Anda di halaman 1dari 25

PEDOMAN PELAYANAN GAWAT DARURAT

DI PUSKESMAS SENTOLO II

Nomor : PD/VII/I/2016/17.1

Revisi Ke : 0

Berlaku Tgl : 20 Januari 2016

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO


DINAS KESEHATAN
UPTD PUSKESMAS SENTOLO II
Jalan Wates– Jogja Km 16,8 Klebakan Salamrejo Sentolo Kulon Progo 55664
Telp.08112952123, Email : pusksentolo2@gmail.com

1
PEDOMAN PELAYANAN
GAWAT DARURAT
Nomor : PD/VII/I/2016/17.1
Terbit :01
No.Revisi :0
Mulai berlaku:20 Januari 2016
Halaman : 1-25

PENGERTIAN

Perkembangan pelayanan kesehatan saat ini memiliki tantangan tersendiri di era Jaminan
Kesehatan Nasional. Puskesmas dituntut mampu mengenali dan memiliki sistem penanggulangan
kegawatan secara dini. Pengenalan penurunan kondisi pasien dan pencegahan kejadian henti jantung
secara dini adalah komponen pertama dari rantai keselamatan “chain ofsurvival”.
Pedoman pelayanan gawat darurat adalah salah satu panduan untuk menangani penderita yang
berada dalam kondisi gawat darurat.
1. Pasien gawat darurat
Adalah pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan
terancam nyawa nya atau anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat
pertolongan secepatnya
2. Pasien gawat tidak darurat
Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat, misalnya kanker
stadium lanjut
3. Pasien darurat tidak gawat
Pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak mengancam nyawa dan anggota
badannya, misalnya luka sayat dangkal
4. Pasien tidak gawat tidak darurat
Misalnya pasien dengan ulcus, TBC kulit, dan sebagainya

TUJUAN

Tujuan dari pedoman pelayanan gawat darurat adalah mencegah kematian dan kecacatan pada
penderita gawat darurat, hingga dapat hidup dan berfungsi kembali dalam masyarakat sebagaimana
mestinya.

SARANA DAN PRASARANA


Puskesmas Sentolo II memiliki 1 ruang tindakan yang juga berfungsi sebagai ruang
penanganan gawat darurat beserta oksigen, obat-obatan emergensi dan emergensi kit

2
SUMBATAN JALAN NAFAS AKIBAT BENDA ASING
PADA DEWASA
Tidak semua masalah jalan napas disebabkan oleh lidah yang jatuh ke belakang, jalan napas
juga dapat tersumbat oleh benda asing. Meskipun kejadiannya jarang, tetapi sumbatan jalan napas dapat
menyebabkan kematian pada korban. Sumbatan jalan napas bisa terjadi secara parsial atau komplit.
Sehingga gejala yang ditimbulkan dapat bervariasi akibatobstruksiringandanobstruksiberat

Tanda Obstruksiringan Obstruksiberat


Apakah kamu tersedak? Ya Tidak dapatberbicara

Tandalain Tidak dapat berbicara, batuk Tidak dapat berbicara, napas


danbernapas wheezing, tidak dapat
membatukkan, penurunan
kesadaran

Gambar. Algoritma penatalaksanaan sumbatan jalan nafas

3
Gambar.Back Blows

Langkah-langkah penatalaksanaan sumbatan benda asing jalan napas.


1. Lakukan pemeriksaan terhadap kemungkinan terjadinya sumbatan benda asing pada jalan
napas (tanda umum saat makan, korban mungkin akan memegangilehernya).
2. Nilai derajat berat ringannya sumbatan jalan napas, tentukan apakah terjadi sumbatan jalan
napas berat (batuk tidak efektif) atau obstruksi ringan (batuk efektif).
3. Jika terjadi obstruksi berat , korban tidak sadar dan dijumpai tanda-tanda henti jantung
lakukan RJP. Aktifkan sistem emergency, Jika pasien masih sadar lakukan 5 kali back
blows dan dilanjutkan 5 kali abdominal thrust jika tidak berhasil.
4. Jika terjadi obstruksi ringan, minta pasien untuk membatukkan secara kuat, secara kontinyu
dilakukan pemeriksaan untuk menilai keefektifan batuk korban, makin memburuk menjadi
obstruksi berat ataumembaik
Gambar.Abdominal Thrust

