Anda di halaman 1dari 27

DIES NATALIS XVIII

FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI DAN SAINS


UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN
Selasa, 26 April 2011

Fakultas Teknologi lnformasi dan Sains


UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN
BANDUNG
Oratio Dies
- - - - -------

PERKEMBANGAN DAN PERAN ILMU FISIKA DALAM


PENDIDIKAN KARAKTER

Sylvia Hastuti Sutanto, Ph.D.


Jurusan Fisika
Fakultas Tekno/ogi lnformasi dan Sains
Universitas Katolik Parahyangan

A. Pendahuluan

llmu Fisika merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari fenomena-


fenomena alam, khususnya yang berkaitan dengan benda mati. Perkembangan
ilmu fisika yang begitu pesat, khususnya sejak abad 20, telah mengubah gaya hid up
dan budaya manusia di dunia. Sepuluh tahun yang lalu, kita masih menggunakan
tabung monitor yang memiliki radiasi elektromagnetik tinggi sehingga \idak balk
untuk kesehatan, namun saat ini kita sudah menggunakan layar Light Emitting
Diode (LED) yang memiliki tingkat radiasi mendekati 0. Lima belas tahun yang
lalu, telepon seluler sangat langka, bahwa Presiden Amerika Serikat Bill Clinton
saat mengunjungi Australia, sangat takjub melihat begitu banyak orang Australia
menggunakan telepon seluler sehingga beliau berkata bahwa satu di antara dua
orang Australia pasti menggunakan telepon seluler. Namun saat ini 1 hampir semua
orang di dunia memiliki telepon seluler dengan harga yang terjangkau, semata-
mata karena berkembangnya teknologi bahan yang memungkinkan penekanan
harga dan ukuran telepon seluler tersebut.

Pesatnya perkembangan ilmu fisika dan aplikasinya menyebabkan ilmu ini menjadi
salah satu mata pelajaran di tingkat pendidikan dasar dan menengah di negara
ma ju. Di Indonesia sendiri, mata pelajaran fisika juga menjadi mata pelajaran wajib
dari tingkat SMP hingga SMA. Di dalam program-program studi eksakta, ilmu fisika
menjadi mata kuliah tingkat dasar. Namun ironisnya, para lulusan sangat jarang
Dies Natalis XVIII Fakultas Teknologi lnformasi dan Sains • Universitas Katolik l'arahyangan 29

Ora\io Dies

menggunakan ilmu fisika yang pernah dipelajarinya dalam pekerjaannya, dan hanya
intensif digunakan bagi mereka yang menjadi peneliti fisika, guru dan dosen tisika.
Kenyataan ini akhirnya menimbulkan pertanyaan besar : "Apakah gunanya kita
mempelajari fisika selama bertahun-tahun, kalau nantinya tidak akan bermanfaat
dalam pekerjaan ?".

Dalam orasi ini, akan dibahas bagaimana ilmu fisika berkembang hingga saat ini.
Memang tidak semua perkembangan bidang ilmu tisika akan dibahas dalam orasi
ini, namun hal yang menjadi fokus adalah bagaimana proses perkembangan ca bang
ilmu fisika terjadi dan bagaimana proses perkembangan ini dikaitkan dengan
pendidikan karakter melalui pengajaran fisika. Dengan demikian, ilmu tisika dapat
memberikan kontribusi bagi perkembangan karakter para ca Ion sarjana yang pernah
mengenyam ilmu tersebut. Karakter-karakter yang dikembangkan dari ilmu fisika
ini bersifat generik, artinya bahwa karakter-karakter tersebut dapat diaplikasikan
dalam segala aspek kehidupan.

B. Perkembangan llmu Fisika

llmu Fisika berkembang dari keingintahuan manusia akan perilaku alam sekitarnya.
Tidak ada yang tahu kapan persisnya manusia mulai mencari penjelasan-penjelasan
rasional tentang alam sekitarnya, seperti kapan manusia mulai memahami eksistensi
api, kekerasan benda dan kegunaannya, gerak benda langit dalam kaitannya waktu
dan pergantian musim, dan sebagainya. Pengetahuan manusia tentang perilaku
alam saat itu masih bersifat sporadis dan belum terstruktur seperti sekarang ini.

Pengetahuan yang sporadis tersebut mulai tersusun secara sistematis dengan


dipergunakannya pengamatan / observasi dalam memahami fisis. Sebagai contoh,
dengan melihat bagaimana benda dapat bergerak, filsuf Yunani Aristoteles pada
abad ke 2 sebelum Masehi mengusulkan 3 gagasan :
• Adanya gerak alami (natural motion) pada setiap benda, yang arah
geraknya adalah arah vertikal. Contoh gerak alami adalah sebagai berikut
: benda padat yang selalu bergerak ke bawah jika dilepaskan, udara yang
selalu bergerak ke atas, dan lain sebagainya. Benda yang lebih berat akan
memiliki gerak alami yang lebih besar, contohnya : bulu bergerak jatuh
lebih lambat daripada batu.
30 Dies Natalis XVIII Fakultas Teknologi lnformasi dan Sains Universitas Katolik Parahyangan
-----------·
Untuk gerak dalam arah mendatar, Aristoteles mengusulkan bahwa

diperlukan dorongan I tarikan untuk dapat menggerakkan benda dalam
arah mendatar. Apa bi la dorongan I tarikan tersebut ditiadakan, maka pada
akhirnya benda akan berhenti bergerak mendatar.
• Untuk benda-benda langit, Aristoteles mengusulkan bahwa benda-benda
langit tersebut terbuat dari zat yang dinamakan eter. Eter tersebut secara
alami akan selalu berada di langit dan tidak jatuh ke bumi, dan secara
alami pula bergerak mengelilingi bumi.
Meskipun jika dibandingkan dengan ilmu pengetahuan saat ini, ketiga gagasan
Aristoteles tersebut tidak masuk aka!, namun gagasan-gagasan tersebut muncul
sebagai hasil dari pengamatan yang mendalam terhadap gerak benda. Gagasan-
gagasan di atas dapat menjelaskan sejumlah besar fenomena tentang gerak benda
pada saat itu, sampai pada akhirnya terdapat fenomena yang tidak dapat dijelaskan
dengan gagasan-gagasan Aristoteles ini.

Galileo Galilei mengemukakan gagasan yang berbeda sekitar 1800 tahun


kemudian. Galileo mengusulkan bahwa jika dua benda dijatuhkan bersama dengan
mengabaikan gesekan udara, maka kedua benda tersebut akan mencapai lantai
secara bersamaan tanpa bergantung pada berat benda, ukuran benda dan jenis
materi benda. Selain itu, Galileo juga mengemukakan pendapatnya tentang gerak
benda langit, yaitu bahwa bumi dan beberapa planet lain bergerak mengelilingi
matahari. Untuk mendukung gagasan-gagasan tersebut, Galileo untuk pertama
kalinya menggunakan metode yang terstruktur, yaitu
• Melakukan idealisasi permasalahan, seperti pengabaian gesekan udara
dalam gerak jatuh.
• Mengisolasi permasalahan. Dalam hal ini 1 Galileo memisahkan
pembahasan tentang gerakjatuh dengan gerak mendatar.
• Melakukan percobaan untuk mendapatkan data dalam mendukung
gagasan.
• Melakukan metode kuantitatif, dengan menganalisis data-data yang
diperoleh dari eksperimen dan memprediksi posisi gerak benda pada
waktu yang akan datang.
Dengan metode di atas, maka gagasan-gagasan Galileo menjadi tidak terbantahkan.
Metode di atas merupakan cikal bakal metode ilmiah yang hingga saat ini
digunakan dalam penelitian-penelitian ilmiah. Sekalipun demikian, gagasan-
gagasan Galileo mendapat tentangan keras dari para pengikut ajaran Aristoteles
Dies Natalis XV!ll Fakultas Teknologi lnformasi dan Sa ins - Universitas Katolik Panihyangan 31
9ratio Dies

dan Gereja, khususnya terhadap gagasan tentang sistem tata surya, dimana bumi
bukan merupakan pusat alam semesta. Galileo harus menghabiskan 10 tahun sisa
hidupnya sebagai tahanan rumah, dan baru pada tahun 1992, Galileo mendapat
11
pengampunan 11 dari Paus Yohanes Paulus II.

