Anda di halaman 1dari 4

1799

Meski memiliki hak istimewa dan memegang kendali atas jalur perdagangan di Hindia Timur, yang kini
bernama Indonesia, kiprah VOC akhirnya harus berakhir. VOC dibubarkan Pada Tanggal 31 Desember
1799, karena mengalami kemunduran yang sangat signifikan.

Beberapa penyebab kemunduran tersebut yakni sebagai berikut:

1. Biaya Peperangan yang Tinggi dan Hutang yang Merajalela.

2. Korupsi yang Mengakar dalam Organisasi VOC.

3. Jual Beli Jabatan Petinggi VOC

4. Wilayah Kekuasaan yang Terlalu Besar dengan Pengawasan yang Minim.

5. Lepasnya Aset-aset Penting ke Tuan Tanah partikelir

1800

Hindia Belanda atau Hindia Timur Belanda (bahasa Belanda: Nederlands(ch)-Indië) adalah sebuah
daerah pendudukan Belanda yang wilayahnya saat ini dikenal dengan nama Republik Indonesia. Hindia
Belanda dibentuk sebagai hasil dari nasionalisasi koloni-koloni Vereenigde Oostindische Compagnie
(VOC), yang berada di bawah pemerintahan Belanda pada tahun 1800.

Pada awal abad 20, para intelektual lokal mulai mengembangkan konsep Indonesia sebagai negara
dan bangsa, dan menetapkan panggung untuk gerakan kemerdekaan.

Pendudukan Jepang pada Perang Dunia II melemahkan sebagian besar negara kolonial dan ekonomi
Belanda. Setelah Jepang menyerah pada bulan Agustus 1945, kaum nasionalis Indonesia
mendeklarasikan kemerdekaan yang mereka perjuangkan selama Revolusi Nasional Indonesia yang
terjadi pada bulan-bulan berikutnya. Belanda secara formal mengakui kedaulatan Indonesia pada
Konferensi Meja Bundar tahun 1949 dan menyerahkan seluruh wilayah bekas jajahannya, dengan
pengecualian wilayah Papua (Nugini Belanda), yang diserahkan ke Indonesia 14 tahun kemudian pada
tahun 1963 berdasarkan ketentuan Persetujuan New York di Markas Besar PBB.

1942

Balikpapan merupakan salah satu kota penting yang menjadi pusat kegiatan bagi perusahaan
ekonomi Belanda di Kalimantan. Di kota ini, ada dua pabrik pengolahan minyak mentah, pabrik minyak
parafin dan pelumas, pabrik cracking, pabrik asam sulfat, dan pabrik penyulingan minyak bumi. Selain
itu, ada kilang minyak yang dapat menampung delapan kali lebih banyak dari kilang minyak yang ada di
Tarakan. Kilang minyak tersebut mempekerjakan sekitar 7.000 orang pribumi dan 100 pengusaha Eropa.
Sebelum Jepang mendarat di Balikpapan, kilang minyak di wilayah ini dapat menghasilkan satu juta ton
minyak setiap tahunnya.

Setelah Belanda mengetahui kedatangan Jepang ke Indonesia, pertahanan untuk melindungi fasilitas
di Balikpapan pun ditingkatkan. Belanda bahkan membentuk detasemen 6 brigade infanteri untuk
mempertahankan ladang minyak di sana. Jepang sendiri memang berniat merebut Balikpapan dari
genggaman Belanda agar bisa menguasai kilang minyaknya. Selain itu, pelabuhan dan lapangan udara di
Balikpapan juga berguna bagi penaklukan Jepang atas Kalimantan dan Jawa.

Setelah menguasai Tarakan, pada 16 Januari 1942, utusan Jepang mulai bergerak ke Balikpapan
menggunakan kapal motor BPM Parsifal. Utusan itu menyampaikan ultimatum, apabila kilang minyak di
Balikpapan dihancurkan, maka Jepang akan menyerang dan membantai pasukan Belanda. Namun,
Letkol C. van den Hoogenband dari Belanda tidak menghiraukan ultimatum tersebut dan segera
memerintahkan anak buahnya mulai menghancurkan ladang minyak di Balikpapan. Ia juga
memerintahkan anggotanya untuk mulai menghancurkan semua sumur, kilang, dan fasilitas pelabuhan
di Balikpapan.