SUMBATAN JALAN NAFAS AKIBAT BENDA ASING


4
PADA ANAK

Lebih dari 90% dari kematian anak akibat obstruksi benda asing terjadi pada anak dengan
umur < 5 tahun dan 65% nya adalah bayi. Cairan adalah penyebab paling sering sumbatan jalan
napas pada bayi, di mana balon, obyek kecil dan makanan (hot dog, permen, kacang dan anggur)
adalah penyebab paling sering sumbatan jalan napas pada anak-anak.
Sumbatan benda asing jalan napas dapat menyebabkan obstruksi jalan napas yang ringan
dan berat. Jika obstruksi jalan napas ringan, anak masih dapat batuk dan mengeluarkan suara.
Tetapi apabila sumbatan berat terjadi, maka anak tidak dapat membatukkan dan mengeluarkan
suara. Untuk anak-anak lakukan subdiafragma abdominal thrust (heimlich maneuver) sampai benda
asing keluar atau korban menjadi tidak respon.

Tabel: Tanda obstruksi jalan napas oleh benda asing

 Kejadian tersedak disaksikan


 Batuk atau seperti tercekik
 Onset mendadak
 Riwayat sebelumnya bermain/menelan benda kecil

Batuk tidak efektif Batuk efektif

 Tidak dapat bersuara  Menangis atau respon verbal


 Batuk tidak terdengar terhadap pertanyaan
 Tidak dapat bernapas  Batuk keras
 Sianosis  Dapat mengambil napas sebelum
 Penurunan kesadaran batuk
 Respon penuh

5
Gambar. Algoritme penatalaksanaan Sumbatan benda asing jalan napas pada bayi dan anak-
anak (keterangan: pada bayi tidak dianjurkan untuk melakukan abdominal thrusts tetapi lebih
aman dilakukan chest thrusts) (Sumber: ERC 2010)

Langkah-langkah penatalaksanaan sumbatan benda asing jalan napas.


1. Lakukan pemeriksaan terhadap kemungkinan terjadinya sumbatan benda asing pada jalan
napas (lihat tabel)
2. Nilai derajat berat ringannya sumbatan jalan napas, tentukan apakah terjadi sumbatan jalan
napas berat (batuk tidak efektif) atau obstruksi ringan (batuk efektif) (lihat tabel diatas).
3. Jika terjadi obstruksi berat , korban tidak sadar dan dijumpai tanda-tanda henti jantung
lakukan RJP. Aktifkan sistem emergency. Setelah 30 kali kompresi dada, buka jalan
napas. Jika penolong melihat adanya benda asing, keluarkan dengan teknik finger sweeps,
jika benda asing tidak terlihat jangan lakukan teknik ini karena dapat mendorong benda
asing ke faring.
4. Jika pasien masih sadar lakukan 5 kali back blows dan dilanjutkan 5 kali abdominal thrust
jika tidak berhasil. Abdominal thrusts tidak direkomendasikan pada bayi mengingat resiko
kerusakan hepar yang relatif besar dan tidak terlindungi. Sehingga lebih disarankan untuk
melakukan chest thrusts.

Gambar. back blow pada pasien bayi dan anak

6
5. Jika terjadi obstruksi ringan, minta pasien untuk membatukkan secara kuat, secara kontinyu
dilakukan pemeriksaan untuk menilai keefektifan batuk korban, makin memburuk menjadi
obstruksi berat atau membaik.

Gambar. Abdominal thrust (heimlich manuver). Untuk bayi, berikan siklus 5 back blows (slaps)
diikuti 5 chest thrus (bukan abdominal thrusts) sampai benda asing keluar atau korban menjadi
tidak sadar.

