“OPERASI KONVOLUSI”
DISUSUN OLEH :
RANI MU’ARIFAH
32221019
2A D3 TEKNIK TELEKOMUNIKASI
i
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Tujuan
B. Teori Dasar
Konvolusi antara dua sinyal diskrit x[n] dan v[n] dapat dinyatakan sebagai:
Bentuk penjumlahan yang ada di bagian kanan pada persamaan (1) disebut sebagai
convolution sum. Jika x[n] dan v[n] memiliki nilai 0 untuk semua integer pada n<0,
selanjutnya x[i]=0 untuk semua integer pada i<0 dan v[i-n]=0 untuk semua integer n – i < 0
(atau n<i). Sehingga jumlahan pada persamaan (1) akan menempati dari nilai i=0 sampai
dengan i=n, dan operasi konvolusi selanjutnya dapat dituliskan sebagai:
1
2. Mekanisme Konvolusi
Komputasi pada persamaan (1) dan (2) dapat diselesaikan dengan merubah discrete-time
index n sampai dengan i dalam sinyal x[n] dan v[n]. Sinyal yang dihasilkan x[i] dan v[i]
selanjutnya menjadi sebuah fungsi discrete-time index i. Step berikutnya adalah menentukan
v[n-i] dan kemudian membentuk pencerminan terhadap sinyal v[i]. Lebih tepatnya v[-i]
merupakan pencerminan dari v[i] yang diorientasikan pada sumbu vertikal (axis), dan v[n-i]
merupakan v[-i] yang digeser ke kanan deng an step n. Saat pertama kali product (hasil kali)
x[i]v[n-i] terbentuk, nilai pada konvolusi x[n]*v[n] pada titik n dihitung dengan
menjumlahkan nilai x[i]v[n-i] sesuai rentang i pada sederetan nilai integer tertentu. Untuk
lebih jelasnya permasalahan ini akan disajikan dengan suatu contoh konvolusi pada dua deret
nilai integer berikut ini:
⚫ Step pertama adalah pembalikan sinyal kedua sehingga didapatkan kondisi seperti
berikut
2
⚫ Step ketiga adalah pergeseran satu step dan penjumlahan
Dari hasil product and sum tersebut hasilnya dapat kita lihat dalam bentuk deret sebagai
berikut: 2 5 11 9 9
3
Disini hasil penghitungan product and sum sebelum step pertama dan step ke tujuh dan
selanjutnya menunjukkan nilai 0, sehingga tidak ditampilkan. Secara grafis dapat dilihat
seperti berikut ini:
Pada gambar 1.1. bagian atas, menunjukkan sinyal x[n], bagian kedua menunjukkan sinyal
v[n], sedangkan bagian ketiga atau yang paling bawah merupakan hasil konvolusi
4
BAB 2
PEMBAHASAN
B. Langkah-langkah Percobaan
5
end
end
t=1:L;
subplot(3,1,2)
stem(t,v)
• Coba anda jalankan seperti pada langkah kedua, dan apakah hasilnya seperti ini?
• Ulangi langkah ke 5 dan rubahlah nilai untuk L=12, 15, dan 12. Sedangkan untuk P
masukkan nilai 10, 5, dan 12, apa yang terjadi ?
6
A1=input('Besarnya amplitudo gel 1: ');
A2=input('Besarnya amplitudo gel 2: ');
%Sinus pertama
t=1:L;
t=2*t/L;
y1=A1*sin(2*pi*f1*t + teta1*pi);
subplot(3,1,1)
stem(y1)
%SInus kedua
t=1:L;
t=2*t/L;
y2=A2*sin(2*pi*f2*t + teta2*pi);
subplot(3,1,2)
stem(y2)
• Lanjutkan dengan menambahkan listing berikut ini pada bagian bawah program yang
anda sebelumnya.
subplot(3,1,3)
stem(conv(y1,y2))
• Jalankan program anda, dan kembali lakukan pengisian seperti pada langkah ke 3.
Lihat hasilnya. Apakah anda melihat tampilan seperti berikut?
7
Gambar 2.2. Contoh Hasil Konvolusi 2 Sinyal Sinus
• Bangkitkan sinyal raise cosine dan sinyal sinus dengan program berikut.
n=-7.9:.5:8.1;
y=sin(4*pi*n/8)./(4*pi*n/8);
figure(1);
plot(y,'linewidth',2)
t=0.1:.1:8;
x=sin(2*pi*t/4);
figure(2);
plot(x,'linewidth',2)
Gambar 2.3. Sinyal Sinus asli Gambar 2.4. Sinyal Raise Cosinus
8
• Tambahkan noise pada sinyal sinus :
t=0.1:.1:8;
x_n=sin(2*pi*t/4)+0.5*randn*sin(2*pi*10*t/4) +
0.2*randn*sin(2*pi*12*t/4);
figure(3);
plot(x_n,'linewidth',2)
• Lakukan konvolusi sinyal sinus bernoise dengan raise cosine, perhatikan apa yang
terjadi ?
xy=conv(x_n,y);
figure(4);
plot(xy,'linewidth',2)
9
• Coba anda lakukan perubahan pada nilai sinyal raise cosine dengan mengurangi
rentang nilai pada n, bisa anda buat lebih pendek atau lebih panjang, dan ulangi lagi
langkah 3, catat apa yang terjadi.