Sejak saat itu, perkembangan ilmu fisika berkembang dengan metode yang
dikembangkan oleh Galileo. Dalam perkembangannya, cabang ilmu fisika dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu fisika klasik dan fisika modern.
Fisika klasik mangacu pada cabang-cabang fisika yang dikembangkan sebelum
abad 20 dan ditujukan pada pemahaman fenomena makroskopis. Fisika modern
mengacu pada cabang-cabang ilmu fisika yang dikembangkan setelah abad 20, dan
sebagian besar ditujukan pada pemahaman fenomena mikroskopis, kecuali teori
relativitas khusus Einstein yang dapat juga digunakan untuk memahami fenomena
gerak benda makroskopis dengan laju mendekati laju cahaya dan teori relativitas
um um Einstein untuk me ma ha mi gerak benda di bawah pengaruh gaya gravitasi.

a. Fisika Klasik : Perkembangan Paham Deterministik

Sebagian besar orang berpendapat bahwa era fisika klasik dimulai pada saat
lsaacNewton mengusulkan tiga teori Newton tentang gerak dan dan teori gravitasi
dalam bukunya Mathematical Principles of Natural Philosophy (Phi/osophiae
Natura/is Principia Mathematica) pada tahun 1687. Dengan tiga teori gerak
tersebut, Newton dapat menjelaskan hampir semua gerak benda yang pernah
dipelajari secara terpisah oleh para pendahulunya, seperti Archimedes dengan gaya
ke atas di dalam fiuida (gaya Archimedes), Galileo dengan gerak jatuh bebasnya dan
Johannes Kepler dengan konsep lintasan planet yang berbentuk elips.

Dengan teori tentang gerak benda, dan teori gravitasi, Newton mendapatkan
bahwa gerak benda di permukaan bumi dan gerak benda langit ternyata diatur
oleh hukum alam yang sama. Hal ini bertentangan dengan pandangan Aristoteles
yang beranggapan bahwa hukum alam yang mengatur gerak benda di permukaan
bumi berbeda dengan hukum alam yang mengatur gerak benda langit. Selain itu,
dengan menggunakan teori gerak tersebut dan dengan bantuan matematika,

32 Dies Natalis XVlll Fakultas Teknologi lnformasi dan Sains - Universitas Katolik Parahyangan
manusia dapat memprediksi perilaku gerak benda pada waktu yang akan datang
dengan akurasi yang mengagumkan. Teori Newton tentang gerak menjadi dasar
pernahaman manusia tentang gerak benda untuk masa yang cukup lama, dan
hingga sekarang masih dipergunakan hingga batas-batas tertentu.

Secara filosofis, teori Newton tentang gerak telah mengubah pandangan manusia
menjadi deterministik, yang berarti bahwa setiap peristiwa dapat diprediksi dengan
tepat berdasarkan keadaan yang berlaku saat ini. Secara matematis, teori Newton,
khususnya teori Newton II dapat direpresentasikan dalam persamaan diferensial
orde 2 yang perilaku solusi persamaan tersebut bergantung pada posisi dan
kecepatan benda pada suatu saat tertentu. Pandangan deterministik dikemukakan
oleh ilmuwan Marquis de Laplace di awal abad 19, yang menyatakan bahwa alam
semesta pun bersifat deterministik. Hal ini memunculkan pendapat bahwa perilaku
manusia pun di masa mendatang sangat bergantung bagaimana perilaku manusia
yang bersangkutan di masa kini, dimana dalam sebagian besar kasus, pendapat ini
ada benarnya.

Prinsip deterministik ini semakin menguat dengan munculnya formulasi alternatif


gerak benda yang dikemukakan oleh Euler dan Lagrange dengan menggunakan
prinsip variasi. Dalam prinsip tersebut, setiap sistem fisis dideskripsikan dengan
sebuah kuantitas yang dinamakan fungsi Lagrange (Lagrangian)L, dan sebuah aksi
(action) A, dimana 1,

A= fL dt
(1)

Nilai A bergantung pada lintasan perubahan sistem fisis dari waktu t, ke waktu t,.
Perilaku sistem fisis mengikuti lintasan perubahan sistem fisis yang memberikan
nilai ekstrem pada A (dalam hal ini, nilai minimum). Prinsip variasi menempati
posisi yang sangat penting dalam perkembangan ilmu fisika, dan hampir semua
fenomena fisika diformulasikan dengan prinsip ini. Bahkan sifat pemantulan dan
pembiasan cahaya dapat diformulasikan dengan memandang bahwa cahaya selalu
memilih lintasan yang dapat ditempuh dengan waktu terpendek. Dengan demikian,
sangatlah wajar jika orang berpendapat bahwa alam bekerja dengan suatu
mekanisme yang sudah tertentu, dan apabila kita memiliki informasi yang cukup
tentang mekanisme tersebut, maka kita dapat memprediksi perilaku alam di masa
depan dengan akurasi yang memadai.
Dies Nata Ifs XVIII Fakultas Teknologi lnformasi dan Sains - Universitas Katollk Parahyang~ri 33
Oratio Dies

Pada perkembangannya, teori Newton tentang gerak mampu menjelaskan cabang


ilmu fisika yang pada awalnya tidak tampak berkaitan dengan gerak benda,
misalnya termodinamika. Pada awalnya, termodinamika mempelajari perilaku gas
secara makroskopis, dengan tekanan, temperatur dan volume sebagal parameter-
parameter yang menentukan keadaan suatu gas tertentu. Ketika pengenalan
bahwa gas terdiri dari partikel-partikel yang bergerak secara acak, maka perilaku
makroskopis gas tersebut dapat dipahami dengan memandang bahwa setiap
partikel di dalam gas tersebut bergerak mengikuti kaidah teori Newton tentang
gerak, dan dengan menggunakan statistika untuk menangani perilaku keacakan
gerak partikel-partikel tersebut. Dalam termodinamika klasik, digunakan pula
asumsi bahwa perilaku partikel secara individual tidak mempengaruhi perilaku
partikel-partikel penyusun yang lain, sehingga setiap partikel individual memiliki
bobot yang sama dalam menentukan perilaku gas secara makroskopis. Dengan
demikian, maka termodinamika masih bersifat deterministik, karena didasarkan
pada teori dasar yang bersifat deterministik, yaitu teori Newton tentang gerak.