BANTUAN HIDUP DASAR PADA DEWASA


Pada saat menemui korban dewasa yang tidak sadar, atau mendadak kolaps, setelah memastikan
lingkungan aman, tindakan pertama adalah memastikan respon dari korban. Penolong harus menepuk
atau mengguncang korban dengan hati-hati pada bahunya dan bertanya dengan keras : “ Halo! Halo!
Apakah anda baik-baik saja?Pada saat bersamaan penolong melihat apakah pasien tidak bernapas atau
bernapas tidak normal (contoh: gasping). Jika pasien tidak menunjukkan respon dan tidak bernapas
atau bernapas tidak normal (gasping) maka penolong harus mengasumsikan bahwa
pasienmengalamihenti jantung. Pada beberapa menit awal setelah terjadi henti jantung, korban mungkin
bernapas tidak adekuat, lambat dan gasping. Jangan bingung dengan kondisi napas normal. Jika ragu-
ragu apakah pasien bernapas tidak normal, lakukan tindakan sebagaimana pasien tidak bernapasnormal.

7
Gambar . memastikan respon Gambar . memanggil bantuan

Jika pasien tidak menunjukkan respon dan tidak bernapas atau bernapas tidak normal
(gasping) maka penolong harus segera memanggil bantuan/ petugas lain yang berada di puskesmas
tersebut.Baringkan korban secara terlentang (pada punggungnya) diatas permukaan yang keras dan
datar serta aman dari gangguan apapun.
Khusus untuk petugas medis pada henti jantung yang disebabkan karena asfiksia seperti
korban tenggelam dan sumbatan benda asing jalan napas yang tidak sadar, petugas medis harus
memberikan RJP 5 menit (2 menit) sebelum memanggil bantuan dari petugas lain.Petugas kesehatan
kemudian memeriksaan denyut nadi pasien yang ditemukan.Periksa denyut nadi korban dengan
merasakan arteri karotis pada orang dewasa. Lama pemeriksaan tidak boleh lebih dari 10 detik, jika
penolong secara definitif tidak dapat merasakan pulsasi dalam periode tersebut, maka kompresi dada
harus segeradilakukan.

Gambar. Memeriksa nadi karotis

Kompresi dada yang efektif sangat penting untuk mengalirkan darah dan oksigen selama
RJP.Kompresi dada terdiri dari aplikasi tekanan secara ritmik pada bagian setengah bawah dari
sternum. Tindakan kompresi dada ini akan menyebabkan aliran darah akibat naiknya tekanan

8
intrathorak dan kompresi secara langsung pada jantung. Meskipun mengalirkan darah dalam jumlah
yang sedikit tetapi hal ini sangat penting untuk menghantarkan oksigen ke otot jantung dan otak, dan
meningkatkan keberhasilan tindakan defibrilasi.

Gambar.Posisi tangan saat kompresi dada

9
Posisi penolong berjongkok dengan lutut di samping korban sejajar dengan dada korban.
Letakkan tumit dari salah satu tangan pada pusat dari dada korban (yaitu pada pada bagian
setengah bawah dari sternum korban, letakkan tangan yang lain di atas tangan yang pertama, jari-
jari ke dua tangan dalam posisi mengunci dan pastikan bahwa tekanan tidak di atas tulang iga
korban. Jaga lengan penolong dalam posisi lurus.Jangan melakukan tekanan pada abdomen bagian
atas atau sternum bagian akhir.Posisikan penolong secara vertical di atas dinding dada korban, dan
berikan tekanan ke arah bawah, sekurang-kurangnya 5 cm (tetapi jangan melebihi 6 cm).Gunakan
berat badan anda untuk menekan dada dengan panggul berfungsi sebagai titik tumpu.

10
Gambar. Posisi penolong yang benar

Komponen yang perlu diperhatikan saat melakukan kompresi dada (High Quality CPR):

1) Tekan cepat (push fast): Berikan kompresi dada dengan frekuensi yang mencukupi
(minimal 100kali/menit)
2) Tekan kuat (push hard): Untuk dewasa berikan kompresi dada dengan kedalaman
minimal 2 inchi (5cm)
3) Berikan kesempatan untuk dada mengembangkan kembali secara sempurna setelah
setiap kompresi (full chestrecoil).
4) seminimal mungkin melakukan interupsi baik frekuensi maupun durasi
terhadap kompresi dada yangdilakukan
5) Perbandingan kompresi dada dan ventilasi 30: 2direkomendasikan.

