Anda di halaman 1dari 23

Analisis Pengaruh Pendidikan Dan Kesehatan Terhadap Kemiskinan Di

Indonesia Tahun 2016-2020


Nila Isroviyah
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
Email: nilaisrvy@student.ub.ac.id

ABSTRAK

Kemiskinan merupakan permasalahan yang multidimensi atau masalah ini bisa dilihat dari berbagai
sisi serta masalah ini selalu melekat di setiap negara. Indonesia merupakan negara yang sedang
berkembang dan masih dikategorikan menjadi negara miskin atau upper middle income oleh World
Bank. Pada tahun 2016-2020, Indonesia mengalami penurunan angka kemiskinan namun tidak terlalu
signifikan, kemiskinan di Indonesia harus mendapat penanganan khusus agar dapat penurunan yang
optimal. Kondisi tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti tingkat pendidikan dan
kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari pendidikan dan
kesehatan terhadap kemiskinan di Indonesia sehingga nantinya diharapkan dapat membantu
pemerintah dalam membuat kebijakan untuk mempercepat penurunan angka kemiskinan. Penelitian ini
menggunakan metode regresi data panel dengan tahun penelitiannya adalah 2016-2020. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa pendidikan dan kesehatan berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan di
Indonesia.

Kata kunci: Kemiskinan, Pendidikan, Kesehatan

A. PENDAHULUAN
Pembangunan dalam bidang pendidikan dan kesehatan merupakan dua dasar yang mempunyai
keterkaitan dengan pembentukan modal manusia (human capital) dalam pembangunan di bidang
ekonomi seperti investasi dalam jangka panjang. Untuk mencapai sebuah tujuan yaitu dalam pendidikan
dan kesehatan, negara pada gilirannya dapat meningkatkan kualitas serta produktivitas penduduknya.
Pertumbuhan produktivitas penduduk merupakan dasar penggerak dalam meningkatkan kesejahteraan
suatu penduduk. Melalui investasi dalam bidang pendidikan diharapkan dapat mampu untuk
meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang dijelaskan oleh meningkatnya pengetahuan serta
ketrampilan yang akan mendorong peningkatan produktivitas seseorang yang nanti diharapkan dapat
meningkatkan pendapatan. Sehingga ketika produktivitas tinggi maka akan meningkatkan kesejahteraan
yang lebih baik agar terhindar dari kemiskinan.
Kemiskinan merupakan suatu keadaan pembangunan yang dapat menjadi masalah dan dapat
terjadi di mana saja, baik di negara maju maupun berkembang. Sebagai negara berkembang, kemiskinan
merupakan salah satu isu besar di dalam perekonomian Indonesia, seolah-olah menjadi “pekerjaan
rumah” yang belum dapat terselesaikan. Usaha pemerintah dalam menyelesaikan permasalahan
kemiskinan sebenarnya sudah ditempuh dengan berbagai cara, mulai dari program bantuan modal atau
uang tunai kepada rakyat miskin sampai program transmigrasi. Masalah kemiskinan dipandang sebagai
keadaan yang terjadi karena ketidakmampuan masyarakat dalam sisi ekonominya, hal ini misalnya
dalam memenuhi kebutuhan hidup seperti makanan dan bukan makanan masih belum cukup mampu.
Bank Dunia menilai negara yang masuk dalam pendapatan rendah dan menengah disebut sebagai negara
yang belum berkembang. Sedangkan, negara dengan pendapatan tinggi merupakan negara maju.

Gambar
$70.00
1.1 Perbandingan PDB Negara ASEAN
$64.04
$60.00

$50.00

$40.00
$32.41
$30.00

$20.00
$10.94
$10.00 $7.19
$2.44 $2.55 $2.72 $3.10 $3.87
$1.28 $1.51
$0.00

Sumber : World Bank, data diolah

Dari data diatas menjelaskan bahwa beberapa negara di Asia Tenggara memiliki Pendapatan
Domestik Bruto yang signifikan perbedaannya. Tinggi rendahnya PDB per kapita dapat mencerminkan
kualitas pendapatan di suatu negara tersebut, artinya tingkat kesejahteraan penduduknya menandakan
tingkat kemiskinan yang terjadi disuatu negara tersebut. Negara Indonesia merupakan peringkat 7
dengan tingkat PDB per kapita $3.87 dan masih di nilai oleh World Bank sebagai negara berkembang
bawah Thailand, Malaysia, Brunei Darussalam.
Tabel 1.1 Jumlah Penduduk Miskin di Indonesia

Tahun Jumlah Penduduk Miskin


(ribu jiwa)
2016 27764,32
2017 26582,99
2018 25674,58
2019 24785,87
2020 27549,69

Sumber : BPS, data diolah


Menurut BPS, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada periode 2016-2020 cenderung
mengalami fluktuasi, dari tahun 2016-2020 jumlah penduduk miskin di Indonesia mengalami penurunan
yaitu ditahun 2020 sebesar 963,88 ribu jiwa. Meskipun jumlah penduduk miskin turun ditahun 2020,
Indonesia masih berada di urutan ke tujuh dari negara ASEAN di bawah Thailand, Brunei Darussalam,
Malaysia dan Singapore dengan luas wilayah Indonesia sebesar 8,3 juta km². Masih menjadi pertanyaan
dengan kondisi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang melimpah Indonesia masih merupakan
negara luas dengan penduduk miskin yang besar.
Berdasarkan data diatas juga menunjukkan bahwa masalah kemiskinan itu sangat kompleks dan
tidak mudah untuk memecahkannya. Untuk pemecahan masalah kemiskinan, maka diperlukan untuk
mengetahui penyebab tingginya kemiskinan. Tingginya kemiskinan, pada umumnya bias disebabkan
oleh pendapatan rata-rata disuatu daerah yang rendah, pendidikan yang rendah dan tingkat kesehatan
yang rendah. Menurut penelitian Jundi (2014), menjelaskan bahwa ketika semakin tinggi pendidikan
yang dicapai maka akan meningkatkan kemampuan serta kesempatan untuk mendapatkan pendapatan
dan pekerjaan yang layak atau tinggi sehingga akan terhindar dari kata kemiskinan. Kemudian semakin
tinggi pendidikan yang dimiliki oleh seorang atau individu, maka keahlian serta pemahaman akan
meningkat juga sehingga menyebabkan peningkatan produktivitas individu tersebut. Sehingga dengan
meningkatnya tingkat pendidikan di Indonesia, diharapkan sesorang mampu meningkatkan kualitas
sehingga akan terciptanya produktivitas kerja sehingga dikemudian dapat meningkatakan taraf hidupnya
dengan memperoleh pendapatan yang tinggi.
Sama halnya dengan pendidikan keberadaan fasilitas kesehatan menentukan pelayanan
kesehatan, pencegahan terhadap penyakit, keperawatan dan pengobatan terhadap masyarakat yang
memerlukan pelayanan kesehatan. Ketersedian fasilitas kesehatan juga dipengaruhi oleh faktor lokasi
yang memudahkan atau tidak untuk dijangkau masyarakat. Pelayanan kesehatan yang baik dilihat dari
keberadaan tenaga kesehatan yang dapat memberikan informasi, pelayanan dan motivasi kepada
masyarakat untuk mendatangi fasilitas kesehatan. Kondisi fisik fasilitas kesehatan ditentukan oleh
kualitas maupun ketersediaan yang akan menjamin kesehatan masyarakat.
Berdasarkan dari uraian yang telah dijelaskan, dapat diketahui bahwa Indonesia dalam lima tahun
terakhir sedang mengalami penurunan angka kemiskinan namun tidak begitu signifikan.. Ada beberapa
faktor yang dianggap dapat berpengaruh terhadap angka kemiskinan yang tinggi tersebut beberapa
diantaranya adalah pendidikan dengan indikator rata-rata lama sekolah >15 tahun dan tingkat kesehatan
dengan indikator angka harapan hidup laki-laki dan perempuan. Sehingga, perlu diadakan analisis
apakah faktor-faktor terebut berpengaruh terhadap kemiskinan di Indonesia. Ketika faktor-faktor
tersebut sudah diketahui pengaruhnya terhadap kemiskinan di Indonesia seperti apa, maka diharapkan
hasil penelitian ini dapat membantu untuk mempercepat penurunan kemiskinan yang ada di Indonesia.

