Anda di halaman 1dari 6

Scientific News Magazine Edisi Pebruari 2017

E-ISSN: 2528-3049
Scientific News Magazine Edisi Pebruari 2017

DAFTAR ISI

E-ISSN: 2528-3049
Scientific News Magazine Edisi Pebruari 2017

MuaraTukad Mati Darurat Pencemaran Logam Berat Kromium


Yulianto Suteja1
1
Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana
Email: yuliantosuteja@unud.ac.id

Highlight

Muara tukad mati merupakan salah satu sungai yang bermuara di TelukBenoa. Daerah
Aliran Sungai (DAS) TukadMati yang melintasi kota Denpasar membuat sungai ini
sangat rentan terhadap pencemaran. Salah satu bersumber dari industry tekstil dan
sablon yang berada di sepanjang DAS Tukad Mati. Industri ini umumnya
menggunakan logam kromium (Cr) sebagai pigmen pewarna. Muara Tukad Mati
merupakan hilir sungai yang medapatka nefek yang paling buruk terhadap
pencemaran, karena hampir semua bahan pencemar Cr terkumpul di wilayah ini.
Selain mencemari perairan, Cr sangat mudah berikatan dengan material tersuspensi
sehingga dapat berpindah kesedimen. Sifat Cr yang susah terurai membuat logam ini
dapat berpindah ke dalam tubuh tumbuhan ataupun hewan yang hidup di muara
sungai. Tulisan ini mengulas tentang kandungan dan status logam berat kromium di
perairan, sedimen, mangrove dan kepiting pada MuaraTukad Mati.

Kata kunci : Kromium, Muara, Tukad Mati

@2017.Yulianto Suteja. All rights reserved

Gambar Topik (Sesuai Dengan Artikel ditampilkan di Website)

Pendahuluan
Sungai (Tukad) Mati merupakan salah satu sungai yang bermuara di Teluk Benoa
(Gambar 1). Daerah Aliran Sungai (DAS) Tukad Mati yang melintasi kota
Denpasar membuat sungai ini sangat rentan terhadap potensi pencemaran. Hasil

E-ISSN: 2528-3049 13
Scientific News Magazine Edisi Pebruari 2017

pengukuran menunjukkan bahwa Tukad Mati memiliki pencemaran yang tinggi


dari segi minyak, Chemical oxygen Demand (COD), Biological Oxygen Demand
(BOD) dan phosfat [1]. Pencemaran ini umumnya dihasilkan dari limbah industri
yang tidak melakukan pengolahan limbah dengan baik sebelum dibuang ke
lingkungan. Salah satu industri yang sangat pesat berkembang di sepanjang aliran
sungai di Bali adalah industry tekstil dan sablon [2].
Industri tekstil ataupun sablon umumnya menggunakan logam kromium (Cr)
sebagai pigmen pewarna. Adanya buangan limbah dari industry sablon ataupun
tekstil ke sungai, cepat atau lambat akan menambah konsentrasi Cr di perairan.
Muara sungai merupakan bagian hilir sungai yang akan mendapatkan efek yang
paling buruk terhadap pencemaran, karena hampir semua bahan pencemar akan
terkumpul di wilayah ini termasuk logam kromium. Selain mencemari perairan,
Cr juga sangat mudah berikatan dengan material tersuspensi sehingga dapat
berpindah ke sedimen perairan. Sifat Cr yang susah terurai membuat logam ini
dapat berpindah ke dalam tubuh tumbuhan ataupun organisme yang hidup di
muara sungai. Muara Tukad Mati merupakan salah satu contoh wilayah yang
terdapat ekosistem mangrove. Mangrove sendiri dikenal memiliki kemampuan
untuk menyerap kandungan logam berat termasuk Cr [3]. Selainitu, organism
yang hidup berasosiasi di ekosistem mangrove Muara Tukad Mati memiliki
potensi untuk tercemar logam berat juga.

Gambar 1.Peta lokasi penelitian

Uraian Isi
Untuk mengetahui kosentrasi Cr dalam perairan, sedimen ataupun tubuh
organisme digunakan metode AAS (Atomic Absorpticn Spectrophotometry). Hasil

