekomendasi yang dapat diusulkan untuk menangani
dampak kebakaran TPA Rawa Kucing, yaitu:
3. Perubahan Regulasi: Evaluasi ulang serta penegakan regulasi terkait pengelolaan TPA dan
limbah perlu dilakukan untuk memastikan kepatuhan yang lebih ketat dan efektif.
Keterlibatan aktif dari pemangku kepentingan termasuk masyarakat, bisnis, dan ahli
lingkungan sangat penting dalam proses ini.
Melalui implementasi rekomendasi ini, diharapkan dapat tercipta upaya yang lebih
komprehensif dalam menangani dampak kebakaran TPA Rawa Kucing dan mencegah
kejadian serupa di masa depan.
14
BAB III
PENUTUP
3.1Kesimpulan
Padahal, timbunan sampah dengan volume yang besar di lokasi tempat pemrosesan akhir
sampah berpotensi melepas gas metan (CH4) yang dapat meningkatkan emisi gas rumah
saatnya ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru pengelolaan sampah. Paradigma
baru memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan
dapat dimanfaatkan, misalnya, untuk energi, kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku
industri. Pengelolaan sampah dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif dari hulu,
sejak sebelum dihasilkan suatu produk yang berpotensi menjadi sampah, sampai ke hilir,
yaitu pada fase produk sudah digunakan sehingga menjadi sampah, yang kemudian
makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan pengetahuan terkait “Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) Rawa Kucing Kota Tangerang”. Kami mengetahui bahwa
makalah ini tidaklah sempurna. Untuk itu, diperlukan kritik dan saran yang
15
16