B. TINJAUAN PUSTAKA
Kemiskinan dan Kajian Teoritisnya
Kemiskinan pada umumnya sering diartikan sebagai suatu kondisi yang mempunyai
sumberdaya atau pendapatan yang tidak dapat menampung kebutuhan hidupnya. Kemiskinan sendiri
dalam bahasa Inggris adalah poor atau poverty serta berasala dari bahasa latin yaitu “pauper” yang
menjelaskan dalam keadaan miskin atau melahirkan kekurangan kemudian ditunjukan kepada orang-
orang yang tidak mempunyai lahan produktif seperti untuk pertanian dan perternakan. Ada pendapat
yang dijelaskan secara umum yaitu, masalah kemiskinan merupakan sebagai ketidaksanggupaan
seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasar standar hidup. Masalah pokok dalam kemiskinan sering
diartikan sebagai ketidakmampuan atau ketidakberdayaaan individu dalam membeli kebutuhan pokok
serta barang-barang seperti pakaian dan perumahan. Kemiskinan merupakan masalah yang bersifat
multidimensi yang berarti tidak bisa dijelaskan hanya melihat satu sisi atau pandangan.
Kemiskinan bukan masalah yang remeh, kemiskinan merupakan masalah yang mencakup
berbagai aspek kehidupan masyarkat. Keadaan miskin sekiranya disebabkan oleh indikator-
indikatorsebagai berikut: Pertama, rendahnya taraf pendidikan serta kesehatan akan mengakibatkan
keterbatasan dalam pengembangan diri serta mobilitas untuk bekerja. Hal ini kemudian yang akan
berpengaruh kemampuan seseorang terhadap daya kompetisi dalam merebut atau memasuki dunia kerja.
Kedua, rendahnya tingkat kesehatan dan gizi akan berdampak pada rendahnya daya pikir, daya tahan
fisik serta selanjutnya akan mengurangi inisiatif dalam dunia kerja. Ketiga, terbatasnya lapangan
pekerjaan akan semakin memperburuk kemiskinan. Dengan mendapatkan pekerjaan setidaknya dapat
membuka kesempatan untuk mengubah nasib seseorang atau masyarakat. Keempat, kondisi terisolasi
atau terpencil juga akan menyebabkan kurang maksmialnya pelayanan publik seperti pendidikan,
kesehatan, dan lain-lain serta tidak dapat menjangkaunya. Kelima, ketidakstabilan politik juga akan
menyebabkan kegagalan dalam kebijakan pro-poor. Dengan berbagai strategi serta proram-progam
pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan akan mengalami kesulitan dalam implementasinya jika
tidak didukung oleh kondisi politik yang baik dan stabil.
Teori kemiskinan keynesian menyatakan bahwa kemiskinan merupakan akibat dari faktor
struktural yang bisa bersifat ekonomi atau sosial atau politik. Pendukung dari teori ini mengakui bahwa
alasan mengapa orang miskin tidak berkembang adalah karena alasan eksternal yaitu yang sebagian
besar diluar kendali mereka.
Gambar 2.1 Teori Lingkaran Setan Kemiskinan

Pendapatan
Rendah

Produktivitas
Tabungan Rendah
Rendah

Kekurangan Modal Investasi Rendah

Sumber : Teori Ragnar Nurkse (1953)

Menurut Ragnar Nurkes (Bass, 2009) Vicious Circle of Poverty Theory atau teori lingkaran
setan kemiskinan. Teori ini menjelaskan hubungan kualitas sumber daya yang saling mempengaruhi satu
sama lain, sehingga membuat negara miskin terus menerus dalam keadaan kemiskinan. Pertama, dalam
penawaran, tingkat pendapatan yang rendah disebabkan oleh produktivitas yang rendah, sehingga
menyebabkan kurangnya kemampuan masyarakat untuk menyimpan dana atau menabung. Peristiwa ini
yang memulai rendahnya pembentukan modal. Keadaan seperti ini akan menyebabkan suatu negara
kekurangan barang modal, dengan demikian tingkat produktivitas akan rendah. Kedua, hubungan dalam
permintaan. Di negara miskin pemicu untuk menanam modal masih rendah disebabkan karena luas pasar
untuk berbagi barang terbatas, hal ini dapat terjadi karena pendapatan masyarakat yang relatif rendah
dan karena pembentukan modal yang terbatas di masa lampau, sehingga menyebabkan kekurangan
pemicu dalam menanam modal.
Menurut (Todaro,1997) menjabarkan apabila pendapatan individu tidak mampu mencapai
tujuan atau kebutuhan secara minimum, maka seseorang dapat dikategorikan sebagai penduduk miskin.
Dengan begitu, kemiskinan dapat diukur dengan membandingkan antara tingkat pendapatan orang
dengan tingkat pendapatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pokok. Kemudian, ada beberapa
macam pengukuran yang digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan, salah satunya kriteria miskin
menurut (Sayogyo, 1999). Komponen yang umumnya digunakan sebagai dasar untuk ukuran garis
kemiskinan adalah pendapatan keluarga yang disertakan dengan nilai harga beras yang berlaku pada saat
itu dan rata anggota tiap rumah (lima orang). Berdasarkan kreteria tersebut, (Sayogyo, 1999)
membedakan masyarakat ke dalam beberapa kelompok yaitu sangat miskin, miskin, hampir cukup dan
cukup. Pertama, indikator yang termasuk berdasarkan sangat miskin adalah mereka yang pendapatannya
dibawah setara 250 kg beras ekuivalen setiap orang dalam setahun penduduk yang tinggal diperkotaan.
Kedua, kriteria miskin yang termasuk dalam kelompok ini merupakan mereka yang berpendapatan setara
dengan 240 kg beras sampai 320 kg beras selama setahun untuk penduduk yang tinggal didesa, dan 360
kg beras sampai 480 kg beras pertahun untuk tinggal diperkotaan. Ketiga, kriteria hampir cukup
termasuk dalam kelompok ini yaitu mereka yang pendapatannya setara dengan 320 kg beras sampai 480
kg beras dalam setahun untuk penduduk yang tinggal dipedesaan, dan 720 kg beras pertahun untuk yang
tinggal diperkotaan. Keempat, cukup yang termasuk dalam kriteria ini adalah mereka yang
pendapatannya setara dengan lebih dari 480 kg beras setiap orang dalam setahun untuk penduduk yang
tinggal dipedesaan, dan di atas 720 kg beras setiap orang pertahun untuk yang tinggal diperkotaan.