Penolong kemudian memberikan juga bantuan pernafasan.Tujuan primer pemberian bantuan


nafas adalah untuk mempertahankan oksigenasi yang adekuat dengan tujuan sekunder untuk
membuang CO2. Setelah 30 kompresi dada , Untuk penolong awam, buka jalan napas korban
dengan maneuver head tilt - chin lift baik pada korban trauma atau non trauma. Untuk petugas
medis, Jika terdapat bukti adanya trauma atau kemungkinan cedera spinal, gunakan jaw thrust tanpa
mengekstensikan kepala saat membuka jalannapas.

11
Gambar. Membuka jalan nafas

Buka jalan napas dengan head tilt dan chin lift, tekan bagian lunak dari hidung agar menutup
dengan indek dan ibu jari penolong. Buka mulut pasien sambil mempertahankan chin lift. Ambil
napas secara normal, dan letakkan mulut penolong pada mulut korban, dan pastikan kerapatan antara
mulut korban dengan mulutpenolong.
Berikan bantuan napas pada mulut pasien sambil melihat pengembangan dada, pertahankan
posisi head tilt dan chin lift, jauhkan mulut penolong dari korban dan lihat dada korban mengempis
saat udara keluar dari korban. Ambil napas kembali secara normal, dan berikan pernapasan bantuan
sekali lagi sehingga tercapai pemberian napas bantuan sebanyak 2kali.

Gambar. Cara melakukan Jaw thrust

12
Penolong memberikan bantuan pernapasan sekitar 1 detik (inspiratory time), dengan volume
yang cukup untuk membuat dada mengembang, dihindari pemberian bantuan napas yang cepat dan
berlebih. Pemberian bantuan nafas yang berlebihan tidak diperlukan dan dapat menimbulkan distensi
lambung beserta komplikasinya seperti regurgitasi dan aspirasi. Lebih penting lagi bahwa pemberian
ventilasi yang berlebihan dapat menyebabkan naiknya tekanan intrathorakal, mengurangi venous
return ke jantung dan menurunkan cardiacoutput.
Untuk mengurangi resiko regurgitasi dan aspirasi, penekanan pada kartilago cricoid (Cricoid
pressure) dapat dipertimbangan untuk tenaga medis terlatih dengan jumlah petugas yang mencukupi,
hindari tindakan cricoid pressure yang berlebih yang dapat menyebabkan obstruksitrakhea.

Kedua bantuan pernapasan diharuskan tidak boleh lebih dari 5 detik.Langkah selanjutnya
kembali tangan penolong ke dada korban dan lakukan kompresi dada lanjutan sebanyak 30
kali.Lanjutkan kompresi dada dan pernapasan bantuan dengan rasio30:2.
Jika awal pemberian napas bantuan tidak menyebabkan pengembangan dinding dada seperti
pada kondisi normal pernapasan. Sebelum melakukan langkah selanjutnya: Lihat pada mulut korban,
dan bersihkan apabila dijumpai adanya sumbatan. Cek kembali adekuatnya posisi kepala (chin lift dan
head tilt). Jika terdapat lebih dari 1 penolong, penolong yang lain harus bergantian melakukan RJP
setiap 2 menit untuk mencegah kelelahan. Pastikan interupsi dari kompresi dada minimal selama
pergantian penolong.

Pasien yang sudah mendapatkan resusitasi jantung paru 1 siklus maka mendapatkan juga injeksi
epinephrine 1 ampul IV kemudian dilanjutkan kembali RJP 2 siklus kemudian injeksi kembali 1 ampul
epinephrine IV, begitu seterusnya.

Bila pasien henti jantung sudah memiliki nafas dan denyut jantung yang adekuat, maka
dilakukan posisi pulih (recovery).Posisi pulih (recovery) digunakan pada korban dewasa yang tidak
respon dengan pernapasan dan sirkulasi yang adekuat.

