Makalah Fiqih Mawaris
Makalah Fiqih Mawaris
Disusun oleh:
MEDAN, 2022/2023
I
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah swt. Yang maha esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya. Dan juga
kami berterima kasih ke pada bapak dosen yang telah membimbing kami dalam
penyelesaian makalah ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Fiqih Mawaris. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun. Semoga makalah
sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
makalah yang telah di susun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saranyang
membangun dari kalian demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
Kelompok 10
DAFTAR ISI
I
KATA PENGANTAR...............................................................................................................................I
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang.................................................................................................................................1
B.Rumusan Masalah............................................................................................................................2
C.Tujuan Masalah................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A.Kesimpulan.......................................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................12
II
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan masalah
1.3 Tujuan
2. Untuk mengetahui ahli waris dan hak waris dalam adat batak.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Proses pembagian harta warisan adat Batak Toba ketika orang tua meninggal
dunia dan belum sempat menggariskan pemberian dari hartanya, maka
keturunannya orang tua itu mengadakan sidang keluarga lengkap dengan unsur
yang dinamakan Dalihan NaTolu.1
3
proses pembagian harta warisan,sorotan sorotan itu datang bukan hanya datang
dari masyrakat Batak Toba itu sendiri tetapi melainkan datang dari luar adat
Budaya Batak Toba mengkritik keras terhadap peroses pembagian harta
warisan di Batak Toba yang lebih menyanjungkan anak lakilaki terutama anak
lakilaki sulung dan anak laki laki bungsu. Sedangkan hak anak tiri ataupun
anak angkat terutama laki laki dapat disamakan dengan hak anak kandung,
karena sebelum seorang anak diadopsi atau diangkat, haruslah melewati proses
adat tertentu.
Yang bertujuan bahwa orang tersebut sudah sah secara adat menjadi marga
dari orang yang mengangkatnya. Menurut Eko Imam Syuhada Sirait (2018)
mengatakan bahwa proses pembagian harta warisan adat Batak Toba itu
bisa dikatakan dalam proses yang terdapat di dalamnya mengalami
dikriminasi atau proses yang mementingkan pihak tertentu saja 3, karena yang
menjadi peran
utama dalam perihal pembagian harta warisan adalah anak laki laki sulung
dan anak lakilaki bungsu. Di dalam peroses pembagian harta warisan, anak laki laki
juga terdapat dikriminasi yang dimana anak laki laki diantara kedua yaitu
anak sulung dan anak bungsu tersebut tidak akan mendapatkan bagiannya dalam
peroses pembagian harta warisan.Kemudian muncul sebuah kritik dari orang
Batak Toba itu sendiri yang sangat tajam akan adanya kesenjangan terhadap
pembagian harta warisan. 4
Kritik itu juga dapat dilihat di dalam drama yang terjadi di dalam
kehidupan “siboru Tumbaga” yang tidak Mempunyai saudara lakilaki sehingga
berdasarkan yang dianut oleh Adat Batak Toba ia sudah menjadi “Boru siteanon”
yang tidak berhak atas harta orang tuannya. Sudahbanyak yang mengkritik dengan
tatata cara pembagian harta warisan yang ada di adat Batak Toba ini karna di
dalam peroses ini masyarakat Batak Toba menilai itu adalah peroses pembagian
3
Sugiarto, Dergibson Siagian, Deny S. Oetomo, Tehnik Sampling, (Jakarta : PT.Gramedia
Pustaka Utama, 2003), hlm. 7-8.
4
Bushar Muhammad, Pokok-Pokok Hukum Adat, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2000), hlm. 44
4
atau warisan budaya yang didapat mereka dari nenek moyang peninggalan nenek
moyang mereka dahulu.5
Masyarakat Adat Batak Toba dikenal beberapa istilah yang merendahkan martabat
anak perempuan antara lain :
1. Sigoki jabu ni halak do ianggo boru (anak perempuan adalah untuk mengisi
rumah orang 2. Mangan tuhor niboru (anak perempuan dianggap barang
dagangan yang diperjual-belikan).
2. Mangan tuhor niboru (anak perempuan dianggap barang dagangan yang
diperjual-belikan).
3. Holan anak do sijalo teanteanan (zaman dahulu ada tuntutan untuk
mendahulukan anak laki-laki dalam melestarikan marga, sehingga anak laki-
laki berhak memiliki serta berbicara mengenai ikatan adat secara hukum). 6
Adat Batak Toba apabila anak perempuan atau dari suatu keluarga tidak
memiliki anak laki-laki atau saudara laki-laki, maka tidak berhak mendapatkan
warisan karena sudah dianggap punu (punah) dan tidak akan dapat melanjutkan
silsilah keluarganya dan keluarga tersebut akan hilang begitu saja. Anak perempuan
yang demikian disebut “siteanon”, artinya semua harta warisan ayahnya tidak boleh
ada padanya dan harus diwarisi kepada anak laki-laki dari saudara laki-laki ayahnya.7
Perkembangan masyarakat adat Batak Toba yang ada sekarang telah menjadi
5
Wawancara dengan Bapak Drs. H. Zulfadli Sirait, Sekretaris Umum PBI (Persatuan Batak
Islam), pada tanggal 16 Agustus 2013.
6
Muhammad, Bushar, Pokok-Pokok Hukum Adat, Jakarta: Pradnya Paramita, 2000.
7
5Ter Haar, 1991, Asas-Asas Dan Susunan Hukum Adat, Pradnya Paramita, Jakarta, hlm. 202.
5
perkembangan huku dalam pembagian harta warisan yang didasari oleh
perkembangan zaman, agama, teknologi, ekonomi, dan melalui pendidikan serta
pengetahuannya. Maka kaum perempuan banyak mengalami penolakan terhadap
sistem kekerabatan patrilineal yang dirasakan adanya pembedaan antara laki-laki dan
pemKperempuan dalam pembagian warisan yang menimbulkan ketidaksetaraan dan
tidak adanya rasa keadilan.
8
Soerojo Wignjodipoero, 1995, Pengantar Dan Asas-Asas Hukum Adat, Toko Gunung Agung,
Jakarta, hlm. 161.
6
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
7
DAFTAR PUSTAKA