Hubungan Pendidikan dan Kemiskinan


Pendidikan memiliki peran penting dalam kemampuan negara berkembang dalam menghadapi
perkembangan teknologi sedangkan kesehatan menjadi penunjang bagi peningkatan produktivitas.
Sehingga, dapat diartikan pendidikan dan kesehatan memiliki peran penting dalam pembangunan
ekonomi menurut (Todaro & Smith, 2015). Kemudian menurut Mankiw, investasi terhadap pendidikan
memiliki korelasi dengan pandapatan. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditempuh masyarakat
pada umunya dapat membuat semakin tinggi kualitas orang tersebut. Semakin tinggi kualitas seseorang
maka produktivitasnya akan semakin tinggi. Semakin tinggi produktivitas seseorang maka orang
tersebut akan menghasilkan pendapatan yang maksimal daripada yang produktivitasnya rendah.
Menurut teori kemiskinan Nurske, hubungan rendahnya produktivitas atau kualitas sumber daya
manusia akan menyebabkan pendapatan rendah atau kemiskinan. Pendidikan formal dan non formal
merupakan peran penting dalam menggurangi kemiskinan dalam jangka panjang, baik secara tidak
langsung melalui perbaikan serta peningkatan produktivitas dan efesiensi secara umum, maupun secara
langsung melalui pelatihan golongan miskin dengan ketrampilan yang dibutuhkan serta diajarkan untuk
meningkatkan produktivitas mereka dan pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan mereka
(Lincolin, 1999). Perusahaan atau lapak kerja akan memperoleh hasil yang lebih banyak dengan
mempekerjakan tenaga kerja dengan produktivitas yang lebih tinggi, sehingga nantinya diharapkan
perusahaan akan bersedia memberikan upah atau gaji yang lebih tinggi kepada yang tenaga kerja. Pada
akhirnya seseorang yang memiliki produktivitas yang tinggi akan memperoleh kesejahteraan yang lebih
baik dan dapat diperlihatkan melalui peningkatan pendapatan maupun konsumsinya.
Hubungan Kesehatan dan Kemiskinan
Menurut Notoadmodjo (2007), kesehatan dapat dilihat dari produktivitas seseorang
menjalankan kegiatannya sehari-hari seperti sekolah, kuliah, dan kegiatan sosial bagi yang lanjut usia.
Menurut Undang-undang No. 23 tahun 1992, kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan
sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Kesehatan secara
umum adalah segala usaha dan tindakan seseorang untuk menjaga, memelihara, dan meningkatkan
derajat kesehatannya sendiri agar memiliki tenaga kerja yang maksimal. Kesehatan merupakan
kebutuhan yang mendasar bagi tiap manusia, karena tanpa adanya kesehatan yang layak masyarakat
tidak dapat menghasilkan produktivitas optimal. Todaro (2000:115) menyatakan bahwa human capital
dapat diukur melalui kesehatan, karena kesadaran akan kesehatan memiliki keterkaitan dengan
produktivitas seseorang dalam melakukan aktivitasnya. Dalam pengukuran human capital, kesehatan
dapat menggunakan nilai Angka Harapan Hidup (AHH), dimana semakin tinggi angka harapan hidup
seseorang maka semakin berkualitas parameter kesehatannya, dan sebaliknya.

Gambar 2.2 Kerangka Berfikir

Sumber : Penulis, 2021


METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Data kuantitatif adalah

suatu proses menemukan pengetahuan yang menggunakan data berupa angka sebagai alat menemukan

keterangan mengenai apa yang ingin peneliti (Margono, 2007).

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilakukan kepada Provinsi di Indonesia yang terdiri dari 34 Provinsi. Penelitian ini

menggunakan data yang telah tersedia pada situs resmi pemerintah yaitu Badan Pusat Statistik. Data

yang digunakan berupa data sekunder dari tahun 2016 hingga 2020.

Data dan Sumber Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah sumber

data penelitian yang didapatkan melalui media perantara atau secara tidak langsung. Media perantara ini

dapat berupa buku, catatan, bukti yang telah ada, atau arsip baik yang dipublikasikan maupun yang tidak

dipublikasikan secara umum. Kemudian data yang digunakan berupa presentase jumlah penduduk

miskin, presentase rata-rata lama sekolah dan rata-rata angka harapan hidup laki-laki permepuan.

Variabel tersebut digunakan untuk melihat bagaimana pengaruh pendidikan, kesehatan dan pendapatan

terhadap tingkat kemiskinan di 34 Provinsi di Indonesia. Sumber data yang digunakan diperoleh dari

Badan Pusat Statistik. Alasan dipilihnya 34 Provinsi Indonesia sebagai tempat penelitian karena masih

sedikit bahan literasi di Indonesia sehingga nantinya penelitian ini bisa menjadi acuan untuk pemerintah

dalam menjalankan kebijakan lebih baik dan masyarakat untuk melihat dampak dari tingkat pendidikan

dan kesehatan.

Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan merupakan metode atau cara yang digunakan oleh peneliti untuk

mendapatkan data dengan sebenar-benarnya yang nantinya akan berguna terhadap hasil penelitian yang
dilakukan. Pada penelitian ini digunakan teknik pengumpulan data yaitu metode dokumentasi. Metode

dokumentasi adalah metode pengumpulan data yang tidak ditujukan langsung kepada subjek penelitian.

Selain dokumentasi penelitian ini juga menggunakan studi pustaka. Studi pustaka menurut Margono

(2007) merupakan jenis data sekunder yang digunakan dalam membantu proses penelitian yang terdapat

di artikel, surat kabar, karya ilmiah di penelitian sebelumnya.