13
Posisi ini di desain untuk mempertahankan patensi jalan napas dan mengurangi resiko obstruksi
jalan napas dan aspirasi. Jika korban tidak sadar/tidak respon tetapi tidak diketemukan gangguan
pernapasan dan denyut jantung; atau korban sudah memiliki pernapasan dan denyut nadi yang adekuat
setelah bantuan pernapasan atau RJP (serta tidak memerlukan imobilisasi untuk kemungkinan cedera
spinal), maka posisikan korban pada posisi pulih (recovery) sambil menunggu bantuan datang. Posisi
recovery memungkinkan pengeluaran cairan dari mulut dan mencegah lidah jatuh ke belakang dan
menyebabkan obstruksi jalan napas.

14
Langkah-langkah:
Jika tidak ada bukti trauma letakkan korban dengan posisi miring pada posisi recovery.Diharapkan
dengan posisi ini jalan napas dapatterbuka.
a. Berjongkok di samping korban dan luruskan lutut pasien, letakkan tangan yang dekat dengan
penolong pada posisi salam (90 derajat dari axis panjang tubuh)
tempatkantanganyanglaindidada.Dekatkantubuhpenolongdi atas tubuh korban, tarik ke atas lutut
dan tangan yang lain memegang bahu pasien.
b. Gulingkan korban ke arah penolong dalam satu kesatuan bahu dan lutut pasien secaraperlahan
c. Atur posisi kaki seperti terlihat di gambar, letakkan punggung tangan pada pipi pasien untuk
mengatur posisi kepala.
d. Tindakan selanjutnya adalah melakukan evaluasi secara kontinyu nadi dan pernapasan korban,
sambil menunggu bantuan datang. Jika terjadi henti jantung posisikan pasien kembali supine
dan lakukan RJPkembali.

15
BANTUAN HIDUP DASAR PADA ANAK

Langkah-langkah bantuan hidup dasar anak yang diilustrasikan di algoritme terdiri dari urut-
urutan pemeriksaan diikuti dengan tindakan. Jika memungkinkan terutama untuk tenaga medis
dengan penolong lebih dari 1 orang, resusitasi dilakukan secarasimultan.

16
Pada saat menemui korban anak yang tidak sadar, atau mendadak kolaps, setelah memastikan
lingkungan aman, tindakan pertama adalah memastikan respon dari korban. Penolong harus
menepuk atau mengguncang korban dengan hati- hati pada bahunya dan bertanya dengan keras :“
Halo! Halo! Apakah kamu baik-baik saja ?.Panggil nama korban jika penolong mengetahuinya. Jika
anak menunjukkan respon, maka korban akan menjawab, bergerak atau mengerang. Secara cepat
lakukan pemeriksaan untuk melihat apakah terdapat cedera atau korban membutuhkan pertolongan
medissegera.

Jika penolong sendirian dan korban masih bernapas, jika tidak ada kecurigaan trauma
posisikan korban pada posisi recovery, tinggalkan korban untuk memanggil bantuan dan kembali
cepat ke korban untuk mengecek kembali kondisi anak. Anak dengan distress respirasi
membutuhkan posisi untuk menjaga patensi jalan napas dan mengoptimalkan pernapasannya.Jika
pasien tidak menunjukkan respon dan tidak bernapas atau bernapas tidak normal (gasping) maka
penolong harus mengasumsikan bahwa pasien mengalami hentijantung.
Jika bayi atau anak-anak tidak respon dan tidak bernapas (gasping tidak dinilai sebagai
bernapas), petugas medis dapat melakukan pemeriksaan denyut nadi tidak lebih dari 10 detik
(brachial pada bayi dan karotis atau femoral pada anak-anak).Jika dalam waktu 10 detik petugas
medis tidak dapat merasakan pulsasi nadi atau ragu-ragu, mulai kompresi dada.
Mendeteksi adanya denyut nadi tidaklah mudah, terutama pada situasi emergency,
penelitian menunjukkan bahwa baik petugas kesehatan maupun penolong awam, tidak akurat dalam
mendeteksi ada tidaknya pulsasi pada pasien dengan henti jantung.Untuk penolong awam tidak
direkomendasikan untuk melakukan penilaian denyut nadi, keputusan melakukan RJP pada
penolong awam didasarkan pada kondisi yang tidak respon dan tidak ada napas ataugasping.
Jika teraba pulsasi nadi ≥ 60 per menit tetapi korban dengan napas yang tidak adekuat.
Berikan bantuan napas dengan frekuensi 12 sampai 20 kali per menit ( 1 napas tiap 2-5 detik)
sampai korban bernapas spontan. Cek kembali pulsasi nadi setiap 2menit.
Jika pulsasi nadi <60 per menit (bradikardia) dan terdapat tanda dari perfusi yang buruk
(pucat, mottling, sianosis) meskipun telah dilakukan support oksigenasi dan ventilasi, lakukan