Penemuan tentang kaidah-kaidah kelistrikan dan kemagnetan menunjukkan


adanya fenomena fisis baru yang berkaitan dengan sifat benda bermuatan listrik.
Pada tahun 1785, Charles Augustin de-Coulomb menemukan bahwa benda
bermuatan listrik dapat menimbulkan gaya pada benda bermuatan listrik lainnya
melalui interaksi jarak jauh (action-at-a-distance). Fenomena ini dijelaskan dengan
menggunakan konsep medan listrik. Pada tahun 1820, Jean-Baptiste Biot dan Felix
Sava rt menemukan bahwa muatan listrik yang bergerak dapat menimbulkan medan
magnetik. Hal sebaliknya ditemukan oleh Michael Faraday pada tahun 1845, yaitu
bahwa perubahan medan magnetik terhadap waktu dapat menimbulkan medan
listrik. Keseluruhan fenomena kelistrikan dan kemagnetan di atas dirangkum oleh
James Clerk Maxwell pada tahun 1873 ke dalam sejumlah persamaan diferensial
yang konsisten satu sama lain, yang kemudian dinan1akan Persamaan Maxwell.
Formulasi Maxwell ini memprediksikan adanya gelombang baru yang disebabkan
oleh kombinasi medan listrik dan medan magnetik. Gelombang ini berbeda
dengan gelombang mekanis yang dapat diperoleh dengan menggunakan teori
Newton, karena gelombang ini tidak memerlukan medium untuk merambat dan
memiliki kecepatan mutlak yang tidak bergantung pada gerak pengamat. Dalam
perkembangan fisika klasik, cabang-cabang ilmu fisika yang dikembangkan dari teori
Newton seperti mekanika, termodinamika dan gelombang mekanis, dipandang
terpisah dengan cabang-cabang fisika yang dikembangkan dari teori listrik magnet.
34 Dies Natalis XVIII Fakultas Teknolog·1 lnformasi dan Sains· Universitas Katolik Parahyangan
b. Fisika Modern : Perkembangan Paham Probabilistik

Era fisika modern dimulai pada awal abad 20 dengan perdebatan penjelasan
berbagai fenomena fisis yang tidak dapat dilakukan dengan kaidah fisika klasik yang
telah pada saat itu. Fenomena fisis yang dimaksud adalah penjelasan tentang radiasi
yang dipancarkan oleh sebuah benda hitam (benda yang secara ideal menyernp
seluruh radiasi luar yang diterimanya), efek fotolistrik, spektrum tak kontinu yang
dipancarkan oleh lampu hidrogen dan sifat mutlak laju gelombang elektromagnetik
yang tidak bergantung pada gerak pengamat.

Sifat-sifat radiasi benda hitam ditinjau dari sisi termodinamika dipelajari oleh
Wilhelm Wien di tahun 1896, Josef Stefan di tahun 1879 dan Ludwig Boltzmann
di tahun 1889. Pada tahun 1900, John W. S. Rayleigh dan James H. Jeans mencoba
menjelaskan sifat-sifat radiasi benda hitam dengan menggunakan teori Newton
dan mekanika statistik, namun hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan data
eksperimen untuk radiasi dengan panjang gelombang yang pendek. Pada tahun
yang sama, Max Planck mengusulkan penjelasan yang hasilnya sesuai dengan
data eksperimen, namun penjelasan yang diberikan sangat berseberangan dengan
pemahaman tentang radiasi pada saat itu, yaitu
• Penyerapan energi oleh benda hitam bersifat diskrit.
• Besar energi yang diserap bergantung pada frekuensi radiasi.
Hipotesa yang dikemukakan Planck dikonfirmasi oleh Albert Einstein di tahun 1905.
Bahkan pada tahun tersebut, Einstein menerbitkan 4 buah makalah ilmiah dalam
jurnal Annalen der Physik yang kemudian merevolusi pemahaman manusia tentang
alam. Salah satu makalah jurnal tersebut dalam membahas penjelasan tentang
efek fotolistrik dengan menggunakan hipotesa Planck, dengan sedikit modifikasi
bahwa energi radiasi elektromagnetik bersifat diskrit yang efeknya dapat dirasakan
di tingkat mikroskopis, dan bahwa dengan demikian, radiasi elektromagnetik dapat
berperilaku seperti partikel dalam interaksinya dengan parlikel mikroskopik lainnya.
Hipotesa Einstein ini dikonfirmasi oleh Arthur H. Compton melalui eksperimen
hamburan Compton di tahun 1923.

Pada era ini pula, manusia mulai mempertanyakan building block benda-benda
makroskopis yang dinamakan atom. Konsep tentang atom telah dikemukakan
oleh para filsuf Yunani berabad-abad yang lalu, namun teori tentang atom yang
Dies Natalis XVl!I Fakultas Teknologi lnformasi dan Sains • Universitas Katolik Parahyangan 35
Oratio Dies _ _ _ __

didasarkan pada hasil eksperimen baru berkembang sejak tahun 1910.Model


atom yang bersifat stab ii dikemukakan oleh Niels Bohr dan Ernest Rutherford pada
tahun 1911. Dalam model tersebut, Bohr dan Rutherford menggunakan hipotesa
kuantisasi energi yang dikemukakan Planck dan postulat kuantisasi lintasan orbit
elektron 1 namun mereka masih mengasumsikan bahwa elektron memiliki !intasan
orbit elektron tertentu untuk setiap keadaan. Pada tahun 1924, Louis de Broglie
dalam disertasi doktornya mengusulkan bahwa dalam tingkat mikroskopis,
sebuah partikel yang bergerak dapat berperilaku sebagai gelombang. De Broglie
menggunakan asumsi ini untuk menggambarkan gerak elektron mengelilingi
inti atom hidrogen sebagai sebuah gelombang yang menjalar dan menunjukkan
bahwa postulat Bohn-Rutherford tentang kuantisasi lintasan elektron tidak lain
adalah konsekuensi perilaku gelombang pada elektron yang bergerak. Asumsi ini
dikonfirmasi secara eksperimental oleh Clinton J. Davisson, lester H. Germer dan
George P. Thomson (putra penemu elektron, J. J. Thomson) dengan menunjukkan
bahwa berkas elektron (yang disebut sinar katoda) dapat menghasilkan pol a difraksi
yang sama dengan pola difraksi gelombang sinar X.

Postulat de Broglie merupakan awal munculnya pandangan probabilistik dalam


fisika. Postulat ini mengusulkan bahwa kita tidak dapat mengisolasi keberadaan
elektron pada posisi tertentu. Analisis lebih mendalam terhadap pola difraksi yang
dihasilkan oleh berkas elektron menunjukkan bahwa di dalam level mikroskopis,
kita tidak dapat melakukan pengukuran dengan tepat untuk setiap besaran. Jika kita
melakukan suatu pengukuran terhadap suatu be saran tertentu dengan akurasi tinggi,
maka akurasi besaran lain harus dikorbankan. Hal ini tidak lain disebabkan karena
perilaku kita dalam melakukan pengukuran terhadap suatu sistem mikroskopis
akan mempengaruhi keadaan sistem tersebut. Sebagai contoh sederhana, untuk
dapat menentukan posisi suatu benda dengan akurat, kita membutuhkan cahaya
untuk dapat melihat benda tersebut. Namun jika hal yang sama kita lakukan untuk
menentukan posisi sebuah elektron, maka berdasarkan hamburan Compton,
elektron tersebut akan mengalami tumbukan dari radiasi cahaya, sehingga elektron
tersebut tidak lagi berada pada posisi semula. Konsekuensi dari contoh ini adalah
sebuah pertanyaan sederhana : "Kalau begitu, bagaimana kita dapat mengetahui
apakah sebelum lampu dinyalakan, elektron tersebut berada pada suatu tempat
tertentu ?". Kenyataannya, tan pa lampu, kita tidak dapat mengetahui dengan tepat
posisi elektron tersebut, namunjika lampu digunakan, maka elektron terse but sudah
tidak berada di tempatnya lagi. Dengan kata lain, kita hanya dapat menduga posisi
36 Dies Natalis XVIII fakultas Teknologi lnformasi dan Sains - Universitas Katolik Parahyangan
elektron tersebut dengan tingkat kepastian kurang dari 100%. Dalam hal ini, kita
tidak lagi memandang gejala alam mikroskopis secara deterministik, tetapi dengan
probabilistik. Prinsip ketidakpastian pada akhirnya menjadi suatu prinsip krusial
dalam memahami gejala fisis dalam dunia mikroskopis. Contoh tentang penentuan
posisi elektron di alas menunjukkan adanya kesulitan untuk mengetahui apa yang
terjadi dalam dunia mikroskopis secara pasti. Oleh karena itu, kita hanya dapat
11
memperkirakan 11 apa yang terjadi di dalam sistem mikroskopis tersebut dengan
menggunakan statistik. Setiap prediksi besaran yang diperoleh hanya merupakan
inferensi logika dari hasil pengamatan tidak langsung yang dilakukan pada suatu
sistem mikroskopis. Pandangan probabilistik dalam fisika ini didukung oleh Werner
Heisenberg dan Niels Bohr, namun ditentang keras oleh Albert Einstein.