Metode Analisis Data

Metode analisis adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang telah

diperoleh dari hasil dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data kedalam kelompok, menjabarkan

kedalam unit-unit, menyusun kedalam pola, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh

diri sendiri maupun orang lain. Dengan menggunakan metode analisis data yang sudah dikumpulkan dan

dikelola untuk diolah dalam sehingga dapat menjawab permasalahan yang ada. analisis data yang

digunakan pada penelitian ini adalah analisis regresi data panel. Regresi data panel merupakan jenis uji

regresi yang mempunyai ciri khas yaitu terdapat kombinasi antara dua runtut waktu atau time series dan

data cross sectional. Regresi menggunakan data panel memiliki beberapa keuntungan yaitu data panel

merupakan gabungan dua data time series dan cross section sehingga mampu menyediakan data yang

lebih banyak dan menghasilkan degree of freedom yang lebih besar.

Teknik Analisis Model

Dalam metode analisis data panel diperlukan uji estimasi terlebih dahulu. Beberapa uji yang

harus dilakukan adalah antara lain: Uji F digunakan untuk mengetahui apakah teknik regresi data panel

dengan fixed effect lebih baik daripada model regresi data panel common effect, dengan melihat sum of

squared residuals. Hipotesis nol (H0) dari teknik ini adalah bahwa intersep adalah sama (common effect).

Kemudian Uji LM (Langrange Multiplier). Uji LM digunakan untuk mengetahui apakah model random

effect lebih baik dari pada metode OLS. Uji LM didasarkan pada distribusi chi-squares dengan degree

of freedom sebesar jumlah variabel independen. Apabila nilai LM statistik lebih besar dari nilai kritis

statistik chi-squares maka menolak hipotesis nol. Sehingga estimasi yang tepat untuk model regresi data
panel adalah metode random effect dari pada metode OLS. Sebaliknya jika nilai LM statistic lebih kecil

dari nilai statistic chi-squares maka gagal menolak hipotesis nol, sehingga metode OLS lebih tepat

dibandingkan metode random effect. Terakhir adalah Uji Hausman. Uji Hausman digunakan untuk

mengetahui apakah model fixed effect atau random effect yang lebih baik untuk digunakan. Untuk

menentukannya terdapat dua hal yang menjadi pertimbangan. Pertama mengenai ada atau tidaknya

korelasi antara error terms dan variabel independen. Jika tidak ada korelasi antara error dan variabel

independen maka model fixed effect lebih tepat. Kedua berkaitan dengan jumlah sampel dalam

penelitian, jika sampel yang digunakan hanya sebagaian kecil dari populasi maka akan didapatkan error

terms yang bersifat random sehingga metode random effect lebih tepat. Statistik uji Hausman mengikuti

distribusi statistik chi square dengan degree of freedom sebanyak variabel independen. Jika nilai statistik

hausman lebih besar dari nilai kritisnya maka menolak H0 metode yang tepat adalah fixed effect dan

jika nilai statistik hausman lebih kecil dari nilai kritisnya maka menerima H0 dan metode yang tepat

adalah random effect.

Uji Asumsi Klasik

1. Uji Normalitas bertujuan untuk mengamati apakah nilai residual terdistribusi normal atau tidak.
Model regresi yang baik adalah memiliki nilai residual yang terdistribusi normal. Uji normalitas
bukan dilakukan pada masing-masing variabel tetapi pada nilai residual nya. Uji normalitas
dapat dilakukan dengan uji histogram, uji normal p-plot, uji chi square, skewness dan kurtosis
atau uji kolmogorov sminorv. Adapun pada penelitian ini menggnakan metode histogram.
2. Uji Multikolinearitas bertujuan untuk mendeteksi multikolinearitas adalah dengan melakukan
regresi parsial antara variabel bebas, uji multikolinearitas diperlukan untuk mengetahui ada
tidaknya variabel independen yang memiliki kemiripan antara variabel independen dalam satu
model regresi. Jika terdapat korelasi maka dinyatakan bahwa model regresi mengalami masalah
multikolinearitas. Uji multikolinearitas bisa dilakukan dengan melihat nilai toleransi dan nilai
Variance Inflation Factor (VIF). Apabila dalam pengujian multikolinearitas pada responden
penelitian didapat nilai VIF kurang dari 10 dapat dinyatakan bahwa model tidak mengalami
gejala multikolinearitas.
3. Uji Autokorelasi dapat dinyatakan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang
diurutkan menurut waktu (seperti dalam data deret waktu) atau ruang (seperti dalam data deret
lintang). Uji autokorelasi bertujuan menguji dalam model regresi linear terdapat korelasi antara
faktor pengganggu pada periode waktu atau ruang tertentu dengan faktor pengganggu pada
waktu atau ruang sebelumnya. Untuk melihat gejala autokorelasi, maka dilakukan pengujian
menggunakan uji Durbin Watson.
4. Uji Heterokedastisitas bertujuan sebagai penguji apakah dalam sebuah model regresi memiliki
ketidaksamaan varians dari residual dari suatu pengamatan ke pengamatan yang lain jika tetap
maka disebut homokedastisitas dan bila berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi
yang baik merupakan tidak terjadi heteroskedastisitas atau homokedastisitas. Penelitian ini
untuk menguji ada tidaknya heterokedastisitas menggunakan uji Glejser, jika nilai signifikan <
0,05 maka terjadi heterokedastisitas, jika sebaliknya nilai signifikansi ≥ 0,05 maka terjadi
homokedastisitas (Muhson, 2012:26).

Uji Hipotesis
1. Uji Koefisien Regresi Secara Parsial (Uji T) digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel
independen secara parsial terhadap variabel dependen yang di uji pada tingkat sigfikan 0,05.
Uji t bertujuan untuk mengetahui apakah variabel-variabel bebas yang digunakan dalam model
persamaan regresi, kreteria keputusannya adalah sebagai berikut. Berdasarkan nilai t hitung dan
t tabel:
- Apabila thitung > tabel atau statistik < 0,05, maka Ho ditolak dan Ha diterima, berarti terdapat
pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat.
- Apabila thitung < tabel atau statistik > 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak, berarti tidak
terdapat pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat.
2. Uji Koefisien Regresi Secara Simultan (Uji F) digunakan untuk mengetahui apakah variabel
independen bekerja secara bersama-sama dalam mempengaruhi variabel dependen. F Hasil
perhitungan akan dibandingkan dengan F table yang diperoleh dengan menggunakan tingkat
resiko atau signifikan level 5 persen atau dengan degree of freedom = k (n-k-1) dengan kriteria
sebagai berikut:
- H0 ditolak jika F hitung > F tabel atau nilai sig < α
- H0 diterima jika F hitung < F tabel atau nilai sig > α,

Jika H0 diterima maka dapat diartikan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan model yang
digunakan sehinggga mengakibatkan tidak signifikan pula pengaruh dari variabel-variabel
bebas secara simultan terhadap variabel terikat.
3. Koefisien Determinasi atau R2 adalah ukuran yang menunjukan seberapa besar variabel
independent memberikan kontribusi terhadap variabel dependen. Analisis determinasi
digunakan untuk melihat prosentase sumbangan pengaruh variabel independent secara serentak
terhadap variabel dependen.
Hasil dan Pembahasan
Gambaran Umum Objek Penelitian

