11
12
pekerjaan antar orang yang tinggal dalam wilayah yang sama serta
mungkin terjadi pengelompokan yang lebih tajam di tengah masyarakat
(Twigg, 2012, p. 11). Twigg juga berpendapat bahwa, sistem atau
ketangguhan masyarakat dapat dipahami sebagai kapasitas untuk:
1. mengantisipasi, meminimalisir dan menyerap tekanan potensial
atau kekuatan destruktif melalui adaptasi atau resistensi.
2. mengelola atau mempertahankan fungsi dasar tertentu dan
struktur selama peristiwa bencana.
3. memulihkan atau 'bangkit kembali' setelah suatu peristiwa
bencana.
Universitas Pertahanan
13
Universitas Pertahanan
14
Universitas Pertahanan
15
Universitas Pertahanan
16
Universitas Pertahanan
17
6. Communities of Interest
Di mana sebuah kelompok yang mungkin ada di wilayah yang luas
dan sebaliknya memiliki sosial yang beragam tetapi mereka
berbagi area kepentingan umum, keterampilan, atau keahlian. Hal
ini termasuk masyarakat yang terikat dengan iman dan komitmen
agama yang sama, kelompok budaya serta sedikit kelompok
formal seperti bisnis atau asosiasi komersial atau olahraga atau
klub rekreasi.
7. Mendirikan Jaringan
Hubungan yang bersih, disetujui, dan stabil antara orang dan
kelompok memfasilitasi pertukaran informasi sama baiknya
dengan berbagi sumber daya dan komitmen keterampilan, waktu
dan usaha untuk perencanaan dan kesiapsiagaan.
8. Sumber daya dan keterampilan
Sumber daya dan keterampilan yang tersedia mungkin secara
langsung relevan untuk perencanaan manajemen bencana,
kesiapsiagaan dan untuk dukungan komunitas jika terjadi sebuah
keadaan darurat. Hal ini dapat teridentifikasi oleh tipe sumber
daya atau keterampilan, jumlahnya, biaya untuk
menggunakannya, ketersediaannya, dan lokasinya. Dimana
sumber daya dan atau keterampilan tidak tersedia maka dapat
dikembangkan sebagai bagian dari kegiataan kesiapsiagaan.
Universitas Pertahanan
18
Universitas Pertahanan
19
Universitas Pertahanan
20
Universitas Pertahanan
21
Universitas Pertahanan
22
Universitas Pertahanan
23
Universitas Pertahanan
24
3. Adat
Makna kata adat Adat dijelaskan oleh Bartels (2000) sebagai
istilah yang digunakan untuk menggambarkan semua sistem
kepercayaan dan kebiasaan tradisional yang ditetapkan oleh para
leluhur pada masa pra-Islam dan pra-Kristen, yang masih
diterapkan sampai sekarang (p. 6).
Menurut Thomas (2010), bagi orang Ambon berhubungan dengan
leluhur memiliki peranan yang melindungi dan peranan yang
menghukum. Setiap negeri memiliki tete nene moyang, demikian
juga upu. Dua atau lebih negeri mempunyai leluhur yang sama
bila mempunyai hubungan kekerabatan. Orang-orang Ambon
sangat percaya kepada tiga kekuatan, yakni gunung, tanah, “tete
nene moyang”. Gunung mewakili unsur langit (laki-laki), tanah
mewakili unsur bumi (perempuan) dan “tete nene moyang“
mewakili roh leluhur. Perlindungan kepada manusia dapat
terlaksana dengan menjaga hubungan baik dan teratur dengan
leluhur, termasuk melaksanakan kebijakan-kebijakan adat yang
diturunkan oleh leluhur. Para leluhur bersemayam di ruma tau,
atau ruma tua gunung, labuang, tempat-tempat pamali, atau batu
pamali, baileu negeri lama, langit dan tanah. Pada tempat tersebut
orang dapat berhubungan dengan leluhur mereka dalam
menjalankan aktivitas sosial budaya (p. 173).
Universitas Pertahanan
25
Universitas Pertahanan
26
Universitas Pertahanan
27
Universitas Pertahanan
28
akan dianggap sebagai pilihan di mana kecepatan aliran tinggi dan terkait
banyak puing-puing dari air banjir dapat diharapkan.
Apa yang penting dalam mengelola banjir bandang adalah
kegiatan pemerintah daerah dalam peringatan dan menanggapi banjir,
dengan tujuan utama untuk membatasi bahaya bagi kehidupan manusia.