Pandangan probabilistik ini juga akhirnya mempengaruhi pandangan deterministik


fisika melalui formulasi Lagrange, dimana hukum fisika mengikuti suatu lintasan
perubahan tertentu yang memberikan nilai aksi (1) yang minimum. Dalam dunia
mikroskopis, perubahan keadaan fisis ditentukan bukan hanya oleh satu lintasan
perubahan, tetapi oleh semua lintasan perubahan yang' mungkin. Konsep ini
diformulasikan secara gemilang oleh Richard P. Feynman di tahun 1942 dalam
disertasi doktoralnya. Hal ini memberikan gambaran baru tentang dunia
mikroskopis, yaitu bahwa setiap jalur perubahan memberikan kontribusi (sekecil
ataupun sebesar apapun kontribusinya) dalam perubahan keadaaan sistem fisis.

Selain tinjauan di alam mikroskopis, era fisika modern juga ditandai dengan
usaha memperoleh penjelasan tentang keabsolutan laju rambat gelombang
elektromagnetik. Berbagai usaha telah dilakukan untuk menjelaskan hal tersebut,
namun tidak ada satupun penjelasan yang benar-benar memuaskan. Pad a akhirnya,
keabsolutan laju rambat gelombang elektromagnetik harus dipandang sebagai
konsekuensi berlakunya hukum-hukum listrik magnet. Albert Einstein dalam
makalah ilmiahnya yang terkenal mengenai teori relativitas khusus di tahun 1905
tidak berusaha menjelaskan keabsolutan laju rambat gelombang elektromagnelik
ini, namun beliau menjadikannya sebagai salah satu postulat dalam teori relativitas
khususnya. Konsekuensi-konsekuensi yang dihasilkan oleh dua postulat teori
relativitas khusus telah mengubah pandangan manusia tentang perilaku fisis
pada kecepatan tinggi, dan beberapa konsekuensi tersebut pada saat ini telah
dimanfaatkan dalam teknologi navigasi, seperti penggunaan dilatasi waktu dalam
melakukan koreksi pada alat Global Positioning System (GPS). Kosenkuensi lain
D'les Natalis XVIII Fakultas Teknologi lnformasi dan Sa ins - Universitas Katolik Parahyangan 37
dari teori relativltas adalah adanya ekivalensi massa dan energi yang dinyatakan
2
dalam rumus terkenal 1T = 1nc . Dengan ekivalensi ini, secara parsial kita
mengerti bahwa setiap benda yang berrnassa ir1erni!iki energi yang sangat besar
yang dapat dilepaskan melalui suatu mekanisme tertentu (misalnya reaksi fisi
pada Uranium-235), dan juga secara parsia! kita mengerti tentang asa! usul alarn
semesta, bahwa massa benda rnerupakan energi yang termampatkan oleh suatu
proses tertentu dalam waktu yang sangat lama. Konsekuensi-konsekuensi di atas
merupakan inferensi loglka n1e!alui analisis matematis terhadap dua postulat teori
relativitas khusus, karena pada kenyataannya belum pernah ada inanusia yang
bergerak dengan laju mendekati laju ram bat cahaya.

Selain teori re!ativitas khusus, Einstein pada tahun 1915 juga mengusulkan teori
relativitas urnum yang menghubungkan eksistensi massa benda dengan geometri
ruang waktu di sekitar benda tersebut. Teori ini sering dlkena! sebagal teori
gravitasi modern yang mengubah pandangan tentang inedan gravitasi semenjak
teori gravitasi perta1na kali diusulkan oleh Newton. Da!an1 teori relativitas umum,
setiap benda akan bergerak melalul suatu lintasan dengan energi minimum dalam
suatu ruang waktu, dan keberadaan massa benda akan rnengubah bentuk ruang
waktu tersebut. Sebagai contoh, andaikan sebuah planet bergerak mengelilingi
sebuah bintang dalam !intasan lingkaran. Berdasarkan teori gravltasi Newton,
planet terse but mendapatkan gaya sentripetal dari gaya gravitasi sehingga bergerak
melingkar terhadap bintang tersebut, namun berdasarkan teori re1ativitas umurn,
keberadaan bintang akan melengkungkan ruang waktu di sekitar bintang tersebut,
sehingga planet akan bergerak menelusuri ruang waktu yang melengkung tersebut.
l<eduanya tetap menyatakan bahwa planet tersebut akan bergerak mengelilingi
bintangnya, narnun cara pandang kedua teori tersebut sangat!ah berbeda. Teori
re!ativitas u111un1 juga memprediksikan bahwa lintasan cahaya akan terbelokkan
jika cahaya tersebut melalui sebuah benda bermassa, suatu hal yang bertentangan
dengan teori gravitasi Newton yang inenyatakan bahvva hanya benda-benda
bermassa saja yang rnenga!ami gaya gravitasi yang disebabkan o!eh benda bermassa
!ainnya. Prediksi teori relativitas um um sesuai dengan observasi poslsi bintang yang
dilihat pada saat gerhana matahari di Afrika Baral pada tahun 1919 yang dipimpin
oleh Arthur S. Eddington.

38 Dies Natali> XVIII Fakult<>S Teknologi lnfor111asi d<:n Sa ins" Universitas Katolik Parahy;ingan
c, Peranan Matematika dalam Perkembangan llmu Fisika

Dal am perkembangan fisika klasik dan fisika modern, peranan matemalika sangatlah
nenonjol. Dalam perketnbangan teori Newton, rnatematika digunakan sebagai
1
alat untuk rnembangun sebuah teori yang sederhana namun dapat menjangkau
sebanyak 1nungkin observasi ftsis yang telah ditemukan secara terpisah. Newton
menunjukkan dengan menggunakan matematika bahwa hukurn yang mengatur
gerak jatuh bebas adalah sama dengan hukum yang mengatur pergerakan benda
langit, namun untuk dapat menunjukkan hal tersebut. Newton memerlukan suatu
aturan perhitungan matematika yang be!urn ditemukan sebelumnya. Aturan inilah
yang sekarang kita kenal sebagai ka/kulus, yaitu suatu cabang matematika yang
berfokus pada perubahan infinitesimal (diferensial) dan penjumlahan infinitesimal
(integral). Secara bersamaan, Gottfried Wilhelm Leibniz, seorang matematikawan
Jerman, juga mengembangkan kalkulus. Dengan menggunakan kalkulus ini
pula, Newton menemukan bahwa gaya gravitasi haruslah sebuah kuantitas yang
berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antar benda. Dengan kalkulus pula,
Newton merumuskan ketiga teori geraknya untuk menjelaskan bentuk orbit planet
seperti yang diamati oleh Johannes Kepler, namun pada kenyataannya, teori
Newton tentang gerak tersebut berkembang menjadi dasar analisis tentang gerak,
yang sekarang disebut sebagai n1ekanika.