Secara Geografis, Indonesia terletak di Kawasan Asia Tenggara dan terletak di dua benua yaitu

Benua Asia dan Benua Australia serta di apit oleh dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera

Pasifik. Kemudian apabila dilihat dari bagian astronomisnya, Indonesia terletak pada 6° 08’ Lintang

Utara dan 11° 15’ Lintang Selatan dan antara 94° 45’ –141° 05’ Bujur Timur dan dilalui oleh

garisekuator atau garis khatulistiwa yang terletak pada garis lintang 0°. Indonesia berada di wilayah

dengan iklim tropis dan memiliki tiga daerah waktu, yaitu Waktu Indonesia Bagian Barat (WIB), Waktu

Indonesia Bagian Tengah (WITA) dan Waktu Indonesia Bagian Timur (WIT). Indonesia memiliki luas

daerah sebesar 1,910,931,32 km2 dengan memiliki lima pulau besar dan empat kepulauan yaitu Pulau

Sumatera, Pulau Jawa, Pulau Kalimantan, Pulai Sulawesi, Pulau Papua, Kepulauan Riau, Kepulauan

Bangka, Kepulauan Nusa Tenggara, dan Kepulauan Maluku. Pada zaman orde baru hanya terdapat 27

provinsi, tetapi seiring berjalannya waktu dan juga tedapat reformasi jumlah provinsi di Indonesia

sampai saat ini berjumlah 34 provinsi.

Estimasi Model

Model yang tepat dalam penelitian ini memerlukan uji chow dan uji hausman. Hasil Uji Chow

dapat dilihat pada tabel 1 berikut:

Tabel 1 : Hasil Uji Chow

Redundant Fixed Effects Tests


Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 13.135564 (33,134) 0.0000


Cross-section Chi-square 245.370259 33 0.0000

Sumber : Hasil Output Eviews, 2022

Adapun hasil uji chow pada tabel 1 menunjukkan metode estimasi terbaik antara common effect

dan fixed effect adalah fixed effect. Hal ini karena nilai probabilitas 0.000 kurang dari 0.05 atau menolak

H0. Selanjutnya hasil uji hausman terdapat pada tabel 2 berikut ini:
Tabel 2 : Hasil Uji Hausman

Correlated Random Effects - Hausman Test


Equation: Untitled
Test cross-section random effects

Chi-Sq.
Test Summary Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 1.780210 2 0.4106

Sumber : Hasil Output Eviews, 2022

Berdasarkan hasil uji hausman mencerminkan metode estimasi terbaik antara fixed effect dan
random effect adalah random effect. Hal ini karena nilai probabilitas 0.4106 lebih besar dari 0.05 atau
menerima H0. Hal ini menunjukkan bahwa random effect model lebih baik dari pada fixed effect model.
Maka setelah uji hausman belum memutuskan metode estimasi terbaik yang digunakan dalam penelitian
ini, maka akan dilakukan uji lagrance multiplier dalam penelitian ini.

Tabel 3 : Hasil Uji Lagrance Multiplier


Lagrange multiplier (LM) test for panel data
Date: 01/27/22 Time: 09:01
Sample: 2016 2020
Total panel observations: 170
Probability in ()

Null (no rand. effect) Cross-section Period Both


Alternative One-sided One-sided

Breusch-Pagan 163.1934 2.142584 165.3360


(0.0000) (0.1433) (0.0000)

Sumber : Hasil Output Eviews, 2022


Berdasarkan hasil lagrance multiplier mencerminkan metode estimasi terbaik antara common
effect model dan random effect model adalah random effect model. Hal ini karena nilai Breusch-Pagan
sebesar 0.0000 lebih kecil dari 0.05 atau menolak H0. Hal ini menunjukkan bahwa random effect model
lebih baik dari pada common effect model. Maka dalam model penelitian ini akan menggunakan metode
estimasi terbaik adalah dengan uji lagrance multiplier dengan hasil random effect model.

Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah nilai residual tersebar normal atau tidak atau
dengan kata lain untuk mengamati apakah nilai residual terdistribusi normal atau tidak.Uji normalitas
pada penelitian ini dilakukan dengan uji. Jika nilai sig. (p-value) > 0,05 maka H0 diterima yang artinya
normalitas terpenuhi.
Tabel 4 : Hasil Uji Normalitas
20
Series: Standardized Residuals
Sample 2016 2020
16 Observations 170

12 Mean 1.74e-14
Median -0.485609
Maximum 8.700588
8 Minimum -7.273165
Std. Dev. 3.918416
4
Skewness 0.316712
Kurtosis 2.457993

0 Jarque-Bera 4.922894
-6 -4 -2 0 2 4 6 8
Probability 0.085311

Sumber : Hasil Output Eviews, 2022

Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel berikut ini. Dari hasil perhitungan didapat nilai
sig. sebesar 0.085311 (dapat dilihat pada tabel) atau lebih besar dari 0.05; maka ketentuan H 0 diterima
yaitu bahwa asumsi normalitas terpenuhi dan data sudah terdistribusi normal.

Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinieritas ini dilakukan untuk mengetahui bahwa tidak terjadi hubungan yang sangat
kuat atau tidak terjadi hubungan linier yang sempurna atau dapat pula dikatakan bahwa antar variabel
bebas tidak saling berkaitan. Cara pengujiannya adalah dengan membandingkan nilai korelasi yang
didapat dari perhitungan regresi panel, apabila nilai korelasi antar variabel < 0,8 maka tidak terjadi
multikolinearitas.

Tabel 5 : Hasil Uji Multikolinearitas


Pendidikan Kesehatan
Pendidikan 1.00 0.31
Kesehatan 0.31 1.00
Sumber : Hasil Output Eviews, 2022

Hasil uji multikolinieritas dapat dilihat pada tabel di bawah, berikut hasil pengujian dari
masing-masing variabel bebas memiliki korelasi lebih kecil dari 0,8. Dari hasil pengujian tersebut dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas antar variabel bebas.
Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah kondisi dimana variabel gangguan mempunyai varian yang tidak
konstan. Heteroskedastisitas biasa ditemukan pada data cross-section, sementara pada data time series
jarang ditemukan heterokedastisitas. Hal ini terjadi karena ketika menganalisis perilaku data yang sama
dari waktu ke waktu fluktuasinya akan relatif stabil. Dalam mendeteksi heterokedastisitas terdapat
beberapa cara namun yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan Uji Glejser.