17
kompresi dada. Hal lini dikarenakan cardiac output pada bayi dan anak, sangat tergantung dari laju
jantung, bradikardia yang berat dengan perfusi yang buruk adalah indikasi untuk kompresi dada
dikarenakan korban dalam ancaman henti jantung dan tindakan RJP sebelum terjadi henti jantung
dapat meningkatkan harapan hiduppasien.
Selama henti jantung, kompresi dada yang efektif akan mengalirkan darah ke organ vital
dan meningkatkan keberhasilan RJP. Jika korban anak atau bayi menunjukkan tidak respon , tidak
bernapas dan tidak dijumpai denyut nadi berikan siklus 30 kali kompresi dada dan 2 bantuan napas.
Karakteristik kompresi dada yang efektif seperti uraian di bawahini:
 Kompresi dada yang sesuai, baik kecepatan maupun kedalamannya. Tekan cepat dengan
kecepatan minimal 100 kali/menit. Tekan kuat dengan kekuatan yang cukup untuk
menekan sekurang-kurangnya sepertiga diameter anterior-posterior (AP) diameter dinding
dada, atau kira-kira 1 ½ inches (4 cm) pada bayi and 2 inches (5 cm) padaanak-anak.
 Berikan kesempatan untuk dada mengembangkan kembali secara sempurna setelah setiap
kompresi (full chest recoil) sehingga memberikan kesempatan jantung untuk terisi kembali
dengandarah.
 Meminimalkan interupsi dari kompresidada
 Untuk hasil yang paling baik, pemberian kompresi dada dilakukan pada permukaan
yangrata.

Untuk korban bayi (infant) penolong yang sendirian teknik kompresi dada dilakukan pada
sternum dengan 2 jari, sedikit di bawah the intermammary line.Tekan kuat dengan kekuatan yang
cukup untuk menekan sekurang-kurangnya sepertiga diameter anterior- posterior (AP) diameter
dinding dada, atau kira-kira 1 ½ inches (4cm).

18
Untuk petugas medis dengan penolong 2 orang atau lebih, teknik 2 ibu jari melingkar lebih
direkomendasikan. Lingkari dada bayi dengan kedua tangan, jari-jari tangan mengelilingi dada
bayi, tempatkan 2 ibu jari pada sepertiga bawah dari sternum.Lakukan kompresi sternum dengan
kedua ibujari.

Penggunaan 2 ibu jari melingkar ini lebih direkomendasikan dibandingkan dengan teknik 2
jari dikarenakan menghasilkan tekanan perfusi arteri koroner yang lebih baik, dan lebih konsisten
kualitas kedalaman dari kompresi yang dilakukan.Jika secara fisik penolong tidak dapat melakukan
teknik melingkari dada pasien, kompresi dada digunakan dengan teknik 2jari.