Demikian pula dengan fenomena listrik magnet. Teori listrik magnet yang ditemukan
secara terpisah oleh Coulomb, Biot-Savart, Ampere dan Faraday dirangkum
dengan menggunakan kalkulus vektor menjadi 4 buah persamaan Maxwell yang
berslfat konsisten satu sama lain. lmplikasi matematis persamaan Maxwell adalah
munculnya gelombang elektromagnetik yang memiliki laju rambat yang bersifat
absolut. lrnp!ikasi ini memunculkan kontradiksi, karena berdasarkan rnekanika
Newton, tidak ada besaran vektor yang bersifat absolut, apalagi jika dipandang dari
sebuah kerangka acuan yang bergerak dengan kecepatan tetap. Namun karena tidak
ditemukan kesalahan dalam formulasi persamaan Maxwell ini, maka para ftsikawan
memusatkan diri pada pencarian penjelasan logis tentang kontradiksi ini. Karena
tidak diperoleh jawaban yang memuaskan, maka Albert Einstein mempostulatkan
sifat absolut laju ram bat cahaya ini di dalam teori relativitas khususnya. Konsekuensi
matematis teori relativitas khusus, seperti transformasi ruang waktu, kontraksi
panjang, dilatasi waktu, ekivalensi massa dan energi mengubah pandangan
--·-----·--··----- -·-----------·------------
Dies Natalis XVIII Fakultas Teknologi lnformasi dan Sains • Universitas Katolik Parahyangan 39
Oratio Dies

rnanusia tentang ruang dan waktu yang diperlakukan sebagai besaran-besaran


yang setara, perilaku gerak pad a kecepatan tinggi, serta kemungkinan transformasi
massa menjadf energi dan seba!iknya.

Peranan geometri dalam fisika sangat dominan dalam pembentukan teori relativitas
um um, hingga muncul istilah geometrodynamics untuk teori ini. Hal ini disebabkan
karena inti dari teori re!ativitas umum adalah hubungan antara eksistensi materi
dengan dinamika ruang-waktu di sekitar materi tersebut, yang secara matematis
dinyatakan dalam persamaan medan Einstein. Fenomena seperti lubang hitam,
membeloknya cahaya di sekitar materi, dan lain-lain dapat dijelaskan dengan
berprinsip bahwa semua obyek (termasuk cahaya) bergerak mengikuti profil ruang-
waktu yang dilaluinya.

Peranan matematika juga sangat besar dalam perkembangan fisika kuantum. Pada
tahun 1926, Erwin Schrodinger mengembangkan sebuah persamaan diferensial
yang pada dasarnya berasal dari formulasi energi total nonrelativistik sistem
fisis, untuk memberikan deskripsi matematis tentang sistem-sistem mikroskopis.
Persamaan ini memberikan solusi fungsi keadaan sistem fisis yang ditinjau. Seka Ii pun
persamaan Schrodinger merupakan suatu terobosan dalam memahami fenomena
mikroskopis, namun solusi persamaan Schrodinger ini sangatlah bergantung pada
deskripsi matematis interaksi yang ada di dalam sistem mikroskopis tersebut. Oleh
karena itu, hanya sistem-sistem yang memiliki deskripsi interaksi sederhana yang
dapat dicari solusinya secara analitis. Untuk sistem yang lebih kompleks, persamaan
Schrodinger dapat dipecahkan secara numerik dengan menggunakan komputer,
bergantung pad a tingkat kompleksitas interaksi sistem tersebut.

Peranan matematika yang cukup besar dalam perkembangan fisika menyebabkan


kecenderungan para ilmuwan untuk mengkuantifikasi hukum-hukum alam ke
dalam bentuk matematika. Akibatnya, cukup banyal< persamaan matematika
yang kompleks yang cukup sulit untuk dicari pemecahannya. Dalam beberapa
kasus, sistem-sistem yang memiliki kompleksitas tinggi namun memiliki simetri,
dapat diselesaikan dengan menggunakan teori grup. Berdasarkan teorema yang
dikembangkan oleh Emmy Noether, setiap sistem yang tidak berubah terhadap
suatu transformasi, atau disebut memiliki simetrl terhadap transformasi tersebut,
akan memiliki besaran-besaran kekal yang terkait dengan simetri yang dimilikinya.
Dengan menganalisis besaran-besaran kekal tersebut, maka perilaku sistem
40 Dies Natalis XVIII Fakultas Teknologi lnformasi dan Sains • Universitas Katolik Parahyangan
fisis dapat dipahami. Aplikasi prinsip simetri pada sistem-sistem fisis dengan
menggunakan teori grup dilakukan dengan sangat intensif, khususnya sejak
pertengahan abad 20. Penggabungan teori elektromagnetik dan interaksi lemah
yang bertanggung jawab pada peluruhan radioaktif, dilakukan dengan melakukan
penggabungan dua grup simetri masing-maslng fenomena fisis untuk menjadi
sebuah simetri yang baru 1 yang dinamakan electro-weak theory. Perusakan simetri
baru ini memprediksikan munculnya partikel-partikel baru dengan sifat-sifat tertentu
(seperti besar massa dan muatan partikel). Ketika eksperimen mengkonfirmasi
keberadaan partikel-partikel yang diramalkan tersebut, maka electro-weak theory
menjadi sebuah teori baru yang dapat menggambarkan penyatuan dua interaksi
yang memiliki perbedaan orde kekuatan yang sangat berbeda. Teknik ini kemudian
digunakan untuk menggabungkan electro-weak theory dengan teori interaksi kuat
yang berlaku pada interaksi antar partikel pembentuk inti atom. Gabungan dari
ketiga teori tersebut saat ini dinamakan sebagai teori medan gabungan (unified
field theory).

Selain berperan sebagai alat untuk memodelkan fenomena fisis 1 matematika


juga digunakan untuk memprediksi munculnya fenomena-fenomena yang belum
terdeteksi. Fenomena-fenomena yang diprediksikan tersebut harus mendapat
konfirmasi dari hasil eksperimen. Jika hasil eksperimen mengkonfirmasi prediksi
suatu teori, maka teori tersebut akan semakin mendapat kepercayaan ilmiah,
namun jika hasil eksperimen tidak mengkonfirmasi, atau bahkan bertentangan
dengan prediksi teori, maka teori tersebut harus dimodifikasi. Bagaimanapun, hasil
eksperimen (alam) merupakan penentu keberlakuan suatu teori fisis.