Pada 20 Januari malam hari, kobaran api terlihat dari penghancuran yang dilakukan oleh Belanda
terhadap beberapa kilang minyak di Balikpapan. Kobaran api tersebut bahkan dapat terlihat dari jarak
100 kilometer. Masih di hari yang sama, proses evakuasi ke Jawa mulai dilakukan. Kronologi
pertempuran Pada 21 Januari 1942 sore, angkatan laut Jepang mulai meninggalkan Tarakan menuju
Balikpapan. Mengetahui hal itu, pasukan Amerika Serikat (AS) diterjunkan untuk membantu Belanda
mencegat pasukan Jepang. Mereka berhasil menenggelamkan tiga kapal Jepang. Meski diganggu oleh
cuaca buruk, Pertempuran Balikpapan meletus pada 23 Januari 1942. Terlepas dari gempuran pasukan
gabungan AS dan Belanda, Jepang tetap berhasil menguasai Balikpapan pada 24 Januari 1942.

Setelah itu, pasukan Belanda sudah ditarik ke pedalaman Kalimantan dan Jepang terus melakukan
pengejaran. Pada 25 Januari 1942, perang diakhiri setelah pasukan AS dan Belanda kalah dari serangan
Jepang. Akhir Perang Balikpapan Dalam perang ini, Jepang kehilangan ratusan nyawa pasukannya. Di sisi
lain, mereka memenangkan pertempuran. Setelah menduduki Balikpapan, Detasemen Sakaguchi mulai
menyapu sisa perlawanan Belanda dan Jepang segera mendirikan Lapangan Terbang Manggar pada 26
Januari 1942. Meski banyak kilang minyak yang sudah dihancurkan Belanda, Jepang berhasil
memperbaiki kilang minyak di Balikpapan.

17 Agustus 1945

Pada pagi hari tanggal 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur 56
(sekarang Jl. Proklamasi No.1), acara Proklamasi dimulai. Pukul 10 pagi, Soekarno membacakan teks
Proklamasi dan pidato singkat setelahnya. Kemudian, bendera Merah Putih, yang dijahit oleh Ibu
Fatmawati, dikibarkan oleh seorang prajurit PETA bernama Latief Hendraningrat yang dibantu oleh
Soepardjo dan seorang pemudi yang membawa nampan berisi bendera Merah Putih. Setelah bendera
berkibar, lagu Indonesia Raya dinyanyikan oleh semua hadirin.

18 Agustus 1945

Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan rapat
dan mengesahkan Undang-Undang Dasar sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang kemudian
dikenal sebagai UUD 45. Dengan demikian, terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang
berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan secara sukarela oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk.

Setelah usulan dari Mohammad Hatta dan persetujuan dari PPKI, Soekarno dan Mohammad Hatta
terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan Wakil
Presiden akan diambil sumpahnya oleh sebuah Komite Nasional.

Dengan demikian, proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 menjadi tonggak
bersejarah dalam perjalanan bangsa Indonesia menuju kemerdekaan.

1965

G30S PKI adalah sebuah gerakan yang memiliki tujuan untuk menggulingkan pemerintahan Presiden
Soekarno serta mengubah Indonesia menjadi negara yang menerapkan sistem komunis. Gerakan
tersebut dipimpin langsung oleh DN Aidit yang saat itu adalah ketua dari PKI atau Partai Komunis
Indonesia. Pada tanggal 1 Oktober 1965 dini hari, Letkol Untung yang merupakan anggota dari Pasukan
Pengawal Istana atau seringkali disebut Cakrabirawa, memimpin pasukan yang dianggap setia atau loyal
kepada PKI.

Gerakan tersebut mengincar Perwira Tinggi TNI AD Indonesia. Mereka menangkap enam orang dari
anggota perwira tersebut. Namun 3 orang diantaranya langsung dibunuh di rumahnya. Sementara yang
lainnya dibawa paksa menuju Lubang Buaya. Semua jenazah perwira TNI AD ditemukan selang beberapa
hari kemudian.