E-ISSN: 2528-3049 14
Scientific News Magazine Edisi Pebruari 2017

pengukuran Cr di muara Tukad Mati menunjukkan bahwa konsentrasi Cr


berurutan dari air, sedimen, mangrove dan kepitinga dalah 0,19 mg/l, 35,67
mg/kg, 14,56 mg/kg dan 3,20 mg/kg [4] [5]. Dari data ini menunjukkan bahwa
konsentrasi terendah Cr ditemukan pada perairan, namun kosentrasi ini ternyata
38 kali lebih tinggi dari peraturan yang di tetapkan oleh pemerintah dalam
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup (KepMenLH) no 51 Tahun 2004 tentang
bakumutu air laut untuk biota yang hanya memperbolehkan tidak lebih dari 0,005
mg/l. Konsentrasi Cr yang paling tinggi didapatkan pada sedimen di Muara Tukad
Mati yang memiliki konsentrasi 180 kali lebih tinggi dibandingkan dengan yang
ada diperairan. Tingginya Cr disedimen disebabkan karena kromium
didalamperairan bersifat tidak stabil dan akan cenderung berikatan dengan
material tersuspensi di kolom perairan. Walaupun sampai sekarang pemerintah
belum menetapkan standar kandungan kromium di sedimen, namun kosentrasi
yang 7000 kali lebih tinggi daripada yang ditetapkan di kolom perairan cukup
untuk dijadikan warning bagi masyarakat.
Tumbuhan yang ada di ekosistem mangrove memiliki kemampuan untuk
menyerap Cr dari lingkungan. Cr ini nantinya akan dikeluarkan lagi melalui
guguran daun. Proses pengeluarannya hampir sama dengan adaptasi mangrove
terhadap kelebihan kadar garam. Walapun konsentrasinya di tubuh tumbuhan
ekosistem mangrove lebih kecil dibandingkan dengan di sedimen, namun tetap
saja kosentrasinya sangat tinggi. Hal ini juga patut diwasapadai, mengingat
banyak dari produk olahan yang menggunakan mangrove sebagai bahan baku
pembuatannya (misalkan buah mangrove). Kandungan Cr yang cukup tinggi juga
didapatkan pada organisme yang hidup berasosiasi dengan ekosistem mangrove
seperti kepiting. Hasil analisis pada bagian insang dan daging kepiting
menunjukkan bahwa rata-rata kandungan Cr lebih tinggi dari 2 mg/kg yang
merupakan standar yang ditetapkan oleh Ministry of Health of the People’s
Republic of China GB 2762-2012. Adanya kandungan Cr pada tubuh kepiting
diduga karena kepiting merupakan organisme yang menjadikan serasah mangrove
sebagai sumber makanan sehingga terjadi translokasi logam dari mangrove ke
kepiting.

Kesimpulan
Kandungan logam berat Cr yang sangat tinggi dan telah melampui batas di
perairan, sedimen, mangrove, maupun kepiting pada Muara Tukad Mati
menunjukkan bahwa daerah ini dalam kondisi darurat pencemaran logam berat Cr.
Tingginya kandungan ini menjadi indikasi kuat bahwa Muara Tukad Mati tidak
layak sebagai tempat hidup organism laut ataupun dijadikan sebagai zona
penangkapan ikan ataupun organisme laut. Perhatian pemerintah untuk
memperketat peraturan dan kesadaran masyarakat untuk tidak membuang limbah
sebelum diolah merupakan langkah awal yang bisa dilakukan untuk mengurangi
pencemaran Cr di Muara Tukad Mati.

Referensi
1. Masalah Lingkungan Bali Berat dan Sulit Pemprov Programkan 27 Upaya.
http://www.baliprov.go.id/id/Masalah-Lingkungan-Bali--Berat-dan-Sulit-
Pemprov-Programkan-27-Upaya.Diakses 13 November 2016.

E-ISSN: 2528-3049 15
Scientific News Magazine Edisi Pebruari 2017

2. Pencemaran limbah sablon di Denpasar “Cemari” kota berwawasan


budaya. Bali Post, 23 Agustus 2006
.http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2006/8/23/b22.htm Diakses 12
November 2016.
3. Suwandewi AASgIA, Suprihartin IE, Manurung M. Akumulasi Logam Cr
(Cr) Dalam Sedimen, Akar Dan Daun Mangrove Avicennia marina di
Muara Sungai Badung. Jurnal Kimia 7(2),: 181-185. 2013.
4. Dirgayusa, IGNP. Dan Y Suteja. Analisis Kemampuan Sedimen
Mangrove Sebagai Perangkap Logam Berat Krom di Muara Tukad Mati.
Laporan Akhir Hibah Unggulan Program Studi. 2015.
5. Dirgayusa, IGNP. Dan Y Suteja. Kajian Kemampuan Bioakumulasi dan
Translokasi Logam Kromium (Cr) Pada Kepiting dan Mangrove di Muara
Tukad Mati. Laporan Akhir Hibah Unggulan Program Studi. 2016.

E-ISSN: 2528-3049 16

Anda mungkin juga menyukai