Melihat peranan matematika yang begitu spektakuler terhadap perkembangan ilmu


fisika, manusia akan tertantang untuk bertanya : "Apakah kita dapat menggunakan
matematika untuk menemukan suatu perumusan teori fisika yang dapat
menjelaskan semua fenomena fisika yang ada ?". Tampaknya ini merupakan suatu
pertanyaan yang ambisius, namun hingga saat ini, perumusan yang dimaksud be Ium
terwujud hingga hari ini. Salah satu masalah yang dihadapi dalam rangka pencarian
perumusan tersebut adalah bahwa belum ada mekanisme matematis yang dapat
menggabungkan teori gravitasi (khususnya teori gravitasi modern) ke dalam unified
field theory, dalam hal ini, yaitu melalui teori medan. Hal ini disebabkan karena
medan gravitasi jauh lebih lemah dari pada medan-medan interaksi di tingkat
mikroskopis, sehingga belum nampak konsistensi matematis antara kedua medan
Natalis XV!ll Fakultas Teknologi lnformasi dan Sa ins - Universitas Katolik Parahyangan 41
Oratio Dies

tersebut. Beberapa alternatif telah ditawarkan untuk penggabungan ini, seperti


teori superdawai (super.string theory), tetapi prediksi teori tersebut hingga saat
ini belurn terdeteksi oleh eksperirnen, karena untuk mendeteksi prediksi-prediksi
tersebut, dibutuhkan energi yang sangat besar, bahkan sedemikian besarnya energi
yang dibutuhkan hingga hampir setara dengan kondisi beberapa detik setelah
terjadinya alam sernesta menu rut teori denturnan besar (Big Bang).

D. Pendidikan Karakter melalui Pembelajaran Fisika

Setelah melihat perkembangan fisika seperti yang diuraikan di atas, kita dapat
membayangkan betapa pesat dan kompleks perkembangan fisika hingga saat ini.
Dengan perkembangan ilmu fisika yang sedemikian pesat, maka hampir mustahil
kalau kita dapat mempelajari seluruh cabang ilmu fisika selama duduk di bangku
pendidikan. Belum lagi adanya kenyataan di Indonesia bahwa pendidikan fisika
dipandang sebelah mata karena dianggap tidak dapat mempersiapkan lulusannya
untuk bekerja selain menjadi seorang peneliti dan pengajar. Namun di dalam
kurikulum pendidikan dasar dan menengah, seluruh materi fisika diajarkan dengan
penekanan pada pengetahuan matematis dan penyelesaian soal-soal. Bahkan mata
pelajaran fisika menjadi salah satu mata pelajaran yang dituntut kelulusannya dalam
ujian akhir, baik tingkat sekolah maupun tingkat nasional. Tidak mengherankan kalau
pada akhirnya muncul anggapan bahwa mata pelajaran fisika hanya merupakan
mata pelajaran yang membebani saja, dan tidak ada relevansinya dengan program
studi yang akan diambil di jalur pendidikan tinggi dan dunia kerja. Tidak jarang
pula matakuliah Fisika Dasar dipandang hanya sebagai pemenuhan persyaratan
kurikulum belaka dan tidak akan digunakan pada tingkat-tingkat selanjutnya.

Apakah benar anggapan tersebut di atas ? Anggapan itu bisa jadi benar apabila
kita hanya menekankan pengetahuan fisika dan kemampuan matematis saja.
Namun anggapan tersebut dapat keliru jika kita juga menekankan pertumbuhan
kemampuan generik melalui pengajaran fisika. Kemampuan generik ini tidak hanya
terbatas untuk bidang fisika saja, namun dapat pula digunakan sebagai sikap dan
cara berpikir seseorang dalam menghadapi permasalahan secara umum. Menurut
Prof. B. Suprapto Brotosiswojo, Ph.D. dalam salah satu artikel yang disajikan dalam
Kongres llmu Pengetahuan Nasional tahun 1999, terdapat sekumpulan kemahiran
42 Dies Natalis XVIII Fakultas Teknologi lnformasi dan Sains · Universitas Katolik Parahyangan
generik yang dapat diperoleh melalui pengajaran fisika, antara lain :

a. Pengamatan Langsung
Merupakan pengamatan secara langsung pada obyek yang diamati.
contohnya adalah eksperimen pada topik-topik mekanika dan
termodinamika.

b. Pengamatan Tidak langsung


Oa!arn pengamatan tak langsung ini, kita mengukur suatu besaran yang
dapat diamati secara langsung, dan dari hubungan besaran tersebut
dengan besaran yang tidak dapat terukur secara langsung, kita dapat
memperoleh informasi tentang besaran yang tidak dapat terukur secara
langsung terse but. Cukup banyak besaran dalam fenomena fisika modern
yang tidak dapat diarnati secara langsung, seperti rnisalnya elektron,
photon, atom, dan lain sebagainya. Sebagai contoh, untuk dapat
umelihat 11 tingkat-tingkat energi suatu atom, kita mengukur perubahan
11
arus listrik pad a eksperimen Frank-Hertz. Untuk dapat melihat" photon 1
kita melakukan percobaan efek fotolistrik yang mengukur arus listrik
yang muncul karena penyinaran suatu cahaya dengan warna tertentu
pada sebuah logam.

c. Kesadaran Skala Besaran


Dalarn pengajaran fisika, seringkali hasil akhir penyelesaian soal berupa
angka menjadi salah satu faktor penting untuk mengukur pernahaman
seseorang akan topik fisika yang dibahas, namun seringkali pula
konsep "besar" dari angka yang diperoleh terlupakan. Sebagai contoh,
masih sedikit orang yang dapat rnernbayangkan seberapa besarnya
jarak rnatahari - bumi sebesar 150 juta kilometer dan seberapa kecil
ukuran atom yang sebesar 10-12 m. Conteh lain, misalnya seorang slswa
I rnahasiswa diminta menyelesaikan soal fisika yang berhubungan
dengan tinggi sebuah gedung bertingkat. Setelah dilakukan serangkaian
perhitungan, rnaka diperoleh hasil bahwa tinggi gedung yang dimaksud
adalah 1500 m. Sangat sedikit siswa I mahasiswa yang menyadari bahwa
hasil tersebut tidaklah mungkin, karena hingga saat ini belum ada
rnanusia yang dapat mendirikan gedung setinggi 1500 rn.

Dies Natalis XVIII Fakultas Teknologi lnformasi dan Sains" Universitas Katolik Parahyangan 43
Oratio Dies

d. Bahasa Simbolik
Merupakan bahasa untuk menyatakan gejala fisis secara kuantitatif.
Representasi suatu fenomena fisis dalam bahasa lisan mungkin akan
berbeda-beda untuk masing-masing orang dari berbagai bangsa, dan
kadang kala dapat menimbulkan salah tafsir di antara mereka. Namun
saat fenomena fisis tersebut dinyatakan dalam simbol n1atematis,
maka Seperti yang telah dibahas pada bagian sebelumnya, bahwa
matematika merupakan bahasa simbolik yang memegang peranan
penting dalam perkembangan fisika, khususnya pada gejala-gejala fisis
yang tidak dapat diamati secara langsung. Namun perlu disadari bahwa
matematika hanyalah sebuah bahasa pengantar yang bersifat universal.
Pada akhirnya kita harus mampu menginterpretasikan bahasa tersebut
kembali pada makna fisisnya. Sayangnya, pendidikan fisika di Indonesia
masih memberikan tekanan lebih pada penguasaan bahasa simbolik ini
dibandingkan pada pemaknaan fisis bahasa simbolik terse but.

e. Logika Taat Azas


Logika ini menyatakan bahwa teori-teori fisika memiliki sifat konsistensi
satu sama lain. Contohnya, konsistensi pada keempat persamaan Maxwell
dalam teori listrik magnet yang melahirkan konsep arus perpindahan
dan konsistensi mekanika Newton dan teori elektrodinamika yang
melahirkan teori relativitas khusus. Matematika merupakan alat yang
jitu dalam aplikasi logika taat azas ini, karena sifat matematika sendiri
yang mengedepankan konsistensi.

f. lnferensi Logika
Dengan menggunakan logika dan bahasa matematika, seseorang dapat
menarik konsekuensi-konsekuensi yang konsisten dengan hukum-hukum
fisis yang dianalisis. Misalnya konsekuensi-konsekuensi pengamatan
panjang dan waktu ketika pengamat bergerak dengan laju mendekati
laju rambat cahaya dan prediksi tentang eksistensi beberapa partikel
elementer sebagai akibat berlakunya hukum kekekalan energi.

g. Sebab Akibat
Hampir semua hukum fisika menganut prinsip sebab akibat ini, artinya
bahwa akibat yang ditimbulkan oleh suatu fenomena fisis berkaitan
·-----
44 Dies Natalis XVHI Fakultas Teknologl 111formasi dan Sains · Universitas Katolik Parahyangan
Oratio Dies

dengan suatu sebab sesuai dengan kaidah ftsis yang mengaturnya.