Kegiatan pemerintah daerah dalam peringatan dan menanggapi banjir
adalah penting untuk membatasi bahaya bagi kehidupan manusia dan
properti. Sistem peringatan lokal memungkinkan kita, di satu sisi,
menyesuaikan solusi untuk risiko yang ada secara lokal, dengan
kemampuan masyarakat setempat (Associated Programme on Flood
Management, 2007, p. 19)
Senada dengan pernyataan di atas, maka peran pemerintah
daerah dalam penanganan bencana mulai dari fase pra bencana sangat
berkaitan dengan tujuan perlindungan bagi masyarakat. Copolla (2007)
juga menguraikan bahwa kesiapsiagaan bertujuan untuk meminimalkan
efek samping bahaya melalui langkah-langkah pencegahan yang efektif,
dimana menjamin sebuah organisasi dapat menjalankan perannya tepat
waktu dan efisien serta dapat mengerahkan aksi bantuan dalam Tanggap
Darurat (p. 209). Kesiapsiagaan harus terjadi pada kedua level, yaitu
pemerintah dan individu dalam rangka mengurangi risiko bencana dan
kerentanan (p.240).
Menurut Copolla (2007), terdapat berbagai tindakan kesiapan
pemerintah yang dapat dikelompokkan menjadi lima kategori umum:
1. Perencanaan
Perencanaan darurat dan tanggap bencana di tingkat pemerintah
merupakan proses yang diperlukan. Dalam hal terjadi bencana,
setiap tingkat yurisdiksi pemerintah akan diharapkan atau
diperlukan untuk melakukan berbagai tugas dan fungsi dalam. Hal
ini menjadi jelas, ketika terjadi suatu bencana, maka pada waktu
itu bukanlah saat yang ideal untuk memulai sebuah perencanaan
(p. 210).
Universitas Pertahanan
29
2. Latihan
Latihan memiliki fungsi kesiapan yang sangat penting untuk
memperkenalkan individu dan lembaga yang terlibat dalam
respon. Terdapat beberapa jenis latihan, yaitu Drill, Table Top
Exercise, Functional Exercise, dan Full-scale Exercise (p. 216-
217).
3. Pelatihan/ Training
Pelatihan adalah komponen ketiga dalam kesiapsiagaan
pemerintah. Dapat dikatakan bahwa respon pemerintah dalam
menangani bencana akan lebih efektif jika mereka dilatih
untuk melakukan pekerjaan mereka (p. 218).
4. Peralatan
Pengembangan peralatan dalam membantu respon bencana dan
pemulihan telah membantu lembaga terkait secara drastis
mengurangi jumlah korban dan kematian dan jumlah properti yang
rusak atau hancur akibat peristiwa bencana. Peralatan ini juga
meningkatkan efektivitas lembaga dalam melindungi kehidupan
masyarakat. Sayangnya, akses ke peralatan ini tergantung pada
sumber daya yang tersedia (p. 218).
5. Kewenangan hukum
Dalam rangka untuk memastikan bahwa semua individu dan
lembaga yang terlibat dalam sistem manajemen darurat mampu
menjalankan tugasnya, itu sangat penting bahwa otoritas hukum
yang tepat ada (p.221).
Universitas Pertahanan
30
Universitas Pertahanan
31
Universitas Pertahanan
32
Universitas Pertahanan
33
yang berulang di daerah studi. Dari kajian diperoleh fakta bahwa banjir
bandang yang terjadi merupakan akibat dari intensitas hujan yang tinggi.
Selain itu, peneliti juga berhasil menarik kesimpulan bahwa berdasarkan
teori perilaku sungai, bahwa perubahan kemiringan dasar sungai yang
mendadak pada saat alur keluar dari daerah pegunungan yang curam dan
memasuki dataran yang lebih landai, maka pada lokasi ini terjadi proses
pengendapan yang sangat intensif.
Ikhsanudin (2014) turut meneliti tentang Tingkat Ketangguhan
Pemerintah Kelurahan Jagalan Kecamatan Jebres Surakarta dalam
Menghadapi Bencana Banjir. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
berdasarkan analisis data Tingkat Ketahanan Desa dalam menghadapi
bencana banjir di Kelurahan Jagalan termasuk dalam tingkat ketahanan
desa pranata. Selain itu, tingkat ancaman bencana banjir tinggi dengan
skor kerentanan sosial 0,857.
Penelitian tentang Way Ela sudah pernah dilaksanakan oleh
Oktaria (2014), dengan memfokuskan penelitiannya pada efektivitas
pemetaan dengan menggunakan pesawat terbang tanpa awak untuk kaji
cepat dalam penanggulangan bencana banjir bandang bendungan alam
Way Ela dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Hasil penelitian dimaksud
menunjukkan bahwa pemetaan pasca jebolnya Bendungan Alam Way Ela
dengan metode fotogrametri menggunakan pesawat terbang tanpa awak
pada bencana banjir banjir bandang bendungan alam Way Ela sangat
efektif, karena tingkat risiko dalam pelaksanaan pemetaan paling kecil.
Adapun review hasil-hasil penelitian di atas, dapat dilihat dalam tabel 2.3.
Universitas Pertahanan
34
Universitas Pertahanan
35
Universitas Pertahanan
36
Universitas Pertahanan
37
Universitas Pertahanan