Tabel 6 : Hasil Uji Heteroskedastisitas

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 15.26880 6.271326 2.434701 0.0160


PENDIDIKAN -0.264666 0.252762 -1.047093 0.2966
KESEHATAN -0.141131 0.090487 -1.559675 0.1207

Sumber : Hasil Output Eviews, 2022

Hasil uji heterokedastisitas dapat dilihat pada tabel berikut ini. Dengan melihat tabel dibawah,
dari hasil pengujian tersebut didapat bahwa nilai prob. seluruh variabel adalah > α (α = 0,05), sehingga
dapat disimpulkan bahwa sisaan mempunyai ragam homogen (konstan) atau dengan kata lain tidak
terdapat gejala heterokedastisitas

Uji Autokorelasi
Autokorelasi digunakan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi
antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya), jika
terjadi autokorelasi maka di namakan ada masalah autokorelasi. Berikut adalah hasil pengolahan
autokorelasi sebagai berikut:

Tabel 7 : Hasil Uji Autokorelasi


DU DW 4-DU Keterangan
1.7730 2.1588 2,2270 Tidak Terdapat Autokorelasi

Sumber : Hasil Output Eviews, 2022

Hasil Pengolahan data menggunakan Aplikasi Eviews Versi 10. Berdasarkan hasil pengujian
di atas dapat disimpulkan bahwa nilai Durbin-Watson adalah sebesar 2.1588 dengan jumlah sampel
adalah sebanyak 170 dan jumlah variabel independen 2 (k=2). Nilai DW 2.1588 lebih besar dari batas
atas (du) 1.7730 dan kurang dari (4-du) 2,2270 atau 1.7730 < 2.1588 < 2,2270. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi

Persamaan Regresi
Persamaan regresi digunakan mengetahui bentuk hubungan antara variabel bebas dengan
variabel terikat. Dengan menggunakan bantuan Eviews didapat model regresi seperti pada Tabel 8.

Tabel 8 : Hasil Persamaan Regresi


Dependent Variable: KEMISKINAN
Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Sample: 2016 2020
Cross-sections included: 34
Total panel (balanced) observations: 170
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 44.15288 9.051915 4.877739 0.0000
PENDIDIKAN -1.303704 0.355498 -3.667258 0.0003
KESEHATAN -0.031008 0.127979 -2.586426 0.0106
Effects Specification
R-squared 0.221089 Mean dependent var 2.606058
Adjusted R-squared 0.110563 S.D. dependent var 2.265883
S.E. of regression 2.136953 Sum squared resid 762.6172
F-statistic 11.50392 Durbin-Watson stat 1.020743
Prob(F-statistic) 0.000021

Sumber : Hasil Output Eviews, 2022

Adapun persamaan regresi yang didapatkan berdasarkan Tabel 8 adalah sebagai berikut:
Kemiskinan = 44.15288 - 1.303704Pendidikan - 0.331008Kesehatan.
Dari persamaan di atas dapat di interpretasikan yaitu:
 koefisien regresi b1 sebesar -1.3037, artinya presentase penduduk miskin akan meningkat
untuk setiap penurunan pendidikan. Jadi apabila pendidikan mengalami penurunan, maka
jumlah penduduk miskin akan meningkat sebesar 1.3037 satuan dengan asumsi variabel
lain dianggap konstan atau tetap.
 koefisien regresi b2 sebesar -0.3310, artinya presentase penduduk miskin akan meningkat
untuk setiap penurunan kesehatan. Jadi apabila kesehatan mengalami penurunan, maka
jumlah penduduk miskin akan meningkat sebesar 0.3310 satuan dengan asumsi variabel
lain di anggap konstan atau tetap.
Uji T
Uji T digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel bebas secara parsial mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat. Dapat juga dikatakan jika t hitung > t tabel atau -t
hitung < -t tabel maka hasilnya signifikan dan berarti H0 ditolak dan H1 diterima. Sedangkan jika t
hitung < t tabel atau -t hitung > -t tabel maka hasilnya tidak signifikan dan berarti H0 diteima dan H1
ditolak. Berdasarkan Tabel diperoleh hasil sebagai berikut:
 Hasil uji T antara X1 (pendidikan) dengan Y (Presentase Penduduk Miskin) menunjukkan t hitung
= 1.3037. Sedangkan t tabel (α = 0.05; db residual = 167) adalah sebesar 1.654. Karena t-hitung <
t-tabel yaitu sebesar 1.303 < 1.654 atau Prob. t (0.0003) < α = 0.05 maka pengaruh X1 (pendidikan)
Presentase Penduduk Miskin adalah signifikan pada alpha 5%. Hal ini berarti H 0 diterima sehingga
dapat disimpulkan bahwa pendidikan berpengaruh terhadap kemiskinan di Indonesia.
 Hasil uji T antara X2 (kesehatan) dengan Y (Presentase Penduduk Miskin) menunjukkan t hitung =
1.331. Sedangkan t tabel (α = 0.05; db residual = 167) adalah sebesar 1.654. Karena t hitung < t
tabel yaitu 1.331 < 1,654 atau Prob. t (0.0106) < α = 0.05 maka pengaruh X 2 (kesehatan) terhadap
Presentase Penduduk Miskin adalah signifikan. Hal ini berarti H0 ditolak sehingga dapat
disimpulkan bahwa Presentase Penduduk Miskin dapat dipengaruhi secara signifikan oleh
kesehatan atau dengan meningkatkan kualitas kesehatan maka presentase Penduduk Miskin akan
mengalami penurunan yang tinggi.

Uji F
Uji F digunakan untuk memperlihatkan apakah semua variabel independen pendidikan, kesehatan dan
pendapatan per kapita mempunyai pengaruh yang signifikan secara simultan (bersama-sama) terhadap
variabel dependen yaitu gini. Pengujian hipotesis dilakukan dengan uji F, dengan cara membandingkan
Fhitung hasil analisis regesi dengan nilai Ftabel atau membandingkan prob. F pada tingkat signifikansi 5 %
atau 0.05.

Tabel 9 : Hasil Uji F


Fhitung Prob. FTabel Keterangan

11.503 0.0000 1,654 Signifikan

Sumber : Hasil Output Eviews, 2022

Berdasarkan hasil analisis diatas, diperoleh nilai Fhitung sebesar 281.58. Artinya ialah nilai Fhitung
lebih besar dari Ftabel (11.503 > 1,654) dan nilai prob. juga lebih kecil dibandingkan tingkat signifikansi
(0.0000 < 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa variabel pendidikan, kesehatan dan pendapatan per kapita
secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel kemiskinan

Uji Koefesien Determinasi


Pengujian koefisien determinasi bertujuan untuk melihat seberapa besar tingkat kemiskinan
dapat dijelaskan oleh variabel pendidikan dan kesehatan.

Tabel 10 : Hasil Uji R2


R2
0.22
Sumber : Hasil Output Eviews, 2022

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa koefisien determinasi model ini sebesar 0.22, artinya
sekitar 22% kemiskinan di Indonesia dapat dijelaskan oleh variasi pendidikan dan kesehatan per kapita.
Sekitar 78% lainnya dijelaskan oleh variabel lain diluar model yang tidak dibahas dalam penelitian ini.