• Beri tanda % pada sound(Y,Fs) untuk membuatnya tidak diekesekusi oleh Matlab,
sehingga menjadi % sound(Y,Fs). Kemudian tambahkan perintah berikut.
nois = randn(length(Y),1);
Y_noise = Y + 0.08*nois;
sound(Y_noise,Fs)
• Buat perintah sound tidak aktif, kemudian bangkitkan sebuah sinyal yang bernilai 1
dengan cara seperti berikut.
satu = ones(4,1);
10
C. Data Percobaan
0.5
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
1
L=input('Panjang 0.5
gelombang(>=10) : ');
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
P=input('Lebar pulsa (lebih 10
for n=1:L 0
0 5 10 15 20 25 30 35 40
if n<=P
x(n)=1; L = 20 P = 10
else
1
x(n)=0;
0.5
end
Konvolusi 0
0 2 4 6 8 10 12
end
Dua Sinyal 1
if n<=P 5
0
v(n)=1; 0 5 10 15 20 25
else
L = 12 P = 10
v(n)=0;
end 1
end 0.5
t=1:L; subplot(3,1,2); 0
0 5 10 15
stem(t,v) 1
subplot(3,1,3); 0.5
stem(conv(x,v)) 0
0 5 10 15
6
0
0 5 10 15 20 25 30
11
L = 15 P = 5
0.5
0
0 2 4 6 8 10 1
1
0.5
0
0 2 4 6 8 10 12
15
10
0
0 5 10 15 20 25
L = 12 P = 12
L=input ('Banyaknya 1
titik sampel(>=20) :
0
');
-1
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
f1=input ('Besarnya 1
Sinus -5
0 5 10 15 20 25 30 35 40
teta1=input('Besarnya fase
gel 1(dalam radiant) : ');
teta2=input('Besarnya fase L = 20
gel 2(dalam radiant) : ');
f1 = 1 Hz f2 = 0.5 Hz
A1=input ('Besarnya
amplitudo gel 1 :
');
Θ1 = 0 rad Θ2 = 0.5 rad
A2=input ('Besarnya A1 = 1 A2 = 1
amplitudo gel 2 :
12
');
1
%Sinus pertama 0
-1
t=1:L; t=2*t/L; 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
y1=A1*sin(2*pi*f1*t + 1
teta1*pi); 0
-1
subplot(3,1,1); stem(y1) 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
50
%Sinus kedua
0
subplot(3,1,2); stem(y2) L = 50
%Hasil Konvolusi f1 = 2 Hz f2 = 2 Hz
subplot(3,1,3);
stem(conv(y1,y2)) Θ1 = 1.5 rad Θ2 = 0.5 rad
A1 = 1 A2 = 1
n = -7.9:.5:8.1; 0.8
y = 0.6
sin(4*pi*n/8)./(4*pi*n/8); 0.4
figure(1);
plot(y,'linewidth',2) 0.2
0
t = 0.1:.1:8;
-0.2
Konvolusi x = sin(2*pi*t/4);
-0.4
Sinyal figure(2); 0 5 10 15 20 25 30 35
plot(x,'linewidth',2)
Bernoise
dengan t = 0.1:.1:8;
1
Raise
x_n = sin(2*pi*t/4)+ 0.8
Cosine
0.5*randn*sin(2*pi*10*t/4) 0.6
+ 0.4
0.2*randn*sin(2*pi*12*t/4); 0.2
figure(3); -0.2
plot(x_n,'linewidth',2) -0.4
-0.6
13
1.5
0.5
-0.5
-1
-1.5
0 10 20 30 40 50 60 70 80
-1
-2
-3
-4
-5
0 20 40 60 80 100 120
n = -7.9:.5:8.1
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
-0.1
-0.2
-0.3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
14
1.5
0.5
-0.5
-1
-1.5
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
n = -9:2:9
0.8
0.6
0.4
0.2
-0.2
-0.4
0 5 10 15 20 25 30
1.5
0.5
-0.5
-1
-1.5
0 10 20 30 40 50 60 70 80
15
5
-1
-2
-3
-4
-5
0 20 40 60 80 100 120
n = -5:.4:6.05;
0.1
0.08
0.06
0.02
[Y,Fs] = wavread('Steve 0
Kroeger x Skye Holland
-0.02
Through The Dark (Official
Music Video).wav'); -0.04
-0.06
Fs = 16000; -0.08
Konvolusi 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4
4
%sound(Y,Fs); plot(Y) x 10
Pada
Sinyal nois = randn(length(Y),1);
0.4
Audio Y_noise = Y + 0.08*nois;
0.3
%sound(Y_noise,Fs);
0.2
plot(Y_noise)
0.1
-0.3
-0.4
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4
4
x 10
16
0.8
0.6
0.4
0.2
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
4
x 10
Fs = 16 KHz
0.8
0.6
0.4
0.2
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
4
x 10
Fs = 8 KHz
0.8
0.6
0.4
0.2
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
-1
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
4
x 10
Fs = 11025 Hz
17
0.8
0.6
0.4
0.2
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
4
x 10
Fs = 22.05 KHz
0.8
0.6
0.4
0.2
-0.2
-0.4
-0.6
-0.8
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
4
x 10
Fs = 44.1 KHz
Tabel 2.1.
Percobaan pertama dan kedua pada praktikum ini adalah percobaan konvolusi dua sinyal
diskrit unit step dan konvolusi dua sinyal sinus. Jika kedua sinyal diskrit/sinusoidal
dikonvolusikan, maka akan menghasilkan suatu sinyal konvolusi yang tertera pada data
percobaan. mengandung operasi dimana pertama sinyal masukan/respon impuls salah satunya
di cerminkan terhadap sumbu y, kemudian masing masing titik sampel sinyal masukan
dikalikan dengan respon sistem. Dan hasil perkaliannya masing masing dijumlahkan
sehingga memperoleh keluaran sampel pertama. Lalu sinyal digeser satu sampel ke kanan
dan langkah yang di ulangi lagi mulai dari perkalian masing masing titik sampel sinyal
18
masukan dengan respon sistem, penjumlahan hasil perkalian sampai mengeluarkan titik
sampel baru. Proses ini akan terus diulang sampai panjang gelombang sinyal masukan
berakhir. Jika nilai lebar pulsa kedua sinyal meningkat, maka akan menghasilkan sinyal
konvolusi dengan nilai amplitudo yang besar.
Percobaan ketiga pada praktikum ini adalah percobaan konvolusi sinyal bernoise dengan
raise cosinus. Terdapat dua sinyal yang akan diproses pada percobaan ini, yakni sinyal 1 (y
= sin(4*pi*n/8)./(4*pi*n/8)) dan sinyal 2 (x = sin(2*pi*t/4)). Sinyal 2 diberikan Gaussian
Noise (x_n = sin(2*pi*t/4)+ 0.5*randn*sin(2*pi*10*t/4) + 0.2*randn*sin(2*pi*12*t/4))
sehingga sinyal yang tercipta tidak mulus dari bentuk sinyal sebelumnya. Pada saat sinyal 1
dan sinyal 2 bernoise dikonvolusikan, maka akan menghasilkan sinyal konvolusi yang mulus.
Hal ini menunjukkan bahwa operasi konvolusi dapat digunakan untuk menyaring (filtering)
sinyal bernoise dengan suatu sinyal. Pada saat nilai indeks n ditingkatkan (contoh : n = -
9:2:9), maka sinyal konvolusinya tidak menghasilkan sinyal yang mulus. Pada saat nilai
indeks n diturunkan (contoh : n = -5:.4:6.05), maka sinyal konvolusinya menghasilkan sinyal
yang mulus.
Percobaan terakhir pada praktikum ini adalah percobaan konvolusi pada sinyal audio.
Percobaan ini memanfaatkan file berformat .wav yang dijadikan sebagai sinyal informasi.
Lalu sinyal .wav ini akan ditambahkan sinyal noise sebesar 8%. Langkah terakhirnya yaitu
dikuatkan sebesar 1 dan dikonvolusikan agar tingkat kebisingan sinyal ternoise dapat
dikurangi.
Jawab :
Bentuk dasar dari operasi konvolusi adalah amplitudo sinyalnya lebih besar dari semula, dan
terjadi perubahan fase dari sinyal asli.
19
2. Apa pengaruh operasi konvolusi pada sinyal sinus bernoise ?
Jawab :
Operasi konvolusi pada sinyal sinus bernoise menyebabkan amplitudo sinyal hasil konvolusi
lebih tinggi dari sinyal masukan, kemudian terjadi pergeseran fase pada sinyal masukan,
sehingga waktu untuk menempuh satu gelombang lebih lama. Selain itu konvolusi ini
mereduksi sinyal noise pada sinyal sinus, sehingga hasil konvolusi mengakibatkan sinyal
noise berkurang atau bahkan hilang, hal ini serupa dengan konsep LPF.
Jawab :
Pemakaian konvolusi pada pengolahan audio adalah pada saat kita ingin menghilangkan
suara bising yang ada dalam audio, suara bising ini biasanya memiliki amplitudo yang tinggi,
maka dapat disaring menggunakan proses konvolusi.
20
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sinyal adalah fungsi yang mengandung informasi tentang perilaku fisik suatu
sistem. Sinyal dapat berupa pola variasi waktu atau variasi lainnya. Secara matematis,
sinyal adalah fungsi dari satu atau lebih variabel yang independen. Contohnya, sinyal
suara dinyatakan sebagai fungsi tekanan akustik terhadap waktu, sedangkan sinyal gambar
dinyatakan sebagai fungsi kecerahan terhadap variabel ruang.
21