ABSTRAK
Desa Pemongkong Kecamatan Jerowaru Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara
Barat merupakan salah satu daerah penghasil garam. Sistem penyediaan air yang belum
memenuhi standar teknis menyebabkan rendahnya produksi garam. Dalam upaya
peningkatan produksi dan kualitasnya, perlu adanya peningkatan sistem pembuatan garam
dengan menggunakan standar perencanaan teknis. Dalam perencanaan ini, standar
perencanaan yang digunakan adalah sistem produksi garam di Korea yaitu dengan
perbandingan luas embung : peminihan : meja garam = 55 : 30 : 15, sistem penyediaan air
dengan pemompaan dan perencanaan bangunan lain seperti intake, saluran, dan pintu air
yang mengacu kepada Standar Perencanaan Teknis Irigasi. Pada perencanaan awal
dilakukan pembuatan layout petak tambak, dilanjutkan perencanaan dimensi dan elevasi
pada bangunan intake, embung, peminihan, meja garam dan saluran pembawa, sehingga
ketersediaan air dapat dijamin. Dari lokasi studi ini diambil contoh lahan seluas 10,79 ha,
maka diperoleh luas embung 5,39 ha, luas peminihan 3,24 ha, dan meja garam 1,62 ha.
Sesuai dengan kriteria kedalaman air tambak garam menurut Kementerian Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia, untuk ketinggian air pada embung adalah 50 cm, ketinggian
air pada peminihan adalah 30 cm, dan ketinggian air pada meja garam adalah 5 cm. Debit
rencana saluran primer sebesar 0,526 m3/dt, dari hasil analisis didapatkan dimensi saluran
primer B = 1,50 m, H = 0,75 m, sedangkan debit rencana saluran sekunder sebesar 0,213
m3/dt, dari hasil analisis didapatkan dimensi saluran sekunder B = 1,00 m, H = 0,50 m. Debit
rencana pada gorong-gorong sebesar 0,669 m3/dt, dari hasil analisis didapatkan dimensi
gorong-gorong yaitu 1,50 x 1,50 m. Untuk menjaga kontinuitas pemberian air digunakan
pompa dengan kapasitas 98,57 liter/detik. Dengan menggunakan sistem ini diharapkan
produktivitas garam meningkat dari + 90 ton/ha/tahun menjadi + 150 ton/ha/tahun. Biaya
pencetakan tambak baru di daerah ini berkisar + Rp. 165.000.000,00 /ha.
ABSTRACT
Jerowaru Pemongkong village district of East Lombok, West Nusa Tenggara is one of the salt
producing areas. Water systems that do not meet the technical standards causing the low
11
JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 12
production of salt. In efforts to increase production and quality, a need to increase salt
production system by using a standard technical planning. In this plan, the planning
standards used are salt production system in Korea is the ratio of the reservoir : evaporation
area : crystallization area = 55 : 30 : 15, a water supply system with pumping and other
buildings such as intake planning, channel and floodgates that refer to the Technical
Irrigation Planning Standards. At the beginning of the planning is done making salt ponds
plot layout, plan continued with dimensions and elevation intake structure, reservoir,
evaporation area, crystallization area and the channel of a water carrier, so that the water
supply can be guaranteed. From the study sites were sampled an area of 10.79 ha, gained
5.39 ha of reservoir, 3.24 ha of evaporation area and 1.62 ha of crystallization area.
According to the criteria of the salt pond water depth according to the Ministry of Marine
Affairs and Fisheries of the Republic of Indonesia, the water level in the reservoir is 50 cm,
the water level in evaporation area is 30 cm, and the water level in crystallization area is 5
cm. The discharge of primary channel is 0,526 m3/sec, obtained from the analysis of the
primary channel dimensions B = 1.50 m, H = 0.75 m, while the discharge of secondary
channel is 0.213 m3/sec, obtained from the analysis of channel dimensions secondary B =
1.00 m, H = 0.50 m. Discharge plan on the culvert at 0.669 m3/sec, obtained from the
analysis of the culvert dimensions 1.50 m x 1.50 m. To maintain water supply continuity water
pumps were used with capacity of 98.57 liters/sec. By using this system is expected to
increase the productivity of salt + 90 tons/ha/year to + 150 tons/ha/year. The cost of
manufacture new salt ponds in this area ranges from + Rp . 165,000,000.00 / ha.
PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki lahan pegaraman potensial sekitar 34.731
Ha tersebar di 9 (sembilan) Provinsi di Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, NTB, NTT,
Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tengah, Bali dan Aceh.
Kabupaten Lombok Timur sebagai salah satu Kabupaten penghasil garam di Indonesia,
merupakan salah satu Kabupaten yang mendapatkan program PUGAR (Pemberdayaan Usaha
Garam Rakyat) dalam rangka peningkatan produksi garam nasional. Desa Pemongkong
merupakan salah satu daerah penghasil garam. Produksi garam, baik kuantitas maupun
kualitas, masih belum mencukupi dan memadai untuk memenuhi kebutuhan garam nasional.
Kebutuhan garam nasional dari tahun ke tahun semakin meningkat seiring dengan
pertambahan penduduk dan perkembangan industri di Indonesia.
12
JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 13
Garam yang dihasilkan Kabupaten Lombok Timur memiliki kandugan NaCl berkisar antara
79 – 81%. Nilai itu jauh dari Standar Nasional Indonesia (SNI), yaitu kadar NaCl garam
untuk skala konsumsi sebesar 94% da n untuk skala industri sebesar 97%.
Permasalahan yang terjadi adalah buruknya sistem penyediaan air menyebabkan rendahnya
produksi garam. Dalam upaya peningkatan produksi dan kualitasnya, perlu adanya
peningkatan sistem pembuatan garam dengan melakukan perencanaan teknis.
13
JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 14
DESA PEMONGKONG
STUDI PUSTAKA
Proporsi Ideal Embung, Peminihan, Meja Garam
Bentuk dan ukuran petakan tambak harus didisain sesuai dengan keadaan fisik setempat,
supaya pemanfaatan lahan dan pengolahan unit tambak lebih efisien. Pada umumnya bentuk
petakan tambak adalah persegi panjang, bujur sangkar atau segi banyak. Tentu saja setiap
bentuk mempunyai keunggulan dan kelemahan masing-masing. (Afrianto dan Evi Liviawati,
1991).
Setiap petakan tambak dapat mempunyai fungsi yang berlainan, maka ukurannya pun
berlainan. Pada Gambar 2 merupakan pembagian lahan yang mengacu Standar Korea.
Perbandingan luas antara petakan embung, peminihan dan meja garam antara 55 : 30 : 15
14
JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 15
untuk tambak modern. Penentuan ukuran petakan sebaiknya didasarkan pada beberapa faktor
yaitu besarnya produksi garam yang ingin dicapai, luas lahan yang tersedia, kondisi lahan
(topografi, elevasi, sumber air dan lain-lain), dan dana yang tersedia.
METODOLOGI
PERENCANAAN TEKNIS
1) Perencanaan Layout Tambak Garam
Perbandingan luasan antara embung, peminihan, dan meja garam yaitu 55 : 30 : 15. Dari
lahan seluas 10,79 ha maka diperoleh luas embung 5,39 ha, luas peminihan 3,24 ha, dan meja
garam 1,62 ha. Pada Gambar 4 merupakan layout eksisting.
15
JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 16
Setelah pembagian luas lahan dihitung, maka daerah eksisting dapat dibuat beberapa bagian
menjadi embung, peminihan, dan meja garam. Pada peminihan dan meja garam, dengan
luasan yang telah dihitung dapat dibagi lagi menjadi beberapa petak sehingga dapat
mempermudah dalam pengawasan saat di lapangan. Diharapkan dengan pembagian menjadi
beberapa petak tersebut didapatkan hasil yang baik. Pada Gambar 5 merupakan rencana petak
tambak garam.