Narnun di dalarn fisika, hukurn sebab akibat ini harus selalu berlaku dan
tidak rnemandang kondisi, waktu dan siapa yang 111e111buat keadaan fisis
tersebut. Sebagai contoh, jika sebuah benda diberi gaya dengan besar
dan arah tertentu, rnaka benda tersebut akan rnerniliki percepatan gerak
tertentu pula. Hal ini berlaku secara u111u111 di rnanapun, kapanpun dan
siapapun yang rnelakukannya.

h. Pernodelan Matematika
Pemodelan matematika berkaitan dengan bagaimana kita 111e111odelkan
gejala fisis dalam bentuk maternatika sehingga kita dapat rnelakukan
operasi-operasi rnatematika untuk dapat mempelajari gejala fisis yang
dimodelkan tersebut dengan lebih 111endala111. Narnun perlu dipaharni
benar, bahwa model matematika ini hanyalah sebuah model. Sebagai
sebuah model, maka model matematika ini hanya dapat mendeskripsikan
gejala fisis hingga batas-batas tertentu. Oleh karena itu, sebuah gejala fisis
dapat memiliki beberapa model, bergantung pada sisi penekanannya.
Adalah tidak tepat jika kita hanya menekankan pada satu model saja
untuk mempelajari satu gejala fisis.

i. Pembangunan Konsep
Pada umurnnya, materi fisika disajikan dalam bahasa lisan maupun
tulisan, narnun perlu disadari bahwa cukup banyak hal di dalarn materi
fisika tersebut yang tidak dapat diungkapkan dalam bahasa manusia.
Sebagai contoh, konsep medan di dalam fisika digunakan untuk
rnenerangkan interaksi yang terjadi tanpa persentuhan. Medan itu
sendiri tidak dapat teramati, namun sangat mernbantu pengertian kita
tentang action-at-a-distance. Pembangunan konsep bukan merupakan
pekerjaan yang mudah, karena menyangkut mind construction yang
tidak dapat dilakukan hanya dengan menggunakan bahasa verbal.

Sekalipun contoh-contoh dalam kemampuan generik di atas lebih berkaitan dengan


rnateri fisika, kemampuan generik tersebut dapat diaplikasikan dalam pemecahan
masalah sehari-hari, seperti ketaatan terhadap peraturan yang berlaku (taat azas),
analisis masalah melalui pengamatan langsung ke lapangan maupun tidak langsung
melalui data sekunder, melakukan pemodelan dan mengisolasi permasalahan,
Dies Natalis XVIII fakultas Teknologi lnformasi dan Sains - Universitas Katolik Parahyangan 45
Oratio Oies
---- ·~·~·~-·-----····~----·-

serta mencari solusi terbaik masa!ah tersebut dengan mempertimbangkan dampak


solusi pada masa yang akan datang. Pada akhirnya, kernampuan-kemampuan
generik yang dimiliki seseorang akan rnen1bangun karakter yang kuat pada dii-i orang
tersebut, seperti cara orang tersebut rnernandang dan menghadapi persoalan, sikap
orang tersebut terhadap kebenaran yang diperolehnya, keyakinan yang semakin
mendalam terhadap Sang Pencipta yang telah menciptakan alam dengan segala
konsistensi di da!am hukum~hukurnnya 1 tidak berkornpromi dengan kebenaran,
dan sebagainya. Pentingnya pendidikan karakter dalam Si stem Pendidikan Nasional
secara eksplisit dinyatakan dalam Undang·undang l~o. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat (1) : Pendidikan ado/ah usaha sadar don
terencana untuk mewujudkan suasana be/ajar don proses pembe/ajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendafian diri, kepribadian, kecerdasan, akh/ak mufia,
serta keterampi/an yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa don negara.
Penguasaan kemampuan generik rnelalui pendidikan ilrnu fisika hanyalah sebagian
upaya pembentukan karakter melalui pendidikan seperti yang disebutkan di dalam
Undang·undang Sistem Pendidikan Nasional.

E. Kesirnpulan

Dengan mengamati bagaimana ilmu fisika berkembang dari waktu ke waktu, kita
dapat menarik beberapa kesimpulan
a. Tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan fisika dari waktu ke waktu
tidak hanya berdampak pada perkembangan ilrnu dan teknologi, namun
juga pad a pandangan hid up manusia ke arah deterrninistikdan probabilistik.
Kedua pandangan tersebut berpengaruh besar pad a pola pikir dan karakter
seseorang. Berdasarkan perkembangan ilmu fisika seperti yang telah
diuraikan di atas, maka kita melihat adanya kebenaran pada pandangan
deterministik hingga suatu batas tertentu, dan kebenaran pada pandangan
probabilistik hingga suatu batas yang lain. Kita tidal< dapat mengatakan
bahwa pandangan deterministiklah yang paling benar, atau sebaliknya,
pandangan probabilitaslah yang paling benar. Perkembangan pandangan
dari deterministik menuju probabilistik semata·mata didasarkan pada
fakta·fakta fisis yang ditemukan pada saat itu yang menuntut penjelasan
46 Dies Natalis XV!ll Fakultas Teknologi lnformasi dan Sains · Universitas Katolik Parahyangan
- -------------------
----~~ obyektif dan rasional. Oleh karena itu, yang terpenting bukanlah
apakah seseorang berpandangan deterministik atau probabi!istik, namun
bagaimana sikap orang tersebut dalam menghadapi kebenaran yang
terpampang di hadapannya.
b. Perkembangan ilmu fisika juga menunjukkan bagaimana kita dapat
membangun kemampuan-kemampuan yang tidak hanya berguna bagi
perkembangan fisika, tetapi juga perkembangan keilmuan lain serta
pengembangan kepribadian insani. Kemampuan-kemampuan generik
yang terbangun selama perkembangan dan pendidikan fisika memberikan
kontribusi yang signifikan terhadap pengembangan karakter manusia.
Pada masa sekarang ini, orang yang memiliki kemampuan dan berkarakter
lebih banyak dicari daripada orang yang memiliki kemampuan namun
tidak memiliki karakter yang jelas, bukan saja di dunia kerja, namun juga di
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Semoga tulisan yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua sebagai
pendidik untuk merenungkan kembali peranan kita untuk menghasilkan manusia
yang berilmu dan berkarakter sesuai dengan visi dan misl Universitas Katolik
Parahyangan.

F. Referensi

1. Blatt, Frank J., Modern Physics, McGraw-Hill International, New York,


1992.

2. Brotosiswojo, B. Suprapto, Sejumlah Kemahiran Generik yang dapat


dilatihkan melalui Pengajaran Fisika, dalam Benedictus Suprapto
Brotosiswojo: Catatan 70 Tahun, SangKris, Bandung, 2004.

