net/publication/343360341
CITATIONS READS
0 4,102
2 authors:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Nurma Isnaini on 01 August 2020.
Latar Belakang
Pada tahun 2019, sebanyak 25 juta orang di Indonesia hidup dibawah garis kemiskinan,
ukuran kemiskinan di Indonesia didasarkan pada pengeluaran perkapita seseorang dalam
sebulan yaitu sebesar Rp 425.000. Menurut Badan Pusat Statistik, kemiskinan dianggap
memperlambat pembangunan ekonomi suatu negara, karena tidak hanya membahas
bagaimana seorang individu memenuhi kebutuhan pokoknya saja, melainkan mengenai
permasalahan dinamis yang menyangkut ketidakmampuan seseorang untuk meraih standar
hidup yang ada di suatu negara, misalnya kesehatan, rasa aman, pekerjaan, pendidikan, dan
sebagainya. Meskipun angka kemiskinan secara nasional mengalami penurunan, tetapi
menurut Institut Pengembangan Ekonomi dan Keuangan (INDEF), standar kemiskinan yang
ditetapkan pemerintah Indonesia terlalu rendah dan tidak realistis, mana mungkin seseorang
dapat memenuhi seluruh kebutuhannya dengan $1-$2 perhari (Adi Renaldi, 2018).
Hal yang harus kita pahami juga, mahalnya fasilitas pendidikan dan minimnya pelayanan
publik diwilayah Indonesia membuat pendidikan masih terbilang eksklusif. Ditemukan
bahwa rumah tangga miskin terjebak dalam Poverty Trap, bahwa kemiskinan membawa
dampak dimana anak yang terlahir dari keluarga miskin memiliki tingkat pendidikan yang
rendah, karena lebih memilih bekerja dibandingkan sekolah, sehingga produktivitasnya
rendah dan cenderung bekerja di sektor yang berpenghasilan rendah. Selanjutnya anak dari
keluarga miskin akan bertahan hidup dan berkembang menjadi orang dewasa miskin, lalu
akan mentransfer kemiskinan kepada anak-anaknya dimasa mendatang saat menjadi orang
tua (Chzhen et al., 2017). Kemudahan dan ketersediaan akses pendidikan memberikan efek
multiplier, yaitu menjadi investasi untuk meningkatkan kesejahteraan di masa mendatang.
Ditemukan juga hubungan yang positif dan signifikan antara pendidikan dan kesehatan
dengan pertumbuhan ekonomi (Retno, 2011). Maka pengurangan jumlah kemiskinan harus
terus dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, mencapai kesejahteraan, dan
meningkatan kecerdasan bangsa Indonesia seseuai cita-cita yang tercantum dalam UUD
1945.
Kajian Pustaka
Menurut Murni dalam (Novriansyah, 2018) pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh sumber
daya alam, sumber daya manusia, barang modal, teknologi dan inovasi, kemampuan yang
dimiliki, dan ketersediaan informasi. Yang dinyatakan dengan fungsi Q = f (R, L, K, T, S,
Inf). Dengan demikian dalam mencapai sumber daya manusia yang berkualitas harus
didapatkan melalui pendidikan yang baik.
Beberapa penelitian terdahulu menjelaskan bahwa dampak kemiskinan terhadap kehidupan
masyarakat diantaranya, kualitas kehidupan yang rendah nantinya akan berdampak pada
kualitas kesehatan dan pendidikan yang rendah juga (Utomo, 2014). Dijelaskan juga dalam
Human Capital Theory bahwa keputusan individu untuk berinvestasi dalam modal manusia,
seperti pendidikan dan peningkatan skill akan menjadi efektif untuk menurunkan kemiskinan
yang ada karena mudah untuk mendapatkan pekerjaan (Mckernan & Ratcliffe, 2002).
Faktanya pada kehidupan sehari-hari menunjukan bahwa kemiskinan sering dikaitkan dengan
ketidakmampuan dalam mencapai pendidikan tinggi, meskipun pemerintah Indonesia telah
membuat program untuk membebaskan uang bayaran pada tingkat dasar (SD), Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), tingkat atas (SMA), maupun beasiswa untuk tingkat
universitas. Namun biaya pendidikan yang mendukung proses pembelajaran tergolong cukup
tinggi, seperti uang buku dan seragam. Apalagi jika keluarga yang tergolong miskin, akan
kehilangan biaya dari pendapatan (opportunity cost) jika anak mereka bekerja (Nurwati,
2008).
Perlu diketahui, angka putus sekolah akan mewarisi kemiskinan karena seseorang yang tidak
memiliki pendidikan akan cenderung mendapatkan pekerjaan dengan pendapatan dibawah
standar UMR. Pemerintah terus berupaya menekan angka putus sekolah melalui pendidikan
formal dan pelatihan skill untuk bekal mencari pekerjaan yang diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan (Portal Berita Pemerintah Jawa Tengah, 2019).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, kemiskinan di Indonesia terus mengalami penurunan
sejak lima tahun terakhir. Presentase penduduk miskin pada September 2019 telah menyentuh
angka 9,22 persen dari total penduduk Indonesia atau berkisar 24,79 juta orang.
Suatu negara dikatakan berhasil mengatasi ketimpangan apabila koefisien gini mendekati nol,
namun sulit rasanya mencapai pemerataan sempurna maupun ketimpangan sempurna.
Menurut data Badan Pusat Statistik, koefisien gini Indonesia mengalami penurunan setiap
tahun, misalnya saja pada tahun 2019 mengalami penurunan sebesar 0,007 poin dari 0,389
menjadi 0,382 jika dibandingkan dengan tahun 2018. Penurunan tersebut merupakan signal
baik yang menunjukan bahwa semakin sedikitnya ketimpangan di Indonesia. Koefisien gini
Indonesia sebesar 0,382 jika digambarkan melalui Lorenz curve nilainya mendekati 0, maka
luas lebarnya semakin mendekati garis diagonal atau garis pemerataan sempurna.
Garis Pemerataan
Presentase Populasi
Alokasi anggaran bagi pendidikan terus dipertahankan sebesar 20 persen dari APBN,
anggaran digunakan pada peningkatan kualitas pengajar, pembangunan sekolah di pelosok
wilayah Indonesia, pengembangan pembelajaran, dan bagaimana metode pembelajaran yang
cocok di zaman sekarang. Penggelontoran dana pendidikan diharapkan mampu meningkatkan
kemampuan literasi, matematika, dan sains sehingga anak-anak dapat terus melanjutkan
pendidikannya. Mengingat derasanya arus globalisasi dan terbukanya Masyarakat Ekonomi
Asean (MEA), membuat pemerintah harus meningkatkan kualitas pendidikan dan SDM nya,
agar dapat bersaing dengan negara lain. Jika SDM Indonesia dapat bersaing, kesejahteraan
akan terwujud dan kemiskinanpun bisa ditekan sekecil mungkin.
Menurut data Badan Pusat Statistik, jumlah angkatan kerja di Indonesia pada tahun 2019
sebesar 133,56 juta orang, jumlah angakatan kerja yang banyak jika dapat dimanfaat dengan
baik maka akan meningkatkan pembangunan ekonomi Indonesia. Penduduk usia kerja di
Indonesia tahun 2019 sebanyak 197,91 juta orang dan 7,05 juta orang menganggur. Ternyata
pengangguran pada tahun 2019 mengalami kenaikan sebesar 50.000 orang dari tahun
sebelumnya. Peningkatan pengangguran disebabkan karena tingkat pendidikan yang rendah,
hampir setengah dari angkatan kerja merupakan orang yang bekerja dalam sektor informal
(70,49 juta orang) sedangkan 56,02 juta orang bekerja pada bidang formal.
Solusi
Untuk seseorang yang ingin memasukin dunia kerja, diperlukan kemampuan dan kesehatan
yang memadai. Kemampuan yang dimiliki seseorang akan didapatkan melalui pendidikan
yang berkualitas, jika seseorang keluar dari kondisi kemiskinan maka hal tersebut bisa jadi
disebabkan oleh pengembalian investasi pendidikan. Semakin baik pendidikan seseorang,
maka akan memungkinkan semakin baiknya kemampuan yang dimiliki. Setiap orang berhak
mendapatkan pendidikan untuk memaksimalkan potensi dalam dirinya, penting dilakukan
peningkatan kualitas pendidikan Indonesia baik dari segi tersedianya sarana prasarana,
kualitas guru yang memadai, dan pemerataan pendidikan yang mana tidak ada kesenjangan
antara pendidikan di desa dan di kota, kesenjangan pendidikan antara laki-laki dan
perempuan, maupun kesenjangan pendidikan akibat keadaan ekonomi keluarga.
Kesimpulan
Kemiskinan di Indonesia terus mengalami penurunan, pada tahun 2019 penduduk miskin
turun sebesar 530 ribu orang dari tahun sebelumnya. Total kemiskinan yang diukur BPS
melalui pengeluaran per-kapita sebesar 9,22 persen dari seluruh penduduk Indonesia atau
sebesar 24,97 juta orang. Selain dari pengeluaran perkapita, kemiskinan di Indonesia juga
diukur dengan koefisien gini, di Indonesia tingkat koefisien gini sebesar 0,382 tetapi jika
dilihat berdasarkan provinsi, masih terdapat provinsi yang memiliki ketimpangan yang tinggi.
Adi Renaldi. (2018). Poverty Isn’t Decreasing, Indonesia’s Official Poverty Line Is Just Too
Low. VICE.
Chzhen, Y., Bruckauf, Z., & Toczydlowska, E. (2017). Sustainable Development Goal 1 . 2 :
Multidimensional child poverty in the European Union. May, 1–29.
Mckernan, S., & Ratcliffe, C. (2002). Transition Events in the Dynamics of Poverty.
Portal Berita Pemerintah Jawa Tengah. (2019). Anak Putus Sekolah Bisa Wariskan
Kemiskinan. https://jatengprov.go.id/publik/anak-putus-sekolah-bisa-wariskan-
kemiskinan/
Zhang, H. (2017). Opportunity or new poverty trap: Rural-urban education disparity and
internal migration in China. China Economic Review, 44(2016), 112–124.
https://doi.org/10.1016/j.chieco.2017.03.011