Keenam perwira tinggi TNI Angkatan Darat yang menjadi korban dalam peristiwa ini adalah:

- Letnan Jendral Anumerta Ahmad Yani

- Mayor Jendral Raden Soeprapto

- Mayor Jendral Mas Tirtodarmo Haryono

- Mayor Jendral Siswondo Parman

- Brigadir Jendral Donald Isaac Panjaitan

- Brigadir Jendral Sutoyo Siswodiharjo

Sementara itu, Panglima TNI AH Nasution yang menjadi target utama berhasil meloloskan diri. Tapi,
putrinya Ade Irma Nasution tewas tertembak dan ajudannya, Lettu Pierre Andreas Tendean diculik dan
ditembak di Lubang Buaya.

Keenam jenderal di atas beserta Lettu Pierre Tendean kemudian ditetapkan sebagai Pahlawan
Revolusi. Sejak berlakunya UU Nomor 20 tahun 2009, gelar ini juga diakui sebagai Pahlawan Nasional.

13 Mei – 15 Mei 1998

Kerusuhan Mei 1998 adalah kerusuhan rasial terhadap etnis Tionghoa yang terjadi
di Indonesia pada 13 Mei–15 Mei 1998, khususnya di Ibu Kota Jakarta namun juga terjadi di beberapa
daerah lain. Kerusuhan ini diawali oleh krisis finansial Asia dan dipicu oleh tragedi Trisakti di mana
empat mahasiswa Universitas Trisakti ditembak dan terbunuh dalam demonstrasi 12 Mei 1998. Hal
inipun mengakibatkan penurunan jabatan Presiden Soeharto, serta pelantikan B. J. Habibie.

21 Mei 1998

Presiden Soeharto resmi mengundurkan diri dari kursi presiden pada 21 Mei
1998. Sebelum Soeharto memutuskan mengundurkan diri, banyak peristiwa penting terjadi.

Berikut rangkumannya:

1. Krisis moneter

Imbas krisis moneter 1997 yang melanda Indonesia sekaligus jadi titik awal gerakan reformasi. Pada
masa itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS melambung tinggi dari Rp 2 ribu per dolar AS pada Juni
1997, menjadi di atas Rp 16 ribu per dolar AS pada Juni 1998. Pengangguran pun makin meningkat dari
4,68 juta penduduk pada 1997 menjadi 5,46 juta pada 1998.

2. Demo tuntut Soeharto mundur

Mahasiswa melakukan aksi demonstrasi besar-besaran ke gedung DPR/MPR, menuntut Soeharto


untuk mundur. Aksi demo terjadi sampai ke kota-kota besar lainnya. Tak sedikit peserta aksi yang jadi
korban karena tindakan represif aparat keamanan.

3. Kerusuhan dan penjarahan

Kerusuhan, pembakaran, penjarahan, dan pemerkosaan terjadi di ibu kota dan sejumlah daerah pada
13-15 Mei 1998. Salah satunya adalah kebakaran Mal Yogya di Klender yang menewaskan 400 orang
pada 15 Mei, setelah dua hari berturut-turut menjadi target penjarahan warga.

4. Harmoko desak Presiden Soeharto mundur

Harmoko merupakan Menteri Penerangan era Orde Baru dari tahun 1983-1997. Setelahnya, ia
menjabat sebagai Ketua DPR/MPR periode 1997-1999. Harmoko menyampaikan pidato pada 18 Mei
1998, mengharapkan Presiden Soeharto mengundurkan diri secara arif dan bijaksana. Namun pukul
23.00 WIB, Menhankam/Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto menyebut bahwa pernyataan Harmoko
tersebut merupakan sikap dan pendapat individual, karena tidak dilakukan melalui mekanisme rapat
DPR.

5. 14 menteri mundur secara bersama-sama

Presiden Soeharto mengemukakan akan segera mengadakan reshuffle Kabinet Pembangunan VII,
sekaligus mengganti namanya menjadi Kabinet Reformasi. Namun kabar mengejutkan datang dari 14
menteri yang menyatakan untuk mengundurkan diri secara bersama-sama dari jabatan mereka.

Anda mungkin juga menyukai