Pada perencanaan saluran primer dan saluran sekunder diharapkan mendapatkan dimensi
saluran yang baik sehingga air dapat ditampung dan mengalir dengan baik sampai pada petak-
petak tambak. Pada Gambar 6 merupakan rencana saluran primer dan saluran sekunder
tambak garam.
Setelah perencanaan saluran primer dan sekunder pada tambak garam, selanjutnya pemberian
nomenklatur saluran. Pada Tabel 2 merupakan nomenklatur saluran tambak garam.
16
JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 17
Saluran Saluran
Panjang (m)
Primer Sekunder
SSP1 158.03
SPP1 136.92
SSP2 146.84
SPP2 134.47
SSP3 157.43
SSP4 96.66
Keterangan:
SPP1 = Saluran Primer Pertama
SSP1 = Saluran Sekunder Pertama
Pada tambak garam terdapat dua jaringan yaitu jaringan tambak dan jaringan bangunan
tambak. Jaringan tambak menunjukan jumlah petak tersier beserta luasannya, sedangkan
jaringan bangunan menunjukkan letak dan posisi bangunan baik bangunan utama maupun
bangunan pelengkapnya. Gambar 7 dan Gambar 8 merupakan gambar skema jaringan dan
skema bangunan pada tambak garam.
17
JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 18
Pada perhitungan debit saluran dimaksudkan untuk memastikan atau membandingkan antara
debit rencana dengan debit saluran sehingga dipastikan kapasitas saluran mampu menampung
dan mengalirkan air dengan dimensi saluran yang telah ditentukan. Pada Tabel 4 merupakan
perhitungan debit saluran dan dimensi saluran.
18
JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 19
Untuk perencanaan saluran primer dan sekunder dibuat tipikal dengan dimensi saluran primer
(B = 1,50 m, H = 0,75 m), saluran sekunder (B = 1,00 m, H = 0,50 m), dan gorong-gorong
persegi (B = 1.15 m, H = 1.15 m).
3) Bangunan Pelengkap
Pintu Air Peminihan
Di tambak garam ini terdapat pintu air di lahan peminihan yang mengalirakan air dari saluran
sekunder ke lahan peminihan. Pintu air ini terbuat dari pipa PVC dengan diameter 8 inch yang
ditanam didalam tanah. Gambar 10 merupakan pintu air pada peminihan.
19
JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 20
Gorong-gorong
gorong-gorong yang terletak di hulu saluran primer SPP1. Gambar 11 merupakan desain
gorong-gorong.
20
JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 21
Air pada saluran primer berasal dari air tampungan di embung. Muka air di embung berasal
dari elevasi rencana dasar embung ditambah tinggi rencana air di embung yaitu 1 meter,
sehingga elevasi embung dapat dihitung dengan menambahkan tinggi jagaan.
Berikut ini adalah perhitungan untuk mengetahui elevasi pada embung:
1. Elevasi dasar embung + 0,5 m
2. Tinggi rencana air di embung + 1,0 m
3. Tinggi jagaan 0,6 m +
Tinggi tubuh embung + 2,3 m
5) Pompa
Pompa digunakan untuk mengalirkan air dari bangunan intake menuju embung. Kapasitas
pompa yaitu 98,57 liter/detik dengan daya 2,66 hp = 2,73 kW dan dengan pipa diameter
10 inch. Gambar 13 merupakan rencana pipa dan pompa.
6) Stabilitas Lereng
Stabilitas lereng yang dihitung ada beberapa lokasi yaitu pada tanggul jalan produksi, saluran,
peminihan dan meja garam. Hasil perhitungan yang didapatkan faktor keamanan yaitu jalan
produksi (1,626), saluran (1,939), peminihan (3,630), dan meja garam (6,593). Dengan
persyaratan faktor keamanan lebih dari 1,5.
7) Gudang Garam
Gudang berfungsi sebagai tempat penyimpanan garam dan bittern, sebagai tempat iodisasi
garam, dan sebagai tempat pencucian garam. Luas gudang adalah 50 m x 22 m dengan
kapasitas penyimpanan garam sebanyak 1500 ton. Gambar 14 merupakan desain gudang
garam.
METODE PELAKSANAAN
Di dalam dunia konstruksi perlu diperhatikan metode pelaksanaannya agar suatu proyek
pembangunan dapat berjalan dengan baik dan dapat selesai sesuai dengan yang direncanakan.
Dalam metode pelakasanaan harus jelas urutan kerja, penggunaan jenis dan kapasitas alat,
21
JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 22
kombinasi alat, jadwal kerja, dan gambar sketsa yang jelas. Gambar 15 merupakan metode
pelaksanaan secara umum untuk perencanaan tambak garam.
Pada pekerjaan galian tanah menggunakan alat backhoe (menggali), dump truck
(mengangkut), dan bulldozer (meratakan). Sedangkan untuk pekerjaan timbunan tanah
menggunakan alat backhoe (mengambil tanah untuk timbunan), dump truck (mengangkut
tanah untuk timbunan), bulldozer (meratakan), water tank truck (menyiram air pada tanah
timbunan saat dipadatkan), vibrator roller (pemadatan pada tanggul jalan produksi), baby
roller (pemadatan pada tanggul peminihan dan meja garam).
Kebutuhan alat berat yang digunakan yaitu backhoe (1 unit), dump truck (2 unit), water tank
truck (1 unit), vibrator roller (1 unit), dan baby roller (1 unit).
22
JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 3, Nomor 1, Tahun 2014, Halaman 23
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, Eddy dan Evi Liviawaty. 1991. Teknik Pembuatan Tambak Udang.
Bandung: Kanisius
Badan Standarisasi Nasional. 2000. Tata Cara Perencanaan Struktur Baja Untuk
Bangunan Gedung SNI 03-1729-2002. Bandung
Departemen PU, Dirjen Pengairan. 1986. Standar Perencanaan Irigasi, Kriteria
Perencanaan Bagian Bangunan (KP 04). Bandung: CV. Galang Persada.
Departemen PU, Dirjen Pengairan. 1986. Standar Perencanaan Irigasi, Kriteria
Perencanaan Bagian Perencanaan Jaringan Irigasi (KP 01). Bandung: CV.
Galang Persada.
Hardiyatmo, H.C. 2010. Analisis dan Perancangan Fondasi Bagian I. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2001. Jakarta: Balai Pustaka
Martosudarmo, Budiono dan Bambang S. Ranoemihardjo. 1995. Rekayasa Tambak.
Jakarta: Penebar Swadaya.
Purbani, Dini. 2003. Proses Pembentukan Kristalisasi Garam.
Setiawan, Agus. 2008. Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD. Jakarta:
Erlangga.
Sukirman, Silvia. 1999. Perkerasan Lentur Jalan raya. Bandung: Nova.
Sosrodarsono, Suyono dan Kazuto Nakazawa. 1980. Mekanika Tanah dan Teknik
Pondasi. Jakarta: Pradnya Paramita
Suhardjono, dkk. 2010. Reklamasi Daerah Rawa Untuk Pengembangan Persawahan.
Malang: Citra Malang
Sunggono, K.H. 1984. Buku Teknik Sipil. Bandung: Nova
1984. Mekanika Tanah. Bandung: Nova
Suripin, Ir, M.Eng, Dr. 2006. Pasang Surut Diktat Kuliah Fakultas Teknik Jurusan
Sipil Universitas Diponegoro. Semarang
Triatmodjo, Bambang, Ir, CES, DEA, Dr, Prof. 1993. Hidraulika I. Yogyakarta: Beta
Offset.
1993. Hidraulika II. Yogyakarta: Beta Offset.
Tim Gunadarma. 1997. Irigasi dan Bangunan Air. Jakarta: Gunadarma.
Ven Te Chow, Ph.D. 1992. Hidrolika Saluran Terbuka (Open Channel Hydraulics).
Jakarta: Erlangga.
http://m.kompasiana.com/post/sejarah/2013/06/08/garam-sebagai-komoditas-strategis-
dunia-danindonesia-dalam-sejarah-/ (Diakses 17 Juli 2013)
23