Anda di halaman 1dari 2

Nama : Siska Safitri

NIM : P07133223015
Prodi : S.Tr. Sanitasi Lingkungan

Kasus Lumpur Lapindo

Tragedi lumpur Lapindo terjadi pada tanggal 29 Mei 2006 pukul 04.30 WIB di tengah
area persawahan desa Sidoharjo, Jawa Timur dengan suhu 60 derajat celcius sampai saat ini
tak kunjung berhenti. Semburan lumpur Lapindo terjadi karena kebocoran saat melakukan
pengeboran minyak dan gas bumi oleh perusahaan tambang PT Lapindo Brantas. Lumpur
Lapindo telah membuat 20 orang kehilangan nyawanya dan tak kurang dari 10.426 unit
rumah serta 77 rumah ibadah terendam lumpur yang membuat ribuan jiwa mengungsi dan
kehilangan tempat tinggalnya. Sementara Kerugian material ditaksir mencapai lebih dari 45
trilliun rupiah. Lumpur Lapindo juga menenggelamkan kantor-kantor pemerintahan, sekolah-
sekolah, dan fasilitas publik lain, memutus jalan raya, tol, jalur kereta, jaringan listrik,
telepon, dan air bersih di 15 desa. Kejadian ini berdampak buruk bagi lingkungan
disekitarnya, permukiman warga, tumbuhan dan hewan menjadi mati dan rusak. Luapan
lumpur menyebabkan pencemaran logam berat dari darat,air dan udara sampai ancaman
penurunan tanah.

Beberapa logam berat tersebut yaitu timbal (Pb), Kadmimum (Cd) dan Selenium
(Se) yang terdapat pada lahan-lahan pertanian maupun tambak ikan sekitar lumpur
Lapindo. Akibat kandungan logam berat tersebut terjadi penurunan produktivitas
pertanian karena melemahnya daya dukung lahan.Penurunan kualiltas lingkungan bukan
hanya pada lahan pertanian tetapi pada sumur-sumur rumah yang sebelumnya untuk
keperluan sehari-hari kini tidak layak pakai lagi. Untuk minum dan memasak, warga terpaksa

membeli air bersih dalam kemasan jeriken Rp2.500 per 25 liter. Ekosistem perairan laut juga
tak luput dari cemaran. Indikasi itu terungkap dari kandungan logam berat pada ikan air tawar
dan di perairan Selat Madura yang melebihi ambang batas. Hasil perikanan pun tak layak
konsumsi karena kandungan logam cukup tinggi. Kadmium yang melimpah pada tubuh
manusia berpotensi merusak fungsi hati dan ginjal. Bahkan, meski pada konsentrasi rendah
sekalipun, tetap berpengaruh pada gangguan paru, emfisema dan penyakit tubularditis ginjal
kronik. Di beberapa lokasi, konsentrasi logam berat bahkan mencapai tiga kali lipat di atas
ambang batas.

Anda mungkin juga menyukai