Pengaruh Pendidikan terhadap Kemiskinan


Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap 34 provinsi. Hal ini dapat diartikan bahwa ketika pendidikan disuatu daerah atau provinsi sudah
baik maka mencerminkan kualitas sumber daya manusia di daerah tersebut juga semakin membaik.
Tingkat pendidikan yang ditempuh memainkan kunci dalam membentuk ketrampilan untuk sebuah
negara yang sedang berkembang dalam menyerap teknologi modern serta meningkatkan kapasitas agar
terciptanya pembangunan dan pertumbuhan yang berkelanjutan (Tadaro, 2000). Dapat disimpulkan
ketika seseorang mempunyai kualitas pendidikan yang tinggi maka diharapkan mampu untuk
menghasilkan output produksi secara optimal sehingga akan memperoleh pendapatan yang maksimal
juga. Apabila pendapatan disuatu daerah tinggi maka seluruh kebutuhan akan terpenuhi dan jauh dari
jurang kemiskinan atau dapat dikatakan dapat menurunkan tingkat kemiskinan disuatu negara.
Untuk meningkatkan pendidikan masyarakat telah berupaya adalah dengan melaksanakan
program wajib belajar atau setara SMK/SMA bagi penduduk Indonesia. Guna menurunkan masalah
kemiskinan tidak menyerta program wajib ini dilakukan, harus ada program-program alternatif guna
memperbaiki tingkat pendidikan. Contohnya seperti mengadakan program paket A, B, C guna
menampung masyarakat yang sempat tertunda pendidikannya. Program ini harus dilakukan dengan
menyeluruh dan merata agar pendidikan yang baik dan layak dapat dirasakan manfaatnya oleh penduduk
Indonesia.
Pengaruh Kesehatan terhadap Kemiskinan
Kesehatan berpengaruh terhadap kemiskinan di Indonesia, hal ini sejalan dengan penelitian
yang ditulis oleh Nadia Islami dan Ali Anis bahwa kesehatan berpengaruh terhadap kemiskinan di
Indonesia. Kesehatan berpengaruh karena kesehatan merupakan salah satu syarat untuk meningkatkan
produktifitas seseorang. Seseorang yang memiliki kondisi kesehatan yang buruk, tidak mampu
melakukan pekerjaan dengan efektif. Jika seseorang tidak efektif dalam bekerja, maka berimbas pada
produktifitas yang rendah. Kemudian apabila produktifitasnya rendah, berarti penghasilannya juga akan
rendah. Apabila tingkat penghasilan seseorang rendah maka akan membuat orang tersebut kesulitan
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga orang tersebut akan terjebak dalam kemiskinan. Derajat
kesehatan masyarakat suatu negara dipengaruhi oleh seberapa banyak sarana serta fasilitas kesehatan.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa fasilitas pelayanan
kesehatan adalah suatu alat atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan
kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah pusat,
pemerintah daerah atau masyarakat.

Pengaruh Pendidikan dan Kesehatan terhadap Kemiskinan


Pendidikan dan kesehatan pada umumnya merupakan suatu investasi sumber daya manusia
untuk mencapai masyarakat yang lebih sejahtera. Tingkat kesehatan penduduk sangat berpengaruh
terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat dan memiliki hubungan yang erat dengan kemiskinan.
Sementara itu, tingkat kemiskinan akan terkait dengan tingkat kesejahteraan. Oleh karena kesehatan
merupakan faktor utama dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, maka kesehatan selalu
menjadi perhatian utama pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan publik. Pemerintah harus dapat
menjamin hak masyarakat untuk sehat dengan memberikan pelayanan kesehatan secara adil, merata,
memadai, terjangkau, dan berkualitas. Peran pendidikan dalam menurunkan tingkat kemiskinan
merupakan salah satu hal yang penting serta fondasi dalam menentukan tingkat kesejahteraan manusia.
Tanpa pendidikan yang berkualitas dalam meningkatkan pengetahuan seseorang akan kurang dalam
meningkatkan efektifitas kerjanya. Meskipun tingkat pendidikan di Indonesia sudah diperbaiki sejak
kemerdekaan belum mampu mengatasi masalah kemiskinan di Indonesia secara maksimal. Hal ini bisa
terjadi karena terdapat hubungan antara pendidikan dan pendapatan cukup erat. Orang tua yang
berpendapatan rendah tidak mampu untuk meningkatakan taraf pendidikan anaknya. Perbedaan
pendapatan tinggi dan rendah membuat perbandingan tingkat pendidikannya, orang tua yang
berpendapatan tinggi akan meningkatkan pendidikan ekstra terhadap anaknya. Sedangkan orang tua
yang berpendapatan rendah hanya memeberikan pendidikan biasa terhadap anaknya.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis pengaruh pendidikan, kesehatan dan pendapatan terhadap kemiskinan
di Indonesia tahun 2016-2020, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil penelitian menujukan bahwa tingkat pendidikan di Indonesia berpengaruh negatif dan
signifikan. Hal tersebut berarti bahwa ketika pendidikan mengalami kenaikan maka akan
dapat menurunkan jumlah penduduk miskin di Indonesia. Ketika seseorang mempunyai
kualitas pendidikan yang tinggi maka diharapkan mampu untuk menghasilkan output
produksi secara optimal sehingga akan memperoleh pendapatan yang maksimal juga.
Apabila pendapatan disuatu daerah tinggi maka seluruh kebutuhan akan terpenuhi dan jauh
dari jurang kemiskinan atau dapat dikatakan dapat menurunkan tingkat kemiskinan disuatu
negara.

2. Hasil penelitian menujukan yaitu bahwa kesehatan berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap kemiskinan di Indonesia. Kesehatan merupakan pondasi atau motor penggerak
karena kesehatan merupakan syarat untuk meningkatkan produktifitas seseorang. Penduduk
atau seseorang dengan kondisi yang kesehatannya rendah, tidak akan bisa melakukan
pekerjaan dengan maksimal serta efektif. Jika seseorang tidak efektif dalam bekerja, maka
akan berimbas pada hasil produktifitasnya yang rendah. Jika produktifitasnya rendah, berarti
penghasilannya juga rendah. Penghasilan seseorang yang rendah akan membuat orang
tersebut kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga orang tersebut bisa
terjebak dalam jurang kemiskinan.

3. Pendidikan dan kesehatan bersama-sama mempengaruhi tingkat kemiskinan di Indonesia.


Hal ini dapat dikatakan karena hasil dari uji simultan mendapatkan hasil sebesar 22%, artinya
model ini mampu menjelaskan sekitar 22.22% sebab kemiskinan yang terjadi di Indonesia
sedangkan sekitar 78,88 % lainnya dijelaskan oleh variabel di luar model ini

Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan hasil penelitian, maka peneliti mencoba menjelaskan beberapa
saran yang dapat dijadikan salah satu pertimbangan bagi pemerintah di Indonesia dalam membuat
kebijakan serta bersama masyarakat mampu menciptakan kondisi mensejahterakan seluruh pihak, tidak
hanya beberapa golongan-golongan di Indonesia. Berikut bebrapa saran yang dapat direkomendasikan
oleh peneliti:
1. Kebijakan pemerintah tentang pendidikan yaitu wajib belajar harus dilakukan secara
merata dengan tersebesarnya guru-guru yang berbakat serta berkualitas agar masyarakat
miskin dapat terjamin pendidikannya serta penyetaraan tamatan melalui program paket
A,B dan C karena mayoritas angkatan kerja wanita tamatan SD/SMP sehingga butuh solusi
agar mereka bisa tetap melanjutkan pendidikannya disamping terus bekerja.