3. Gamow, George, Thirty Years that Shook Physics, Dover Publication, New
York, 1966.

4. Hawking, Stephen W., A Brief History of Time: From the Big Bang to Black
Holes, Bantam Books, New York, 1988.

Dies Natalis XVHI Fakultas Teknologi lnformasl dan Sa ins - Universitas Katolik Parahyangan 47
5. Hobson, Art, Physics: Concepts and Connections, 4'" ed., Pearson-
Prentice Hall, New Jersey, 2007.

6. "Calculus." Encyclop"2dia Britannica. Encyclopaedia Britannica Ultimate


Reference Suite. Chicago: Encyclopa2dia Britannica, 2010.

7. Pengajaran Fisika, Masukkan Pendidikan Karakter, Pernyataan Prof.


Nathan Hindarto, Ph.D. pada Harian Kedaulatan Rakyat, 26 November
2010.

8. Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

48 Dies Natalis XVIII Fakultas Teknologi lnformasi dan Sains - Universltas Katolik Parahyangan
Curriculum Vitae

CURRICULUM VITAE

I. Data Diri

Nam a Sylvia Hastuti Sutanto, Ph.D.


Tempat & Tanggal lahir Pati, 4 Juni 1969
Jenis Kelamin Perempuan
Unit Kerja Jurusan Fisika
Fakultas Teknologi lnformasi dan
Sa ins
Universitas Katolik Parahyangan
Jabatan Fungsianal Lektor Kepala
Pangkat Administratif IV-A/ Pembina
Jabatan Struktural Kepala Laboratorium Fisika Dasar

II. Riwayat Pendidikan

1. 50 Keluarga II, Pati, Jawa Tengah, 1975 - 1981


2. SMP Keluarga, Pati, Jawa Tengah, 1981- 1984
3. SMA Kolese Loyola, Semarang, Jawa Tengah, 1984 - 1987
4. Sarjana (Dra.), Jurusan Fisika, lnstitut Teknologi Bandung, Bandung, 1987 - 1991.
5. Ph.D., Department of Theoretical Physics, Research School of Physical Sciences
and Engineering, The Australian National University, Canberra - Australia, 1995
- 2000.

Dies Natalis XVIII Fakultas Teknologi lnformasi dan Sains. Universitas Katollk Parahyangan 49
Ill. Bidang Kajian Penelitian

1. Mekanika Kuantum Relativistik


)> Persamaan gelombang relativistik 8 komponen untuk partikel
spin-Yz.
2. Fisika Matematika
)> Transisi mekanika klasik dan mekanika kuantum
)> Formulasi Lagrange dan Hamilton
)> Persamaan diferensial parsial dalam mekanika klasik.
3. Aplikasi Teori Relativitas Khusus da/am Optika.

IV.
No·.· ..
Penelitian
•.·. ..
·· . Judul .f>.enelitian

Waktu. · . . Sponso·r~

1. Efisiensi siklus Carnot untuk 2006 • LPPM Unpar


persamaan keadaan gas • lnsentif penerbitan
sembarang jurnal internasional
DIKTI

2.' ·· ~fransformasi Lorentz untuk 2007 lnsentif penerbitan jurnal


sembarang arah gerak kerangka internasional DIKTI
acuan.
... -~

3. Analisa matematis cermin statis 2009 Hi bah Kompetitif untuk


dan bergerak dengan prinsip penerbitan Publikasi
Fermat lnternasional
-· ----

50 Dies Natalis XVHI Fakultas Teknologl lnformasi dan Sains - Universitas Katolik Parahyangan
Curriculum Vitae

v Buku
No •.··· ',
>:·' ·• )udul
".··'Buku
', ......... ····
',•
...• • •
'•'
wa.ktu.. .. .. ~pon~l)r .· ·. .·
1. The Eight Component 2010 -
Relativistic Wave Equation And
Its Application to Compton
Scattering and Hydrogenic
Atoms, Lambert Academic
Publishing.

2. Fisika Matematika 2010 Hibah penulisan buku


teks DIKTI
(dalam proses penerbitan)

VI. Publikasi
. ·.
I .N.();
·.· 1 /p~nuli~ I > Judl.Jl.Aitikel.llrniah ····· ......·. 1· . ..;.:.··::.
.. ::., :: 1 .
·,"
.
.· .. ::·
Citation
''" -
.
_·. ,.· ..... · .

- -
1. Paulus C. The time delay function in the
Tjiang derivation of thin lens and mirror
Sylvia H. formula via Fermat's principle
Sutanto Proceedings of International
Seminar on Physics Curriculum
Evaluation 1 Surabaya - lndonesia 1
1994.

2. B. A. Relativistic 1'1/ave Equations and • A. Bounames1


Robson Hy-drogenic Atoms Phys. Lett. A 279
S. H. Int. J. Theor. Phys. 40 Vol. 8, 1475- (2001) 139-150.
Sutanto 1489 (2001). • Jing-Lin Chen et.
al., Phys. Rev. A 77,
034102 (2008).

3. B. A. Relativistic 1'1/ave Equations and A. Bounames 1 Phys.


Robson Compton Scaterring Lett. A 279 (2001)
S. H. Int. J. Theor. Phys. 40 Vol. 8, 1491- 139-150.
Sutanto 1499 (2001).
4. Sylvia H. Elliptic motions in classical and -
Sutanto quantum physics : a brief review
Paulus c. INTEGRAL Vol. 5 No. 2 (2000)
Tjiang
--- - - - - - - - -

Dies Natalis XV!ll Fakultas Teknologi lnformasi dan Sains. Universitas Katolik Parahyangan 51
Curriculum Vita~-~-

No; ' .. '


-~

Pen~lis. ·.. · ·.· .. ·....)ulftllArtfkel//miah .~it(i#on .


b 5. Paulus C. On the derivation of Feynman pro-
-·"·
-
···--

Tjiang pagators in quantum field theory


Sylvia H. INTEGRAL Vol. 8 No. 1 (2003)
Sutanto
··-· --
6. Sylvia H. Relation between classical and -
Sutanto quantum physics using canonical
Paulus C. transformations
Tjiang INTEGRAL Vol. 9 No. 2 (2004)
7. Paulus C. On the derivation of conserved J. T. Wheeler,
Tjiang quantities in classical mechanics Canad-ian Journal
Sylvia H. INTEGRAL Vol. 10 No. 2 (2005) of Physics, Vol. 83,
Sutanto pp 91-138 (2005)

8. Paulus C. The eJJlciency of the Carnot cycle • V. J. Menon & D. C.


Tjiang with arbitrary gas equations of Agrawal, European
Sylvia H. state Jour-nal of Physics
Sutanto European Journal of Physics 27 27 (2006), 1385 -
(2006), 719 - 726 1390.
• Sun-qing Su,
Journal of Jimei
University (Natural
Science) 12 No. 4
(2007).
9. Paulus C. Comment on 'Lorentz transform- -
Tjiang ati on with arbitrary line of
Sylvia H. motion'
Sutanto European Journal of Physics 28
(2007), Lll - L14
10. Sylvia H. The Gaussian formula and -
Sutanto spherical aberrations of static and
Paulus C. relativistic curved mirrors from
Tjiang Fermat's principle
Dalam proses untuk dipublikasikan
dalam Journal of Optics, Institute
of Physics, UK (telah ditelaah 2
reviewer dan sedang dalam tahap
,..,.,..,;,. i \
-

52 Dies Natalis XVII\ Fakultas Teknologi lnformasi dan Sains • Universltas Katolik Parahyangan

Anda mungkin juga menyukai