Setelah masing-masing kompresi, berikan kesempatan dada untuk mengembang secara


penuh, dikarenakan ekspansi kembali dada secara penuh (full chest recoil) akan meningkatkan
aliran darah kembali ke jantung dan selanjutnya aliran darah ke tubuh saat RJP. Recoil yang tidak
sempurna menyebabkan naiknya tekanan intrathorakal, dan penurunan yang signifikan dari venous
return, perfusi koroner, aliran darah dan perfusi serebral.
Kelelahan penolong dapat menyebabkan tidak adekuatnya kecepatan, kedalaman dan recoil

19
kompresi dada.Kualitas dari kompresi dada dapat menurun dalam beberapa menit bahkan saat
penolong menyangkal.Direkomendasikan untuk melakukan rotasi bagi kompresor setiap 2 menit
untuk mencegah kelelahan pada penolong dan penurunan kualitas dan laju dari kompresi
dada.Pergantian penolong yang melakukan kompresi dada harus secepat mungkin (idealnya < 5
detik) untuk meminimalkan interupsi selama kompresi dada.
Outcome resusitasi pada bayi dan anak lebih baik apabila dilakukan kombinasi kompresi
dada dan ventilasi, tetapi jika penolong tidak terlatih untuk melakukan ventilasi, penolong awam
harus melakukan kompresi dada secara kontinyu sampai datang bantuan pertolongan tim ahli
(“Hands-Only” or compression-onlyCPR)
Setelah pemberian awal 30 kompresi dada, buka jalan napas korban dan berikan 2
pernapasan bantuan. Pada bayi atau anak yang tidak respon, lidah mungkin menyebabkan obstruksi
jalan napas dan mengganggu pemberian ventilasi. Untuk penolong awam, buka jalan napas korban
dengan maneuver head tilt - chin lift baik pada korban trauma atau non trauma. Untuk petugas
medis, Jika terdapat bukti adanya trauma atau kemungkinan cedera spinal, gunakan jaw thrust
tanpa mengekstensikan kepala saat membuka jalan napas

Untuk memberikan bantuan napas pada bayi, gunakan bantuan napas dari mulut ke mulut
atau hidung, sedangkan pada anak anak diberikan bantuan pernapasan dengan teknik mulut ke
mulut. Untuk petugas medis dan penolong terlatih dapat menggunakan alat bantu masker ventilasi
atau bag valve mask. Pastikan bahwa pemberian napas efektif (dada mengembang). Masing-masing
bantuan napas diberikan kira-kira dalam waktu lebih 1 detik. Jika dada tidak mengembang, lakukan
reposisi pada kepala, pastikan tidak ada kebocoran di mulut, dan lakukan percobaan kembali.
Pada bayi apabila, penolong kesulitan mempertahankan kerapatan bantuan napas dari mulut
ke mulut atau hidung. Gunakan teknik baik mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Jika digunakan
teknik dari mulut ke mulut maka, saat memberikan bantuan pernapasan hidung harus ditekan. Jika
digunakan teknik dari mulut ke hidung maka tutup mulut korban. Penolong yang sendirian
menggunakan rasio kompresi dada dan ventilasi 30:2. Untuk 2 penolong atau lebih pada RJP bayi
atau anak, satu penolong melakukan kompresi dada sedangkan penolong yang lain menjaga patensi
jalan napas dan memberikan ventilasi dengan rasio 15:2. Jika alat bantu jalan napas sudah

20
terpasang, siklus kompresi dan ventilasi tidak dilakukan lagi. Kompresi dada diberikan dengan laju
100 kompresi per menit secara kontinyu tanpa adanya jeda saat ventilasi. Pernapasan bantuan
(ventilasi) diberikan 8-10 napas/menit (satu napas tiap 6-8 detik).

HIPOGLIKEMIA DAN HIPERGLIKEMIA


21
Hipoglikemi adalah keadaan dimana kadar gula (glukosa) darah turun di bawah normal (kurang
dari 60 mg/dl). Gejala seseorang terkena hipoglikemi adalah Pusing, berkeringat dingin, gelisah,
bingung, sulit bicara, bahkan hingga tidak sadarkan diri. Hipoglikemi biasanya terjadi pada Penderita
diabetes berat menahun sangat peka terhadap hipoglikemi berat. Hal ini terjadi karena sel-sel
pankreasnya tidak membentuk glukagon secara normal. Padahal, hal tersebut merupakan mekanisme
utama tubuh untuk mengatasi kadar gula darah yang rendah.

Sedangkan hiperglikemia adalah tingginya kadar gula (glukosa) dalam darah (lebih dari <300
mg/dl) termasuk ke dalam KAD (ketoasidosis) atau HONK (hiperosmolar non ketoasidosis) dan
mengalami penurunan kesadaran.

Gejala hipoglikemia dan hiperglikemia yang mungkin saja terjadi, meliputi :

a. Sempoyongan atau gerakan tersentak-sentak


b. Kelemahan otot
c. Kesulitan berbicara atau berbicara dengan cadel
d. Penglihatan ganda atau berbayang
e. Mengantuk
f. Kebingungan
g. Kejang-kejang
h. Penurunan kesadaran
i. Riwayat meminum obat anti diabetic

Bila ditemukan pasien dengan kondisi seperti salah satu diatas, maka sebaiknya petugas kesehatan
segera melakukan :

a. Memangggil pasien, memeriksa apakah pasien sadar/tidak sadar


b. Memanggil bantuan yang ada terdekat
c. Mengamankan posisi pasien dan petugas kesehatan
d. Melakukan pemeriksaan fisik
e. Melakukan pemeriksaan gula darah

Setelah dapat ditegakkan diagnosis yang diperlukan, maka petugas dapat melakukan :

22
a. Bila gula darah pasien cukup rendah (<60 mg/dl) maka penolongan pertama yang dapat
dilakukan adalah memberikan pasien air gula. Kemudian pasien kembali diobservasi,
bila keadaan tidak membaik, pasien dapat diberikan injeksi D40% bolus intravena dan
diobservasi kembali. Bila tidak ada perubahan, maka dipersiapkan untuk dirujuk
b. Bila gula darah pasien sangat tinggi (<300 mg/dl) maka petugas segera memasang infus
NaCl 0,9% kemudian diobservasi dan kemudian melakukan persiapan rujukan.

KEJANG (CONVULSION)

23
Kejang adalah suatu kondisi medis saat otot tubuh mengalami fluktuasi kontraksi dan
peregangan dengan sangat cepat sehingga menyebabkan gerakan yang tidak terkendali. Kejang secara
umum dapat diklasifikasikan menjadi 2 berdasarkan etiologinya yakni Kejang
Primer/idiopatikmerupakan kejang yang terjadi tanpa ada sebab yang jelas ataupun penyakit yang
mendasarinya. Kejang Sekunder/simptomatis merupakan kejang yang timbul sebagai suatu gejala dari
penyakit yang diderita oleh pasien tersebut.

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kejang sekunder adalah:

a. Faktor perinatal, kelainan yang timbul akibat gangguan pada proses kehamilan.
b. Malformasi otak congenital
c. Faktor genetik
d. Penyakit infeksi seperti ensefalitis dan meningitis
e. Kejang demam
f. Gangguan metabolisme (Hipoglikemia,Hiponatremia)
g. Trauma kepala
h. Tumor Otak
i. Toksin/keracunan
j. Gangguan sirkulasi/peredaran darah
k. Penyakit degeneratif susunan saraf.
l. Epilepsi

Apabila petugas kesehatan menemukan pasien/pengunjung puskesmas dengan kejang, maka petugas
harus melakukan :

a. Memanggil bantuan tenaga medis lain


b. Memindahkan pasien ke tempat yang lebih aman
c. Petugas menyiapkan injeksi diazepam dengan dosis : 1 mg/kgBB
d. Observasi pasien
e. Bila pasien belum tenang, injeksi diazepam dapat diberikan kembali
f. Pasang O2 bila memungkinkan

Segera setalah pasien tenang/bila masih tetap kejang maka dipersiapkan untuk rujukan

PENUTUP

24
Pedoman kegawatdaruratan ini diharapkan memudahkan tenaga kesehatan untuk menangani
pasien dengan kondisi gawat darurat yang dihadapi.

Sentolo, Januari 2016


Mengetahui,
Kepala UPTD Puskesmas Sentolo II

drg. Wira Utami Pratiwi


NIP 196610202003122003

25

Anda mungkin juga menyukai