2. Diperlukan upaya dari berbagai pihak untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya
pendidikan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat terutama golongan miskin. Hal ini
dapat dilakukan misalnya dengan peningkatan program pemberian beasiswa pada siswa-
siswa kurang mampu untuk menempuh pendidikan setelah menyelesaikan wajib belajar 12
tahun.

3. Kesehatan merupakan hal yang paling penting, Hal ini perlu menjadi perhatian oleh
pemerintah dalam menerapkan kebijakan yaitu mengenai pemberian Kartu Indonesia Sehat
yang masih belum optimal. Kemudian kesadaran masyarakat harus lebih di optimalkan
melalui sosialisasi dari pemerintah. Serta sarana prasana fasilitas kesehatan yang belum
merata di Indonesia harus menjadi perhatian khusus oleh pemerintah.

4. Pemerintah tidak hanya menekankan akan pentingnya pertumbuhan ekonomi saja, akan
tetapi juga harus mempertimbangkan tentang pemerataan pendapatan dan distribusi
pendapatannya. Program pemerintah terutama untuk pembangunan fasilitas kesehatan di
34 provinsi juga harus diperhatikan agar harapan hidup lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
Agusalim, L. (2016). Pertumbuhan Ekonomi, Ketimpangan Pendapatan, dan Desentralisasi di Indonesia.
KINERJA, 53-68.
Ahluwaliyah. (2013). Analisis Hubungan Antara Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi: Kasus di Indonesia.
QE Journal, 01-42.
Alatas, V., & Wai-Poi, M. (2015). Ketimpangan Yang Semakin Lebar. Jakarta: World Bank.
Amri, K. (2017). Analisis Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan: Panel Data 8 Provinsi
di Sumatera. Jurnal Ekonomi dan Manajemen Teknologi (EMT), 1-11.
Arsyad, L. (2010). Ekonomi Pembangunan. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN: Yogyakarta.
Aydin, C., Esen, O., & Bayrak, M. (2016). Inflation and Economic Growth: A Dynamic Panel Thershold
Analysis for Turkish Republics in Transition Process. Procedia-Social and Behavioral
Sciences, 196-205.
Bakhtiari, S., & Meisami, H. (2010). An empirical investigation of the effects of health and education
on income distribution and poverty in Islamic countries. International Journal of Social
Economics.
Banerjee, R., Mishra, V., & Maruta, A. A. (2021). Energy poverty, health and education outcomes:
evidence from the developing world. Energy Economics, 101, 105447.
Bank, W. (2015). Indonesia's Rising Divide. Jakarta: The World Bank Office Jakarta.
Bank, W. (2020). Poverty and Shared Prosperity 2020. Washington DC: World Bank Group
Bintang, A. B. M., & Woyanti, N. (2018). Pengaruh PDRB, Pendidikan, Kesehatan, Dan Pengangguran
Terhadap Tingkat Kemiskinan Di Jawa Tengah (2011-2015). Media ekonomi dan
Manajemen, 33(1).
Candrawati, M., Imaningsih, N., & Wijaya, R. S. (2021). PENGARUH UPAH MINIMUM, HARAPAN
HIDUP, LAMA SEKOLAH DAN DEPENDENCY RATIO TERHADAP JUMLAH
PENDUDUK MISKIN DI KABUPATEN KEBUMEN TAHUN 2010-2019. JURNAL
EDUCATION AND DEVELOPMENT, 9(3), 306-310.
Fraenkel, J. R., Wallen, N. E., & Hyun, H. H. (2012). How to design and evaluate research in education..
Harniati. (2010). Program-Program Sektor Pertanian yang Berorientasi Penanggulangan Kemiskinan.
Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Departemen Pertanian.
Indonesia, A. P. (2019). Gudang Data. Retrieved from APJII: https://www.apjii.or.id/
Istiqamah, Syaparuddin, & Rahmadi, S. (2018). Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi Terhadap
Ketimpangan Pendapatan dan Kemiskinan. e-Journal Perspektif Ekonomi dan Pembangunan
Daerah.
Jaelani, D., & Agustiyani, R. (2011). Ketenagakerjaan Penduduk Indonesia (Hasil Sensus Penduduk
2010). Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Jaya, I. G., & kartika, I. N. (2019). Pengaruh Kurs USD dan Tingkat Inflasi Terhadap Nilai Ekspor
Rokok Kretek Serta Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. E-Jurnal Ekonomi Pembangunan
Universitas Udayana, 2226-2253.
Kadji, Y. (2012). Kemiskinan dan Konsep teoritisnya. Guru Besar Kebijakan Publik Fakultas Ekonmi
Dan Bisnis UNG.
Kasali, R. (2017). Disruption. Gramedia.
Keuangan, O. J. (2015). Laporan Tahunan Perbankan. OJK.
Khusnah, L. (2015). Analisis Disparitas Pendapatan Antar Kabupaten/Kota di Jawa Timur Tahun 2008-
2013. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 1-20.
KOMINFO. (2017). Study Ekonomi Digital di Indonesia Sebagai Pendorong Utama Pembentukan
Industri Digital Masa Depan.
Kumalasari, M., & Poerwono, D. (2011). Analisis Pertumbuhan Ekonomi, Angka Harapan Hidup,
Angka Melek Huruf, Rata Rata Lama Sekolah, Pengeluaran Perkapita dan Jumlah Penduduk
terhadap Tingkat Kemiskinan Di Jawa Tengah (Doctoral dissertation, Universitas
Diponegoro).
Kusuma, F. (2017). FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DISTRIBUSI PENDAPATAN
INDONESIA TAHUN 2008-2012 DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM. Jurnal
Khazanah Ulum Ekonomi Syariah (JKUES), 2(1), 31-58.
Kuznet, S. (1955). Economic Growth and Income Inequality. The American Economic Review, 1-28.
Lokadata. (2020). Penduduk Miskin Indonesia 2015-2020.
Maggi, R., & Saraswati, B. D. (2013). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Inflasi di Indonesia: Model
Demand Pull Inflation. Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan, 71-77.
Mankiw, G. N. (2009). Macroeconomics. New York: Worth Publishers.
Margono. (2007). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Pradipta, S. A., & Dewi, R. M. (2020). Pengaruh Rata-Rata Lama Sekolah dan Pengangguran Terbuka
Terhadap Kemiskinan. Jurnal Pendidikan Ekonomi (JUPE), 8(3), 109-115.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitiatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Sukirno, S. (2004). Teori Pengantar Ekonomi Makro. Jakarta: PT Grafindo Persada.
Todaro, P., M., & Smith, S. C. (2011). Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai